• Tidak ada hasil yang ditemukan

Atlas Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Atlas Kulit"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISBN 979 - 99294 - 1- 5

Buku ini diproduksi oleh para penulis dan penerbit untuk tujuan nir-laba. Isi dapat direproduksi dengan izin,

selama tidak bertujuan mencari laba.

PENYAKIT KULIT YANG UMUM DI INDONESIA

Sebuah panduan bergambar

Emmy S. Sjamsoe Daili

Sri Linuwih Menaldi I Made Wisnu

penerbit :

PT MEDICAL MULTIMEDIA INDONESIA Kramat Raya 31, Jakarta Pusat

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

PASIEN DENGAN MASALAH KULIT

DERMATOTERAPI TOPIKAL

8 7

DERMATITIS

INFEKSI JAMUR

Tinea pedis interdigitalis Tinea kapitis Tinea korporis Tinea kruris Tinea imbrikata Onikomikosis Pitiriasis versikolor Kandidosis Kromomikosis Zigomikosis subkutan Dermatitis kontak Dermatitis popok Dermatitis atopik Pitiriasis Liken simpleks Dermatitis numularis Dermatitis stasis Pitiriasis rosea Psoriasis Dermatitis seboroik Eritroderma 11-12 13 14-16 17 18 19 20 21 22-23 24 25 Impetigo vesikobulosa Impetigo krustosa Folikulitis Furunkel/Karbunkel Ektima Erisipelas Selulitis

Abses multipel kelenjar keringat Hidradenitis supurativa

INFEKSI BAKTERI

27 28 29 30 31 32 33 34-35 36 37 39 40 41 42 43 44 44 45 46 8-10

(4)

Staphylococcus scalded skin syndrome Sifilis stadium II Frambusia Kusta Skrofuloderma Infeksi HIV Herpes simpleks Kondilomata akuminata Varisela Herpes Zoster Veruka vulgaris Moluskum kontangiosum Creeping eruption Skabies Pedikulosis kapitis

Pedikulosis (Phthiriasis) pubis A.Penyakit vesikobulosa kronik

Pemfigus vulgaris Pemfigoid bulosa B.Penyakit otoimun

Lupus eritematosus diskoid Vitiligo

C.Erupsi obat

Erupsi eksantematosa Eksantema fikstum Urtikaria dan angioudem Dermatitis medikamentosa Eritema multiforme/Sindroma Steven Johnson/Nekrolisis epidermal toksik

INFEKSI VIRUS

INFEKSI PARASIT

ALERGI IMUNOLOGI

61 62-63 64-65 66-67 68 69 70 46 47-48 49-50 51-59 60 71 72 73 74 79 80 81 81 82-83 75 76 77 78 5

(5)

Lentiginosis Efelid Melasma Melanosis Riehl Nevus Ota Akne Erupsi akneiformis Keloid Hemangioma Karsinoma sel basal Karsinoma sel skuamosa Melanoma maligna

Pearly penile papules Prurigo hebra Miliaria

Urtikaria dan angioudem

DERMATOKOSMETOLOGI

TUMOR KULIT

LAIN-LAIN

85 86 87 88 89 90-92 93 95 96 97 98 99 101 102 103 104

(6)

Penyakit kulit sekalipun tidak berbahaya, mempunyai dampak yang besar bagi pasien baik secara fisik maupun psikologik. Kecepatan dan ketepatan diagnosis sangat penting untuk pengobatan, yang tentu akan berpengaruh pada kesembuhan dan prognosis pasien.

Banyak variasi gambaran klinis dari satu penyakit kulit, dan sebaliknya satu bentuk kelainan klinis bisa didapati pada beberapa penyakit. Hal semacam ini sangat penting diketahui dan dipelajari oleh tenaga kesehatan medis, paramedis dan mahasiswa kedokteran serta keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, para penulis mencoba membuat buku pedoman tentang berbagai penyakit kulit yang umum ditemukan di Indonesia serta diagnosis bandingnya, dalam bentuk sinopsis dengan gambar. Diharapkan buku ini dapat memudahkan tenaga kesehatan membuat diagnosis penyakit atau memikirkan kemungkinan diagnosis bandingya, terutama bila sarana penunjang tidak memadai.

Walaupun para penulis dan tim penyusun buku ini telah berusaha secermat-cermatnya, namun saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan buku selanjutnya.

Akhirnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Netherlands Leprosy Relief (NLR) yang membiayai penerbitan buku ini. Semoga kerjasama yang telah terjalin selama ini menjadi semakin baik.

Semoga sumbangsih ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Tim editor, 2005

KATA PENGANTAR

(7)

PASIEN DENGAN MASALAH KULIT

Seorang pasien dengan masalah kulit seringkali mengeluh gatal di seluruh tubuh. Seringkali pasien di kirim/rujuk ke klinik kulit dengan “gatal di seluruh tubuh” sebagai diagnosis. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan kulit, anda akan menemukan pasien tersebut menderita berbagai macam kelainan seperti eksim, urtikaria,erupsi obat, infeksi kulit, skabies atau penyakit kulit lain. Pemeriksaan kulit sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang baik, dan lebih disukai sinar matahari langsung. Idealnya seluruh kulit tubuh harus diperiksa. Luas dan lokasi seluruh lesi penting untuk membuat diagnosis dan tatalaksana.

Beberapa istilah digunakan untuk mendeskripsikan lesi kulit, yaitu: Makula: perubahan warna kulit semata yang berbatas tegas. Papul: suatu penonjolan kecil berbatas tegas dan superfisial. Plak: penonjolan superfisial berbatas tegas, lebih besar dari papul. Likenifikasi: penebalan pada kulit dengan garis kulit yang makin jelas dan dalam, disebabkan oleh garukan dan gesekan. Nodul: proliferasi padat, batas tegas dan terpisah dari jaringan sekitarnya serta seringkali terletak di dermis atau subkutis. Vesikel: gelembung berisi cairan serum. Pustul: vesikel yang berisi pus. Urtika: elevasi kulit yang bersifat sementara disebabkan oleh edema pada dermis bagian atas, mengakibatkan gatal yang berat. Atrofi: penipisan lapisan kulit.

DERMATOTERAPI TOPIKAL

Setelah mendiagnosis kelainan kulit dengan benar kemudian dibutuhkan pemberian obat topikal,maka jenis vehikulum dan bahan aktif harus dipilih secara tepat. Efektivitas terapeutik obat topikal bergantung dari potensi bahan aktif yang dibawa oleh bahan dasar (vehikulum) yang mampu berpenetrasi menembus lapisan kulit. Vehikulum utama adalah cairan, bedak, dan salap.Cairan atau solusio merupakan disolusi antara dua substansi atau lebih menjadi satu larutan homogen yang bening. Cairan selain sebagai obat oles dapat dipakai sebagai kompres atau perendam. Bahan pelarut yang digunakan berupa air, alkohol atau minyak. Bahan aktif sebagai zat terlarut misalnya asam salsilat 1/1000 bersifat antiseptik dan astringen. Kalium permanganat (KMnO4) 1/5000 atau 1/10.000, dapat dipakai sebagai antiseptik dan astringen. Rivanol 1/1000 selain sebagai astringen dan antiseptik berguna juga sebagai deodoran. Untuk antiseptik kuat dapat digunakan AgNO3 0,25-0,5%. Bila pelarutnya alkohol disebut tinktura.

(8)

Linimen adalah solusio non-aqua; zat pelarutnya dapat minyak atau sabun. Bentuk ini dapat dipakai sebagai pereda iritan, astringen, +antipruritus, emolien dan analgesik. Losio adalah campuran dua fase zat berlainan yang tidak larut dan terdispersi dalam bentuk cair. Sebelum pemakaian harus dikocok, sifat cairan mudah tersebar dan menimbulkan rasa dingin karena proses penguapan.

Bedak bersifat menyerap cairan, mendinginkan dan mengurangi gesekan. Daya lekatnya kurang baik sehingga mudah berterbangan, hati-hati bila dipakai pada wajah dan leher anak atau bayi. Bedak tidak boleh diberikan pada lesi basah karena akan mengeras membentuk krusta atau bahkan granuloma. Bahan bedak yang dapat digunakan adalah seng-oksida yang bersifat antiseptik dan proteksi mekanis, serta magnesium silikat yang bersifat mengeringkan dan lubrikasi. Seng-oksida 98% dan feri-oksida 1% disebut bedak kalamin yang bersifat antipruritus. Bedak kocok terdiri atas komposisi: seng-oksida, talkum, kalamin, gliserol, alkohol dan air, serta harus ditambah stabilator. Bila air menguap maka komponen bedak tertinggal. Sediaan ini cenderung mengendap, sehingga perlu dikocok sebelum dipakai.

Salap merupakan sediaan semisolid yang mudah menyebar, bersifat proteksi, hidrasi dan lubrikasi. Salap dengan dasar hidrokarbon tidak mampu menyerap air, bersifat lengket, berpenetrasi sangat baik, dapat mengatasi dermatosis tebal. Vaselin album adalah bentuk sediaan yang sering dipakai sebagai vehikulum golongan salap, sedangkan vaselin flavum memberi warna kuning yang menodai pakaian. Salap dengan bahan hidrofilik misalnya lanolin dan turunannya dapat dipakai untuk mencampur obat yang menyerap air. Sifatnya lubrikasi, emolien, dan dapat membentuk emulsi. Sifatnya lengket namun mudah dibersihkan. Bentuk vehikulum salap campuran yang sering dipakai adalah krim, yakni campuran dengan air. Terdapat dua bentuk: krim emulsi air (kadar tidak lebih dari 25%) dalam minyak dan krim emulsi minyak dalam air (kadar 31%-80%). Keuntungan pemakaian krim adalah tidak terlalu lengket, menyebar dengan mudah, dapat bersifat protektif, masih bersifat emolien karena mampu menahan penguapan air dan memberi efek mendinginkan. Namun daya serap krim tidak sebaik salap, emulsi air dalam minyak mempunyai daya absorbsi lebih baik dari minyak dalam air. Bentuk vehikulum campuran lainnya yang sering dipakai adalah pasta. Sediaan ini merupakan campuran antara minyak dan bedak. Pasta berguna sebagai barier impermeabel, proteksi dan dapat dipakai bila diperlukan vehikulum yang penyebarannya terbatas. Bahan ini seringkali dipakai untuk vehikulum tabir surya. Bila dibandingkan dengan salap, pasta kurang lengket, kurang menutup, dan lebih kering.

(9)

Bahan aktif yang dipakai antara lain asam salsilat, sulfur, ter, kortikosteroid, antibiotik dan anti jamur. Asam salisilat 1/1000 sebagai kompres, 2% bersifat keratoplasti, 3-20% berkhasiat keratolitik, 30-60% destruktif. Sulfur presipitatum dalam konsentrasi 4-20% berkhasiat antisebore, antiakne, antiskabies, antibakteri positif-Gram, dan antijamur. Sediaan ter berasal dari batubara, kayu dan fosil. Likuor karbonis detergen merupakan ter berasal dari batubara yang dipakai dalam konsentrasi 3-10%, bersifat sebagai antiproliferasi.

Kortikosteroid topikal Sediaan yang banyak dipakai dalam bidang dermatologi. Kekuatan efek vasokonstriksi membagi kortikosteroid menjadi 7 kelas potensi (lemah-sangat kuat). Golongan potensi lemah misalnya hidrokortison, berkhasiat antiinflammasi, tanpa antimitotik sedangkan golongan dengan potensi sangat kuat fungsi antimitotiknya juga kuat, misalnya: klobetasol propionat 0,05%. Kortikosteroid potensi sangat kuat tidak diberikan lebih dari 50 gram/minggu. Efek samping yang harus diperhatikan: atrofi kulit, telangiektasia, purpura, dermatitis perioral, absorbsi perkutan dapat menimbulkan supresi kelenjar adrenal.

Antijamur misalnya nistatin mempunyai efek lokal fungistatik terhadap jamur kandidia. Derivat imidazol kini banyak dipakai untuk dermatofita, M furfur, dan kandida. Antibiotik topikal sebaiknya digunakan dari golongan yang tidak dipakai secara sistemik, mempunyai efektivitas yang baik untuk bakteri penyebab, dan tidak menimbulkan sensitasi. Basitrasin, mupirosin, natrium fusidat, polimiksin dan neomisin merupakan jenis yang masuk kriteria di atas dan sering dipakai. Pemakaian neomisin harus berhati-hati sebab sering menimbulkan sensitasi.

(10)
(11)

DERMATITIS

DERMATITIS KONTAK

11

Dermatitis kontak (DK) adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan eksogen.

Jenis dan Patogenesis:

Terdapat 3 tipe sesuai dengan perjalanan penyakit, yaitu akut (eritem, edema, papul, vesikel, dan bula); sub-akut (eritem, edema ringan, dan krusta); dan kronik (hiperpigmentasi, likenifikasi, dan skuamasi).

Lokasi dermatitis umumnya terjadi pada daerah yang berkontak dengan bahan penyebab dan berbatas relatif tegas, kecuali untuk bahan yang bersifat gas/ uap karena dapat juga mengenai daerah yang tertutup pakaian.

Pemeriksaan penunjang adalah uji tempel. Terdapat 2 cara yaitu terbuka dan tertutup, dengan prinsip menempelkan alergen yang dicurigai sebagai penyebab pada kulit dalam waktu 24-48 jam, bila positif (sebagai alergen penyebab) akan terjadi dermatitis.

DK iritan. Bahan iritan akan merusak kulit, lapisan lemak permukaan kulit hilang, kandungan air berkurang, sehingga kulit menjadi kering, mudah retak dan terjadi dermatitis

DK alergik, terjadi berdasarkan mekanisme hipersensitivitas tipe IV (Gell dan Coomb).

-Istilah eksim dan dermatitis seringkali dipakai untuk menggambarkan kondisi yang sama. Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, subakut, atau kronis, dan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya faktor konstitusi, iritan, alergen, panas, stres, infeksi, dll. Dermatitis akut menunjukkan eritema, edema, papul, vesikel, membasah dan krusta. Pada stadium subakut kulit masih kemerahan, tetapi sudah lebih kering dan terdapat perubahan pigmentasi. Stadium kronis menunjukkan likenifikasi, ekskoriasi, skuama,dan fisura. Terdapat berbagai macam dermatitis, namun berikut ini akan dibahas tipe yang paling sering dijumpai. Kelainan ini dapat mempunyai stadium-stadium yang lebih dominan. Gatal seringkali menjadi keluhan utama.

(12)

-Gbr 1. DK alergik akibat plester. Kelainan kulit berbatas tegas, bentuk sesuai dengan bentuk penyebab, dengan efloresensi yang polimorfi terdiri atas eritema, papul, vesikel dan bula. Gbr 2. DK iritan akibat iritan kuat.Terlihat vesikel, bula dan ekskoriasi Gbr 3. DK iritan akibat iritan lemah. Ujung jari eritem, tipis, berkilat dan berskuama

2

12

1

3 Penatalaksanaan

menghindari penyebab sesuai dengan hasil uji tempel

obat sistemik hanya diberikan pada keadaan sakit berat dengan lokasi luas, secara simtomatik

obat topikal diberikan sesuai dengan prinsip terapi kulit, bila basah diberi kompres (sol. Permanganas Kalikus 1:10.000 atau likuor Vieli) dan bila kering dapat diberi krim atau salap

(13)

-DERMATITIS POPOK

Penatalaksanaan

Yang perlu diperhatikan adalah menggunakan popok sesuai daya tam-pungnya dan diusahakan diganti sesegera mungkin setelah kotor. Dengan demikian area tersebut terjaga tetap bersih dan kering

Topikal :

bila ringan: krim pelindung, dioleskan sebelum memakai popok baru antifungal topikal: nistatin atau imidazol krim, dioleskan 2x/hari

kortikosteroid topikal potensi ringan, misalnya hidrokortison, dapat diberikan pada dermatitis popok sedang atau berat.

kombinasi mikonazol nitrat dan seng dalam krim, dioleskan 2x/hari.

-Gbr 4. Dermatitis popok kandida. Plak eritematosa ukuran plakat, batas tegas, disekitarnya terdapat lesi satelit

Dermatitis popok adalah dermatitis yang terletak, paling tidak pada awalnya, pada daerah yang tertutup popok. Keadaan ini hanya terjadi setelah pemakaian popok. Ditandai dengan eritema yang konfluens, berkilat, dapat pula ditemukan papul eritematosa multipel, edema dan skuama, terutama di daerah yang paling lama berkontak dengan popok, misalnya bagian cembung bokong, paha bagian dalam, mons pubis, skrotum, dan labia mayora. Bila sudah terinfeksi dengan jamur kandida, maka akan tampak plak yang sangat

13

(14)

DERMATITIS ATOPIK

Dermatitis atopik (DA) kadang-kadang disebut juga eksim susu, adalah penyakit kulit yang kronis residif. Merupakan dermatitis tersering dijumpai pada anak. Penyebab utama adalah kulit kering yang menyebabkan barier kulit rusak,selain itu berbagai faktor internal dan eksternal sangat mempengaruhi perkembangannya. Walaupun etiopatogenesis belum semuanya jelas, namun sebagian mekanisme imunopatogenesis DA telah dapat dijelaskan, yaitu hasil interaksi faktor genetik (IgE) yang bereaksi spesifik terhadap alergen lingkungan.

Alergen makanan yang sering ditemukan adalah susu sapi, telur, ikan laut, kacang tanah, tomat, jeruk, dan coklat. Bahan alergen hirup, misalnya debu rumah, tungau debu rumah, serbuk sari bunga/tanaman (polen), dan bulu binatang. Kolonisasi Staphylococcus aureus sekitar 74% ditemukan pada kulit pasien DA dan berkorelasi dengan derajat beratnya DA.

Menurut fasenya dikelompokkan dalam 3 fase, sebagaimana dicantumkan pada Tabel di bawah ini

14 Bayi

(infantil)

Dewasa

Tempat predileksi Manifestasi klinis simetris di pipi, skalp,

ekstensor ekstremitas, kadang di badan

simetris di fleksural eks -tremitas, fosa kubiti dan poplitea, lipatan leher, pergelangan kaki

Anak

simetris di leher, badan, ekstensor tungkai bawah

plakat eritematosa berbatas difus, papulo-vesikular, eksudatif, kadang dengan skuama halus plakat eritematosa berbatas difus, papulo-folikular,skuama, hiper-keratosis, kadang disertai likenifikasi

plakat papular, hiperkeratosis, hiperpigmentasi dan likenifi-kasi. Batas dapat tegas.

(15)

15

Gbr 5. Plak eritematosa difus dan kering pada pipi

1. Fase bayi 1. Fase bayi 1. Fase bayi 1. Fase bayi 1. Fase bayi

Gbr 6. Pada fossa poplitea dan betis tampak plak eritematosa difus dan eksudatif 2. Fase anak 2. Fase anak 2. Fase anak 2. Fase anak 2. Fase anak

Gbr 7. Plakat eritematosa, erosi, ekskoriasi dan krusta pada fossa kubiti yang meluas ke badan,

3. Fase dewasa 3. Fase dewasa 3. Fase dewasa 3. Fase dewasa 3. Fase dewasa

Gbr 8. Tampak hyperkeratosis dan

likenifikasi 8

7 6 5

(16)

Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan medikamentosa dan nonmedikamentosa ditujukan untuk memantau penyakit dengan cara mengurangi gatal, mengatasi inflamasi, mengurangi kekeringan kulit, dan mengeliminasi faktor pencetus atau yang memperberat penyakit

Pengobatan medikamentosa Obat sistemik

Antihistamin (AH). Sebaiknya pada anak dipilih antihistamin jenis klasik yang bersifat sedatif, contohnya klorfeniramin maleat (klorfenon) dan hidroksisin. Antihistamin nonsedasi dipilih untuk dewasa atau yang bekerja, diantaranya adalah seterisin, loratadin, terfenadin, dan feksofenadin,

Antibiotik. Diberikan pada DA dengan infeksi sekunder, seperti eritro-misin, kloksasilin, metisilin, atau sefalosporin, maksimal selama 2 minggu. Kortikosteroid. Digunakan pada DA berat dan luas yang sukar diatasi de-ngan AH dan kortikosteroid topikal. Efek samping pada anak adalah supresi pada axis hipotalamus-pituitari-adrenal korteks (HPA) dan gangguan pertumbuhan tulang. Prednison dengan dosis terapi 2 mg/kg BB cukup bermanfaat.

Obat topikal

Kortikosteroid topikal. Merupakan obat pilihan untuk DA.Dianjurkan dimulai dari potensi yang ringan sampai sedang misalnya hidrokortison, atau mometason furoat. Pada kasus yang berat dapat diberikan potensi kuat, tetapi setelah 1 minggu dosis diturunkan perlahan-lahan.

Pelembab (moisturizing) Berbagai pelembab dapat digunakan, antara lain gliserin, propilen glikol, urea, lanolin, vaselin, dan minyak tumbuhan. Antibiotik topikal. Digunakan bila terdapat infeksi sekunder ringan. Dipilih antibiotik yang tidak digunakan pada terapi sistemik, yaitu golongan asam fusidat 5%, mupirosin 2%, dan kombinasi neomisin-basitrasin-polimiksin B. Pengobatan nonmedikamentosa

Pengobatan DA secara komprehensif dan holistik penting pada penatalaksanaan DA, mengingat pengobatan lebih ditujukan untuk mengendalikan penyakitnya. Edukasi pada pasien dan keluarga ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup, cara menghindarkan diri dari alergen, iritan, faktor lingkungan; dan memperbaiki kebiasaan hidup.

Kasus DA yang sukar diatasi atau rekalsitrans Sebaiknya berkonsultasi dengan para ahlinya.

-16

(17)

9

PITIRIASIS ALBA

Sebagian para ahli kulit beranggapan bahwa pitiriasis alba termasuk suatu tanda atopi atau dermatitis atopik, sebagian lagi menyatakan suatu kelainan tersendiri. Namun, sampai saat ini belum jelas penyebab yang sebenarnya. Pitiriasis alba ditandai oleh banyak bercak hipogimentasi berbentuk oval batas tidak jelas, bersisik, permukaannya rata, terdapat pada wajah yaitu di pipi, permukaan ekstensor lengan, dan badan bagian atas. Permukaan agak kasar tertutup oleh akuama halus. Lesi berdiameter 5 sampai 50 mm dalam jumlah banyak. Pitiriasis alba muncul terutama pada usia antara 3 dan 16 tahun, dan sampai 40% anak bisa terkena. Lesi tidak terasa gatal Dapat mengganggu penampilan wajah, terutama bila berkulit gelap, sehingga diperlukan pertolongan medis. Walaupun berlangsung lama, namun dapat menghilang swasirna, dan dapat muncul kembali setelah beberapa tahun.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan spesifik. Pengobatan simtomatik dengan oleum bergamot 15% yang dioleskan pada lesi di pagi hari, atau kortikosteroid potensi tingan. Sebagai pencegahan dapat diberikan tabir surya.

Gbr 9. bercak hipopigmentasi multipel, batas tidak tegas, dengan skuama halus di atasnya.

(18)

LIKEN SIMPLEKS

Liken simpleks ditandai dengan adanya satu atau lebih bercak pada kulit yang mengalami likenifikasi dan terasa sangat gatal.Bercak-bercak tersebut umumnya terlihat di bagian leher, genital dan pada kaki bagian ekstensor.

Pengobatan

Lingkaran setan dari gatal–garuk–likenifikasi harus dihentikan. Oleh karena-nya pasien harus betul-betul paham untuk berhenti menggaruk!

Salap coal tar atau pasta zinci yang mengandung coal tar dioleskan malam hari untuk mengurangi rasa gatal.

Pemasangan plester seng-adhesif bisa mencegah agar luka tidak digaruk dan membantu menghentikan lingkaran setan tadi.

Steroid topikal potensi tinggi, khususnya apabila dioleskan pada malam hari dan kemudian dibalut dengan penutup berbahan plastik (misalnya dua kali se-minggu) biasanya sangat efektif. Jangan gunakan oklusi (penutup) berbahan plastik di area genital.

-Gbr 10. Pada dorsum pedis terdapat hiperpigmentasi dan likenifikasi yang merupakan gambaran khas lesi.

Gbr 11. Gambaran eritematosa dan hiperpigmentasi disertai likenifikasi, menunjukkan fase sub akut LSK. 11

18

(19)

DERMATITIS NUMULARIS

Dermatitis numularis merupakan suatu bentuk dermatitis dengan efloresensi berbentuk papul dan vesikel dengan dasar eritematosa, berbentuk mata uang (coin), berbatas tegas, umumnya mengenai tungkai bawah. Jumlah lesi dapat satu atau lebih. Tempat predileksi lain adalah badan, punggung tangan dan lengan bawah. Penyakit ini cenderung kambuh, bahkan ada yang timbul terus-menerus. Puncak awitan pada usia 55-65 tahun dan 15-25 tahun. Sering mengenai pasien dengan stigmata atopi, dan diduga infeksi ikut berperan dengan ditemukannya peningkatan koloni Staphylococcus dan mikrokokus pada lesi. Diagnosis berdasar gambaran klinis, dengan diagnosis banding dermatitis kontak, dermatitis atopik, liken simpleks kronikus dan dermatomikosis.

Pengobatan

Bila lesi eksudatif, dilakukan kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/10.000. Setelah lesi kering dapat diberi kortikosteroid topikal potensi sedang sampai berat, dan dapat dikombinasikan dengan preparat ter. Bila ada infeksi sekunder diberikan antibiotik sistemik.

-Gbr 12. Bercak seperti uang logam (coin lesion) berwarna merah dan basah, merupakan gambaran khas dermatitis numularis.

19

(20)

DERMATITIS STATIS

Dermatitis stasis atau dermatitis hipostatik adalah salah satu jenis dermatitis sirkulatorius. Biasanya dermatitis stasis merupakan dermatitis varikosum, karena penyebab utamanya ialah insufisiensi vena.

Gejala subyektif ialah pruritus. Bila kemudian timbul ulkus stasis, maka akan terasa nyeri. Pada permulaan tampak edema pergelangan kaki, terutama pada sore hari sehabis bekerja. Hemosiderin ke luar dari pembuluh darah, sehingga terlihat bercak-bercak hiperpigmentasi kecoklatan pada bagian medial sepertiga tungkai bawah. Perlahan-lahan timbul dermatitis yang seringkali madidans.

Bila timbul infeksi sekunder, maka teraba indurasi subkutan dan kulit di atasnya berwarna coklat-merah. Karena terjadi bendungan serta atrofi kulit, maka dengan mudah akan timbul ulkus. Faktor presipitasi timbulnya ulkus stasis ialah trauma ringan dan infeksi sekunder.

Pengobatan

Pengobatan kausatif terhadap gangguan sirkulasi dengan elevasi tungkai atau menggunakan pembalut elastis.

Bila lesi eksudatif, dilakukan kompres terbuka dengan permanganas kalikus 1/10.000. Setelah lesi kering dapat diberi kortikosteroid topikal potensi ringan sampai sedang, dan dapat dikombinasikan dengan preparat ter.

Bila ada infeksi sekunder diberikan antibiotik sistemik.

-20 Gbr 13. Pada maleolus

medialis kiri ditemukan lesi eritematatosa dan hiperpigmentasi disertai varises yang merupakan kelainan khas bagi dermatitis ini. 13

(21)

PITIRIASIS ROSEA

Pitiriasis rosea merupakan suatu eksantema peradangan yang ringan, yang belum diketahui penyebabnya Diduga merupakan reaksi erupsi kulit terhadap infeksi virus. Sering terjadi pada anak-anak dan remaja, walaupun dapat ditemukan pada semua usia. Seringkali didahului dengan fase yang tampaknya seperti flu.

Gejala klinis diawali dengan adanya bercak induk atau mother patch atau Herald patch, yang terdapat di lengan atas atau badan. Lesi eritem berukuran numuler dengan tepi lebih merah dan bersisik halus. Kemudian diikuti lesi yang lebih kecil di badan dan tersusun sejajar dengan garis lipatan kulit, membentuk pola pohon cemara. Lesi ini biasanya tidak sakit maupun gatal, dan akan swasirna dalam waktu 2 bulan.

Perlu dibedakan antara pitiriasis rosea dengan sifilis stadium II (sekunder), untuk itu diperlukan pemeriksaan serologi untuk sifilis.

Pengobatan

Pengobatan bersifat simtomatik, karena penyakit bersifat swasirna. Losio kalamin atau bila perlu berikan antihistamin untuk gatalnya. Losio, salap atau krim urea 10% untuk kulit kering dan bersisik.

Gbr 14. Bercak lentikular dan numular lonjong dengan skuama halus di atasnya, sumbu panjang sejajar dengan lipatan kulit

21

(22)

Psoriasis adalah peradangan menahun yang ditandai dengan plak eritematosa dengan skuama lebar, kasar, berlapis dan putih seperti mika. Perjalanan penyakit ini kronis residif. Dapat menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko yang sama. Mengenai semua umur terutama 30-40 tahun. Faktor genetik mempunyai keterkaitan yang besar dengan psoriasis tipe satu: yaitu psoriasis dengan awitan sebelum berumur 40 tahun. Sebaliknya psoriasis tipe dua yaitu bila awitannya lebih dari 40 tahun sedikit dikaitkan dengan faktor genetik. Biasanya psoriasis menempati daerah ekstensor, skalp, siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai lipatan (psoriasis inversa) atau palmo-plantar (psoriasis plamoplantar). Luas lesi dapat terlokalisir atau meluas ke hampir seluruh tubuh. Berbagai bentuk ragam psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi lentikular disebut psoriasis gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris dengan ukuran lebih besar dari lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga menyerang kulit kepala, kuku, sendi dan mukosa (geographic tounge). Psoriasis bentuk berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa generalisata, psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya 1/3 kasus termasuk dalam kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi perhatian utama, walaupun seseorang dengan lesi tidak luas namun mengganggu kualitas hidupnya dapat dikategorikan berat. Lesi sering terasa gatal, panas dan kering. Garukan atau trauma akan memicu reaksi Koebner, yaitu timbul lesi baru pada daerah tersebut. Berbagai faktor dapat menimbulkan kekambuhan antara lain: trauma, infeksi, faktor endokrin, hipokalsemia, stress emosional, obat-obatan (antimalaria, litium, beta andrenergic blocking agent) dan alkohol.

PSORIASIS

Penatalaksanaan

Penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang dapat mengatasi dan tersedia di wilayah kerja, efek samping obat-obatan. Kompromi pengobatan dengan pasien agar mendapat kepatuhan yang tinggi

Psoriasis ringan bila luas lesi < 15% luas permukaan tubuh. -Terapi topikal:

Pelembab: vaselin album, urea 10%

Ter likuor karbonis detergen 5-10%, (untuk kulit dan skalp) dan asam salsilat 3% tidak boleh untuk daerah lipatan

Kortikosteroid poten-superpoten (tidak lebih dari 50gram/minggu),

dalam waktu kurang dari dua minggu), untuk daerah lipatan pakai

kortiko-steroid lemah –sedang tergantung ketebalan lesi.

Antralin 2%

(23)

Kalsipotriol (vitamin D3 analog) topikal

Tazaroten

Lebih dari 15% atau bila rekalsitran Fototerapi UVB, PUVA

Psoriasis berat Fototerapi: UVB/PUVA

Pengobatan sistemik: metotreksat, asitretin, siklosporin, terapi biologik (antara lain infliximab, alefacept, etanercept, dan efalizumab

-23 Gbr 15. Bercak eritematosa dan hipopigmen-tasi lentikular, numular dan plakat berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis, transparan dan berwarna putih seperti mika

Gbr 16. Psoriasis gutata. Bercak eritematosa lberukuran lentikular, berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis. 15

(24)

24

DERMATITIS SEBOROIK

Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang kronik. Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa,dan berhubungan dengan peningkatan produksi sebum (sebore) pada skalp dan area yang memiliki banyak kelenjar sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial. Faktor konstitusi sebore, P.ovale, stres, imunokompromais dan kelainan neurologis dapat mendasari penyakit ini. Manifestasi klinisnya bervariasi dari bentuk ringan berupa skuama halus saja seperti pada pitiriasis sika (dandruff) sampai papul eritematosa dengan skuama kasar berminyak dan kekuningan disertai krusta pada area predileksi. Pada bayi, sering ditemukan skuama kekuningan yang lekat pada kepala disebut cradle cap. Penyakit ini jika meluas dapat menjadi eritroderma,

Pengobatan

Kasus dengan faktor konstitusi agak sukar disembuhkan. Faktor predisposisi harus diatasi. Pengobatan topikal dapat diberikan kortikosteroid seperti hidrokor-tison krim 2 kali sehari atau pemberian sulfur presipitatum 4-20%, resorsin 1-3%, likuor karbonas detergens 2-5%, serta golongan azol. Pada kasus berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, seperti prednison 20-30 mg sehari atau antimikotik oral seperti ketokonazol 200 mg per hari.

Gambar 17. Dermatitis seboroik pada kepala dengan infeksi sekunder, dapat menyerupai tinea kapitis.

Gambar 18 Dermatitis seboroik pada wajah, khas mengenai area sebore

17

(25)

ERITRODERMA

Eritroderma merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh, dan biasanya disertai skuama. Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dibagi menjadi 3 golongan:

Akibat alergi obat

Akibat perluasan penyakit kulit, seperti psoriasis, penyakit Leiner, dermatitis atopik dan lain-lain

Akibat penyakit sistemik, termasuk keganasan

Pengobatan

Golongan I : Prednison 3x10 mg sampai 4x10 mg sehari

Golongan II : Prednison 4x10 mg sampai 4x15 mg sehari, jika tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Pada eritroderma psoriatika diberikan metotreksat atau asitretin.

Pada keganasan dapat diberikan sitostatika seperti klorambusil 2-6 mg sehari. Kelainan kulit perlu diberi emolien, seperti salap lanolin 10%.

-25

Gambar 19. Eritroderma psoriatika. Tampak plak eritematosa dengan skuama, yang tersebar hampir universal

(26)
(27)

INFEKSI JAMUR

Kelainan kulit akibat jamur yang sering dijumpai dapat berupa dermatofitosis yang disebabkan oleh dermatofita, kandidosis oleh kandida dan pitiriasis versikolor oleh Malassezia sp. Jamur merupakan organisme saprofit yang pada lingkungan tertentu yang menguntungkannya akan tumbuh menginvasi jaringan kulit, rambut, atau kuku. Kondisi demikian, atau disebut faktor predisposisi, antara lain adalah kelembaban, suhu panas, trauma, respons imunitas yang turun, dsb. Sehingga untuk mendapatkan kesembuhan dan mencegah kekambuhan, selain pengobatan yang tepat dan adekuat, sangat penting menghilangkan berbagai faktor predisposisi tersebut.

TINEA PEDIS INTERDIGITALIS

Terdapat 3 bentuk tinea pedis yaitu subakut, moccasin foot, dan inter-digitalis.Tinea pedis interdigitalis ialah dermatofitosis pada sela jari kaki, merupakan salah satu bentuk tinea pedis yang paling sering ditemukan. Secara klinis pada sela jari kaki IV dan V tampak fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis, dan sering terlihat maserasi. Lesi dapat meluas ke subdigital dan sela jari lainnya. Lesi dapat berlangsung bertahun-tahun dengan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri dengan komplikasi selulitis dan limfangitis

Penatalaksanaan

Usahakan agar sela jari kaki tetap kering, bila perlu gunakan kapas diantaranya

Pemilihan terapi topikal atau sistemik antara lain bergantung pada luas lesi dan ada/tidaknya kontraindikasi. Preparat topikal yang dapat digunakan antara lain golongan imidazol atau alilamin. Obat topikal digunakan hingga 1 minggu setelah lesi sembuh.

-Gbr 20. Tampak maserasi pada sela jari kaki IV-V

27

(28)

28

TINEA KAPITIS

Dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut ini umumnya menyerang anak prapubertas. Jamur menyerang stratum korneum dan masuk ke folikel rambut yang selanjutnya akan menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut, bergantung pada spesiesnya. Ditandai rambut rontok yang patah di atas permukaan kulit (bentuk gray patch) atau patah tepat di pangkal rambut (bentuk black dot) dan kadang disertai peradangan ringan berupa papul, pustul, sampai berat berupa kerion. Pengobatan memerlukan obat sistemik kecuali ada kontra-indikasi, misalnya kehamilan. Peradangan yang berat dapat meninggalkan alopesia permanen.Perlu dibedakan kemungkinan infeksi bakterial sekunder.

Penatalaksanaan

Perlu dilacak dan eradikasi sumber penularan yang mungkin dari binatang peliharaan atau orang lain yang terinfeksi. Griseofulvin 10-20 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 8 minggu. Untuk mempercepat eradikasi jamur dan mencegah penularan perlu ditambahkan penggunaan sampo antijamur, misalnya selenium sulfida 1,8%, ketokonazol 2% setiap hari.

Obat alternatif: itrakonazol 100-200 mg/ hari atau terbinafin 62,5 mg-250 mg /hari bergantung pada berat badan anak. -21 Gbr 21. Gray patch. Alopesia, rambut suram dan patah beberapa mm di atas permukaan kulit Gbr 22. Kerion. Massa tumor dengan pustul pustul dan alopesia

(29)

29

TINEA KORPORIS

Tinea korporis atau tinea sirsinata adalah infeksi jamur golongan dermatofita (berbagai spesies Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton) pada badan, tungkai dan lengan dan mempunyai gambaran morfologi yang khas. Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya berbentuk bulat, berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorf) dengan bagian tepi lesi lebih jelas tanda peradangannya daripada bagian tengah. Beberapa lesi dapat bergabung dan mem-bentuk gambaran polisiklis. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada kasus dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa peme-riksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10 - 20%.

Penatalaksanaan

Menghilangkan faktor predisposisi, menganjurkan pasien mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai pakaian yang menyerap keringat. Bila menggunakan terapi topikal, pengobatan dilanjutkan hingga 1 minggu setelah lesi sembuh.

Jika lesi luas atau gagal dengan terapi topikal, dapat digunakan obat oral seperti griseofulvin 500-1000 mg/hari (dewasa) atau 10-20 mg/ kgBB/hari (anak-anak) dosis tunggal selama 2-6 minggu atau terbinafin 250 mg/hari (dewasa) selama 1- 2 minggu atau itrakonazol 2x100 mg/hr selama 2 minggu atau ketokonazol 200 mg/hr selama 10-14 hari. -Gbr 23. Pada daerah abdomen tampak lesi sirsinar, berbatas tegas, polimorfi dengan tepi aktif 23

(30)

30

24

TINEA KRURIS

Merupakan infeksi jamur golongan dermatofita terbanyak di Indonesia, Etiologi serupa dengan tinea korporis. Pria lebih sering terkena daripada wanita, mengenai daerah lipat paha, perineum dan sekitar anus. Lesi kulit dapat meluas hingga daerah gluteus, perut bagian bawah atau bagian tubuh lainnya. Adanya maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban yang akan memudahkan infeksi.

Penatalaksanaan

Menghilangkan faktor predisposisi, menganjurkan pasien mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai pakaian yang menyerap keringat. Bila menggunakan terapi topikal, pengobatan dilanjutkan hingga 1 minggu setelah lesi sembuh.

Jika lesi luas atau gagal dengan terapi topikal, dapat digunakan obat oral seperti griseofulvin 500-1000 mg/hari (dewasa) atau 10-20 mg/kgBB/hari (anak-anak) dosis tunggal selama 2-6 minggu atau terbinafin 250 mg/hari (dewasa) selama 1- 2 minggu atau itrakonazol 2x100 mg/hr selama 2 minggu atau ketokonazol 200 mg/hr selama 10-14 hari.

Gbr 24. Lesi berbatas tegas, polisiklis, polimorfis dengan tepi aktif

(31)

-31

25

TINEA IMBRIKATA

Tinea imbrikata adalah dermatofitosis kronik rekuren disebabkan Trichophyton concentricum. Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara lain Papua, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, terutama pada masyarakat terasing. Kerentanan terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif.

Gambaran klinis pada kulit berupa lingkaran-lingkaran konsentris terdiri atas lesi papuloskuamosa, dengan stratum korneum yang lepas sisi bebasnya menghadap ke arah dalam lesi, sehingga tampak tersusun seperti genting. Pada keadaan kronik rasa gatal tidak menonjol.

Penatalaksanaan

Penyakit ini relatif sukar diobati dan sering kambuh selama pasien berada dilingkungan yang terkontaminasi jamur penyebab, misalnya lantai rumah, alat tidur, baju, dsb.

Griseofulvin micronized 500 mg per hari dapat menolong, tetapi kekambuhan sangat tinggi dan cepat terjadi.

Itrakonazol 100-200 mg per hari selama 4 minggu. Terbinafin 250 mg per hari selama 4 minggu. Pada anak-anak dosis perlu disesuaikan -Gbr 25. Cincin-cincin skuama tersusun konsentris. Sisi bebas menghadap ke dalam

(32)

32

26

Penatalaksanaan

ONIKOMIKOSIS

Onikomikosis adalah infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat disebabkan oleh dermatofita, kandida, dan jamur kapang lain. Gambaran klinis bervariasi tergantung jenis penyebab maupun cara infeksi. Pada onikomikosis yang disebabkan dermatofita, yakni tinea unguium, gambaran tersering adalah distrofi dan debris pada kuku subungual distal. Sedangkan yang disebabkan kandida sering didahului oleh paronikia atau peradangan jaringan sekeliling kuku yang kronik akibat pekerjaan basah atau iritasi kronik. Penyebab pasti ditentukan dengan pemeriksaan KOH dan kultur yang perlu dilakukan untuk pemilihan obat serta menyingkirkan diagnosis banding.

Itrakonazol 200 mg per hari selama 3-4 bulan, atau 400 mg per hari selama seminggu tiap bulan untuk 3-4 bulan, baik untuk penyebab dermatofita mau-pun kandida. Griseofulvin tidak lagi merupakan obat pilihan untuk tinea unguium karena memerlukan waktu lama, sehingga kemungkinan terjadi efek samping lebih besar, serta kurang efektif. Obat alternatif untuk tinea unguium adalah terbinafin 250 mg/hari.

Pengikiran kuku yang rusak disertai pemberian obat topikal, misalnya krim /solusio golongan imidazol dan cat kuku siklopiroksolamin dapat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat menggunakan obat sistemik. Tetapi cara ini membutuhkan waktu lama dan efektivitasnya rendah. -Gbr 26. Lempeng kuku distrofik, infiltrat eritematosa dan edema jaringan sekitar.

(33)

Penatalaksanaan

PITIRIASIS VERSIKOLOR

Pitiriasis versikolor (panu) pada daerah punggung Merupakan penyakit jamur superfisial kronik, umumnya tidak memberikan keluhan subjektif kecuali secara kosmetik, dan banyak dijumpai pada usia belasan tahun. Nampak bercak berskuama halus berwarna putih hingga hitam terutama dijumpai bagian atas dada, lengan atas, tungkai atas, leher, muka hingga kulit kepala yang berambut. Disebab-kan oleh flora normal kulit yaitu Malassezia spp yang berubah menjadi patogen dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi misalnya suhu, kelembaban udara, keringat, defisiensi imun dan genetik Sering ditemukan rekurensi terutama pada terapi inadekuat atau pasien yang sulit menghilangkan faktor predisposisi.

Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat topikal berupa sampo lebih mudah digunakan untuk seluruh tubuh, kecuali wajah dan genital, misalnya selenium sulfide 1,8%, 15-30 menit sebelum mandi, 1x/hari, atau sampo ketokonazol 2%. Obat topikal lain adalah solusio tiosulfas natrikus 25% dioleskan 2x/hari setelah mandi selama 2 minggu, dan berbagai derivat imidazol, misalnya krim mikonazol. Pemakaian krim menyu-litkan bila lesi luas.

Pada kasus yang memerlukan pengobatan sistemik dapat digunakan keto-konazol 200 mg/hari selama 10 hari. Itraketo-konazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya.

Rekurensi dapat dicegah dengan penggunaan obat topikal 2x/minggu atau 1x/bulan, atau sistemik ketokonazol 400 mg/hari sekali sebulan.

Gejala sisa hipopigmentasi akan menghilang secara perlahan.

Gbr 27. Pada daerah punggung tampak lesi berupa plak

hipopigmentasi dengan skuama halus dan berbatas tegas. -33 27

(34)

34

28

KANDIDOSIS

Merupakan infeksi jamur yang bersifat akut atau subakut, disebabkan oleh Candida spp terutama C. albicans. Terdiri dari kandidosis kutis (kandidosis intertriginosa, generalisata, paronikia, kandidosis popok dan granuloma kandida), kandidosis selaput lendir, paronikia dan onikomikosis, kandidosis sistemik dan reaksi id. Penyakit dipengaruhi oleh faktor predisposisi endogen maupun eksogen, yaitu:

Perubahan fisiologik: misalnya kehamilan, kegemukan, debilitas, iatrogenik

Endokrinopati, diabetes melitus

Penyakit kronik, defisiensi imun pada infeksi HIV-AIDS, pemakai steroid atau sitostatik.

Iklim, suhu dan kelembaban tinggi

Kebersihan kulit, kebiasaan merendam kaki dalam air yang akan menimbulkan maserasi dan bentuk anatomi kaki tertentu yang menyebabkan oklusi alamiah.

Kandidosis kutis secara klinis tampak berupa lesi eritematosa merah terang disertai lesi satelit papul dan pustul, mengenai kulit glabrosa juga di lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Pada bayi umumnya lesi di daerah popok (perianal, perigenital, lipat paha sampai bokong).

-Gbr 28. Pada daerah inframammae tampak lesi berukuran plakat, merah terang dan berbatas tegas.

(35)

Penatalaksanaan

Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.

Untuk lesi basah dapat digunakan kompres dengan larutan kalium permanganas 1/5000 atau larutan Burowi selama 20-30 menit beberapa kali sehari.

Untuk selaput lendir larutan gentian violet 0,5-1% dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.

Obat topikal lainnya: Krim,salap dan emulsi nistatin; krim imidazol 2x/hari untuk lesi kulit terbatas, dan imidazol supositoria1x/hari selama 1-3 hari untuk kandidiasis vulvovaginalis.

Bila diperlukan dapat diberikan terapi sistemik : flukonazol 50 mg/hari atau 150mg/minggu, atau itrakonazol 2x100 mg/hari atau ketokonazol 200 mg/ hari.

Griseofulvin tidak efektif pada infeksi kandida. -35 30 29 Gbr 29. Plak putih susu pada mukosa bibir dan lidah, dasar hiperemis

Gbr 30. Lesi eritematosa dengan lesi satelit berupa vesikel dan pustul di bagian perifer

(36)

36

31

Penatalaksanaan

KROMOMIKOSIS

Merupakan mikosis profunda yang disebabkan berbagai jamur kapang berwarna (dematiaceae) antara lain Fonsacea pedrosoi, Phialophora verrucosa, Cladosporium carionii yang dapat ditemukan di alam lingkungan. Kelainan berjalan kronik menahun, terutama ditemukan di daerah yang mudah mengalami trauma, umumnya di ekstremitas bawah. Gambaran klinis mula-mula berupa papul yang berkembang menjadi nodus dan selanjutnya plak atau tumor verukosa. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya jamur berupa spora coklat dengan septa longitudinal dan transversal pada pemeriksaan sediaan kerokan langsung, atau dengan pemeriksaan histopatologi. Kultur dilakukan untuk menentukan spesies.

Kelainan ini sulit diobati dan kurang responsif terhadap berbagai antijamur sistemik yang ada. Tumor dapat mengecil tetapi sering kambuh kembali. Obat yang dapat digunakan antara lain:

- Itrakonazol 200 mg/hari sampai perbaikan (3 bulan sampai 1 tahun). - Flusitosin 150-200 mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis.

- Terbinafin 250 mg/hari dilaporkan memberi manfaat pada beberapa kasus.

Kombinasi dengan pemanasan topikal dapat membantu,demikian juga kombinasi dengan bedah beku.

-Gbr 31. Nodus-nodus dan tumor. Permukaan verukous dengan beberapa ulserasi

(37)

37

32

ZIGOMIKOSIS SUBKUTAN

Adalah mikosis profunda yang pertama kali dilaporkan dari Indonesia. Disebabkan oleh genus Basidiobolus,terutama oleh spesies Basidibolus ranarum yang dapat ditemukan sebagai organisme komensal dalam intestin reptil dan tumbuhan yang membusuk. Kelainan berupa nodus tanpa nyeri yang perlahan membesar secara sentrifugal membentuk tumor yang teraba keras seperti papan. Permukaan nodus sewarna kulit, kadang dengan eritema keunguan di bagian tepi. Dapat ditemukan rasa gatal yang mengakibatkan garukan. Kelainan terutama pada eks-tremitas, meskipun dapat juga pada badan. Inokulasi jamur penyebab terjadi melalui trauma meskipun diduga juga melalui gigitan nyamuk. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi, ditemukan hifa tak bersepta dikelilingi massa eosinofilik.

Penatalaksanaan

Solusio kalium yodida jenuh (KY) memberi hasil baik,diberikan 3X5 tetes per hari kemudian dinaikkan sebanyak 5 tetes per hari sampai terjadi tanda toksisitas antara lain mual,muntah, hiperlakrimasi,dan hipersalivasi. Selanjutnya dosis diturunkan sampai di bawah dosis toksis dan dipertahankan sampai gejala klinis hilang.

Itrakonazol 100-200 mg/hari selama1 sampai 3 bulan juga memberi hasil baik.

Gbr 32. Tumor datar keras di dada kanan, meluas, tepi kebiruan

(38)
(39)

INFEKSI BAK

INFEKSI BAK

INFEKSI BAK

INFEKSI BAK

INFEKSI BAKTERI

TERI

TERI

TERI

TERI

IMPETIGO VESIKOBULOSA (cacar monyet)

Impetigo merupakan bentuk pioderma superfisialis yang sering dijumpai. Penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus grup faga II. Tempat predileksi di ketiak, dada, dan punggung. Pada neonatus sering ditemukan di daerah selangkangan dan bokong. Kelainan kulit diawali dengan makula eritematosa yang dengan cepat akan menjadi vesikel, bula dan bula hipopion. Bula mudah pecah karena letaknya subkorneal, meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritema (kolaret), dan cepat mengering. Lesi dapat melebar membentuk gambaran polisiklik. Keadaan umum biasanya tidak dipengaruhi.

Pengobatan

Pengobatan non-medikamentosa termasuk menjaga kebersihan dan higiene perorangan serta mengatasi faktor predisposisi.

Topikal: bergantung pada stadium penyakit dan morfologi kelainan kulit,dapat diberikan:

Kompres terbuka:larutan permanganas kalikus 1/5000,larutan rivanol 1 ‰. Diberikan pada keadaan akut, madidans dan krusta tebal serta lekat. Antibiotik topikal: salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan neomisin, dioles 2x/hr

Antibiotik sistemik: Penisilin G prokain dan semisintetiknya: amoksisilin, 30-50 mg/kgBB/hr, 3x/hr; flukloksasilin, 30-50 mg/kgBB/hr, 4x/hr; atau dikloksasilin, 25 mg/kg BB/hr, 4x/hr, selama 7 hari. Dapat juga diberikan eritromisin, 30-50 mg/kgBB/hr, 3x/hr, selama 7 hari. -39 33 Gbr 33. Tampak bula, bula hipopion dan ekskoriasi. Pada tepinya terdapat kolaret

(40)

40

34

Penatalaksanaan

IMPETIGO KRUSTOSA

Impetigo krustosa dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan/ atau Streptococcus β hemolyticus group A. Tempat predileksi tersering di daerah wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematosa kecil sekitar 1-2 mm. Kemudian secara cepat terbentuk vesikel atau pustul yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey coloured).Lesi akan melebar dan dapat bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara oto-inokulasi.

Pengobatan serupa dengan impetigo vesikobulosa

Gbr 34. Krusta tebal kekuningan seperti madu disekitar mulut. Tampak vesikel dan pustul

(41)

Pengobatan

41

35

FOLIKULITIS

Folikulitis adalah radang folikel rambut.Penyebab utama adalah Staphy-lococcus aureus. Kelainan kulit ini sering ditemukan pada iklim tropis dengan tempat tinggal yang padat dan higiene buruk. Dikenal 2 bentuk folikulitis, yaitu folikulitis superfisialis dan profunda. Tempat predileksi folikulitis superfisialis adalah di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ekstremitas. Kelainan kulit diawali dengan pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus. Folikulitis profuda berbentuk nodus eritematosa, pada perabaan hangat dan nyeri.

Pengobatan serupa dengan impetigo vesikobulosa

Gbr 35. Papul-papul eritematosa, diskret, diatasnya terdapat pustul

(42)

42

36

Penatalaksanaan

FURUNKEL/KARBUNKEL

Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya, sedangkan karbunkel adalah kumpulan furunkel yang menjadi satu. Kelainan kulit ini sering disertai faktor predisposisi seperti higiene buruk, kurang gizi, adanya penyakit kulit lain (misalnya miliaria, dermatitis). Kelainan kulit ini sering terjadi pada tempat yang banyak mengalami gesekan, misalnya aksila dan bokong, tetapi dapat juga terjadi di kepala dan leher. Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak menjadi abses, bila pecah dapat membentuk fistel.

Bila lesi sedikit, cukup diberi antibiotik topikal, misalnya salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan neomisin. Bila lesi banyak atau terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional, dapat diberi antibiotik sistemik seperti ampisilin, amoksisilin, eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari, dibagi 3 dosis.

(43)

Pengobatan

43

37

EKTIMA

Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta di atasnya,disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus. Sering diawali dengan trauma seperti gigitan serangga, atau dermatitis. Kelainan kulit biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Lesi berupa krusta tebal berwarna kuning dan lekat, jika krusta diangkat tampak ulkus dangkal.

Kompres terbuka seperti (larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 ‰; atau yodium povidon 7,5% dilarutkan 10x)

Krim/salap antibiotik (salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan neomisin).

Antibiotik sistemik dapat diberikan antara lain ampisilin,amoksisilin, eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

-Gbr 37. Tampak erosi, ekskoriasi, krusta warna merah-kehitaman, pada kedua tungkai bawah.

(44)

44

39 Penatalaksanaan

ERISIPELAS

Erisipelas adalah infeksi akut epidermis dan dermis yang biasanya disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus dan dapat mengenai semua golongan usia. Gejala utamanya berupa edema, eritematosa berwarna cerah, berbatas tegas, pinggirnya meninggi, disertai tanda radang akut, di atasnya dapat ditemukan vesikel atau bula. Tempat predileksi di wajah dan ekstremitas, biasanya didahului trauma. Pada umumnya disertai gejala konstitusi berupa demam, malese, bahkan mual dan muntah. Bila tidak diobati dapat menjalar ke sekitarnya, terutama ke arah proksimal. Bila sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.

SELULITIS

Selulitis adalah infeksi kulit yang menyerupai erisipelas, merupakan infeksi akut oleh Streptococcus β hemolyticus. Perbedaannya ialah selain mengenai epidermis dan dermis, juga mengenai subkutis. Gejala konstitusi dan tempat predileksi sama dengan erisipelas, tetapi pada selulitis kelainan kulit berupa infiltrat difus di subkutan disertai tanda radang akut.

Untuk mempercepat penyembuhan pasien harus banyak istirahat baring dengan elevasi tungkai yang terkena.

Secara topikal dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik, misalnya permanganas kalikus 1/5000 atau 1/10000, yodium povidon 7,5% diencerkan 10x, atau rivanol 1 ‰.

Sistemik dengan antibiotik misalnya golongan penisilin, linkomisin,kllndamisin eritromisin, atau sefalosporin.

-38 Gbr 38. Erisipelas. Plak eritematosa ukuran plakat, batas tegas Gbr 39. Selulitis. Tumor dengan kelima tanda radang akut. Jika dipalpasi terdapat infiltra difus di subkutan.

(45)

Pengobatan 45

40

ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT

HIDRADENITIS SUPURATIVA

Kelainan ini merupakan infeksi kuman Stafilokokus di kelenjar keringat ekrin, terutama dijumpai pada anak. Gambaran klinisnya berupa nodus seperti kubah tanpa mata yang tidak nyeri, lama memecah, terletak di daerah yang banyak berkeringat seperti dada, punggung atas, kepala bagian belakang dan bokong.

Kelainan ini merupakan infeksi kuman Stafilokokus di kelenjar keringat apokrin. Gambaran klinisnya berupa nodus dengan tanda radang akut yang dapat melunak menjadi abses, memecah dan membentuk fistel, bersifat menahun.Biasanya terdapat pada usia setelah akil balik sampai dewasa muda. Kelainan ini sering didahului oleh trauma

Pengobatan

Antibiotik sistemik dan topikal

Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses dapat diinsisi. Pada kasus yang kronis residif, kelenjar apokrin harus dieksisi.

Gbr 40 Abses multipel kelenjar keringat. Banyak abses eritematosa berbentuk kubah

Gbr 41. Hidradenitis supurativa. Tampak nodus multipel yang bersifat menahun dan skar hipertrofik. Saat akut, biasanya disertai rasa nyeri. 41

(46)

Penatalaksanaan

42

STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME

(SSSS)

SSSS ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus grup II dengan lesi khas terdapat epidermolisis. SSSS didahului oleh infeksi pada mata, hidung, tenggorokan dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik. Keluhan berupa demam tinggi dengan manifestasi klinis berupa eritema mendadak pada leher, ketiak, dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam, timbul bula berdinding kendur, kemudian terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan kulit dan meninggalkan daerah erosif dalam waktu 2-3 hari.Daerah tersebut akan mongering dan terjadi deskuamasi. Penyem-buhan terjadi setelah 10-14 hari, dapat spontan, atau bisa mengalami komplikasi seperti selulitis, pneumonia dan septikemia.

Perlu diperhatikan keadaan umum bayi/anak berupa keseimbangan cairan/ elektrolit dan adanya sepsis. Pengobatan sistemik berupa antibiotik antara lain kloksasilin 50mg/kg BB/hari; flukloksasilin 50 mg/kg BB/hari; sefalosporin 25-50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 4 dosis.

Topikal diberikan antibiotik, seperti: salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap basitrasin dan neomisin.

Gbr 42. Tampak epidermolisis pada wajah, leher, dada, dan lipat ketiak

(47)

47 Pengobatan

SIFILIS STADIUM II

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sebelum muncul kelainan kulit, sifilis stadium II biasanya didahului oleh sifilis stadium I berupa luka/ulkus yang tidak terasa nyeri di daerah genital sekitar 1-2 bulan sebelumnya. Sifilis stadium II ditandai oleh kelainan kulit generalisata yang dapat menye-rupai berbagai penyakit kulit, sehingga disebut sebagai the greatest imitator. Meskipun kelainan kulit dapat mengenai hampir seluruh tubuh, namun tidak disertai keluhan gatal. Biasanya lesi kulit sering dijumpai di daerah telapak tangan dan telapak kaki. Pembesaran kelenjar getah bening superfisialis pada beberapa tempat juga sering ditemukan. Untuk memastikan diagnosis sifilis perlu dlakukan tes serologi untuk sifilis (TSS), yaitu VDRL/RPR dan TPHA. Bila pemeriksaan skrining serologi untuk sifilis dengan RPR atau VDRL memberi hasil positif, maka kelainan kulit tersebut sangat mungkin disebabkan oleh sifilis dan selanjutnya dikonfirmasi oleh TPHA (tes antibodi yang spesifik). Di daerah endemik frambusia, hasil tes positif masih mungkin disebabkan oleh kontak dengan frambusia. Pada infeksi HIV hasil tes serologi ka-dang tidak sesuai.

Penisilin benzatin 2,4 juta unit/intramuskular/minggu selama 3 minggu Bila alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin 4 x 500 mg/oral/hari selama 4 minggu

(48)

-48

Gbr 43. Papul-papul yang berkonfluensi berbentuk arsinar dan sirsinar pada dahi, disebut sebagai korona venerik.

Gbr 44. Lesi di perbatasan rambut berbentuk papulo-skuamosa yang tidak gatal.

Gbr 45. Papulo-krustosa yang tidak gatal pada telapak kaki, khas untuk sifilis stadium II

45 44 43

(49)

FRAMBUSIA

Termasuk penyakit treponematosis non seksual, menular, sering kambuh dan dapat menyebabkan kecacatan. Disebabkan oleh T. pertenue yang secara mikroskopik dan serologik sulit dibedakan dengan Treponema lainnya. Berbeda dengan sifilis, penyakit frambusia ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat dan juga tidak menimbulkan kelainan kongenital. Secara epidemiologi penyakit ini termasuk penyakit tropis dan di Indonesia pada awalnya ditemukan pada hampir seluruh propinsi khususnya pada daerah yang lembab. Setelah dilakukan penanggulangan secara nasional pada awal tahun lima puluhan, penyakit ini sudah jarang ditemukan. Akan tetapi akhir-akhir ini ternyata masih ditemukan beberapa kantong frambusia terutama di Indonesia bagian timur.

Penyakit ini terutama menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, pria lebih banyak dari wanita, juga umumnya pada tingkat sosio-ekonomi rendah. Secara epidemiologi dapat ditemukan dalam bentuk stadium dini dan stadium lanjut dengan jarak waktu sekitar 5 tahun. Secara klinis dibedakan dalam bentuk stadium primer, sekunder dan tersier. Stadium dini ditandai dengan lesi berbentuk makulo papular/papiloma/papulo krustosa yang agak membasah/eksudatif, sedangkan stadium lanjut lesinya kering dan berbentuk ulkus.

Secara klinis stadium primer berupa papula /papulokrustosa soliter yang dikenal sebagai mother yaws. Stadium sekunder bentuk kelainan seperti mother yaws tapi jumlahnya lebih banyak dan terutama pada lubang tubuh berbentuk cincin (ring worm yaws). Stadium tersier berbentuk guma dengan ulkus serpiginosa dan dapat meninggalkan jaringan parut yang khas. Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan serologik dan bila perlu dengan pemeriksaan histopatologik.

Pengobatan dengan penisilin dosis 2,4 juta unit dosis tunggal

Pengobatan

(50)

Gbr 47. Lesi papulokrustosa (mother jaws)

Gbr 48. Mother jaws dan jaringan parut yang khas

Gbr 50. Stadium lanjut berbentuk ulkus.

Gbr 49. Papilomata dan krusta di atasnya di sekitar glutea dan paha 50 50 49 48 47

(51)

51

KUSTA

Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat.

Pada sebagian besar orang yang terinfeksi, penyakit bersifat asimtomatik. Sebagian kecil yang terlambat didiagnosis dan terlambat diobati, memperlihatkan gejala klinis dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat. Gejala tersebut antara lain berbentuk lagoftalmos, gangguan sensibilitas kornea, hilangnya sensibilitas pada tangan dan kaki, kulit yang kering dengan/tanpa ulkus. Kadang-kadang ditemukan tangan lunglai, kaki semper dan mutilasi jari. Keadaan inilah yang membuat timbulnya stigma tehadap penyakit kusta.

Penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar ahli berpendapat bahwa penularan melalui saluran napas (inhalasi) dan kontak kulit erat dan lama.

Gangguan sensibilitas ditemukan dengan pemeriksaan tes sensoris berupa tes rasa raba (dengan ujung kapas), nyeri (dengan jarum suntik) dan suhu (dengan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi air panas dan air dingin).Setelah diberi penjelasan, pasien diminta menutup matanya. Bila sentuhan tidak dirasakan oleh pasien, pemeriksaan ini menunjang diagnosis kusta. Saraf tepi (N. aurikularis magnus, N. ulnaris, N radialis, N. peroneus, dan N. tibialis posterior) harus diperiksa, dan pembesaran saraf tersebut adalah patognomonis untuk kusta.

Gbr 51. Pembesaran N. aurikularis magnus

(52)

Penyakit kusta dibagi atas 2 tipe:

1. Kusta tuberkuloid atau pausibasilar (PB); tipe TT dan BT (Ridley-Jopling). Jumlah lesi 5 buah atau kurang. Bercak kulit umumnya hipo-pigmentasi, kadang-kadang eritem; permukaan kering dan berskuama dengan gangguan sensibilitas, distribusi asimetris, dan hanya mengenai 1 cabang saraf. Pada peme-riksaan bakterioskopis (slit skin smear) tidak ditemukan kuman. Tidak menular dan daya tular rendah.

2. Kusta lepromatosa atau multibasilar (MB); tipe BB, BL dan LL (Ridley Jopling). Jumlah lesi lebih dari 5 buah. Lesi kulit berbentuk makula, infiltrat difus, papul, dan nodus. Permukaan halus berkilap, gangguan sensibilitas ringan/tidak ada, distribusi simetris, mengenai lebih dari 1 cabang saraf. Pada pemeriksaan bakterioskopis ditemukan banyak kuman. Bila tidak diobati akan menular pada orang yang rentan.

52

Tatalaksana kusta tanpa komplikasi

1. Kusta pausibasilar.

52

53

Rifampisin 600 mg sekali sebulan dalam pengawasan ditambah dapson 100 mg tiap hari selama sebulan.

Bila makan obat tidak teratur, dosis 6 bulan yang diselesaikan dalam 9 bulan masih dapat diterima.

Selalu perhatikan komplikasi !.

-Gbr 52. Kusta PB dengan lesi lebih dari 5 buah. Pengobatan dengan rejimen MB

Gbr 53. Kusta PB tipe BT. Lesi hipopig-mentasi, berbatas tegas dengan papul papul kecil dipinggirnya, ditemukan gangguan sensibilitas.

(53)

2. Kusta multibasilar

53

Gbr 54. Kusta MB tipe BB. Tampak tanda khas berupa lesi

Gbr 55. Kusta tipe BL Lesi numuler, asimetris dalam jumlah banyak Gbr 56. Kusta tipe LL. Banyak infiltrat hampir simetris pada muka

Rifampisin 600 mg dan klofazimin (lampren) 300 mg sekali sebulan dalam pengawasan, ditambah dapson 100 mg tiap hari dan klofazimin (lampren) 50 mg tiap hari selama 12 bulan.

Bila makan obat tidak teratur, dosis 12 bulan yang diselesaikan dalam 18 bulan masih dapat diterima.

Selalu perhatikan komplikasi !. -56 55 54

(54)

54

Tes sensibilitas

Gbr 57. Tes rasa raba menggunakan ujung kapas yang di sentuhkan pada lesi

Gbr 58. Tes rasa nyeri dengan menggunakan ujung jarum suntik yang disentuhkan pada lesi.

Gbr 59. Tes suhu menggunakan 2 tabung reaksi yang berisi air dingin dan air hangat. Bila ada gangguan sensibilitas, pasien tidak dapat membedakan dingin dan panas 59 58 57

(55)

Pemeriksaan saraf tepi

Gbr 60 dan 61. Pemeriksaan N. ulnaris

Gbr 63. Pemeriksaan N. tibialis posterior Gbr 62. Pemeriksaaan N. radikulokutaneus. 55 Gbr 64 dan 65. Pemeriksaaan N. peroneus lateralis 60 61 62 63 64 65

(56)

56

PENCEGAHAN CACAT

( PPPPPREVENTION O

O

O

O

OF D

D

D

D

DISABILITY )

Titik-titik yang diperiksa pada tangan dan kaki

Gbr 67. Titik-titik pada kaki Gbr 66.Titik-titik pada

tangan Gbr 68,69, 70, dan 71

Tangan/kaki yang akan diperiksa letakkan di atas meja/paha penderita/ tangan pemeriksa. Sentuh titik-titik tersebut dengan bolpen plastik ringan, tanpa tekanan. Minta pasien menunjuk tempat yang disentuh tsb. Penyimpangan yang dapat ditoleransi =/< 1 cm 70 69 67 66 68 71

(57)

Gbr 72. Reaksi reversal. Tampak lesi lama lebih eritem, udem, berbatas tegas, berukuran besar, disertai lesi baru dengan ukuran lebih kecil.

Gbr 73. Reaksi ENL. Lesi beupa nodul eritematosa yang nyeri, di pergelangan tangan

57

KOMPLIKASI KUSTA

Komplikasi kusta ialah reaksi kusta yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan gejala sisa akibat kerusakan saraf tersebut; kehilangan sensibilitas dan kehilangan kekuatan otot, dengan akibat ulserasi dan deformitas

REAKSI

Terdapat 2 tipe reaksi yang dapat dikenali, yaitu Reaksi Reversal (RR) dan Eritema Nodosum Leprosum (ENL). Simtom RR dapat berupa lesi lama yang lebih udem dan eritematosa, dapat muncul lesi baru, pembesaran saraf tepi disertai nyeri dengan peningkatan gangguan fungsi, dan kadang-kadang disertai pembengkakan akral. Reaksi ENL mempunyai bentuk karakteristik, berupa nodul-nodul eritematosa yang terasa sakit, dan timbul mendadak. Pasien umumnya merasa sakit. Sarafpun dapat nyeri. Kadang-kadang terjadi arthritis, limfadenitis, orkitis, iridosiklitis dan glaukoma yang dapat diikuti dengan kebutaan. Keterlibatan berbagai organ tersebut dapat terjadi terpisah atau secara bersamaan.

72

(58)

ULSERASI DAN DEFORMITAS

Ulserasi terjadi sekunder akibat hilangnya proteksi sensasi. Pasien tidak merasakan panas, tekanan atau sakit. Trauma pada kulit tidak terasa dan seringkali terabaikan, risiko kerusakan meningkat bila disertai kehilangan kekuatan otot (tangan kiting, kaki lunglai). Ulserasi dapat menyebabkan selulitis atau infeksi yang dalam, osteomelitis dan berakibat kehilangan jari-jari.Bila terjadi lagoftalmus,biasanya didapati pula anestesi pada mata, sehingga mata tidak berkedip. Mata berisiko terhadap kekeringan dan ulserasi,yang pada akhirnya akan mengalami kebutaan.

Deformitas terjadi sebagai akibat kehilangan kekuatan otot dan ulserasi, diikuti oleh osteomielitis dan pemendekan jari-jari, umumnya dihubungkan dengan kekakuan dan kontraktur.

Gbr 77. Kontraktur jari-jari tangan dan atrofi otot. Gbr 76. Penderita kusta dengan tulang hidung yang kolaps (hidung plana) dan madarosis. Gbr 74. Ulkus trofik di dekat ibu jari kaki yang merupakan titik yang mendapat tekanan saat berjalan. Ditemukan juga deformitas dan claw toes Gbr 75. Lagoftalmos pada mata kanan. Tampak celah pada gerakan menutup mata secara perlahan

77

76 75

74

(59)

59

Penatalaksanaan komplikasi kusta

Peringatan: komplikasi, reaksi, dan deformitas lanjut dapat muncul kemudian setelah pengobatan antibakteri (menurut WHO) selesai. Pasien harus diberi informasi tentang hal tersebut dan pengobatan harus segera dimulai

Reaksi Reversal

Prednisolon dengan dosis awal 40 mg/hari. Bila ada perbaikan diturunkan berturut-turut menjadi 30 mg, 20 mg, 15 mg, 10 mg dan 5mg/hari setiap 2 minggu.. Bila dalam penurunan dosis tidak ada perbaikan/memburuk, dosis dapat dipertahankan/dinaikkan.

Pastikan bahwa pengobatan dapat dilanjutkan sesuai dengan waktu Periksa adanya infeksi terkait (tuberculosis dan strongiloides)

-Eritema Nodosum Leprosum

ENL ringan (tanpa keterlibatan saraf, mata, atau genital) dengan tablet asam salisilat 3 x 1000 mg/hari selama 1-2 minggu.

ENL berat (pasien tampak sakit dengan keterlibatan saraf, mata, atau genital) dengan steroid. Dosis dan cara pemberian obat sama dengan reaksi reversal. Periksa adanya infeksi terkait.

Tuberkulosis dapat berkomplikasi dengan ENL

Thalidomid bila tersedia dapat diberikan 100-400 mg sekali sehari selama 1-2 minggu. Jangan berikan pada ibu hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi tidak aman 100% !!! Thalidomide dapat menyebabkan deformitas berat pada janin.

-Ulserasi dan deformitas

Luka harus bersih dan tertutup. Luka superfisial dapat dibalut dengan seng adhesive sticking plaster, yang diganti setelah 1-2 minggu. Kulit yang hiperkeratotik harus dikikis.

Jangan gunakan balutan tebal pada kaki. Hal ini akan membuat tekanan setempat ketika berjalan dan luka sulit sembuh.

Gunakan antibiotik hanya bila terjadi selulitis.

Deformitas lanjut dapat dicegah dengan perawatan harian oleh pasien: inspeksi, rendam dan meminyaki, kikis kulit yang tebal dan lunakkan dengan pemberian asam salisilat 15% dalam vaselin. Jari-jari kaki diregangkan secara aktif dan pasif untuk mencegah kontraktur berlanjut. Untuk mata yang tak berkedip dapat digunakan kaca mata di siang hari dan pada malam hari jika perlu gunakan penutup lembut yang mengandung vaselin. Pasien harus belajar mengedipkan mata terus menerus untuk membasahi matanya.

(60)

-60

SKROFULODERMA

Skrofuloderma merupakan bentuk tuberkulosis kutis yang tersering di Indonesia. Tempat predileksinya di leher, aksila, dan lipat paha. Mulainya sebagai limfadenitis tuberkulosa, berupa pembesaran kelenjar getah bening (KGB) tanpa kelima tanda radang akut selain tumor, sebagian berkonfluensi. Juga terdapat periadenitis berupa perlekatan KGB dengan jaringan di sekitarnya, abses, sinus, fistel, dan ulkus. Ulkus memanjang, tak teratur, dinding bergaung, sekitar livid, pus seropurulen. Jika menyembuh terbentuk sikatrik yang memanjang dan tak teratur, di atasnya dapat terbentuk jembatan kulit.

Penatalaksanaan

Pengobatan dengan obat antituberkulosis, digunakan kombinasi tiga obat, misalnya INH (untuk anak 10 mg/kg BB; untuk dewasa 5 mg/kg BB, biasanya 400 mg per hari), rifampisin (10 mg/kgBB), dan pirazinamid (20-35 mg/kgBB). Pirazinamid bersifat hepatotoksik, sehingga hanya diberikan selama dua bulan. Bila belum sembuh diganti dengan obat antituberkulosis yang lain. Obat yang lain ialah etambutol (bulan I/II 25 mg/kg BB, berikutnya 15 mg/kg BB) dan streptomisin (25 mg/kg BB).

Gbr 78. Tempat predileksi yang tersering pada skrofuloderma ialah di leher 78

(61)

INFEKSI VIRUS

INFEKSI VIRUS

INFEKSI VIRUS

INFEKSI VIRUS

INFEKSI VIRUS

INFEKSI HIV

Penyakit kulit yang berkaitan dengan HIV dapat timbul di sepanjang perjalanan penyakit infeksi HIV pada 90% pengidapnya. Pada waktu terjadi serokonversi, dapat timbul eksantema bersamaan dengan demam dan gejala konstitusi. Setelah serokonversi akan terjadi masa infeksi HIV asimtomatik. Herpes zoster pada awal gejala klinis yang terjadi padakelompok usia muda (di bawah 50 tahun) sangat erat kaitannya dengan infeksi HIV. Dermatitis seboroik kronis dan parah dapat juga timbul sebagai manifestasi dini. Selain itu, manifestasi kulit pada infeksi HIV antara lain adalah moluskum kontagiosum, erupsi pruritik papular, infeksi herpes simpleks atau human papilloma virus yang parah, infeksi bakteri yang parah, infeksi mikobakteria dan jamur dan sarkoma Kaposi. Infestasi seperti skabies biasanya lebih parah. Reaksi simpang akibat obat sangat umum ditemukan pada infeksi HIV.

Gbr 79. Dermatitis seboroik berat pada pasien HIV

79

61

80 Gbr 80. Dermatitis seboroik berat pada pasien HIV

Gambar

Gambar 17. Dermatitis seboroik pada kepala dengan infeksi sekunder, dapat menyerupai tinea kapitis.
Gambar 19. Eritroderma psoriatika. Tampak plak eritematosa dengan skuama, yang tersebar hampir universal
Gambar 85. Tampak vegetasi yang bertangkai maupun tidak bertangkai glans penis dan sulkus koronarium
Gambar 99. Vitiligo tipe akral ditandai dengan makula depigmentasi pada jari-jari tangan yang meluas ke bagian
+2

Referensi

Dokumen terkait

• Tingkat Pengaruh ádalah factor utama yang menentukan apakah investor dan investee akan menyajikan laporan keuangan konsolidasi*) atau menggunakan metode biaya atau ekuitas. *)

28 Kementrian Agama RI, Alquran dan Terjemahannya (Jakarta: PT.. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri

Dengan cara demikian api dari dua arah akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam.Untuk melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan

guna konsistensi pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional dan Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil bagi Tenaga Dokter, Dokter Gigi,

Hal ini dikarenakan bahwa orang Batak mempunyai prinsip rap paranak, rap parboru, seorang anak yatim piatu dari perkawinan yang abash menurut adat Dalihan Natolu sepanjang

Pencarian identitas meliputi sebuah proses penjajakan, bertanya dan uji coba atas sebuah identitas lain, orang harus terus mencari dan belajar tentang itu. Pencarian ini bisa

Tanaman obat yang digunakan untuk penyembuhan luka dapat membantu mekanisme perbaikan dengan cara yang alami, salah satu tanaman obat tersebut adalah lidah buaya (Aloe

Tahapan ini merupakan tahapan awal dari siklus gempa bumi, dimana energi di dalam bumi menggerakkan lempeng hingga bertemu pada suatu bidang temu. Kemudian dapat terjadi