• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2.4 Sifat kimia selulosa

Selulosa mengembang (swelling) dalam air dan teristimewa dalam basa pekat. Polimer yang mengembang dalam basa, dikenal sebagai selulosa alkali atau selulosa soda dipakai untuk mempreparasikan selulosa regenerasi. Proses mereaksikan kapas dengan basa air, dan kemudian menghilangkan basa tersebut dikenal sebagai merserasi. Kapas yang termerserasi memiliki tingkat kekilauan yang lebih tinggi daripada kapas alam yang kurang rapat, dan tingkat kekristalannya agak sedikit rendah.

Meskipun jumlah gugus hidroksil pada selulosa besar, selulosa tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut lainnya yang umum, meskipun akan larut ke beberapa campuran pelarut. Larutan dari logam-logam kompleks seperti tembaga (II)-amonia akan melarutkan selulosa. Jenis-jenis pelarut lain yang dapat melarutkan selulosa

adalah LiCl-dimetilasetamida, dimetil sulfoksida-paraformaldehida, amin oksida dan asam fosfat (Steven, 2001).

Sifat – sifat selulosa dengan pereaksi kimia :

1. Selulosa dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis

2. Selulosa dengan asam konsentrasi yang tinggi dapat terhidolisis menjadi selubiosa dan D-glukosa

3. Dengan asam sulfat dapat menghidrolisis selulosa, digunakan untuk pembuatan kertas. Selulosa direaksikan dengan aluminium sulfat yang dapat bereaksi dengan sejumlah kecil pulp kertas untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan kertas yang keras (Cowd, 1991).

Turunan selulosa yang merupakan selulosa komersil seperti selulosa asetat, berperan dalam film fotografi, bahan perekat, dan serat sintetik. Selulosa asetat mempunyai sifat – sifat yaitu: tidak satbil, mudah terbakar bila bereaksi dengan oksigen film selulosa asetat menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi serta melepaskan asam asetat. Untuk mengukur massa molekul selulosa sangat sulit karena:

a. Tidak banyak pelarut untuk selulosa

b. Selulosa sangat cenderung terombak selama proses

c. Cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda.

Cara yang seringkali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak massa molekul awal bagi selulosa sebelum dinitratkan (Steven, 2000).

Ditinjau dari strukturnya dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-pelarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tak larut dalam air dan juga dalam pelarut lain seperti pelarut-pelarut organik. Penyebabnya adalah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar-rantai tersebut akibat ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini dipandang sebagai penyebab

kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Selulosa juga larut dalam larutan tembaga (II) hidroksida bromida (Cowd, 1991).

2.3 Nanokristal Selulosa

Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10–100 nm. Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik. Parameter utama dari nanopartikel adalah bentuknya, ukuran dan marfologi struktur dari substansi (Liufu, 2004).

Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa biasanya mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal selulosa dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis bentuk yang amorf dari selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit (Rong, 2011).

Metode-metode hidrolisis yang dapat digunakan untuk menghidrolisis selulosa menjadi nanokristal ada 5 yaitu:

a. Sistem pelarut LiCl/DMAc

Sekitar tahun 1980 ditemukan bahwa N-dimetil-acetamida (DMAc) yang mengandung lithium klorida (8-9%) dapat melarutkan selulosa. Sistem ini menunjukkan potensi yang besar untuk selulosa dalam sintesis organik serta untuk tujuan analitik karena pelarut tidak berwarna dan pembubaran berhasil tanpa atau setidaknya degradasi diabaikan bahkan dalam kasus berat molekul yang tinggi polisakarida seperti bahan katun atau selulosa bakteri. Kandungan selulosa dalam larutan dapat mencapai 15% berat, sedangkan LiCl adalah 5-9% berat setelah

pembubaran selama 6 jam pada suhu 100oC. Selulosa yang mempunyai berat molekul tinggi dapat larut dengan waktu isolusi yang dapat dipersingkat jika suhu awal proses pembubaran adalah 150oC dan sistem didinginkan perlahan-lahan.

Klorida-selulosa menyumbang sekitar 80% terhadap dipole-dipole interaksi antara DMAc dan selulosa, sedangkan Li spesifik (DMAc) n-selulosa interaksi kontribusi sekitar 10%.

b. Sistem pelarut NMMO

Proses ini didasarkan pada penggunaan pelarut N-metil morfolina-N-oksida (NMMO) monohidrat, dimana 100oC pelarut NMMO dalam kombinasi dengan air dapat melarutkan selulosa biasanya sebagai monohidrat (sekitar 13% air) di sekitar 100oC tanpa aktivasi sebelumnya atau derivatisasi. NMMO/H2O/DETA telah terbukti menjadi pelarut termodinamika baik untuk selulosa dan cocok untuk sampel berbagai asal-usul. Suatu larutan 32,6% berat NMMO, 10,0% berat H2O, dan 57,4% DETA dapat melarutkan selulosa pada suhu kamar, dan suhu sedikit lebih tinggi (40oC) pada proses awal pelarutan hanya memerlukan waktu yang pendek untuk isolasi.

c. Sistem pelarut berbasis logam pengkompleks 

Sejumlah logam pengkompleks dapat digunakan untuk melarutkan selulosa. Pelarut yang paling terkenal pada kelompok ini adalah kupri hidroksida dalam amonia berair, yang sering disebut cuoxam. Selulosa dapat dilarutkan ke tingkat molekuler dalam cuoxam dan paling efektif mengikat koordinatif dari kompleks logam ke gugus hidroksil terdeprotonasi di posisi C2 dan C3 dari AGU dalam rantai. Namun, cuoxam memiliki beberapa kelemahan, yang terdiri dari rantai selulosa yang mudah terdegradasi, warna biru tua, dan kekuatan pelarutan terbatas yaitu terbatas pada derajat polimerisasi DP 5000. 

d. Sistem pelarut ionik cair 

Sistem ini dapat digunakan sebagai pelarut untuk selulosa non derivat (bukan turunan). Pelarut ini menggabungkan anion, yang akseptor ikatan hidrogen kuat adalah yang paling efektif, terutama bila dikombinasikan dengan pemanasan microwave, sedangkan sistem pelarut ini mengandung "noncoordinating" anion. 

e. Sistem pelarut NaOH/Urea berair 

Untuk menghidrolisis selulosa dapat dicapai dengan cepat (sekitar 5 menit) pada suhu kamar (di bawah 20oC), dan larutan yang dihasilkan tidak berwarna dan transparan. Namun, selulosa dengan berat molekul yang relatif tinggi tidak dapat larut dalam pelarut tanpa pendinginan ke -12oC atau tanpa penambahan urea (Yu, 2009).

2.4Ultrasonifikasi

Spektrum suara (sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi menjadi tiga golongan utama: frekuensi rendah (20–100 kHz), frekuensi menengah (100 kHz–1 MHz), dan frekuensi tinggi (1–10 MHz). Ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz – 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kimia yang biasa disebut dengan sonokimia (Sonochemistry). Frekuensi ultrasonik diatas 1 MHz banyak digunakan dalam bidang kedokteran seperti pencitraan, analisis aliran darah, kedokteran gigi, sedot lemak, ablasi tumor, dan penghancuran batu ginjal (Ensminger, 2009).

Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik adalah untuk mempercepat proses ekstraksi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Cameron (2006) tentang ekstraksi pati jagung yang menyebutkan rendemen pati jagung yang didapat dari proses ultrasonik selama 2 menit adalah sekitar 55,2-67,8 % hampir sama dengan rendemen yang didapat dari pemanasan dengan air selama 1 jam yaitu 53,4%. Dengan penggunaan ultrasonik proses ektraksi senyawa organik pada tanaman dan biji-bijian dengan menggunakan pelarut organik dapat berlangsung lebih cepat. Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik sehingga kandungan yang ada di dalamnya dapat keluar dengan mudah (Mason,1990).

Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah sebagai berikut: gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga terjadi pemanasan pada bahan tersebut, sehingga melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat efek ganda yang dihasilkan, yaitu pengacauan dinding sel sehingga membebaskan kandungan senyawa

yang ada d ekstrak. En gelembung massa antar Ultr penambaha berarti pro perubahan yang digun 2.5 Membr

Dokumen terkait