• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2. Sikap

2.1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku tertutup. Sikap itu masih merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Tingkatan Sikap

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valving)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab ( responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3. Struktur Sikap

Menurut Azwar (2005) mengikuti skema triadic, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitif), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative).

1. Komnponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu idea atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.

2. Komponen Afektif

Kompoenen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun , pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

3. Komponen Konatif

Komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

2.4. Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2005) Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara yaitu adopsi, diferensiasi, integrasi, dan trauma.

1. Adopsi

Yang dimaksud dengan adopsi adalah kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2. Diferensiasi

Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri. Terdapat objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3. Integrasi

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu.

4. Trauma

Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya,diantaranya berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2005).

2.5. Faktor Pembentukan Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2005) adalah :

1. Pengalaman pribadi.

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif atau negatif tergantung dari berbagai faktor.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen yang ikut mempengaruhi sikap. Orang penting sebagai referensi (personal reference), seperti tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan lain-lain). Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan di mana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang. Seseorang mempunyai pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

4. Media masa.

Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya, media masa membawa pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan berfikir kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal, sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Pengaruh faktor emosional

Kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai pengalaman frustasi atau peralihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih lama.

2.6. Pengukuran Sikap

Mengukur sikap tidak lain adalah mencoba menentukan peringkat sikap seseorang menurut cirri-ciri yang sudah ditetapkan. Pada umumnya pengukuran sikap dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu wawancara, observasi, dan kuesioner. Setiap cara memiliki keuntungan dan keterbatasan sehingga peneliti perlu mempertimbangkan cara yang sesuai dengan tujuan penelitian sikap (Hidayat, 2007).

Skala yang digunakan dapat berupa skala nominal, ordinal, maupun interval. Skala sikap yang sering digunakan adalah pertama skala model Thurstone, dengan skala ini responden diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap deretan pernyataan mengenai objek sikap. Skala yang kedua adalah model Likert, dengan skala ini responden diminta untuk membubuhkan tanda cek pada salah satu dari lima kemungkinan jawaban yang tersedia “ sangat setuju “, “setuju “, “tidak setuju”,”tidak tahu”, “sangat tidak setuju”. Peneliti dapat menyingkatnya menjadi empat tingkatan sesuai dengan keinginan dan kepentingan peneliti yang menciptakan instrument tersebut, seperti selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah. Ketiga adalah semantic differensial (perbedaan semantik). Dengan instrumen ini responden diminta untuk menentukan peringkat terhadap objek sikap diantara dua kutub. Kata sifat yang berlawanan misalnya, “baik-tidak baik”, “berharga-tidak berharga”, dan sebagainya. Keempat adalah skala Guttman, merupakan semacam pedoman wawancara/kuesioner terbuka yang dimaksud untuk membuka sikap. Kelima adalah skala Inkeles, merupakan jenis kuesioner tertutup seperti tes prestasi belajar bentuk pilihan ganda (Arikunto, 2005).

2.7. Sikap remaja mengenai HIV-AIDS

Sikap remaja tentang HIV-AIDS adalah respon, pendapat, penilaian remaja terhadap pencegahan penularan HIV-AIDS. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003). Kuesioner mengacu pada skala Likert dengan bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005) : 1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu.

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

Dokumen terkait