PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA MENGENAI PENCEGAHAN
PENULARAN HIV-AIDS DI SMU NEGERI 2 KOTA DUMAI
SKRIPSI
Oleh
CUT SALAWATI NIM: 111121082
FAKULTAS KEPERAWATAN
PRAKATA
Segala Puji kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan hidayah Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pengetahuan dan
Sikap Remaja mengenai Pencegahan Penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota
Dumai”. Serta shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan umat
sepanjang masa Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Terima kasih kepada kedua orang tuaku, Alm Ibunda Karminah dan
Ayahanda Teuku Ramli yang selalu menanamkan kerendahan hati dalam menapaki
kehidupan, kepada suami tercinta Raynaldi yang telah memberikan cinta dan kasih
sayangnya yang tulus dan selalu memotivasi serta mendo’akan dan mendorong untuk
meningkatkan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain, spesial buat putra-putriku
Arman Shaldi Ahmadi dan Tiara Nalsya Andana yang selalu memberi semangat
dalam segala hal.
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, baik dari teknik penulisan maupun
materi. Hal ini karena keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan yang penulis
miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna penyempurnaan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah dimasa yang
akan datang.
Penyelesaian Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd, selaku Dosen Penguji I Skripsi di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep,CCWC selaku Dosen Penguji II Skripsi di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Akademik di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh staf dan dosen pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
8. Dra. Hj. Heppi Syuryani, selaku Kepala Sekolah SMU Negeri 2 Kota Dumai yang telah
memberi izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah yang ibu pimpin.
9. Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi B stambuk 2011 di Fakultas Keperawatan USU special
buat Desi. A, Ika. A, Krissan, Anggi, Inggrid, Faisal, Yulia. T, Tety, Elpiana dan Martoni
semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan terima kasih atas kebersamaannya,
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang
membutuhkan. Semoga Alla SWT memberikan rahmatNya kepad kita semua. Amien.
Medan, Februari 2013
DAFTAR ISI
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan ... 8
1.1.Pengertian ... 8
1.2. Tingkatan Pengetahuan ... 8
1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan ... 9
1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan ... 10
1.5. Pengetahuan Remaja mengenai HIV-AIDS ... 11
1.5.1. Pengertian HIV-AIDS ... 11
1.5.2. Penyebab HIV-AIDS ... 12
1.5.3. Tanda dan Gejala HIV-AIDS ... 12
1.5.4. Cara Penularan HIV-AIDS………. 13
1.5.5. Cara Pencegahan HIV-AIDS……… 16
1.5.7. Tahapan Perkembangan HIV – AIDS………... 18
2. Sikap……… 19
2.1. Pengertian………. 19
2.2. Tingkatan Sikap ... 19
2.4. Pembentukan Sikap………. 21
2.5. Faktor Pembentukan Sikap………. 22
2.6. Pengukuran Sikap………... 24
2.7. Sikap Remaja mengenai HIV – AIDS………... 25
3. Remaja……… 25
3.1. Pengertian……… 25
3.2. Karakteristik Remaja……… 27
3.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja……… 29
3.4. Tugas Perkembangan Remaja……….. 34
3.5. Remaja dan HIV – AIDS……… 34
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian ... 38
2. Definisi Operasional ... 39
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 40
7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 45
8. Pengumpulan Data………. 46
9. Analisa Data ... 47
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil ... 48
2. Pembahasan………. 50
Daftar Pustaka ……….. 59
Lampiran – lampiran 1. Inform Concent……… 62
2.Jadwal Tentatif Penelitian………. 63
3. Taksasi Dana……… 64
4. Instrumen Penelitian………. 65
Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja mengenai Pencegahan Penularan HIV/AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai .
Penulis : Cut Salawati
Nim : 111121082
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep)
Tahun Akademik : 2011
Abstrak
Remaja merupakan kelompok usia beresiko tinggi penularan HIV/AIDS karena pada masa remaja terjadi krisis identitas, 30% dari penderita HIV/AIDS ini adalah remaja berusia 15-24 tahun. Pengetahuan dan informasi yang tidak benar mengenai HIV/AIDS kepada remaja dapat mengakibatkan respon, pendapat,dan penilaian yang salah terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai. Desain peneltian deskriptif dengan jumlah sampel 123 orang menggunakan tehnik proportional random sampling,dengan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS baik (56,1%) dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS cukup (61,79%.). Pengetahuan akan menumbuhkan suatu sikap, baik sikap positif maupun negatif dalam diri seseorang, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia dan dari objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula, tetapi dalam realitasnya ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu dan dalam interaksi sosialnya.Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengembangkan bentuk pendidikan kesehatan yang lebih efektif dan bekerjasama dengan berbagai pihak dengan memberikan penyuluhan dan pendekatan pendidik sebaya (peer education).
Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja mengenai Pencegahan Penularan HIV/AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai .
Penulis : Cut Salawati
Nim : 111121082
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep)
Tahun Akademik : 2011
Abstrak
Remaja merupakan kelompok usia beresiko tinggi penularan HIV/AIDS karena pada masa remaja terjadi krisis identitas, 30% dari penderita HIV/AIDS ini adalah remaja berusia 15-24 tahun. Pengetahuan dan informasi yang tidak benar mengenai HIV/AIDS kepada remaja dapat mengakibatkan respon, pendapat,dan penilaian yang salah terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai. Desain peneltian deskriptif dengan jumlah sampel 123 orang menggunakan tehnik proportional random sampling,dengan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS baik (56,1%) dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS cukup (61,79%.). Pengetahuan akan menumbuhkan suatu sikap, baik sikap positif maupun negatif dalam diri seseorang, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia dan dari objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula, tetapi dalam realitasnya ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu dan dalam interaksi sosialnya.Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengembangkan bentuk pendidikan kesehatan yang lebih efektif dan bekerjasama dengan berbagai pihak dengan memberikan penyuluhan dan pendekatan pendidik sebaya (peer education).
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan,
sosial, ekonomi, dan politik.
Hal ini dapat dipahami karena paling tidak ada empat faktor utama yang
mendasarinya. Pertama, penyebarannya yang pesat, pada awalnya AIDS hanya
terdapat di negara-negara Afrika, tetapi saat ini telah ditemukan hampir di seluruh
dunia. Kedua, pertambahan jumlah penderitanya yang cepat, untuk Indonesia pada
tahun 2000, bila tidak dilakukan intervensi diperkirakan kasus HIV-AIDS 2.500.000
orang sedangkan bila dilakukan intervensi dengan melaksanakan program
pencegahan yang intensif angka tersebut dapat ditekan menjadi 500.000 orang.
Ketiga, cara pencegahan dan penanggulangannya yang efektif belum ditemukan dan
berbagai penelitian tentang tindakan imunisasi dan obat-obatan yang dapat
melumpuhkan penyebab AIDS, belum terbukti kemanjurannya. Keempat, akibat yang
ditimbulkannya sangat berbahaya. Seorang yang telah didiagnosa HIV positif, dalam
waktu 5-10 tahun akan masuk dalam stadium AIDS yang akan menyebabkan
kematian (Harahap & Andayani, 2004).
Akhir tahun 2007 diperkirakan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) didunia
Negara di Asia, negara kita tergolong yang paling cepat terjadi peningkatan
penyebaran virus mematikan ini (Darmasih, 2009).
Jumlah kasus baru HIV-AIDS menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan, sejak kasus pertama 1987 hingga Desember 2011 ada sebanyak 26.483
jiwa pengidap AIDS dan ada 66.600 jiwa yang positif terinfeksi HIV dan yang
meninggal 5.056 jiwa, yang dilaporkan dari 33 provinsi (Ditjen PP & PL Kemenkes
RI, 2011). Kelompok remaja dari waktu kewaktu kasus HIV-AIDS cenderung
meningkat, dari data Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2011 terdapat 26.483 kasus
HIV-AIDS , 821 kasus pada kelompok umur 15-19 tahun dan pada kelompok umur
20-29 tahun dijumpai 12.288 kasus HIV-AIDS.
Data dari komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Riau 2011 menyatakan
sekitar 620 kasus HIV-AIDS yang tersebar diseluruh kabupaten/kota, dimana
sebarannya terbanyak diibukota Riau Pekanbaru, dengan jumlah kasus yang
mencapai 373 kasus, kemudian disusul Kota Dumai sebanyak 54 kasus, kabupaten
Rokan Hilir 40 kasus, Bengkalis 37 kasus, Kampar 24 kasus, Siak 23 kasus, Indragiri
Hilir 18 kasus, Rokan Hulu 16 kasus, Pelalawan 14 kasus, Indragiri Hulu 13 kasus,
Meranti 5 kasus dan kabupaten Kuatansingingi ada 3 kasus. Dengan demikian Kota
Dumai berada diperingkat kedua setelah Kota Pekanbaru. Data yang didapat dari
KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Dumai dari 54 kasus yang ada terdapat 2 kasus
usia < 16 tahun, 10 kasus usia 17-24 tahun dan 42 kasus pada usia > 25 tahun.
Remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang berskala kecil namun
yang memiliki pengetahuan memadai dan benar tentang IMS termasuk HIV-AIDS
pada hal pengetahuan tersebut dibutuhkan untuk terhindar dari resiko penularan dan
tidak diskriminatif kepada penderita AIDS. (Ghifari, 2004)
Data yang didapat dari UNAIDS (United Nation For AIDS. 2007) dan United
Nation Population Fund pada akhir tahun 2007 menyebutkan kalangan remaja dunia
dewasa ini hidup berdampingan dengan HIV-AIDS karena sebagian kasus baru
HIV-AIDS telah menyerang remaja usia 15-24 tahun. Dilaporkan bahwa setiap 14
detik, satu orang remaja terinfeksi virus HIV/AIDS. Setiap hari sekitar 6000 orang
berusia 15-24 tahun tercatat sebagai penderita baru HIV. Sebanyak 87% pengidap
HIV-AIDS hidup dinegara miskin dan berkembang. Banyak kalangan remaja tidak
mempunyai informasi mengenai kesehatan, pencegahan kehamilan, infeksi yang
ditimbulkan akibat hubungan seks serta HIV-AIDS. Sebagaimana disadari bahwa
jumlah penduduk Indonesia ini mencapai 210 juta jiwa dimana didalamnya yang
disebut remaja kira-kira 30%. Terancamnya remaja dunia oleh penyakit HIV-AIDS,
juga tidak terluput mengancam remaja Indonesia.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan
berbagai pengenalan dan pertualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman
berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan
mereka kelak. Sekitar 30% dari penderita HIV-AIDS ini adalah remaja. Diserangnya
usia produktif ini merupakan suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat
Karakteristik remaja yang rasa ingin tahunya sangat tinggi menyebabkan
mereka mencoba segala sesuatu yang menurut mereka menarik. Jika tidak tersedia
informasi yang benar mengenai masa remaja dapat mengakibatkan prilaku yang
merugikan bagi remaja termasuk terinfeksi HIV-AIDS (Depkes RI,2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangindaan (1996), dimana sebagian
besar partisipan cukup berpendidikan, mempunyai pengetahuan yang salah tentang
penyebab AIDS, banyak warga Negara Indonesia pernah mendengar tentang
HIV-AIDS, tetapi pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahannya belum
dikenal luas. Mereka menganggap AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan. Akibat
pengetahuan yang salah, penderita AIDS menghadapi masalah dan berbagai
penderitaan sehubungan dengan penyakit mereka disamping penderitaan secara fisik
juga penderitaan sosial akibat kesan buruk masyarakat. Banyak penderita HIV-AIDS
yang mengalami diskriminasi dan prasangka buruk masyarakat.
Berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan Aids Nasional Tahun 2007
menyatakan bahwa penyakit menular seksual dan HIV-AIDS bukanlah topik yang
baru lagi, karena berbagai media informasi sudah sering menyiarkan atau mengangkat
topik tersebut. Banyak warga negara Indonesia pernah mendengar tentang HIV-AIDS
namun pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahannya belum dikenal luas
terutama dikalangan remaja
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eni Wiyanti (2001) memperlihatkan
45,6% bersikap positif terhadap HIV/AIDS pada remaja sementara 54,4% bersikap
dengan sikap yang baik ataupun rendah dapat saja memiliki perilaku seksual yang
beresiko. Sikap bukan merupakan suatu tindakan aktivitas akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo,2003).
Hasil penelitian yang dilakukan Darmasih (2009) dengan judul ”Faktor-faktor
yang mempengaruhi seksual remaja di Jawa Tengah: implikasinya terhadap kebijakan
dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi”, pada umumnya terdapat sikap negatif
terhadap hubungan seksual pranikah.
Dari hasil survey awal yang telah penulis lakukan dengan mengajukan 6
pertanyaan lisan mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS, dari 10 orang siswa/I
yang diajukan pertanyaan, 45% dari mereka hanya bisa menjawab 2 – 3 pertanyaan
dan 55% nya bisa menjawab 4 – 6 pertanyaan. Alasan mereka tidak dapat menjawab
pertanyaan dengan benar karena mereka tidak pernah mendapatkan informasi dari
sumber yang benar dan tidak adanya tempat atau layanan khusus remaja dimana
mereka bisa menanyakan tentang hal-hal seperti itu. Karena pengetahuan mereka
tentang HIV-AIDS yang sedikit tersebut peneliti juga ingin mengetahui bagaimana
sikap mereka mengenai HIV-AIDS. Karena cara bersikap terhadap suatu objek juga
ditentukan dari pengetahuan tentang objek tersebut.
Berdasakan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengetahui
pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU
Negeri 2 kota Dumai dan penelitian ini belum pernah dilakukan oleh karena itulah
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikemukakan bahwa perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengetahuan dan sikap remaja
mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap
remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota
Dumai.
4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
4.1. Pemerintah daerah setempat
Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam upaya pencegahan
peningkatan kasus HIV-AIDS. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan
program kesehatan yang diberikan melalui sekolah-sekolah.
4.2.Petugas kesehatan setempat
Puskesmas setempat dapat mengaktifkanUsaha Kesehatan Sekolah (UKS)
yang dapat memberikan penyuluhan kepada siswa-siswi disekolah setempat
mengenai HIV-AIDS agar mereka memiliki pengetahuan yang benar
mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS.
4.3. Pihak Sekolah
Pihak sekolah dapat memberikan program pendidikan kesehatan melalui
meningkatkan pengetahuan remaja terutama mengenai pencegahan penularan
HIV-AIDS.
4.4.Para Pendidik di sekolah
Bagi pendidik disekolah dapat lebih memperhatikan pendidikan kesehatan
bagi siswa-siswi sekolah tersebut dan memberikan informasi mengenai
pencegahan penularan HIV-AIDS yang diperlukan oleh siswa-siswi sekolah
tersebut.
4.5. Bagi Penelitian Keperawatan
Sebagai sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih
lanjut tentang pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengetahuan
1.1.Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu
penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
1.2. Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003)
meliputi :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkatan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara besar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai sebagai aplikasi atau penggunaan metode dalam situasi nyata.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis ini menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhanyang baru. Dengan
kata lain adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
1. Awarenest (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (obyek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation yakni (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya)
4. Trial adalah orang yang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, adalah subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun dari
pengalaman orang lain. Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan secara
bertahap, mulai dari tahap yang paling sederhana ke tahap yang lebih lengkap, tahap
tersebut adalah :
1. Orang yang mengetahui akan pengetahuan yang baru.
2. Orang merasa tertarik untuk mendapatkan pengetahuan tersebut.
3. Orang mulai menilai pengetahuan yang diperolehnya.
4. Orang menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)
adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga
2. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dilakukan seseorang akan menambah pengetahuan
tentang suatu yang bersifat informal.
3. Informasi
Seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan menambah
pengetahuan menjadi lebih luas.
4. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan
yang meliputi sikap dan kepercayaan (Notoatmodjo, 2003).
1.5. Pengetahuan remaja mengenai HIV–AIDS
Pengetahuan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diketahui remaja
tentang HIV-AIDS meliputi : pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara penularan,
cara pencegahan, dan tahapan perkembangan.
1.5.1. Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah virus yang meyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan berkembang
biak. Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel
darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun
jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh mejadi lemah dan penderita mudah
terkena berbagai penyakit.
HIV positif sering tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun (5–10 tahun).
Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun
pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain (Mandal,
2006).
1.5.2. Penyebab HIV- AIDS
AIDS disebabkan oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yaitu sejenis
retro virus (virus yang dapat menggandakan dirinya sendiri pada sel-sel yang
ditumpanginya) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia atau sel-sel darah
putih (limfosit) virusnya akan memecah diri lalu merusak sel darah putih lainnya.
Virus AIDS menyerang sel darah putih khusus yang dinamakan T-lymthocytes,
perlawanan tubuh dari serangan infeksi. Ketika terjadi kerusakan T-cell yang
signifikan, seseorang tidak dapat melawan sebagian besar kuman yang masuk ke
dalam tubuh. Akibatnya tubuh mulai ditulari infeksi yang luar biasa dan menetap
pada seseorang dan amat sulit diatasi meskipun dengan obat-obatan dan perawatan
medis yang terbaik. Orang yang terserang AIDS tidak memiliki sistem kekebalan
yang normal. Virus AIDS menyerang sel T di dalam darah, meyebabkan sistem
kekebalan tidak efektif dalam pertahanan melawan kuman-kuman yang menyerang.
(Adler, 1998).
1.5.3.Tanda dan Gejala HIV-AIDS
Setelah seseorang terinfeksi HIV, dalam waktu 2-3 bulan tubuhnya baru
akan menghasilkan antibodi. Masa ini disebut periode jendela, berdasarkan hasil tes
atau HIV negatif (-). Disebut HIV (+) jika dalam darahnya terkandung HIV, disebut
HIV (-) jika dalam darahnya tidak terkandung HIV. Jika ternyata orang tersebut
mengandung HIV (+) gejala yang terlihat belum ada hanya merasakan sakit ringan
biasa seperti flu. Masa-masa ini disebut masa laten, dapat berlangsung selama 5-10
tahun. Baik pada masa periode jendela maupun pada masa laten, seseorang tersebut
sudah dapat menularkan HIV pada orang lain. Setelah melewati masa laten, orang
yang terinfeksi HIV mulai memperlihatkan gejala-gejala AIDS. (Brunner & Suddarth,
2000)
Gejala klinis pada stadium AIDS menurut Nursalam (2007) dibagi antara lain :
1. Gejala utama atau mayor
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
b. Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 3 bulan.
2. Gejala minor
a. Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan.
b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albicans.
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.
d. Munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.
1.5.4.Cara Penularan HIV-AIDS
Kasus AIDS pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1981,
timbul akibat HIV-AIDS yang membahayakan jiwa penderitanya. Penderita pada
umumnya berusia antara 15-60 tahun dan jumlah 243 penderita telah meninggal
dunia. Penularan HIV demikian cepat menyebar, sehingga sampai Mei 1985
diperkirakan 12.000 kasus (Harahap, 2000).
HIV hanya dapat ditularkan bila terdapat kontak langsung dengan cairan
tubuh atau darah. Dosis atau banyaknya jumlah virus memegang peranan penting.
Makin besar jumlah virusnya, makin besar kemungkinan infeksinya. Jumlah virus
yang banyak terdapat didalam darah, sperma, dan cairan vagina, sedangkan dalam air
ludah, air mata, urin, keringat dan Air Susu Ibu (ASI) hanya ditemukan sedikit sekali,
sehingga kecil kemungkinannya untuk dapat tertular apabila berkontak dengan
cairan-cairan tersebut (Budimulja, 1999).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI (2001), penularan HIV/AIDS
sebagian besar melalui hubungan seksual dengan pasangan yang berlainan jenis atau
heteroseksual (61,7%), disusul dengan Homoseksual-biseksual (20,3%), Injecting
Drug User/IDU (15,7%), perinatal (1,2%), dan tranfusi darah (0,7%).
(Aprilianingrum, 2002).
Secara garis besar ada dua cara penularan HIV-AIDS, yaitu secara kontak
seksual dan nonseksual. Penularan secara kontak seksual dapat terjadi antara laki-laki
dengan perempuan (heteroseksual), antara laki-laki dan laki-laki (homoseksual), dan
antara perempuan dengan perempuan (hubungan lesbian). Cara berhubungan seksual
yang dilakukan dapt melalui beberapa cara, yaitu kelamin dengan kelamin (
(Oro-genital atau orak seks) dan tangan dengan kelamin (mano genital).
Kemungkinan tertular HIV cukup berbeda-beda tergantung jenis dan cara
berhubungan, resiko terbesar untuk tertular HIV adalah apabila melakukan hubungan
seksual secara anal dan vaginal, hubungan seksual secara anal sangat rentan untuk
penularan HIV karena lapisan kulit sekitar dubur cukup tipis, sehingga dapat
mengakibatkan luka yang mengeluarkan darah dan dapat terjadi kontak antar cairan
tubuh (Widoyono, 2008)
Penularan secara non seksual dapat terjadi melalui transmisi parenteral dan
transmisi transplasental. Transmisi parenteral terjadi melalui penggunaan jarum dan
alat tusuk lainnya (alat tindik, tatto) yang telah terkontaminasi, terutama pada
penyalahguna atau pecandu narkotik yang menggunakan jarum suntik secara
bersama-sama. Penularan parenteral lainnya adalah melalui trasfusi darah atau
pemakai produk donor dengan HIV positif. Resiko terinfeksi HIV karena
mendonorkan darah sangat kecil terjadi selama jarum suntik yang digunakan steril
dan sekali pakai dan yang mendonorkan darah juga tidak terinfeksi dengan HIV.
Penularan secara tranplasental dapat terjadi malalui ibu hamil yang positif HIV
kepada bayi yang dikandungnya, penularan dapat terjadi selama kehamilan, saat
melahirkan atau selama menyusui setelah melahirkan. (Zulkifli, 1999).
Kegiatan atau perilaku yang dianggap mempunyai resiko yang rendah dan
seringkali tidak ada hubungannya dengan infeksi HIV antara lain adalah transmisi
dapat terinfeksi HIV dari kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya yang
mengandung HIV melalui luka akibat terkena jarum suntik bekas penderita
HIV-AIDS.(Centers for Disease Control, 1991 dikutip dari Zulkifli, 1999).
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, saputangan,
toilet yang dipakai secara bersama-sama, berpelukan, berjabat tangan, hidup serumah
dengan penderita HIV-AIDS, gigitan nyamuk dan hubungan sosial yang lain
(Nursalam, 2007).
1.5.5. Cara Pencegahan HIV- AIDS
Menurut Mandal (2006) Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan AIDS, belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya AIDS, dan
belum ada metode yang terbukti dapat menghilangkan infeksi carier HIV. Karena
alasan ini segala usaha harus dilakukan untuk mencegah AIDS. Menurut Zulkifli
(1999), AIDS sudah pasti akan mendatangkan kematian, maka pencegahannya
merupakan upaya penanggulangan yang terutama harus dilakukan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah pencegahan penularan melalui jalur non seksual, jalur seksual dan
pencegahan penularan dari ibu ke anak.
Pencegahan penularan melalui jalur non seksual terdiri dari dua cara yaitu
pertama, transfusi darah, cara ini dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan
donor darah, sehingga hanya darah yang bebas HIV yang ditransfusikan. Kedua,
penularan AIDS melalui jarum suntik atau sejenisnya dapat dicegah dengan upaya
Pencegahan penularan melalui jalur seksual dapat dilakukan dengan
pendidikan atau penyuluhan yang intensif yang ditujukan untuk merubah cara hidup
dan perilaku seksual. Pada hakekatnya setiap individu secara individu secara
potensial adalah pelaku seks. Potensi ini mencapai puncaknya pada usia remaja dan
membutuhkan penyaluran sampai seseorang mencapai usia tua. Selain upaya
pendidikan/penyuluhan intensif, cara pencegahan dapat dilakukan dengan monogami,
menghindari hubungan seksual dengan wanita tuna susila (WTS), tidak melakukan
hubungan seksual dengan penderita AIDS dan Pergunakan kondom terutama bagi
kelompok perilaku resiko tinggi. Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
yang dapat dilakukan adalah menganjurkan kepada ibu yang menderita AIDS atau
HIV positif untuk tidak hamil.
Ketahanan masyarakat terhadap penularan HIV/AIDS dapat melalui empat
jenis perilaku yang dikenal dengan ABCD yang terdiri dari A berarti Abstinence,yaitu
menahan nafsu seksual atau tidak melakukan hubungan seksual sama sekali, terutama
yang belum menikah. B berarti Be Faithful, yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan
saling setia kepada pasangannya. C berarti Condom, jika kedua cara diatas sulit, harus
meakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan alat pelindung
atau kondom. D berarti Don’t share srynge, yaitu tidak memakai jarum suntik atau
alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain, terutama dikalangan IDU
1.5.6. Tahapan perkembangan HIV-AIDS
Menurut BKKBN (2009) perjalanan HIV-AIDS dapat melalui beberapa
tahapan. Hal ini bervariasi antara satu orang dan orang lain, antara lain :
1. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan sejak terinfeksi HIV, individu sudah terpapar dan
terinfeksi tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun dilakukan tes darah. Pada
fase ini antibodi individu terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja individu terlihat
atau mengalami gejala-gejala ringan seperti flu (biasanya 2-3 hari sembuh sendiri).
2. Fase 2
Umur infeksi 2-10 tahun sejak terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu
sudah positif HIV tetapi belum menampakkan gejala sakit. Namun sudah dapat
menularkan pada orang lain.
3. Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit tetapi belum disebut sebagai gejala
AIDS. Gejala-gejala AIDS antara lain : keringat yang berlebihan pada malam hari,
diare terus-menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak
sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang, badan menjadi lemah dan berat badan terus
berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
4. Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS sudah dapat terdiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Kemudian timbul
paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru-paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, sariawan,
kanker kulit, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu dan
infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
2. Sikap
2.1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku tertutup. Sikap itu masih merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2003).
2.2. Tingkatan Sikap
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
4. Bertanggung jawab ( responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3. Struktur Sikap
Menurut Azwar (2005) mengikuti skema triadic, struktur sikap terdiri atas tiga
komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitif), komponen
afektif (affective), dan komponen konatif (conative).
1. Komnponen kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku
atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita
lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu
kemudian terbentuk suatu idea atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum
suatu objek.
2. Komponen Afektif
Kompoenen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun , pengertian perasaan pribadi seringkali
sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
3. Komponen Konatif
Komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan
2.4. Pembentukan Sikap
Menurut Azwar (2005) Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam
cara yaitu adopsi, diferensiasi, integrasi, dan trauma.
1. Adopsi
Yang dimaksud dengan adopsi adalah kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap
diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2. Diferensiasi
Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan
dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang
dipandang tersendiri. Terdapat objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3. Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai
pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu.
4. Trauma
Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis
dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya,diantaranya berbagai faktor
orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan
lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2005).
2.5. Faktor Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2005)
adalah :
1. Pengalaman pribadi.
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi
salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai pengalaman yang
berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian akan
membentuk sikap positif atau negatif tergantung dari berbagai faktor.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen yang ikut
mempengaruhi sikap. Orang penting sebagai referensi (personal reference), seperti
tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan lain-lain). Pada umumnya individu cenderung
untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap
penting.
3. Pengaruh kebudayaan.
Kebudayaan di mana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap seseorang. Seseorang mempunyai pola sikap dan
perilaku tertentu dikarenakan mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari
4. Media masa.
Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya, media masa membawa pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan berfikir kognitif baru bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam
menilai sesuatu hal, sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu system mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6. Pengaruh faktor emosional
Kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi sebagai pengalaman frustasi atau peralihan bentuk
mekanisme pertahanan ego, sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara
dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap
2.6. Pengukuran Sikap
Mengukur sikap tidak lain adalah mencoba menentukan peringkat sikap
seseorang menurut cirri-ciri yang sudah ditetapkan. Pada umumnya pengukuran sikap
dapat dibagi dalam tiga cara, yaitu wawancara, observasi, dan kuesioner. Setiap cara
memiliki keuntungan dan keterbatasan sehingga peneliti perlu mempertimbangkan
cara yang sesuai dengan tujuan penelitian sikap (Hidayat, 2007).
Skala yang digunakan dapat berupa skala nominal, ordinal, maupun interval.
Skala sikap yang sering digunakan adalah pertama skala model Thurstone, dengan
skala ini responden diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap
deretan pernyataan mengenai objek sikap. Skala yang kedua adalah model Likert,
dengan skala ini responden diminta untuk membubuhkan tanda cek pada salah satu
dari lima kemungkinan jawaban yang tersedia “ sangat setuju “, “setuju “, “tidak
setuju”,”tidak tahu”, “sangat tidak setuju”. Peneliti dapat menyingkatnya menjadi
empat tingkatan sesuai dengan keinginan dan kepentingan peneliti yang menciptakan
instrument tersebut, seperti selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah. Ketiga
adalah semantic differensial (perbedaan semantik). Dengan instrumen ini responden
diminta untuk menentukan peringkat terhadap objek sikap diantara dua kutub. Kata
sifat yang berlawanan misalnya, “baik-tidak baik”, “berharga-tidak berharga”, dan
sebagainya. Keempat adalah skala Guttman, merupakan semacam pedoman
wawancara/kuesioner terbuka yang dimaksud untuk membuka sikap. Kelima adalah
skala Inkeles, merupakan jenis kuesioner tertutup seperti tes prestasi belajar bentuk
2.7. Sikap remaja mengenai HIV-AIDS
Sikap remaja tentang HIV-AIDS adalah respon, pendapat, penilaian remaja
terhadap pencegahan penularan HIV-AIDS. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana
pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung
dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan
pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003). Kuesioner mengacu
pada skala Likert dengan bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari
jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005) :
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai obyek tertentu.
3. Remaja
3.1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yang berate “tumbuh” atau
“tumbuh menjadi dewasa”. (Hurlock, 1999). .Segi program pelayanan, definisi
remaja yang digunakan oleh Depkes adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan
belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN batasan usia remaja adalah 10-19
Menurut Sarwono (2001), menjelaskan mengenai batasan usia remaja yaitu
14 sampai 24 tahun dan belum menikah, masa remaja adalah masa transisi atau
peralihan dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak mengalami
perubahan-perubahan fisik maupun psikis.
Menurut WHO remaja adalah Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai pematangan
seksual dan individu yang mengalamai perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dengan batasan usia remaja adalah
12-24 tahun. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut Jones remaja adalah diantara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa yang secara biologis terletak pada usia 10-19 tahun. Remaja adalah masa
peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang berlangsung antara usia
21 tahun. Masa remaja dibagi menjadi 3 yaitu : masa remaja awal antara usia
12-15 tahun, remaja pertengahan antara usia 12-15-18 tahun, dan masa remaja akhir antara
usia 18-21 tahun. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24
tahun sebagai usia remaja dan di Indonesia batasan remaja yang mendekati batasan
PBB tentang remaja adalah kurun usia 14-24 tahun dan belum menikah
3.2. Kartakteristik Remaja
Menurut Hurlock ( 1999:206 ) cirri-ciri remaja yaitu :
1. Masa remaja sebagai periode yang penting
Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun
kadar pentingnya berbeda-beda. Pada periode remaja, akibat langsung maupun akibat
jangka panjang tetaplah penting, ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada
pula akibat psikologisnya. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai
cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua
perkembangan itu menimbulkan pengaruh yang sangat besar untuk masa depannya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan satu berubah dari apa yang telah terjadi
sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan
ketahap berikutnya. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan
terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini juga
menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup
yang berbeda dan menentukan pola prilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi
dirinya.
3. Masa Remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar
a. Meninggikan Emosi
Perubahan emosi terjadi lebih cepat, selama masa awal remaja, maka
meningginya emosi lebih menonjol pada masa awal periode akhir-akhir masa remaja.
b. Perubahan tubuh
Disini mulai tampak perbedaan antara pria dan wanita akibat perubahan fisik
yang terjadi, misal remaja wanita mulai tumbuh payudara, mulai terlihat timbunan
lemak dipinggulnya.
c. Minat dan peran yang diharapkan
Bagi remaja muda masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan
lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja
akan tetap merasa ditimbuni masalah sampai ia sendiri menyelesaikan menurut
kepuasannya.
d. Perubahan nilai-nilai
Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting sekarang setelah hampir
dewasa dianggap tidak penting lagi. Sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih
penting daripada kuantitas.
e. Sikap ambivalen terhadap setiap perubahan
Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut
bertanggung jawab akan apa akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk
4. Masa Remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa
remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun
perempuan karena tidak mampu mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesainnya
tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
5. Masa Remaja sebagai masa rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu ini lebih membahayakan, karena seringkali melibatkan
beberapa hal yang tidak vital dan mendasar ,bagaimana karakteristik remaja lain yaitu
kebutuhan akan kemandirian yang mendorong kearah tindakan untuk membuktikan
rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu dan kebutuhan akan kemandirian tersebut
mendorong remaja kearah kematangan. Akan tetapi jika rasa ingin tahu ini tidak
dijaga, dalam batasan tertentu yang tidak dapat dikuasainya akan membawanya
kepada pengetahuan yang sebenarnya secara emosional belum siap diterima remaja.
Oleh sebab itu remaja membutuhkan bimbingan orang yang lebih dewasa dalam
member batasan tentang sejauh mana ia boleh “mencoba” dan dampak (resiko dan
manfaat) dari hasil “percobaan” tersebut.
3.3. Pertumbuhan dan perkembangan Remaja
3.3.1. Pertumbuhan dan perkembangan remaja awal ( 12-15 tahun )
a. Pertumbuhan Fisik
kurang sopan dan sebagainya. Terjadilah hentakan-hentakan aktivitas baik pada anak
laki-laki maupun pada anak perempuan pada masa remaja awal ini dicirikan dengan
peningkatan aktivitas. Peningkatan aktivitas tersebut bukan berarti peningkatan
agresivitasi akan tetapi hal ini merupakan proses intensifikasi dari pada daya adaptasi
terhadap realitas dunia serta usaha untuk menguasai lingkungannya.
b. Perkembangan Kognitif
Menggali kemapuan baru untuk pikiran abstrak yang terbatas, mencari-cari
nilai dan energy baru, serta perbandingan terhadap “normalitas” dengan sebaya yang
jenis kelaminnya sama.
c. Perkembangan Identitas
Remaja terus menerus memikirkan perubahan tubuh yang cepat, mencoba
berbagai peran, pengukuran ketertarikan dengan penerimaan atau penolakan terhadap
teman sebaya dan mengaskan norma-norma kelompok.
d. Hubungan dengan orang tua
Mendefinisikan batasan kemandirian-ketergantungan, keinginan yang kuat
untuk tetap tergantung pada orang tua sambil mencoba untuk memisahkan diri.
e. Hubungan dengan teman sebaya
Mencari teman sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan yang diakibatkan
oleh perubahan yang cepat, meningkatkan pertemanan ideal, yang dekat dengan
anggota dan jenis kelamin yang sama, remaja awal umumnya berjuang untuk
f. Perkembangan seksualitas
Eksplorasi diri dan evaluasi terbatas yang biasanya berkelompok dan intimasi
terbatas.
g. Kesehatan Psikologis
Terjadi perubahan alam perasaan yang meluas, bermimpi disiang hari yang
terus menerus dan marah yang diekspresikan dengan kemurungan, kemarahan yang
meledak-ledak secara verbal.
3.3.2. Pertumbuhan dan perkembangan remaja tengah ( 15- 18 tahun )
a. Pertumbuhan Fisik
Terjadi pertumbuhan lambat pada anak perempuan, bentuk tubuh mencapai
95% tinggi orang dewasa dan karakteristik seks sekunder tercapai dengan baik.
b. Perkembangan kognitif
Kengembangkan kapasitas untuk berpikir abstrak, menikmati kekuatan
intelektual, sering dalam istilah idealistic dan prihatin dengan filosofi, politis dan
masalah sosial
c. Perkembangan identitas
Remaja tengah cenderung mengubah citra diri, sangat berfokus pada diri
sendiri, narsisme (kecintaan pada diri sendiri) meningkat, kecenderungan kearah
pengalaman didalam dan penemuan diri, mempunyai banyak fantasi kehidupan,
idealistis, mampu menerima implikasi masa depan tentang perilaku dan keputusan
d. Hubungan dengan orang tua
Remaja yang berada pada masa remaja tengah akan mengalami konflik utama
terhadap kemandirian dan control, terjadi titik rendah dalam hubungan orangtua-anak,
dorongan paling besar untuk emansipasi, pelepasan diri dan pelepasan emosional dan
ireversibel dari orang tua.
e. Hubungan dengan teman sebaya
Kebutuhan identitas yang kuat untuk memantapkan citra diri, standar perilaku
dibentuk oleh kelompok sebaya, penerimaan oleh teman sebaya sangat penting, rasa
takut akan penolakan dan eksplorasi terhadap kemampuan untuk menarik lawan jenis.
f. Perkembangan seksualitas
Terjadi hubungan jamak multiple, ketentuan kearah heteroseksualitas (bila
homoseksual diketahui pada saat ini), eksplorasi terhadap daya tarik diri, perasaan
dicintai dan pembentukan hubungan sementara.
g. Kesehatan psikologis
Kecenderungan kearah pengalaman dalam diri, lebih intropektif,
kecenderungan untuk menarik diri ketika marah atau perasaan sakit hati, vascillation
emosi dalam rentang dan waktu dan perasaan tidak adekuat yang umum, kesulitan
dalam meminta bantuan.
3.3.3. Pertumbuhan dan perkembangan remaja akhir ( 18- 21 tahun )
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan remaja telah matang secara fisik, struktur dan pertumbuhan
b. Perkembangan kognitif
Remaja telah mencapai pikiran abstrak, dapat menerima dan bertindak pada
pelaksanaan jangka panjang, mampu memandang masalah secara komprehensif,
identitas intelektual dan fungsional telah terbentuk.
c. Perkembangan identitas
Definisi citra tubuh dan peran gender hamper menetap, identitas seksual
matang, fase konsolodasi tentang identitas, stabilitas harga diri, nyaman dengan
pertumbuhan fisik, peran social terdefinisi dan terartikulasi.
d. Hubungan dengan orang tua
Perpisahan emosional dan fisik dari orangtua terselesaikan, bebas dari orang
tua dengan sedikit konflik dan emansipasi hampir terjamin.
e. Hubungan dengan teman sebaya
Kelompok sebaya berkurang dalam hal kepentingan yang berbentuk
pertemanan individu, pengujian hubungan pria-wanita terhadap kemungkinan
hubungan yang permanen, hubungan dicirikan dengan member dan berbagi
f. Perkembangan seksualitas
Membentuk hubungan yang stabil dan saling tertarik, meningkatkan kapasitas
untuk mutualitas dan prioritas, berkencan sebagai pasangan pria-wanita, keintiman
melibatkan komitmen dari pada eksplorasi dan romanisme.
g. Kesehatan psikologis
3.4. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai tiga macam tujuan , yaitu
berguna sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui yang diharapkan
masyarakat dari mereka, memberi motivasi pada setiap individu untuk melakukan
yang diharapkan oleh kelompok sosial sepanjang kehidupan mereka, dan yang
terakhir adalah dapat menunjukkan pada setiap individu tentang apa yang akan
mereka hadapi dan tindakan yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat
perkembangan berikutnya (Hurlock, 1999).
Menurut Havighurst, seorang sarjana yang terkenal dalam bidang psikologi
pendidikan, tugas perkembangan masa remaja adalah memperoleh hubungan antar
pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik pria
maupun wanita, memperoleh peranan sosial pria dan wanita, menerima keadaan
fisiknya dan menggunakan tubuhnya dengan efektif, memperoleh kebebasan
emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, mencapai kepastian akan
kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memilih dan mempersiapkan lapangan
pekerjaan, mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga, membentuk system
nilai-nilai moral, dan falsafah hidup (Gunarsa & Gunarsa, 2003 ).
3.5. Remaja dan HIV-AIDS
Menurut Sarwono (2003), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun
Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi
dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah
merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang
resmi menurut hukum maupun menurut kepercayaan masing-masing.
Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri
atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering,
cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral seks,
dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah pada remaja ini
pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu
sendiri. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan
masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber
informasi lain seperti teman atau media massa. Beberapa kajian menunjukkan bahwa
remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi.
Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari
teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua
(Gemari, 2003).
Berdasarkan data yang dihimpun PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia) tahun 2006 menunjukkan remaja yang mengaku pernah melakukan
hubungan seks pranikah adalah remaja usia 17-19 tahun. Sebanyak 60% di antaranya
mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi dan mengaku melakukannya di rumah
yang benar menjadikan seks sebagai ajang coba-coba yang berujung pada beberapa
risiko di antaranya kehamilan.
Data BKKBN menunjukkan, Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
2002-2003 menyebutkan, remaja yang mengaku memiliki teman yang pernah
berhubungan seksual sebelum menikah pada usia 17-19 tahun mencapai 34,7% untuk
perempuan dan 30,9% untuk laki-laki. Mereka yang berumur 20-24 tahun yang
pernah melakukan hal serupa ada 48,6% untuk perempuan dan 46,5% untuk laki-laki.
Hal serupa didapat dari data Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008.
Dari 4.726 responden siswa SMU di 17 kota besar diperoleh hasil, 97% remaja
pernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan ciuman, meraba
kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7% remaja SMU tidak perawan
dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di
kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin. para remaja ini sebenarnya
memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi lebih spesifik. Terutama bagi remaja
yang mengalami risiko Tiad KRR ( Kesehatan Reproduksi Remaja) yakni seksualitas,
HIV-AIDS dan Napza. Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai risiko
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), maka diharapkan remaja akan semakin
berhati-hati dalam melakukan aktivitas kehidupan reproduksinya.
Laporan dari jurnal kependudukan dan pembangunan dalam tahun 2009 dalam
Dharmayanti menunjukkan tentang penelitian terhadap 164 orang terdiri atas 139
Surakarta dengan hasil 43,17% subjek laki–laki kadang–kadang melakukan onani,
36% subjek wanita tidak pernah melakukan masturbasi, 41,73% subjek laki–laki
melakukan hubungan seks pada usia 18–19 tahun dan 60% subjek wanita pada usia
17-18 tahun, 42,45% laki–laki melakukan hubungan seks pada usia 17-18 tahun dan
28% subjek wanita 15-16 tahun. Terdapat 2,88% subjek laki–laki dan 11,5% subjek
wanita melakukan hubungan seks pada usia 12-14 tahun. Sebagian besar alas an
subjek laki–laki adalah bukti rasa cinta sebanyak 47,73% sedangkan 44% subjek
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan
dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri
2 Kota Dumai.
Skema I. Kerangka Penelitian
Pengetahuan dan sikap remaja
terhadap pencegahan penularan
HIV-AIDS
Baik
Cukup
2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
dengan tujuan mengidentifikasi pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan
penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai.
2. Populasi
Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi pada penelitian ini adalah
semua siswa/siswi SMU Negeri 2 Kota Dumai yang berjumlah 1229 orang (Data
Jumlah Siswa/siswi SMU N 2 Kota Dumai Agustus 2012).
3. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Apabila populasi kurang dari 100 sampel diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, tetapi jika subjeknya besar
dapat diambil 10% - 20% atau lebih. Pada penelitian ini jumlah sampelnya adalah
10% dari populasi yaitu 122,9 orang dan dibulatkan menjadi 123 orang dan dalam
penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu pengambilan secara
random dimana setiap subjek dalam populasi mendapat peluang yang sama untuk
dipilih sebagai anggota sampel. Metode pengambilan sampel menggunakan metode
sampel penelitian tidak tunggal, tetapi gabungan dari 2 teknik yaitu proporsi dan
acak. Pengambilan sampel dari setiap kelas ditentukan dengan menggunakan rumus :
�1 = Besar sampel yang harus diambil dari Kelas
�1 = Besar populasi dari Kelas
N = Besar populasi
n = Besar sampel
Tabel 1. Distribusi Sampel berdasarkan proporsi remaja SMU Negeri 2 Kota Dumai
Kelas Populasi Sampel
X
Berdasarkan perhitungan, maka jumlah sampel yang diambil dari kelas X 48
orang kelas XI 44 orang dan kelas XII 31 orang. Sampel dari tiap kelas diambil
secara acak dengan teknik undian.
4. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan
sekolah SMU ini mudah dijangkau peneliti, populasinya lebih banyak dari SMU yang
ada di Dumai dan siswa/siswi yang sekolah di SMU N 2 ini memiliki status sosial
yang berbeda dan penelitian tentang pengetahuan dan sikap remaja mengenai
pencegahan penularan HIV-AIDS belum pernah dilakukan di SMU Negeri 2 ini
sebelumnya.
5. Pertimbangan Etik
Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan
serta prosedur penelitian yang dilakukan. Lembar persetujuan (informed consent)
menjadi responden sebagai bukti kesediaannya sebagai sampel dalam penelitian.
Dalam hal ini responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian ini. Peneliti
akan merahasiakan identitas responden yang sudah dilampirkan di lembar persetujuan
responden. Jika responden bersedia diteliti maka harus terlebih dahulu
menandatangani lembar persetujuan, jika responden menolak diteliti maka peneliti
tidak dapat memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. Untuk menjaga
kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden
(anonymity) pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar
tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan (confidentiality) informasi
yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. (Nursalam,2003).
6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2010). Data penelitian diperoleh dengan menggunakan instrumen
data demografi, pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan
HIV-AIDS.
Kuesioner data demografi mencakup data mengenai usia, jenis kelamin, agama,
suku dan sumber informasi tentang HIV-AIDS. Kuesioner pengetahuan remaja
mengenai HIV- AIDS disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada
tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Kuesioner yang digunakan pertanyaan
tertutup dengan pilihan multiple choice . Pernyataan pengetahuan nomor 1-17 terdiri
dari 2 penyataan pengertiaan HIV-AIDS pada nomor 1, dan 3, 2 pernyataan
penyebab HIV-AIDS nomor 2, dan 4 , 3 pernyataan gejala HIV-AIDS nomor 5, 6
dan 7, 4 pernyataan cara penularan HIV-AIDS nomor 8, 9, 10 dan 11, 6 pernyataan
pencegahan penularan HIV-AIDS nomor 12, 13, 14, 15, 16, dan 17. Jawaban benar
diberi nilai 1 dan bila jawaban salah diberikan nilai 0. Dalam penelitian ini indikator
yang digunakan untuk pengetahuan remaja dikategorikan atas 3 kelas interval. Nilai
terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 17, berdasarkan
rumus statistika P = rentang dibagi dengan banyak kelas (sudjana, 1992). Dimana P
merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai tertinggi dikurang dengan nilai
terendah) sebesar 17 dan dibagi atas 3 kategori kelas yaitu baik, cukup dan kurang,
maka diperoleh panjang kelas sebesar 5, 6 dan dibulatkan menjadi 6
Dengan P = 6 dan nilai terendah adalah 0 sebagai batas bawah kelas pertama,
maka pengetatuan remaja mengenai HIV-AIDS dikategorikan dalam kelas interval
Baik : 14 – 17
Cukup : 7 - 13
Kurang : 0 - 6
Kuesioner sikap remaja mengenai HIV-AIDS meliputi terhadap penderita
HIV-AIDS dan sikap terhadap upaya pencegahan penularan HIV-AIDS dengan
pernyataan sikap nomor 1-14 terdiri dari 7 pernyataan sikap positif yaitu terdapat
pada nomor 3, 8, 10, 11, 12, 13, 14 dan 7 pernyataan sikap negatif yaitu terdapat
pada nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 9 . Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan
pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak
Setuju (STS). Nilai tertinggi pada skala ini adalah 4 dan terendah adalah 1, pada
pertanyaan positif responden menjawab sangat setuju nilainya 4, setuju nilainya 3,
tidak setuju nilainya 2 dan sangat tidak setuju nilainya 1, pada pertanyaan negatif
apabila responden menjawab sangat setuju nilainya 1, setuju nilainya 2, tidak setuju
nilainya 3 dan sangat tidak setuju nilainya 4. Penelitian sikap remaja mengenai
HIV-AIDS ini indikator dikategorikan atas 3 kelas interval. Nilai terendah yang dicapai
adalah 14 dan nilai tertinggi adalah 56, berdasarkan rumus statistika P = rentang
dibagi dengan banyak kelas. P merupakan panjang kelas, dengan rentang (nilai
tertinggi dikurang dengan nilai terendah) sebesar 42 dan dibagi atas 3 kategori kelas
terendah adalah 14 sebagai batas bawah kelas pertama, maka sikap remaja mengenai
HIV-AIDS dikategorikan dalam kelas interval sebagai berikut :
Baik : 44 – 56
Cukup : 29 – 43
Kurang : 14 – 28
7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen
pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan data
yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey, 2002). Pada penelitian ini
uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity indeks/CVI), yaitu
validitas berdasarkan tinjauan pustaka selanjutnya dikonsultasikan kepada yang
berkompeten dibidang tersebut (Polit and Hungler, 1999). Penelitian ini
dikonsultasikan kepada 3 orang yang terdiri dokter spesialis penyakit dalam, dokter
umum yang ditunjuk sebagai konselor HIV-AIDS kota Dumai dan Perawat Senior
yang memiliki kompetensi sesuai dengan topik penelitian ini. Uji validitas ini untuk
kuesioner pengetahuan diperoleh hasil 0,97 dan kuesioner sikap di peroleh hasil
0,827. Oleh sebab itu, instrument dikatakan valid sesuai dengan pendapat Polit &
Hungler (1999) Content Validity Indeks (CVI)>0,7.
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
sama yaitu siswa/siswi SMU Negeri 1 Kota Dumai. Dalam penelitian ini digunakan
reliabilitas konsistensi internal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya
pemberian instrument hanya satu kali dengan bentuk instrument kepada satu subjek
studi (Dempsey, 2002). Pada penelitian ini pengujian reliabilitas akan menggunakan
rumus Cronbach’s alpha, dalam sistem komputerisasi dengan hasil uji untuk
pengetahuan 0,845 dan untuk sukap diperoleh hasil 0,927. Oleh sebab itu, instrument
dikatakan reliabel sesuai dengan pendapat Polit & Hungler (1999) karena memiliki
nilai reliabelitas >0,7.
8. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan
surat permohonan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara dan selanjutnya mengirim surat permohonan izin penelitian yang telah
diperoleh kepada Kepala Sekolah SMU Negeri 2 Kota Dumai, setelah mendapatkan
izin penelitian dari Kepala Sekolah Negeri 2 maka peneliti mulai mengumpulkan
data dengan membagi kuesioner kepada responden sesuai dengan nomor undian
absen secara acak dan ada 123 orang responden yang menjadi sampel penelitian
terdiri dari kelas X.XI dan XII.
Peneliti menemui responden dan menjelaskan kepada responden tentang
tujuan dan cara pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang bersedia
diminta untuk menandatangani formulir persetujuan (informed consent) dan diminta
untuk mengisi kuesioner dengan diberikan waktu sekitar 15 – 20 menit. Peneliti