• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Miranda Pratiwi

111101086

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)
(3)
(4)

karunia yang senantiasa menyertai penulis sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menyelesaikan proposal skripsi ini yang berjudul Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan proposal skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen pembimbing proposal skripsi saya. Terima kasih atas waktu, bimbingan, masukan, dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB dan ibu Fatwa Imelda, S.Kep, Ns, M.Bipmed selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Ellyta Aizar S.Kp, selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen dan pegawai Fakultas keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

(5)

kesuksesan.

8. Seluruh petugas kesehatan di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan, terima kasih atas bantuan dalam memberikan data lansia dan bantuan dalam memperkenalkan responden dalam penelitian ini.

9. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu Lelaki Seks Lelaki (LSL) atau klien yang berkunjung ke Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, 29 Juli 2015 Penulis

(6)

Halaman pengesahan... iii

Bab 1. Pendahuluan... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Rumusan masalah... 4

3. Pertanyaan penelitian ... 4

4. Tujuan penelitian ... 4

4.1. Tujuan umum ... 4

4.2. Tujuan khusus ... 5

5. Manfaat penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan pustaka... 6

1. Pengetahuan (Knowladge) ... 6

1.1. Definisi pengetahuan... 6

1.2. Tingkatan pengetahuan ... 6

1.3. Cara memperoleh pengetahuan ... 8

1.3.1. Cara tradisional ... 9

1.3.2. Cara modern ... 11

2. Sikap (Attituade) ... 12

2.1. Pengertian sikap ... 12

2.2. Tingkatan sikap ... 13

2.3. Pembentukan sikap... 13

2.4. Pengukuran sikap ... 14

3. Lelaki Seks Lelaki (LSL) ... 17

3.1. Pengertian LSL... 17

3.2. Ciri-ciri LSL... 19

4. HIV/AIDS ... 20

4.1. Pengertian... 20

4.2. Tanda-tanda terinfeksi HIV... 20

4.3. Penularan infeksi HIV... 21

4.4. Cara berhubungan seksual yang tidak aman ... 23

4.5. Kelompok resiko tinggi tertular HIV/AIDS... 23

4.6. Upaya pencegahan HIV/AIDS... 24

4.7. Konseling HIV/AIDS... 25

(7)

1. Desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sampel... 31

2.1. Populasi penelitian ... 31

2.2. Sampel penelitian ... 31

2.3. Waktu dan lokasi penelitian ... 32

2.4. Pertimbangan etik... 33

2.5. Instrument penelitian... 33

2.5.1. Kuesioner data demografi ... 34

2.5.2. Kuesioner pengetahuan ... 34

2.5.3. Kuesioner sikap ... 35

3. Uji validitas dan uji reliabilitas ... 36

3.1. Uji validitas ... 36

3.2. Uji reliabilitas... 36

3.3. Pengumpulan data ... 37

3.4. Analisis data ... 37

Bab 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian………39

1.1. Karakteristik resonden………39

1.2. Pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.41 1.3. Sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS……....41

2. Pembahasan………...42

2.1. Pengetahuan kelompokresiko LSL dalam pencegahan…….42

2.2. Sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan……….43

Bab 6. Kesimpilan dan Hasil………...47

1. Kesimpulan………..47 Lampiran 3. Surat izin survey awal Lampiran 4. Balasan survey awal Lampiran 5. Surat izin uji reliabilitas Lampiran 6. Balasan izin uji reliabilitas Lampiran 7.Etical clearance

(8)

Lampiran 15. Jadwal tentative

Lampiran 16. Lembar bukti bimbingan Lampiran 17. Riwayat hidup

(9)
(10)
(11)

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahunnya terus meningkat dan didominasi oleh laki-laki. LSL merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan tertular HIV/AIDS karena seringnya berganti-ganti pasangan, aktifitas seksual yang sangat beresiko dan sering kali tidak menggunakan kondom. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Populasi dalam penelitian ini adalah LSL yang berkunjung di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebanyak 212 orang dan diambil dengan teknikconsecutive samplingsebanyak 25% sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 53 orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dengan nilai valid 1. Hasil analisa menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik (54,7%), dan memiliki sikap yang positif (86,8%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif. Untuk itu penting bagi responden untuk tetap menggali pengetahuannya agar mempertahankan pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

(12)

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

The number of HIV/AIDS cases is increasing each year, and it is dominated by males. LSL (homosexual) is a group of men which is very susceptible to be infected by HIV/AIDS since they often like to change partners, their activities are very risky, and they do not often use condoms. Therefore, it was necessary to do some research to find out the knowledge and attitude of this risk group of homosexuals in forestalling HIV/AIDS infection. The population was 212 homosexuals who visited IMS and VCT Clinic Veteran, Medan, and 25 of them (25%) were used as the samples, taken by using consecutive sampling technique. The data were collected by using questionnaires which had been tested their validity at valid 1 value. The result of the analysis showed that 54.7% of the respondents had good knowledge, and 86.8% of the respondents had positive attitude. The conclusion of the research was that the majority of the respondents had good knowledge and positive attitude. It is recommended that the respondents continuously dig up their knowledge in order to maintain good knowledge and positive attitude in forestalling HIV/AIDS infection.

(13)

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahunnya terus meningkat dan didominasi oleh laki-laki. LSL merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan tertular HIV/AIDS karena seringnya berganti-ganti pasangan, aktifitas seksual yang sangat beresiko dan sering kali tidak menggunakan kondom. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Populasi dalam penelitian ini adalah LSL yang berkunjung di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebanyak 212 orang dan diambil dengan teknikconsecutive samplingsebanyak 25% sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 53 orang. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dengan nilai valid 1. Hasil analisa menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik (54,7%), dan memiliki sikap yang positif (86,8%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif. Untuk itu penting bagi responden untuk tetap menggali pengetahuannya agar mempertahankan pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

(14)

Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

The number of HIV/AIDS cases is increasing each year, and it is dominated by males. LSL (homosexual) is a group of men which is very susceptible to be infected by HIV/AIDS since they often like to change partners, their activities are very risky, and they do not often use condoms. Therefore, it was necessary to do some research to find out the knowledge and attitude of this risk group of homosexuals in forestalling HIV/AIDS infection. The population was 212 homosexuals who visited IMS and VCT Clinic Veteran, Medan, and 25 of them (25%) were used as the samples, taken by using consecutive sampling technique. The data were collected by using questionnaires which had been tested their validity at valid 1 value. The result of the analysis showed that 54.7% of the respondents had good knowledge, and 86.8% of the respondents had positive attitude. The conclusion of the research was that the majority of the respondents had good knowledge and positive attitude. It is recommended that the respondents continuously dig up their knowledge in order to maintain good knowledge and positive attitude in forestalling HIV/AIDS infection.

(15)

Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom

(AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gelaja-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

Berdasarkan data Program HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2012 terdapat sekitar 2,5 juta kasus infeksi HIV baru, 32 juta orang yang hidup dengan HIV, angka ini terus meningkat sejak tahun 2001. Sedangkan 1,7 juta kasus AIDS berakhir dengan meninggal dunia. Di setiap wilayah di dunia, prevalensi HIV 5% atau lebih terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, pekerja seks dan orang-orang transgender, kasus ini tidak hanya di negara yang dikenal memiliki epidemi terkonsentrasi tetapi juga di negara-negara sebagian besar di timur dan selatan Afrika (Report UNAIDS, 2012).

(16)

Pada priode bulan Juli - September 2014 jumlah kasus AIDS yang baru terdeteksi sebanyak 176. Terdeteksi pada kelompok umur 30 - 39 tahun 42%, 20 - 29 tahun 36,9% dan 40 - 49 tahun 13,1%. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia tahun 2014 menunjukan provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah kasus terbanyak yaitu 1573 kasus. Penyebaran virus ini dipengaruhi dari perilaku individu beresiko tinggi terutama perilaku seks.

Kasus HIV/AIDS tercatat sebanyak 1680 di Sumatera Utara, 581 diantaranya berada pada stadium AIDS, dan 21 orang diketahui telah meninggal dunia. Kota Medan merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan jumlah 1181 kasus. Sebagai Ibukota provinsi, Kota Medan beresiko tinggi terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Penyebaran virus ini dipengaruhi dari perilaku individu beresiko tinggi terutama perilaku seks (KPAD SUMUT, 2009). Dinas Kesehatan Kota Medan mencatat kasus HIV/AIDS tahun 2006 - 2014 sebanyak 4062 kasus. Penderita laki-laki 75% lebih banyak dari penderita perempuan, yaitu sebanyak 3073 kasus. Faktor resiko yang paling tinggi adalah heteroseksual sekitar 67% sebanyak 2723 kasus, kemudian 3,7% homoseksual sebanyak 151 kasus.

(17)

2012 menyebutkan bahwa hampir 1,3 juta LSL di Indonesia berisiko tinggi tertular HIV.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Argyo Demartoto dengan judul

Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Seksual Laki-Laki yang Berhubungan Seks

Dengan Laki-Laki (LSL) Dalam Kaitannya Dengan HIV dan AIDS” di 10 Kabupaten Jawa Tengah didapat beberapa fakta bahwa dari 140 responden yang pernah melakukan hubungan anal ada 72.9% (102 responden) dan 27.1% (38 responden) tidak pernah melakukan seks anal, selain itu diketahui mayoritas responden (124 responden) atau 88,6% melakukan hubungan seks dengan sejumlah pria dan berganti-ganti pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seksual mereka sangat rentan tertular HIV dan AIDS. Seperti diketahui bahwa dinding anus sangat tipis sehingga apabila dinding anus luka terjadi kemungkinan pertukaran cairan darah luka ke penis maupun cairan sperma ke luka di anus. Sedangkan yang di anal lebih beresiko karena menampung sperma. Oleh karena itu anal seks beresiko tinggi tertular HIV dan AIDS. Mayoritas responden (124 responden) atau 88,6% dalam sebulan terakhir ini pernah melakukan hubungan seks dengan pria, rata-rata ada yang berhubungan seks dengan sejumlah pria bahkan ada yang berganti-ganti pasangan sampai 9 atau 10 orang. Fenomena ini menunjukan bahwa komunitas LSL senang berganti-ganti pasangan. Hal ini berarti perilaku seksual mereka sangat rentan tertular HIV/AIDS.

(18)

kegiatan mobile ke lokasi lokasi prostitusi di wilayah kerjanya, rata-rata 2 kali dalam sebulan. Data jumlah kunjungan LSL dari bulan Januari hingga November 2014 sebanyak 249 orang. Pada tahun 2008 ditemukan LSL yang positif HIV sebanyak 3 orang, dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data terakhir yang dihitung dari bulan Januari hingga bulan November 2014 didapat 37 LSL yang positif HIV.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui informasi tentang pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan. 2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan. 3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dari penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS ?

b. Bagaimanakah sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/ AIDS ? 4. Tujuan Penelitian

4.1. Tujuan Umum

(19)

4.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendeskipsikan / menggambarkan pengetahuan pada LSL dalam pencegahan penularan HIV/ AIDS.

b. Untuk mendeskripsikan / menggambarkan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi institusi pendidikan khususnya Fakutas Keperawatan dapat mendorong terwujudnya upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

b. Bagi institusi pemerintah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan kegiatanVoluntary Counseling and Testing

(VCT) yang telah dijalankan oleh penyedia layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) khususnya bagi Klinik Veteran Medan, serta sebagai bahan promosi bagi Klinik tersebut agar lebih dikenal oleh masyarakat yang membutuhkan layanan IMS danVCT.

(20)

1. Pengetahuan (Knowledge)

1.1. Definisi

Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan intelektual yang paling sederhana yaitu mengingat, sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problem solving). Pada ranah ini induvidu dituntut untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan. Semakin tinggi tahapan dari ranah kognitif ini menunjukan semakin sulitnya tingkat berfikir atau tuntutan seseorang. Penguasaan tingkatan ranah di bawahnya, merupakan prasyarat untuk menguasai tingkatan ranah di atasnya yang lebih tinggi (Nurhidayah, 2010).

1.2. Tingkatan Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)

(21)

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat menyabutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintegrasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai apliksi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

(22)

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evalausi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekuarangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafisrkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

(23)

1.3.1. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara–cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba-Salah(Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba–coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban. Cara coba–coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial(coba) and error(gagal atau salah) atau metode coba–salah/coba–coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

(24)

yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan–kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan–kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin–pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

(25)

menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan–pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan–pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan–pernyataan umum kepada yang khusus.

1.3.2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

(26)

dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan–pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala–gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala–gejala yang berubah– ubah pada kondisi–kondisi tertentu.

2. Sikap (Attitude)

2.1. Pengertian Sikap

Secord & Backman (1964 dalam Saifudin Azwar 2005) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.

(27)

afektif mencakup peningkatan internalisasi atau komitmen pada perasaan yang diungkapkan sebagai emosi, minat, sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Penyusunan ranah afektif didasarkan pada tingkat kompleksitas perilaku yang merupakan gambaran dari kedalaman respon emosional seseorang yang dipadukan kedalam kepribadian atau sistem nilai seseorang (Nurhidayah, 2010).

2.2. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2.3. Pembentukan Sikap

(28)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

a. Pengalaman pribadi. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Bagaimana induvidu beraksi terhadap pengalaman saat ini jarang lepas dari penghayatan terhadap pengalaman-pengalaman dimasa lalu.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu cendrung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

c. Pengaruh kebudayaan.

d. Media masa. Media masa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

e. Lembaga pendidikan agama. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap induvidu terhadap suatu hal.

f. Pengaruh faktor emosional. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2005).

2.4. Pengukuran sikap

(29)

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpisah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung, atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif, sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

Sikap memiliki intensitas, kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap yang negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda ke dalamannya bagi setiap orang. Mulai dari agak setuju sampai pada setuju yang ekstrem.

Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

(30)

Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan induvidu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar induvidu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu induvidu berkesempatan mengungkapkan sikapnya. Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat dilihat.

Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya, harus mencakup kesemua dimensi tersebut di atas. Namun, belum ada atau mungkin tak akan pernah ada instrumen pengukuran sikap yang dapat mengungkap kesemua dimensi itu sekaligus. Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran sikap hanya mengungkapkan dimensi arah, dan dimensi intensitas sikap saja, yaitu hanya dengan menunjukan kecendrugan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respon induvidu.

Adapun beberapa metode pengukuran sikap: 1) Observasi perilaku

(31)

2) Pertanyaan langsung

Manusia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang dirasakannya. Ternyata orang yang akan mengungkapkan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Apabila situasi dan kondisi memungkinkan untuk mengatakan hal yang sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung maupun tidak langsung yang dapat terjadi. Dalam situasi tanpa tekanan dan bebas dari rasa takut serta tidak terlihat adanya keuntungan untuk berkata lain, barulah induvidu cendrung memberikan jawaban yang sebenarnya sesuai dengan apa yang ia rasakan. 3) Pengungkapan langsung

Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal, responden diminta menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Hal ini menyatakan sikap secara lebih jujur bila ia tidak perlu menuliskan nama atau identitasnya. Problem utama dalam pengukuran dengan item tunggal adalah masalah reabilitas hasilnya. Pengukuran yang reliabel memerlukan item yang banyak. Item tunggal terlalu tebuka terhadap sumber error pengukurannya (Azwar, 2005).

3. Lelaki Seks Lelaki (LSL) atauMen Who Have Sex With Men (MSM)

3.1. Pengertian

(32)

gay, biseksual atau homoseksual tetapi lebih tepat rnengidentifikasi diri menggunakan identitas dan perilaku lokal sosial dan seksual. Mereka tidak menganggap hubungan seksual mereka dengan laki-laki lain dalam terminologi identitas atau orientasi seksual. Banyak yang berhubungan seks dengan laki-laki mengidentifikasi diri sebagai hetereseksual bukannya homoseksual atau biseksual, terutama bila mereka juga berhubungan seks dengan perempuan, menikah, hanya memainkan peran sebagai pihak yang penetratif dalam anal seks, dan/atau berhubungan seks dengan laki-laki demi uang atau kesenangan.

Lelaki Suka Lelaki atau sering disebut jugaGayadalah istilah laki-laki yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama laki atau disebut juga laki-laki yang mencintai laki-laki-laki-laki secara fisik, seksual, emosional ataupun secara spiritual. Secara psikologis, gay adalah seorang laki-laki yang penuh kasih. Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.

LSL termasuk juga berbagai kategori dari laki-laki yang dapat dibedakan menurut pengaruh dari variabel seperti :

a. Identitas seksual mereka, tanpa memandang perilaku seksual (gay, homoseksual, heteroseksual, biseksual, dan transgender, atau persamaannya, dan identitas lain)

b. Penerimaan dan keterbukaan mereka akan identitas seksual mereka yang bukanmainstream(terbuka atau tertutup)

(33)

d. Alasan mereka memilih pasangan seksual tersebut (alami, paksaan, atau tekanan, motivasi komersial, kesenangan atau rekreasi, dan/atau karena keberadaan di lingkungan yang semuanya laki-laki)

e. Peran meraka dalam praktik khusus (penetratif, reseptif, atau keduanya)

f. Identitas terkait gender mereka, peranan dan perilaku (laki-laki atau perempuan, maskulin atau feminine/ effeminate, bersebrangan pakaian (cross-dressing)atau berpakaian sesuai gender)

Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki menjadi terminologi yang populer dalam konteks HIV dan AIDS dimana ia digunakan karena menggambarkan perilaku yang menempatkan mereka dalam resiko terinfeksi. Telah menjadi perdebatan bahwa terminologi tersebut terlalu terfokus pada perilaku seksual dan tidak mencukupi pada aspek lain seperti emosi, hubungan, dan identitas seksual diantara mereka yang juga merupakan determinan dari infeksi. Beberapa organisasi dan individu lebih suka memakai terminologi

laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, karena ia menunjukkan kelompok yang lebih luas dari sejumlah individu yang berhubungan seks dengan pasangan lain dari kelamin yang sama. Khususnya, ia tidak mempunyai batasan pada umur yang ditunjukkan dengan kata ”laki-laki”, dan karenanya termasuk juga anak-anak lelaki yang saling berhubungan seks dan juga hubungan seks antara laki-laki dewasa dengan anak lelaki.

3.2 Ciri-ciri Lelaki Suka Lelaki (LSL)

Adapun ciri-ciri seorang LSL adalah sebagai berikut :

(34)

b. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya berhubungan dengan perempuan.

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan.

d. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan, dan lain-lain (Dermatoto, 2010).

4. HIV/AIDS

4.1. Pengertian

Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menyangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limposit yang disebut T-Limposit atau sel T-4 atau disebut juga sel CD-4 (Zein, 2006). Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gelaja-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

4.2. Tanda-tanda terinfeksi HIV

(35)

Gejala mayor :

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan. b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan. c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan. d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis. e. Demensia / HIV ensefalopati.

Gejala minor :

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan. b. Dermatitis generalisata.

c. Adanyaherpes zostermultisegmentaldanherpes zosterberulang. d. Kandidias orofaringeal.

e. Herper simpleks kronis progresif. f. Limfademopati generalisata.

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. h. Retinitis virus sitomegalo.

4.3. Penularan Infeksi HIV

Penularan HIV dapat terjadi melalui beberapa cara menurut (Zein, 2006), yaitu : a. Seksual. Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling

(36)

Kontak seksual langsung mulut ke penis (zakar) atau mulut ke vagina, merupakan resiko rendah tertular HIV. Tingkatan resiko tergantung pada jumlah virus yang keluar dan masuk ke dalam tubuh seseorang melalui “pintu masuknya”, seperti adanya luka kecil pada alat kelamin, mulut, gusi, dan atau penyakit gigi dan mulut yang diderita.

b. Melalui tranfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV

c. Melalui jarum suntuk atau alat kesehatan lain yang ditusukan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkoba suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja petugas kesehatan.

d. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

e. Penularan dari ibu ke anak. Resiko penularan tanpa intervensi pada umumnya diperkirakan antara 25-40%.

HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti: 1) Bersentuhan dengan pengidap HIV

(37)

4.4. Cara hubungan seksual yang tidak aman

Menurut (Noviana, 2013) cara berhubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV dan AIDS adalah sebagai berikut:

a. Anogenital pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur pasangan

b. Anogenital aktif. Penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV c. Genetia-genetia pasif.Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke vagina d. Genetia-genetia aktif.Penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV e. Senggama terputus dengan mitra pengidap HIV dan AIDS.

4.5. Kelompok resiko tinggi tertular HIV/AIDS

Berdasarkan cara penularan virus HIV, maka kelompok resiko tinggi tertular HIV/AIDS menurut (Zein, 2006) adalah :

a. Pasangan seksual pengidap HIV

b. Pecandu narkoba suntik dan pasangan seksualnya

c. Wanita Pekerja Seksual (WPS) dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya

d. Waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya e. Petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah dan sekret panderita

infeksi HIV

(38)

4.6. Upaya pencegahan HIV/AIDS

a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual

Agar terhindar dari tertularnya HIV/AIDS seseorang harus berprilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri (suami/istri sendiri). Apabila salah seorang pasangan sudah terinveksi HIV maka dalam melakukan hubungan seksual harus menggunakan kondom secara benar. Melakukan tindakan seks yang aman dengan pendekatan “ABC” (Abstinent, Be faithful, Condom), yaitu tidak melakukan hubungan seksual secara bebas dan berganti-ganti pasangan (Abstinent), bersikap setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan ataupun dalam hubungan jangka panjang tetap (be faithful), dan cegah dengan memakai kondom yang benar serta konsisten untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (use condom).

b. Pencegahan penularan melalui darah

1. Transfusi darah. Memastikan bahwa darah yang dipakai untuk transfusi tidak tercemar HIV.

2. Alat suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit. Desinfeksi atau membersihkan alat-alat seperti jarum, alat cukur, alat tusuk untuk tindik dan lain-lain dengan pemanasan atau larutan desinfektan. 3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak :

(39)

kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan resiko penularan ketika diberikan pada ibu dalam 6 bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan pada sang bayi selama 6 minggu setelah kalahiran.

Operasi caesar : proses persalinan melalui vagina dianggap lebih meningkatkan resiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukan kemungkinan terjadinya penurunan resiko. Serta dengan menghindari pemberian ASI

c. Melakukan skrining adanya antibodi HIV untuk mencegah penyebaran melalui darah, produk darah, dan donor darah (Noviana, 2013).

4.7. Konseling HIV/AIDS

Konseling HIV/AIDS adalah suatu komunikasi bersifat rahasia antara klien dan konselor. Bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS. Dalam proses konseling termasuk evaluasi resiko personal penularan HIV, fasilitas pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil test HIV yang positif. Manfaat konseling HIV :

a. Konseling pencegahan dan perubahan perilaku dapat mencegah penularan HIV/AIDS

b. Diangnosa HIV mempunyai implikasi psikologis, sosial, fisik dan spiritual c. HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan terapinya seumur

hidup, maka akan sangat dibutuhkan konseling.

(40)

a. Dengan konseling, maka konselor dan timnya akan memberikan dukungan psikologis yang sangat berarti bagi ODHA maupun pasangan dan keluarganya, sehingga sikap yang tidak mendukung akan hilang, berganti sikap yang mendukung serta memberikan semangat untuk menghadapi kehidupan ke depan.

b. Dengan memahami seluk beluk HIV/AIDS dengan benar, pencegahan penularan akan diketahui dengan baik.

c. Klien akan dapat memastikan efektifitas dari rujukan kesehatan dan perawatan yang diberikan (Zein, 2006).

4.8 Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Penularan dari ibu hamil positif HIV dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, bisa juga ketika melahirkan atau bisa juga ditularkan ketika menyusui bayi tersebut. Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI. Kemungkinan bayi tertular HIV dari ibunya pada masa kehamilan adalah 15-20 persen. Sedangkan pada saat kelahiran 10-15 persen dan pada saat menyusui adalah 15-20 persen.

(41)

pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti program pencegahan penularan HIV diperbolehkan memberikan ASI kepada bayi yang dilahirkannya dengan cara pemberiannya secara eksklusif dan dilindungi dengan pemberian ARV selama jangka waktu menyusui. Negara maju menelaah rekomendasi ini dan dampaknya terhadap praktik pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak yang selama ini mereka lakukan. Untuk Inggris, pada pertemuan terakhir bulan April 2010, BHIVA (British HIV Association) sedang membuat panduan seandainya ada ibu HIV positif yang berencana memberi ASI pada bayinya. Masalah penting yang harus diawasi untuk keselamatan bayinya adalah dengan melakukan pemberian ARV pada ibu selama periode menyusui, pengawasan lebih ketat untuk pemberian ASI eksklusif dan efek samping obat dan diusahakan sesingkat mungkin serta pemeriksaan kadar virus setiap bulan. Oleh karena itu syarat tambahan untuk ibu yang diijinkan memberikan ASI adalah kepatuhan mengikuti program yang diberikan oleh dokter.

Cara apapun yang dipilih selalu ada konsekuensinya. Memberi ASI artinya tetap memaparkan bayi pada kemungkinan tertular infeksi HIV. Tidak memberi ASI menyebabkan tujuan menurunkan angka mortalitas tidak tercapai karena anak-anak yang lahir dari program pencegahan justru meninggal karena berbagai sebab akibat tidak memperoleh ASI.

(42)
(43)

1. Kerangka Penelitian

Kerangka kerja atau kerangka konseptual adalah gabungan dari beberapa teori yang kemudian membentuk sebuah pola pikir atau kerangka pikir penelitian (Putra, 2012). Pada penelitian ini menggunakan kerangka konsep yang menggambarkan pengetahuan dan sikap positif atau negatif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS VCT Veteran Medan.

Pengetahuan dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS yang akan digambarkan dengan tiga kategori untuk pengetahuan yaitu kurang, cukup, dan baik serta kategori untuk sikap yaitu sikap positif atau sikap negatif.

Adapun kerangka konsep yang digunakan :

Pengetahuan

Kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Sikap

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang

(44)

2. Definisi Operational

(45)

1. Desain Penelitian

Desain penelitian mengacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2011). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh LSL yang datang berkunjung ke Klinik Veteran dan berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui belum positif HIV. Berdasarkan data di Klinik tersebut dari bulan Januari hingga November 2014 didapat 212 orang LSL yang negatif hasil pemeriksaan HIV nya.

2.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penentuan jumlah sampel Non-probability sampling yaitu

(46)

datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi, kriteria untuk responden penelitian ini adalah LSL yang tidak positiv HIV dan bersedia menjadi responden (Sastroasmoro, 2011). Untuk menentukan jumlah sampel menurut rumus Arikunto 2010 jika jumlah populasi lebih dari 100, dapat diambil 10–15 % atau 20–25 %.

n = N

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi Maka

n = 212 = 53

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 53 orang. 2.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

(47)

2.4. Pertimbangan Etik

Setelah mendapat surat persetujuan komisi etik penelitian No : 403/III/SP/2015 (lampiran 3) dari Fakultas Keperawatan selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari pihak Klinik Veteran Medan. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian.

Pada pengumpulan data ini terdapat beberapa hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan etik yaitu terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti menyarahkan lembar persetujuan penelitian kepada responden. Responden yang bersedia terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan, responden yang tidak bersedia berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden agar responden mengerti untuk mengisinya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.

2.5. Instrumen Penelitian

(48)

serta kuesioner pengetahuan dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

2.5.1. Kuesioner Data Demografi

Instrumen penelitian tentang pengumpulan data demografi berisi inisial responden (nomor responden), usia, pendidikan terakhir, suku, pekerjaan, dan status perkawinan.

2.5.2. Kuesioner Pengetahuan

Instrument penelitian tentang pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di klinik Veteran terdiri dari 13 pertanyaan tentang pengetahuan HIV/AIDS. Kuesioner ini menggunakan skala Inkeles dengan pilihan jawaban berganda. Setiap pilihan jawaban yang benar akan diberi nilai satu. Total skor diperoleh terendah 0 dan skor yang tertinggi 51. Semakin tinggi skor maka semakin baik pengetahuan LSL tentang HIV/AIDS.

Berdasarkan rumus statistika menurut (Sudjana, 2005) :

p =

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang sebesar 51 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas 3 (pengetahuan kurang, cukup, baik) maka didapat panjang kelas sebesar 17. Menggunakan p = 17 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, data pengetahuan LSL tentang HIV/AIDS dikategorikan atas interval sebagai berikut :

35–51 = Pengetahuan baik 18–34 = Pengetahuan cukup

(49)

2.5.3. Kuesioner Sikap

Kuesioner ini terdiri dari 16 pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju dengan menggunakan skala Likert. Pernyataan positif berjumlah 7 pernyataan dan pernyataan negatif berjumlah 9 pernyataan. Untuk setiap pernyataan positif jika responden memberi jawaban sangat setuju maka diberi nilai 5, jawaban setuju diberi nilai 4, jawaban netral bernilai 3, jawaban tidak setuju bernilai 2, jawaban sangat tidak setuju benilai 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi nilai 1 untuk jawaban sangat setuju, nilai 2 untuk jawaban setuju, nilai 3 untuk jawaban netral, nilai 4 untuk jawaban tidak setuju, dan nilai 5 untuk jawaban sangat tidak setuju.

Untuk menghitung total skor tiap responden adalah dengan cara menjumlahkan skor-skor item yang diperoleh responden

Skor maksiamal = skor jawaban terbesar x banyak item = 5 x 16 = 80 Skor minimal = skor jawaban terendah x banyak item = 1 x 16 = 16

Nilai median = = = 48

Nilai kuartil I = = = 32

Nilai kuartil III = = = 64

16 32 48 64 80

Minimal kuartil I median kuartil III maksimal Maka batasan skor dapat dikategorikan sebagai beikut :

(50)

3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dijadikan valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mengetahui validitas kuesioner pengetahuan dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS, telah dilakukan uji oleh dosen Fakultas Keperawatan yaitu Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., M.N.S. serta Ibu Siti Zahara Nst, S.Kp., M.N.S.dan telah dinyatakan valid.

3.2. Uji Reliabilitas

(51)

3.3. Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (Klinik IMS dan VCT Veteran Medan). Setelah mendapatkan izin, peneliti datang ke Klinik tersebut selama waktu penelitian sampai jumlah responden yang dibutuhkan terpenuhi untuk melakukan pengumpulan data penelitian. Setelah calon responden selesai melakukan pemeriksaan atau konsultasi (konseling) dengan para petugas kesehatan, peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian kuesioner. Kemudian bagi calon responden yang bersedia diminta untuk menandatanangi surat persetujuan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti selama 10 menit dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti. Namun pada beberapa LSL yang tidak kooperatif, peneliti bekerjasama dengan petugas kesehatan di klinik untuk menjelaskan mengenai prosedur pengisian lembar kuesioner. Setelah semua responden mengisi kuesioner tersebut maka seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

3.4. Analisa Data

(52)

program komputer. Setelah itu memasukan (entry) data, data yang diperoleh melalui tiga tahap sebelumnya kemudian dimasukan ke dalam master table atau database komputer dengan software statistik. Terakhir cleaning, melakukan pengecekan kembali bahwa seluruh data yang telah dimasukan ke dalam mesin pengolah data memiliki kesalahan atau tidak. Kemudian data demografi, pengetahuan dan sikap LSL disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

(53)

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan tentang pengetahuan dan sikap kelompok resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) dalam pencegahan penularan HIV/AIDS yang diperoleh melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner terhadap 53 orang responden yaitu LSL yang merupakan klien di klinik IMS dan VCT Veteran Medan. Penyajian data terbagi menjadi karakteristik responden, deskripsi pengetahuan, dan sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

1.1 Karakteristik responden

(54)

Status pernikahan responden diketahui 14 responden (26,4%) berstatus menikah dan 39 responden (73,6%) berstatus tidak/belum menikah.

(55)

1.2 Pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 6 responden (11,3%) memiliki pengetahuan kurang, 18 responden (34%) memiliki pengetahuan cukup dan 29 responden (54.7%) memiliki pengetahuan baik.

Tabel 2. Distribusi dan persentase tingkat pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS (n=53)

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase

Kurang 6 11,3%

Cukup 18 34%

Baik 29 54,7%

Pengetahuan responden diidentifikasi dengan 13 pertanyaan tentang HIV/AIDS yang dibagi menjadi 4 bagian besar yaitu pengetahuan tentang pengertian HIV dan AIDS, cara penularan, pencegahan, serta tanda dan gejala. 1.3 Sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 46 orang responden (86,8%) memiliki sikap positif, dan diketahui 7 orang responden (13,2%) memiliki sikap yang negatif

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase sikap LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS (n=53)

Tingkat Sikap Frekuensi Persentase

Positif 46 86,8%

(56)

2. Pembahasan

2.1 Pengetahuan kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan

HIV/AIDS

Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik Veteran secara umum adalah baik (54,7%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah mengerti dan memahami tentang HIV/AIDS. Sesuai dengan data yang didapat pada data demografi diketahui rata-rata usia responden berada pada kelompok usia 26-35 tahun (47,5%). Usia tersebut merupakan kelompok usia dewasa muda, dimana menurut teori perkembangan Erik Erikson fase usia dewasa muda merupakan kebutuhan untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil serta mampu mengaktualisasikan diri seutuhnya untuk mempertahankan hubungan tersebut. Usia responden yang telah mencapai dewasa muda menunjukan bahwa responden telah mengalami beragam pengalaman dalam proses kehidupannya. Widianti et al (2007) mengatakan bahwa pengalaman merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Selain itu penelitian ini juga didukung dengan penelitian Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Pada Kelompok Berisiko Tinggi di Indonesia (STBP) 2011 terhadap LSL mendapat hasil yang sama yaitu 43,4% responden yang ditemukan adalah dewasa muda berusia 25-34 tahun.

(57)

menunjukan bahwa responden telah memperoleh banyak pengetahuan. Ngudi, et al (2010) menyebutkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki.

Pengetahuan responden yang baik disebabkan juga karena petugas kesehatan di klinik Veteran selalu rutin memberikan informasi ataupun pendidikan kesehatan terhadap LSL mengenai HIV/AIDS. Hal ini biasanya dilakukan dalam setiap rangkaian pemeriksaan tes HIV dalam bentuk pretes dan postes. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku Pada Kelompok Beresiko Tinggi di Indonesia (STBP) tahun 2011 terhadap LSL dibeberapa kota-kota besar yaitu Jakarta, Bandung, dan Semarang, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa pengetahuan komprehensif tentang penularan dan pencegahan HIV dikalangan LSL rendah, terutama dipengaruhi oleh akses untuk mendapatkan informasi tentang HIV. Sedangkan responden pada penelitian yang dilakukan pada Klinik Veteran ini selalu mendapat informasi mengenai HIV/AIDS.

2.2 Sikap kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS

(58)

merasa beresiko tertular HIV. Kesadarkan inilah yang akhirnya menimbulkan sikap-sikap yang positif pada responden. Menurut Setiaman Zebua, dalam membangun sikap positif, kita harus memiliki kesadaran penuh akan otoritas pribadi kita dalam mengatur serta mengendalikan kehidupan mental kita termasuk dalam menanggapi stimulasi emosi yang memicu reaksi negatif dari pihak kita.

Sikap yang positif dari responden dalam pencegahan penularan HIV/AIDS sejalan pula dengan hasil pengetahuan responden yang baik (54,7%) sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) sikap yang positif terhadap suatu objek baru akan muncul ketika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang objek tersebut.

Dalam penelitian ini didapat data responden mayoritas bersuku Batak sebanyak 15 orang (28,3%). Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kebudayaan-kebudayaan tertentu. Kebudayaan juga dapat mempengaruhi sikap seseorang dalam bertindak. Kebudayaan memberikan prinsip-prinsip untuk menginterpretasikan dan memberikan respon terhadap prilaku seksual di kalangan induvidu-induvidu dalam suatu masyarakat penyandang kebudayaan. Tingkah laku seksual merupakan satu aspek dari tingkah laku sosial yang ditentukan oleh hubungan-hubungan antara induvidu sehingga dengan demikian tingkah laku seksual merupakan bagian dari struktur masyarakat (Dumatubun, 2003).

(59)

dengan pernyataan pemakaian kondom saat berhubungan seksual dapat mengurangi kenikmatan, sehingga ia tidak menggunakannya, (11.3%) sangat setuju dengan pernyataan lebih suka tidak menggunakan kondom jika pasangannya sangat tampan dan menarik baginya, (11.3%) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan lebih suka memiliki pasangan seksual lebih dari satu, (5.7%) sangat setuju dengan pernyataan hanya datang ke klinik jika sudah ada keluhan saja, (17%) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan suka berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak menggunakan kondom, dan (7.5%) sangat tidak setuju dengan pernyataan ia dan pasangannya sangat menjaga agar tidak tertular HIV/AIDS. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Klinik Veteran agar mampu dan memiliki program atau semacamnya agar mengubah sikap-sikap negatif yang dimiliki oleh responden tersebut.

(60)
(61)

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 53 responden LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik serta sikap yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan petugas kesehatan di klinik IMS dan VCT Veteran Medan selalu memberikan pendidikan kesehatan / informasi mengenai HIV/AIDS, serta adanya kesadaran dari LSL untuk rutin memeriksakan diri ke klinik. Mereka sadar bahwa LSL merupakan salah satu kelompok yang beresiko tertular HIV/AIDS. Selain itu pengetahuan yang baik dan sikap yang positif dari responden juga dipengeruhi oleh beberapa faktor seperti usia, pendidikan dan lain-lain.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penting diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak antara lain :

2.1 Bagi petugas kesehatan di Klinik Veteran

(62)

terus meningkatkan status kesehatan klien terutama LSL dengan mempertahankan kinerja yang baik serta program-program yang mendukung.

2.2 Bagi peneliti selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil sikap yang positif pada responden dalam pencegahan penularan HIV/AIDS, namun demikian belum tentu sikap tersebut konsisten dengan tindakannya. Menurut Juanda (2005) sikap dan tindakan merupakan dua dimensi dalam diri induvidu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi tindakan yang dilakukan, ketika sikap seseorang positif, bisa saja tindakan yang diambil negative atau sebaliknya. Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui bagaimana tindakan kelompok resiko LSL dalam pencegahan penularan HIV/AIDS.

Pada data demografi dapat ditambahkan mengenai dari usia berapa responden menjadi LSL, hal ini dapat dikaitakan dengan responden yag berusia masih berusia 15 tahun apakah terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi sehingga seseorang tersebut menjadi LSL.

Penelitian yang dilakukan pada LSL dapat pula dilakukan dengan metode penelitian kualitatif agar lebih mengembangkan teori dan mendapat data yang subyektif.

2.3 Bagi Lelaki Seks Lelaki (LSL)

(63)
(64)

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2005).Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Budiman, dan Riyanto Agus. (2013). Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Demartoto, Argyo. (2010). Perilaku Laki-laki yang Berhubungan Seks Dengan Laki-laki (LSL) Untuk Melakukan Tes HIV di Kota Surakarta. Laporan Penelitian. Universitas Sebelas Maret : Surakarta.

Demartoto, Argyo. (2012). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Seksual Laki-laki yang Berhubungan Seks Dengan Laki-laki (LSL) Dalam Kaitannya Dengan HIV dan AIDS. Laporan Penelitian. Universitas Sebelas Maret : Surakarta.

Dinkes Kota Medan. (2014). Laporan Infeksi Menular Seksual 2014.

Dumatubun, A.E. (2003) Pengetahuan, perilaku seksual suku bangsa Marind-Anim. Universitas Cendrawasih : Papua

Kemenkes RI. Laporan Situasi Triwulan II Tahun 2014, diakses 13 Oktober 2014, http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf

KPAD (2009), Data Kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara 2009. Diakses 18 Oktober 2014, http://kpa-provsu.org/dat_kasus.php

Kurniati, Nia. (2013) Menyusui Pada Ibu HIV. http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/menyusui-pada-ibu-hiv.html diakses pada 22 Juni 2015 Nasronudin. dkk. (2007). Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya : Airlangga

University Press.

Ngudi, Enggar, et al. (2010). Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS pada mahasiswa reguler Universitas Indonesia dengan sikapnya terhadap ODHA. Jakarta : Universitas Indonesia

(65)

Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Noviana, Nana. (2013). Kesehatan Reproduksi & HIV/AIDS. Jakarta : Trans Info Media.

Nurhidayah, Rike Endah. (2010). Ilmu Prilaku Dan Pendidikan Kesehatan Untuk Keperawatan. Jakarta : USU Press.

Putra, Sitiatava Rizema. (2012). Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta : D-Medika.

Sastroasmoro, Sudigdo, dan Sofyan Ismail. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.

Sudjana. (2005). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wordpress (2013). Media Penularan Virus HIV https://gpangestikajournal.wordpress.com/2013/06/24/media-penularan-virus-hiv/ diakses pada 22 Juni 2015

Zebua, setiawan. Sikap Positif. http://keluarga.com/pertumbuhan/mengapa-sikap-positif-membuat-anda-lebih-bahagia diakses pada 22 Juni 2015

(66)

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Judul Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

Peneliti : Miranda Pratiwi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap pada kelompok resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di Klinik Veteran Medan. Calon responden yang ditemui akan diberi informasi terlebihdahulu mengenai maksud dan tujuan peneliti, jika yang bersangkutan bersedia menjadi responden maka ia diminta untuk menandatangani Lembar Persejutuan Menjadi Responden Penelitian, setelah itu responden diminta untuk mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan peneliti, dengan pilihan jawaban berganda untuk pengetahuan tentang HIV/AIDS, serta pilihan jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju untuk mengetahui sikap responden terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS. Peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang disampaikan responden dan tidak akan digunakan untuk hal di luar kepentingan penelitian.

Medan, 29 Maret 2015 Peneliti,

(67)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIV/AIDS di KLinik IMS dan VCT Veteran Medan

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini, saya memahami tujuan dan manfaat penelitian ini. Saya memahami bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini tidak akan memberikan dampak negatif kepada diri saya, melainkan akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, terutama yang terkait dengan kesehatan pada kelompok resiko LSL di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan.

Medan, 2015

Responden,

(68)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam

Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

I. Karakteristik Responden

1. No. responden (diisi oleh peneliti) :

2. Umur :

3. Pendidikan terakhir :

4. Suku :

5. Pekerjaan :

6. Status perkawinan :

Petunjuk pengisian : Jawablah pertanyaan di bawah ini, dan jawaban yang

dipilih boleh lebih dari satu.

II. Pengetahuan responden

1. Apa yang anda ketahui tentang HIV ?

a. Kependekan dariHuman Immunodeficiency Vyrus

b. HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk c. Seseorang yang terinfeksi HIV bisa tampak sehat d. HIV dapat menular melalui ASI

(69)

b. Penyakit yang belum ada obatnya

c. Penyakit yang salah satu penularannya melalui hubungan seksual d. Dapat menyebabkan kematian

3. Menurut anda penularan HIV/AIDS dapat melalui . . .

a. Cairan sperma atau cairan vagina saat berhubungan seksual b. Transplantasi organ dengan pengidap HIV

c. Jarum suntik yang digunakan bergantian d. Pemberian ASI oleh ibu yang terinfeksi

4. Penularan HIV/AIDS dapat dicegah dengan cara . . . a. Menggunakan kondom dalam berhubungan seksual b. Tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian c. Tidak berganti-ganti pasangan

d. Memastikan darah yang dipakai untuk tranfusi

5. Menurut anda siapa saja yang berisiko tertular HIV/AIDS ? a. Orang yang suka berganti-ganti pasangan seks

b. Bayi yang menyusui dari ibu yang positif HIV c. Pengguna narkoba suntik

d. Pekerja seks komersial

6. Menurut anda gejala yang dapat timbul pada penderita HIV/AIDS adalah . . . a. Berat badan menurun terus-menerus tanpa alasan yang jelas

(70)

7. Virus HIV dapat ditemukan pada . . . a. Cairan vagina

b. Cairan sperma c. Darah

d. ASI

8. Seseorang dengan HIV positif dapat menularkan virus dengan cara . . . a. Berhubungan seksual melalui anus

b. Melakukan oral seks

c. Melakukan persalinan normal d. Berhubungan seksual tanpa kondom 9. Menurut anda HIV tidak menular melalui . . .

a. Bersentuhan dengan pengidap HIV b. Berciuman, batuk dan bersin

c. Berenang bersama penderita HIV di kolam berenang d. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya

10. Menurut anda upaya pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dapat dengan cara . . .

a. Tidak melakukan hubungan seksual secara bebas b. Bersikap setia pada pasangan

c. Menggunakan kondom dengan benar d. Berprilaku seksual yang aman

(71)

a. Hindari tranfusi darah yang tidak jelas sumber asalnya b. Hindari kontak darah secara langsung dengan penderita HIV

c. Waspada terhadap penggunaan alat-alat (jarum suntik) yang masuk ke tubuh anda

d. Menghindari pemberian ASI

12. Menurut anda fungsi kondom adalah . . . a. Mencegah penularan HIV/AIDS b. Menghalangi masuknya sperma c. Mencegah kehamilan

d. Memproteksi diri dari berbagai infeksi menular seksual

13. HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan . . . a. Seks melalui mulut (oral)

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik responden
Tabel 2. Distribusi dan persentase tingkat pengetahuan LSL dalam pencegahan
TABEL FREKUENSI DEMOGRAFI
TABEL FREKUENSI TINGKAT PENGETAHUAN
+2

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan: Tingkat dismenore sebelum dan sesudah perlakuan dengan uji paired t- test didapatkan nilai asymp.Sig (2- tailed) sebesar 0,000 dengan α = 0,05 artinya hasil

- Saldo piutang yang ada pada perusahaan sema- kin beaar dari tahun ketahun yang diikuti dengan semakin lambatnya turn over piutang, sebagai akibat pemberian kredit

Dari faktor orang tua yang menyebabkan perilaku remaja merokok, berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa penyebab remaja merokok yang tertinggi pertama adalah

Pada hari ini, Rabu tanggal Tiga Puluh Satu bulan Oktober tahun Dua Ribu Dua Belas, dimulai pukul 09.30 WIB (10.30 WITA), sampai dengan pukul 14.30 WIB (15.30 WITA) telah

Samples used in this research are commodity export companies listed in The Industry and Trade Provincial Office o f West Sumatera.. Data used fo r this research

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat kebersihan saat ini, naik pada peralatan, mesin ataupun lingkungan masih kurang baik sehingga perlu diperhatikan lagi untuk masalah

Implementasi Prinsip Kerja 5s Pada Bagian Pabrikasi I Untuk Meningkatkan Efisiensi Waktu Produksi.. Penerbit Lembaga PPM Dengan Yayasan

Kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM sebagai lembaga negara yang berhak dan diamanti oleh presiden untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM di rasa kurang