• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siklus Hidup Industri Kerajinan Kulit Pasca Gempa

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Siklus Hidup Industri Kerajinan Kulit Pasca Gempa

Siklus bisnis terjadi apabila aktivitas perekonomian mengalami percepatan ataupun mengalami perlambatan. Fluktuasi-flusktuasi kegiatan ekonomi (pasang surut kegiatan ekonomi) dirasakan terutama di negara-negara industri tetapi Indonesia juga merasakannya, paling tidak ikut mengalami akibat-akibatnya misalnya melalui ekspor-ekspor. Gejala pasang surut kegiatan ekonomi sudah dikenal sejak masa revolusi industri dan menjadi salah satu alasan bagi Karl Marx untuk meramalkan hancurnya sistem ekonomi kapitalis. Pada jaman dulu orang menerima saja gejala pasang surutnya ekonomi sebagai hal yang tidak dapat dihindarkan. Tetapi terutama sejak krisis dunia pada tahun 1930-an yang dikenal dengan nama The Great Depresion, para ahli ekonomi mulai mempelajari gejala naik turunnya kegiatan ekonomi tersebut dan mencari jalan bagaimana mengatasi paling tidak meredakan kegoncangan tersebut.

Siklus bisnis adalah satu lompatan dalam output, pendapatan dan kesempatan kerja nasional secara total, yang biasanya berlangsung selama satu periode yang terdiri dari 2 sampai 10 tahun dan ditandai oleh ekspansi atau kontraksi dalam berbagai sektor perekonomian (Samuelson, 1994 : 280). Para analis modern membagi siklus ke dalam beberapa tahapan. “Masa-masa puncak (peaks)” dan “lemah (troughs)” menandakan titik balik dari setiap siklus, sementara “resesi” dan “ekspansi” merupakan tahapan-tahapan utamanya.

Gambar 1

Tahap-tahapan Siklus Bisnis

Tahapan-tahapan siklus bisnis (Gilarso, 1991 : 396) :

ƒ Ekspansi (pertumbuhan cepat)

Karena dorongan “stater” kegiatan ekonomi meningkat. Stater yaitu suatu perubahan ekonomi yang cukup kuat untuk menimbulkan atau memancing suatu reaksi dari masyarakat khususnya dunia bisnis, yang dapat berfungsi sebagai stater ada bermacam-macam, misalnya penemuan-penemuan baru (kereta api, mobil, listrik, kapal terbang, komputer, chips, tenaga atom atau nuklir), perubahan teknologi pertanian, penemuan bahan tambang dan faktor-faktor eksternal seperti perang (perang Korea), revolusi, cuaca maupun faktor alam. Karena permintaan masyarakat kuat dan jumlah penjualan meningkat, para pengusaha atau perajin memperluas usahanya.

ƒ Resesi (kemunduran atau kelesuan)

Kegiatan ekonomi mulai mengalami kemunduran, setidak-tidaknya sudah tidak tumbuh. Ada perusahaan yang macet atau rugi terutama di sektor industri dasar. Reaksi bermula pada satu masa puncak dan berakhir pada satu titik lembah.

Persen Ekspansi Puncak Resesi Pemulihan Lembah Waktu Garis Normal

ƒ Pemulihan

Kegiatan ekonomi sudah mulai normal kembali. Penjualan sudah mulai bertambah naik dan harga mulai naik sehingga ada dorongan untuk menghidupkan kembali kegiatan produksi.

Siklus bisnis merupakan ekspansi dan kontraksi dalam aktivitas ekonomi yang tidak teratur (Paul Samuelson, 1994 : 282). Tidak ada dua siklus bisnis mempunyai pola yang sama. Tak ada rumus yang pasti yang dapat digunakan untuk memperkirakan lama dan saat terjadinya suatu siklus bisnis. Meskipun siklus bisnis yang tidak kembar identik tetapi antara siklus-siklus tersebut terdapat juga beberapa persamaan sifat.

Pada umumnya siklus bisnis terjadi sebagai akibat dari pergeseran permintaan agregat. Meskipun interpretasi utama terhadap siklus bisnis dilihat dari perubahan permintaan agregat tetapi para ahli menggolongkan teori-teori yang ada menjadi 2 kategori yaitu eksternal dan internal. Teori eksternal menyatakan bahwa akar siklus bisnis yang terletak pada fluktuasi sesuatu hal yang berada di luar sistem ekonomi. Misalnya disebabkan oleh perang, revolusi, pemilihan umum, penemuan tambang, pertumbuhan penduduk, migrasi, penemuan lahan dan sumber daya, perkembangan ilmu dan pengetahuan, inovasi dan teknologi, bahkan juga panasnya sinar matahari ataupun cuaca atau faktor-faktor yang berasal dari alam. Teori internal menyatakan bahwa mekanisme yang terdapat di dalam sistem ekonomi itu sendiri yang akan menimbulkan terjadinya siklus bisnis. Dalam pendekatan ini, setiap ekspansi akan menyebabkan reaksi dan kontraksi, dan setiap

kontraksi akan menyebabkan pula pemulihan dan ekspansi ekonomi dalam satu rangkaian yang bersifat quasi-reguler dan berkurang.

Siklus bisnis kerajinan kulit sempat mengalami kemunduran yang disebabkan oleh gempa bumi yang melanda Kabupaten Bantul 27 Mei 2006 lalu. Hal tersebut dapat dimasukkan kesalah satu teori penyebab eksternal dalam taori siklus bisnis yaitu akar siklus bisnis terletak pada fluktuasi sesuatu hal yang berada di luar sistem ekonomi yang di sini adalah berakar dari alam yaitu gempa bumi. Gempa bumi 27 Mei 2006 lalu mengakibatkan rusaknya sarana prasarana produksi dan kegiatan produksipun sempat berhenti untuk sementara waktu sampai pulih atau diperbaikinya sarana prasarana yang rusak dan sampai adanya dana atau modal baru untuk melakukan kegiatan produksi karena para perajin harus mulai dari awal lagi untuk menjalankan usahanya.

Kemunduran industri kerajinan kulit tersebut juga terlihat dari penurunan nilai ekspor keseluruhan di Kabupaten Bantul setelah gempa bumi 27 Mei 2006 lalu. Pada tahun 2005 nilai ekspor Kabupaten Bantul mencapai $ 53,2 juta dan pada akhir tahun 2006 mengalami penurunan dan hanya mencapai $ 42,67 juta. Para perajin kerajinan kulit di Kabupaten Bantul tidak terpuruk oleh kondisi tersebut, mereka segera bangkit kembali membangun usahanya yaitu dengan memperbaiki sarana prasarana produksi yang rusak dan mulai memproduksi kerajinan kulit kembali dengan modal yang terbatas dan sarana prasarana yang seadanya. Pemerintahanpun telah berupaya membantu para perajin untuk bangkit kembali, salah satunya dengan memberikan bantuan dana. Pemerintahan mengalokasikan dana untuk

seluruh kerajinan sebesar Rp. 47,33 milyar dan untuk kerajinan kulit sendiri mendapat dana sebesar 12,7 milyar. Dalam pengadaan dana perbankan pun membantu para perajin kecil dengan kemudahan-kemudahan dalam pemberian kredit dan penangguhan angsuran pinjaman bagi para korban gempa bumi 7 Mei 2006 lalu.

Industri kerajinan kulit sempat mengalami kemunduran karena gempa 27 Mei 2006 lalu yang melumpuhkan kegiatan produksi akibat rusaknya sarana prasarana pendukung yang dalam siklus bisnis digambarkan menurun dari titik puncak ke titik lembah dan sesudah beberapa saat mengalami kelumpuhan dan kegiatan produksi berhenti untuk sementara. Para perajin kembali berusaha mengembangkan usaha kembali dengan bantuan pemerintah dan swasta sehingga perekonomian kembali bangkit. Hal tersebut dalam siklus bisnis tergambar dalam tahap pemulihan yaitu dari titik lembah merangkak naik kembali ke titik puncak.

Dokumen terkait