Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sebelum muncul kelainan kulit, sifilis stadium II biasanya didahului oleh sifilis stadium I berupa luka/ulkus yang tidak terasa nyeri di daerah genital sekitar 1-2 bulan sebelumnya. Sifilis stadium II ditandai oleh kelainan kulit generalisata yang dapat menye-rupai berbagai penyakit kulit, sehingga disebut sebagai the greatest imitator. Meskipun kelainan kulit dapat mengenai hampir seluruh tubuh, namun tidak disertai keluhan gatal. Biasanya lesi kulit sering dijumpai di daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pembesaran kelenjar getah bening superfisialis pada beberapa tempat juga sering ditemukan. Untuk memastikan diagnosis sifilis perlu dlakukan tes serologi untuk sifilis (TSS), yaitu VDRL/RPR dan TPHA. Bila pemeriksaan skrining serologi untuk sifilis dengan RPR atau VDRL memberi hasil positif, maka kelainan kulit tersebut sangat mungkin disebabkan oleh sifilis dan selanjutnya dikonfirmasi oleh TPHA (tes antibodi yang spesifik). Di daerah endemik frambusia, hasil tes positif masih mungkin disebabkan oleh kontak dengan frambusia. Pada infeksi HIV hasil tes serologi ka-dang tidak sesuai.
Penisilin benzatin 2,4 juta unit/intramuskular/minggu selama 3 minggu Bila alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin 4 x 500 mg/oral/hari selama 4 minggu
-48
Gbr 43. Papul-papul yang berkonfluensi berbentuk arsinar dan sirsinar pada dahi, disebut sebagai korona venerik.
Gbr 44. Lesi di perbatasan rambut berbentuk papulo-skuamosa yang tidak gatal.
Gbr 45. Papulo-krustosa yang tidak gatal pada telapak kaki, khas untuk sifilis stadium II
45 44 43
FRAMBUSIA
Termasuk penyakit treponematosis non seksual, menular, sering kambuh dan dapat menyebabkan kecacatan. Disebabkan oleh T. pertenue yang secara mikroskopik dan serologik sulit dibedakan dengan Treponema lainnya. Berbeda dengan sifilis, penyakit frambusia ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat dan juga tidak menimbulkan kelainan kongenital. Secara epidemiologi penyakit ini termasuk penyakit tropis dan di Indonesia pada awalnya ditemukan pada hampir seluruh propinsi khususnya pada daerah yang lembab. Setelah dilakukan penanggulangan secara nasional pada awal tahun lima puluhan, penyakit ini sudah jarang ditemukan. Akan tetapi akhir-akhir ini ternyata masih ditemukan beberapa kantong frambusia terutama di Indonesia bagian timur.
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, pria lebih banyak dari wanita, juga umumnya pada tingkat sosio-ekonomi rendah. Secara epidemiologi dapat ditemukan dalam bentuk stadium dini dan stadium lanjut dengan jarak waktu sekitar 5 tahun. Secara klinis dibedakan dalam bentuk stadium primer, sekunder dan tersier. Stadium dini ditandai dengan lesi berbentuk makulo papular/papiloma/papulo krustosa yang agak membasah/eksudatif, sedangkan stadium lanjut lesinya kering dan berbentuk ulkus.
Secara klinis stadium primer berupa papula /papulokrustosa soliter yang dikenal sebagai mother yaws. Stadium sekunder bentuk kelainan seperti mother yaws tapi jumlahnya lebih banyak dan terutama pada lubang tubuh berbentuk cincin (ring worm yaws). Stadium tersier berbentuk guma dengan ulkus serpiginosa dan dapat meninggalkan jaringan parut yang khas. Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan serologik dan bila perlu dengan pemeriksaan histopatologik.
Pengobatan dengan penisilin dosis 2,4 juta unit dosis tunggal
Pengobatan
Gbr 47. Lesi papulokrustosa (mother jaws)
Gbr 48. Mother jaws dan jaringan parut yang khas
Gbr 50. Stadium lanjut berbentuk ulkus.
Gbr 49. Papilomata dan krusta di atasnya di sekitar glutea dan paha 50 50 49 48 47
51
KUSTA
Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat.
Pada sebagian besar orang yang terinfeksi, penyakit bersifat asimtomatik. Sebagian kecil yang terlambat didiagnosis dan terlambat diobati, memperlihatkan gejala klinis dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat. Gejala tersebut antara lain berbentuk lagoftalmos, gangguan sensibilitas kornea, hilangnya sensibilitas pada tangan dan kaki, kulit yang kering dengan/tanpa ulkus. Kadang-kadang ditemukan tangan lunglai, kaki semper dan mutilasi jari. Keadaan inilah yang membuat timbulnya stigma tehadap penyakit kusta.
Penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar ahli berpendapat bahwa penularan melalui saluran napas (inhalasi) dan kontak kulit erat dan lama.
Gangguan sensibilitas ditemukan dengan pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa raba (dengan ujung kapas), nyeri (dengan jarum suntik) dan suhu (dengan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi air panas dan air dingin).Setelah diberi penjelasan, pasien diminta menutup matanya. Bila sentuhan tidak dirasakan oleh pasien, pemeriksaan ini menunjang diagnosis kusta. Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N radialis, N. peroneus, dan N. tibialis posterior) harus diperiksa, dan pembesaran saraf tersebut adalah patognomonis untuk kusta.
Gbr 51. Pembesaran N. aurikularis magnus
Penyakit kusta dibagi atas 2 tipe:
1. Kusta tuberkuloid atau pausibasilar (PB); tipe TT dan BT (Ridley-Jopling). Jumlah lesi 5 buah atau kurang. Bercak kulit umumnya hipo-pigmentasi, kadang-kadang eritem; permukaan kering dan berskuama dengan gangguan sensibilitas, distribusi asimetris, dan hanya mengenai 1 cabang saraf. Pada peme-riksaan bakterioskopis (slit skin smear) tidak ditemukan kuman. Tidak menular dan daya tular rendah.
2. Kusta lepromatosa atau multibasilar (MB); tipe BB, BL dan LL (Ridley Jopling). Jumlah lesi lebih dari 5 buah. Lesi kulit berbentuk makula, infiltrat difus, papul, dan nodus. Permukaan halus berkilap, gangguan sensibilitas ringan/tidak ada, distribusi simetris, mengenai lebih dari 1 cabang saraf. Pada pemeriksaan bakterioskopis ditemukan banyak kuman. Bila tidak diobati akan menular pada orang yang rentan.
52
Tatalaksana kusta tanpa komplikasi
1. Kusta pausibasilar.
52
53
Rifampisin 600 mg sekali sebulan dalam pengawasan ditambah dapson 100 mg tiap hari selama sebulan.
Bila makan obat tidak teratur, dosis 6 bulan yang diselesaikan dalam 9 bulan masih dapat diterima.
Selalu perhatikan komplikasi !.
-Gbr 52. Kusta PB dengan lesi lebih dari 5 buah. Pengobatan dengan rejimen MB
Gbr 53. Kusta PB tipe BT. Lesi hipopig-mentasi, berbatas tegas dengan papul papul kecil dipinggirnya, ditemukan gangguan sensibilitas.
2. Kusta multibasilar
53
Gbr 54. Kusta MB tipe BB. Tampak tanda khas berupa lesi
Gbr 55. Kusta tipe BL Lesi numuler, asimetris dalam jumlah banyak Gbr 56. Kusta tipe LL. Banyak infiltrat hampir simetris pada muka
Rifampisin 600 mg dan klofazimin (lampren) 300 mg sekali sebulan dalam pengawasan, ditambah dapson 100 mg tiap hari dan klofazimin (lampren) 50 mg tiap hari selama 12 bulan.
Bila makan obat tidak teratur, dosis 12 bulan yang diselesaikan dalam 18 bulan masih dapat diterima.
Selalu perhatikan komplikasi !. -56 55 54
54