ila mendapat penilaian posiif, maka harus menyikapi dengan rendah hai, sebaliknya bila mendapat penilaian negaif, maka harus menyikapi dengan melakukan perbaikan. Kita idak boleh menutup mata atas kekurangan yang ada.
Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedianingsih, MPH, Dr.PH saat membuka rapat kerja kesehatan nasional (Rakerkesnas) regional barat di Batam, tanggal 7-10 Maret 2011.
Menurut Menkes, koordinasi yang baik harus terjadi. Apalagi setelah dua kali menggelar Rakerkesnas. Hal ini dibukikan dengan percepatan program aksi kesehatan. Sinkronisasi program pusat dan daerah. Serta dipasikan terhindar dari tumpang indih program antar unit utama. Semua keberhasilan ini tercapai karena adanya pemetaan masalah kesehatan secara utuh dan menyeluruh, yang diiringi intervensi masalah kesehatan secara cepat dan akurat, ujar Menkes.
Lebih lanjut Menkes menjelaskan koordinasi yang baik
seperi antara pusat dan daerah, serta diantara unit utama Kementerian Kesehatan. Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedianingsih, MPH, Dr.PH saat membuka dua rakerkesnas regional imur di Jakarta, tanggal 21-24 Februari 2011.
Menurut Menkes, rakerkesnas merupakan forum tukar pikiran dan tukar pengalaman antar daerah, atau daerah dengan pusat atau sebaliknya. Sehingga semua peserta dapat berbagi pengalaman untuk mensukseskan tugas masing-masing di daerah asalnya.
Selain itu, melalui rakerkesnas ini akan menumbuhkan inovasi kreaif dalam pembangunan kesehatan, adanya masukan dan solusi terhadap masalah kesehatan, untuk meningkatkan derajat kesehatan. ”Mengklariikasi berbagai persoalan pembangunan kesehatan, sehingga idak saling melemparkan tanggung jawab dan saling menyalahkan”, ujar Menkes.
Menurut Menkes, pembangunan kesehatan idak dapat dikotak-kotakan, tapi harus memungkinkan semua pihak pusat dan daerah untuk berkontribusi sesuai dengan
aturan dan kesepakatan pembagian tugas dan kewenangan. Sehingga masing-masing dapat saling mengisi kekurangan dari kelebihan masing- masing unit terkait.
”Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus mampu menjadi koordinator seluruh pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan”, kata Menkes.
Menyadari beratnya tantangan pembangunan kesehatan kedepan, diharapkan Rakerkesnas dapat mendorong pembangunan kesehatan dengan semangat otonomi daerah. Pada era demokrasi saat ini, semua orang dengan secara terbuka akan memberikan penilaian posiif dan negaif.
Pembangunan kesehatan harus mampu memeratakan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah
Indonesia, mulai dari sarana, sumber daya manusia kesehatan dan dana dalam upaya pelayanan kesehatan. Termasuk pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pembangunan kesehatan.
Menurut paniia Rakerkesnas dr. Yudhi Prayudha, rakerkesnas mengambil tema ” Good Governance, meningkatkan koordinasi ingkat provinsi” mengisyaratkan betapa pening makna koordinasi ingkat provinsi untuk mensukseskan pembangunan kesehatan.
Lebih lanjut dr. Yudi mengatakan secara umum kegiatan rakerkesnas dibagi 2 bagian. Pertama, sesi
penyampaian informasi pembangunan kesehatan yang disampaikan oleh pejabat Kemenkes dan pejabat Kementerian / lembaga terkait. Kedua, Diskusi kelompok yang membahas 9
topik kesehatan. Hasil akhir diskusi berupa rekomendasi yang harus diindaklanjui oleh seiap dinas kesehatan provinsi/ kabupaten/kota.
Selain itu, juga diselenggarakan pameran kesehatan dari seluruh unit utama Kementerian Kesehatan dengan menyediakan berbagai informasi berupa buku panduan, lilet, brosur, poster dan berbagai info program kesehatan. Paniia juga menyediakan ”pojok solusi” bagi peserta yang memerlukan penjelasan lebih mendalam tentang program kesehatan.
Dua kali pertemuan rakerkesnas ini dihadiri kurang lebih 1800 peserta terdiri dari Seluruh Kepala Dinas Kesehatan provinsi/ kabupaten/kota, Direktur RS Pusat, Direktur RSUD dan Kepala Unit Pelaksana Teknis
Kementrian Kesehatan.§pra
ood governance, sebuah harapan bersama masyarakat dan pemerintah. Sebab dengan terciptanya pemerintahan yang baik akan melahirkan kinerja pemerintah yang baik pula. Untuk itu, menjadi wajar bila pertemuan tahunan para perencang pembangunan kesehatan mengambil tema “Good Governance”. Tema tersebut menginpirasi semua pihak untuk bekerja lebih keras, lebih kreaif dan lebih inovaif.
Keberhasilan pembangunan tersebut secara gamblang
ditunjukan dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010 menyatakan prevalensi gizi Kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4.9%. Arinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya perbaikan gizi masyarakat yang lakukan adalah peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vit. A, Taburia, tablet
g
MENuju
GOOd
besi bagi bumil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan.
Demikian paparan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Tahun 2011, di Jakarta (23/2). Rakerkesnas berlangsung sejak tanggal 21 – 23 Februari 2011. Acara diikui seluruh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemkes, Direktur Utama RS Verikal dan pimpinan UPT lainnya, para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/
Kota, Direktur RS Provinsi dan Kabupaten/Kota dari 19 provinsi, serta wakil-wakil Organisasi Profesi.
Dalam paparannya berjudul Meningkatkan Good Governance Kesehatan Di Tingkat Provinsi. Menkes menyampaikan pencapaian pembangunana kesehatan tahun 2010.
Selain masalah gizi, kesehatan anak Indonesia juga terus membaik. Angka kemaian Balita, bayi, maupun neonatal terus menurun. Angka kemaian Balita menurun dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2007 (SDKI).
Angka kemaian bayi, menurun dari 68 menjadi 34 per 1.000 KH pada periode yang sama. Angka kemaian neonatal menurun dari 32 menjadi 19 kemaian per 1.000 KH. Sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah32/1.000 KH untuk Angka Kemaian Balita dan 23 per 1.000 KH untuk angka kemaian bayi, kata Menkes.
Menurut Menkes, angka kemaian ibu menurun dari 307 per 100.000 KH pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI). Target tahun 2014 adalah 110 per 100.000 KH. Salah satu cara yang paling efekif untuk menurunkan angka kemaian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlaih di fasilitas kesehatan.
Ditambahkan, secara nasional persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlaih
meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010 (Data Riskesdas, 2010).
“Untuk mempercepat penurunan angka kemaian ibu, salah satu
terobosan baru Kementerian Kesehatan adalah melalui Jaminan Persalinan (Jampersal),” kata Menkes. Jampersal merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari Polindes, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah di kelas iga.
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS difokuskan pada upaya menekan angka prevalensi kasus HIV dan meningkatkan persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapat Ani Retroviral Treatment (ARV).
Faktor risiko penularan HIV paling banyak melalui hubungan seksual sebesar 50,3% dan pengguna narkoba dengan jarum sunik (IDU) sebesar 40,2%.
telah berhasil dipertahankan pada kisaran 0,2%. Sedangkan persentase penderita ODHA yang mendapat ARV sudah mencapai 76,8% pada tahun 2010. “Arinya telah melebihi target yang ditetapkan sebesar 70% pada tahun 2010,” terang Menkes.
Dalam penemuan kasus malaria telah tercapai, 1,96 per 1.000 penduduk pada tahun 2010. Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian malaria diantaranya pembagian kelambu missal, penyemprotan rumah pada daerah yang terjadi peningkatan kasus, integrasi dengan program lain seperi KIA, dan pengobatan malaria.
“Diharapkan road map pengendalian Malaria dijalankan, terutama kegiatan Eliminasi Malaria di DKI, Bali, Batam (tahun 2010), Jawa, Aceh, Kepri (tahun 2015), Sumatera, NTB, Kalimantan & Sulawesi (tahun. 2020), serta Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Maluku Utara (tahun 2030),” ujar Menkes dihadapan peserta Rakerkesnas.
Untuk Pengendalian TB, angka penemuan kasus mencapai 73,02% pada tahun 2010. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2009 mencapai 89,3%.
Di bidang sanitasi telah berhasil menggerakkan masyarakat di 2.510 desa untuk melaksanakan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat pada tahun 2010. Pada tahun 2011, sasarannya akan meningkat 2 kali lipat dari tahun 2010.
Di bidang kualitas air minum, hasil pemantauan tahun 2010 menunjukkan 85,18% rumah tangga yang mendapat air dari PDAM telah memenuhi syarat.
Untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan di daerah, Kemkes telah melaksanakan program pengiriman tenaga kesehatan idak tetap (PTT) termasuk di Daerah Teringgal, Perbatasan, dan Kepulauan Terpencil (DTPK). Saat ini jumlah tenaga
kesehatan yang mengikui program PTT berjumlah 3.020 dokter umum, 904 dokter gigi, 86 dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dan 28.968 bidan.
Di samping PTT, Kemkes telah melaksanakan program penugasan khusus 4 jenis tenaga kesehatan (perawat, analis, sanitarian, penata gizi)
dan pendayagunaan residen senior di DTPK.
Di samping program pemenuhan dan pengembangan SDM Kesehatan, pemenuhan dan peningkatan sarana serta prasarana kesehatan merupakan bagian pening dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk itu Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 telah memfasilitasi pembangunan 44 Rumah Sakit baru di Kabupaten/Kota, 2.828 Posyandu, 283 Poskesdes, 377 Pustu, 17 Puskesmas Non Perawatan, dan 177 Puskesmas Perawatan melalui dana Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan Tugas Perbantuan (TP).
Untuk mendukung pembangunan kesehatan di daerah, Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan sebagian besar dana yang ada kepada Daerah. Distribusi anggaran APBN tahun 2009 – 2011 ke daerah sudah lebih dari 75%.
“Sejak tahun 2010 kita menggunakan anggaran berbasis kinerja, sehingga seiap rupiah yang dianggarkan harus menghasilkan suatu output/outcome tertentu,” tegas Menkes.§ pra
hikmandari & udiani Fotografer: anitasari