• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORI

B. Manajemen Risiko

4. Siklus Manajemen Risiko

Pada tahap ini analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis terhadap pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Ada berbagai pihak yang berkepentingan yang perlu mendapat perhatian, jika tidak maka perusahaan atau manajemen berada pada posisi yang berbahaya. Mereka termasuk pemegang saham,

13

Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management: Conventional and Sharia System, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 27-29.

kreditur, debitur, karyawan, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. b. Pengukuran Risiko

Pada dasarnya pengukuran risiko mengacu pada 2 faktor, yaitu kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salahsatu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko.

c. Pemetaan Risiko

Perusahaan tidak perlu takut terhadap semua risiko. Ada risiko yang perlu mendapat perhatian khusus, ada pula risiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko, yaitu untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingannya terhadap perusahaan. Pemetaan bertujuan untuk memilah-milah mana risiko yang mampu memberi kontribusi positif dan mana risiko yang merupakan value destroyer bila dikelola.

d. Pengelolaan Risiko

Pelaksanaan proses pengelolaan risiko harus digunakan bank untuk mengelola risiko tertentu, terutama yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Usaha yang dapat dilakukan bank antara lain

dengan cara hedging dan metode mitigasi risiko lainnya seperti penerbitan garansi, sekuritisasi aset dan credit derivatives, serta penambahan modal bank untuk menyerap potensi kerugian.14

e. Pengawasan dan Pengendalian Risiko

Keseluruhan proses manajemen risiko harus terus disempurnakan karena sistem dan lingkungan secara dinamis selalu menimbulkan perubahan. Pengawasan dilakukan untuk melihat kemungkinan penyempurnaan tahapan analisis risiko yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan. Langkah tersebut dilanjutkan dengan penambahan serta penyempurnaan perencanaan risiko perusahaan.15

C. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Secara harafiah, pembiayaan (financing atau marhun bih) diartikan sebagai dana rahn, yaitu dana yang diperoleh rahin (nasabah) setelah aplikasi rahn-nya diterima oleh pihak murtahin (bank), dengan syarat setelah ada penyerahan marhun (jaminan) kepada pihak murtahin.16

14

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 800.

15

Fahmi Basyaib, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 5.

16

Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006), h. 39.

Secara istilah, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.17

2. Unsur-unsur Pembiayaan18

Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian, pemberian pembiayaan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembiayaan adalah:

a. Adanya 2 pihak, yaitu pemberi pembiayaan (shahibul maal) dan penerima pembiayaan (mudharib). Hubungan keduanya merupakan kerjasama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai kehidupan tolong-menolong. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah [5] ayat 2:

17

Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 31-32.

18

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi (Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 4-5.

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

b. Adanya kepercayaan shahibul maal kepada mudharib yang didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib.

c. Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak mudharib kepada pihak shahibul maal untuk berjanji membayar. Perjanjian tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan), atau berupa instrumen (credit instrument). Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah [2] ayat 282:

☺ ☺

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.”

d. Adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari shahibul maal kepada mudharib.

e. Adanya unsur waktu (time element). Unsur waktu merupakan unsur esensial pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari sisi shahibul maal maupun dari sisi mudharib.

f. Adanya unsur risiko (degree of risk) di kedua belah pihak. Risiko di pihak shahibul maal adalah risiko gagal bayar (risk of default), baik karena kegagalan usaha (pinjaman produktif) maupun ketidakmampuan membayar (pinjaman konsumtif) atau karena ketidaksediaan membayar. Risiko di pihak mudharib adalah kecurangan dari pihak pemberi pembiayaan, antara lain berupa shahibul maal yang bermaksud mencaplok perusahaan yang diberi pembiayaan atau tanah yang dijaminkan.

3. Tujuan Pembiayaan19

Pada dasarnya terdapat 2 fungsi yang saling berkaitan dari pembiayaan, yaitu:

a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari hasil usaha yang dikelola bersama nasabah. Oleh karena itu, bank hanya akan

19

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi (Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 5-6.

menyalurkan pembiayaan kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya. b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus

benar-benar terjamin sehingga tujuan memperoleh keuntungan dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.

D. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Di Indonesia, berbagai macam institusi pemerintah merumuskan atau mengadopsi definisi dan batasan yang berbeda-beda mengenai UKM. Menurut Undang-undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, batasan usaha/industri kecil didefinisikan sebagai:

Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang maupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp.1 miliar atau kurang.20

Badan Pusat Statistik (BPS) menyusun kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja. Menurut BPS, UKM adalah entitas bisnis yang memiliki tenaga kerja kurang dari 100 orang, dengan rincian kategori sebagai berikut:21

1. Usaha rumah tangga dan mikro terdiri dari 1-4 orang tenaga kerja. 2. Usaha kecil terdiri dari 5-19 orang tenaga kerja.

20

Andi Irawan, “Mengapa Membangun (Kewirausahaan) UKM Itu Penting?” dalam

Kewirausahaan UKM: Pemikiran dan Pengalaman, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 8-9.

21

3. Usaha menengah terdiri dari 20-99 orang tenaga kerja.

4. Usaha besar memiliki tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) dan Bank Indonesia memberikan batasan UKM berdasarkan nilai aset (tidak termasuk tanah dan bangunan), yaitu masing-masing sebesar kurang dari Rp.5 miliar dan Rp.10 miliar. Sedangkan Departemen Koperasi & UKM memberikan batasan UKM berdasarkan nilai penjualan setahun, yaitu sebesar kurang dari Rp.5 miliar.22

Apapun definisi UKM, disadari bahwa UKM yang merupakan jumlah terbesar dari pengusaha Indonesia mempunyai peran yang besar dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan Produk Domestik Bruto maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Pengembangan UKM memerlukan sumber dana yang bersifat utang dari berbagai alternatif sumber dana. Salahsatu kendala yang dihadapi adalah keterbatasan untuk memenuhi agunan sehingga lembaga penjamin pembiayaan menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan pemenuhan itu.23

Beberapa kendala yang menjadi kelemahan mendasar bagi penyaluran pembiayaan UKM, yaitu:

22

Ibid

23

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi (Panduan Praktis Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 643-644.

1. Belum tersedianya dana/pembiayaan yang murah, mudah, cepat, dan mekanisme yang sederhana untuk dapat mendukung UKM.

2. Penerapan prudential banking yang mempersyaratkan agunan pembiayaan (collateral) yang cukup sekalipun usahanya layak.

3. Selain kendala dalam penyediaan agunan yang memadai dan sesuai persyaratan, UKM juga menghadapi kendala adanya keterbatasan di bidang manajemen, administrasi, teknologi, dan pemasaran. 24

4. Kurang berpengalamannya UKM dalam berhubungan dengan dunia perbankan.

5. Umumnya UKM belum mampu menyusun laporan keuangan dan rencana pengembangan usaha sebagai salahsatu syarat mendapatkan pembiayaan. 6. Umumnya UKM belum mampu menyatakan kelayakan usahanya dalam

proposal permohonan pembiayaan yang baik.

7. Perbandingan modal sendiri UKM dengan dana yang diperlukan dari sumber pembiayaan relatif kecil.25

Untuk meningkatkan akses usaha kecil terhadap pembiayaan, diatur dalam Undang-undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dilakukan dengan: 1. Meningkatkan kemampuan dalam pemupukan modal sendiri.

2. Meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan.

24

Ibid

25

http://ekisonline.com/index.php?option?=com-content&task=viewBid=638+temicl=3, Diakses pada 12 Juli 2010 pukul 15:23 WIB.

3. Meningkatkan manajemen keuangan.

4. Menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penjamin.26

Di sinilah letak manfaat keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan umat dalam hal pembinaan dan pendampingan usaha kecil agar sektor UKM dapat terus berkembang sehingga para pengusaha kecil tersebut tidak terjebak pada usaha pinjam-meminjam kepada rentenir yang pada akhirnya tidak dapat mengembangkan usahanya, justru malah mematikan kegiatan usahanya tersebut. Hal ini telah diatur dalam pasal 17 mengenai Pembinaan, dimana:

“Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam Sumber Daya Manusia (SDM)”.27

Jadi sudah selayaknyalah BMT sebagai lembaga yang dikhususkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis syariah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan SDM sektor UKM agar dapat mengelola usahanya ke depan dengan lebih baik, tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Adapun bantuan teknis yang dapat dilakukan BMT, antara lain:28 1. Upaya perbaikan teknologi produksi.

2. Teknik pencatatan keuangan usaha. 3. Perbaikan manajemen.

26

Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 262-263.

27

Ibid

28

Awalil Rizky, BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, (Yogyakarta: UCY Press, 2007), h. 7.

4. Memfasilitasi kerjasama antar usaha. 5. Jaringan pemasaran, dan sebagainya.

A. Profil BMT Al Munawwarah

1. Sejarah Singkat BMT Al Munawwarah1

Ide dan inisiatif pendirian BMT Al Munawwarah bermula dari keprihatinan bersama beberapa jamaah dan pengurus Yayasan Al Munawwarah-BPI, ICMI orsat Pamulang dan beberapa tokoh lingkungan sekitar Pamulang terhadap kondisi pengusaha mikro kecil yang seringkali kesulitan mengakses permodalan guna mengembangkan usahanya sehingga mereka mencari alternatif termudah dalam mengakses permodalan, yaitu rentenir. Walaupun pada hakikatnya ketika mereka meminta bantuan kepada rentenir, itulah awal dari keterpurukan usaha mereka.

Beberapa pertemuan tokoh digagas guna menindaklanjuti keinginan tersebut. Tidak lama berselang sejumlah calon pendiri bersedia menyertakan dana penggerak dalam bentuk Simpanan Pokok Khusus (SPK) sebagai modal awal operasional BMT. Setelah semua sepakat, maka didirikanlah BMT Al Munawwarah dengan mengambil bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai legalitas dan status hukum awal operasionalnya.

1

http://www.bmtalmunawwarah.com/profil.htm, Diakses pada 14 Juli 2010, pukul 10:01 WIB.

Tepat pada tanggal 26 Mei 1996, BMT Al Munawwarah bersama 16 BMT baru lainnya di wilayah Jakarta Selatan diresmikan operasionalnya oleh Ketua PINBUK Jakarta Selatan, H.Ali Moeis dan Direktur Bank Muamalat, H.Zainul Bahar Noor. Sejak itu BMT Al Munawwarah yang didukung oleh para pendiri dari 2 lembaga yaitu Yayasan Al Munawwarah dan ICMI orsat Pamulang serta 39 perorangan lainnya mulai berkiprah dalam komunitas usaha lapisan grass root, yaitu usaha kecil mikro.

2. Visi, Misi & Tujuan2 a. Visi

Terwujudnya BMT yang terdepan, tangguh dan profesional dalam membangun ekonomi umat.

b. Misi

1) Memberikan layanan yang prima kepada seluruh anggota dan mitra BMT.

2) Mencapai pertumbuhan dan hasil usaha BMT yang layak serta proporsional untuk kesejahteraan bersama.

3) Memperkuat permodalan sendiri dalam rangka memperluas jaringan layanan BMT.

4) Turut berperan-serta dalam gerakan pengembangan ekonomi syariah.

2

c. Tujuan

Meningkatkan kesejahteraan bersama melalui kegiatan ekonomi yang menaruh perhatian pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah muamalah syar’iyyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian.

3. Motto & Budaya Kerja3 a. Motto

Bersama menebar manfaat meraih maslahat. b. Budaya Kerja

1) Siddiq (Menjaga martabat dan integritas)

2) Amanah (Terpercaya dengan penuh tanggung jawab) 3) Fathonah (Profesional dan expert dalam bekerja) 4) Empati (Peduli terhadap keluhan mitra)

5) Tabligh (Bekerja dengan penuh keterbukaan)

6) Yakin dan istiqamah (Yakin dan konsisten menuju kesuksesan) 4. Legalitas Hukum4

BHS : No. 1014009/PINBUK/III/98 AKTE : No. 518/26/BH/Dis KUK DOMISILI : No. 517/34-DPT/2004 NPWP : No. 02.289.745.8-411.000 3 Ibid 4 Ibid

SIUP : No. 503.1/0796/30-30/PK/VIII/2004 TDP : No. 30.03.2.52.00723

5. Struktur Organisasi5

Berikut ini adalah susunan Badan Pengawas, Pengurus, dan Pengelola BMT Al Munawwarah periode Mei 2010 sampai dengan April 2013:6

BADAN PENGAWAS

Ketua : Drs. Nadarsjah Mahdur, MM, Ak, CPA Anggota : H.M.Arief Ismail, SH, M.Huk

Anggota : Prof. Dr. H.Gatot Suradji, MM, M.Sc BADAN PENGURUS

Ketua : Drs. H.Achyar Said Sekretaris : H.Sukamdi

Bendahara : Ir. H.Djoko Prabowo S. BADAN PENGELOLA

Manajer : Mudzakir Murad, S.Ag Kepala Operasional : Sutanto, SE

Kepala Marketing : Samabiyanto Kepala Cabang 01 : Rausin

Kepala Cabang 02 : Asep Soufian, SE

5

Ibid

6

6. Produk & Layanan7

Produk dan layanan BMT Al Munawwarah diperuntukan bagi masyarakat yang mengutamakan prinsip syariah disertai kenyamanan, keamanan, keleluasaan dan kemudahan bertransaksi. Berbagai produk BMT Al Munawwarah adalah sebagai berikut:

a. Penghimpunan Dana (Funding)

1) Simpanan/Tabungan INSANI (Investasi Syariah Non-Ribawi)

Merupakan tabungan berbagi-hasil yang memberikan keleluasaan berinvestasi dengan transaksi yang mudah, cepat, aman, dan insya-Allah menguntungkan. Dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah, simpanan diperlakukan sebagai investasi dengan memberi kebebasan penuh pada BMT untuk mengelola dana dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Keuntungan investasi akan dibagihasilkan antara nasabah dan BMT sesuai dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. BMT telah mengemas tabungan INSANI dalam beberapa bentuk yaitu:

a) SIMAPAN (Simpanan Amanah untuk Masa Depan) b) SAHAJA (Simpanan Haji Al Munawwarah)

c) TAFAQUR (Tabungan Fasilitas Qurban)

d) SAPITRI (Simpanan Pendidikan untuk Putra-Putri)

7

e) TAFADDAL (Simpanan Fasilitas Debet Al Munawwarah) f) SAHARA (Simpanan Hari Raya)

g) TAZKIAH (Tabungan Zakat Infaq Shadaqah) 2) Deposito BERKAH (Berjangka Mudharabah)

Merupakan investasi dengan nisbah bagi hasil kompetitif dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dengan prinsip Mudharabah Muthlaqah dimana nasabah memberi kebebasan penuh kepada BMT untuk mengelola dana sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan dari pengelolaan dana tersebut akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Manfaat dan kelebihan dari produk ini adalah: a) Bagi hasil keuntungan atas pengelolaan dana.

b) Jangka waktu yang fleksibel, yaitu 2, 3, 6, 9, dan 12 bulan. c) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan.

d) Hasil investasi dapat diambil secara tunai, otomatis dikreditkan ke rekening tabungan atau ditambahkan ke pokok deposito, sesuai dengan keinginan nasabah.

3) Pembiayaan/Pinjaman Dari Pihak Lain

Adalah kewajiban BMT kepada pihak lain dalam bentuk hutang pembiayaan atau investasi dengan jangka waktu tertentu. Investor akan mendapatkan bagi hasil sesuai kesepakatan nisbah yang dimusyawarahkan diawal. BMT menerima pembiayaan dari pihak lain

dalam bentuk akad Mudharabah Mutlaqah maupun Mudharabah Muqayyadah.

4) Penanaman/Penyertaan Modal

Adalah penyertaan yang bertujuan investasi untuk memupuk penguatan modal BMT. Untuk tahap awal, produk ini ditawarkan bagi pendiri BMT yang berminat. Penyerta modal akan mendapatkan imbalan berupa dividen tahunan yang ditentukan oleh RAT-BMT. b. Penanaman Dana

Alasan BMT Al Munawwarah dalam memberikan pembiayaan pada sektor UKM yaitu:8

1) Menjalankan fungsi mediasi utama BMT, dimana selain menerima dana juga menyalurkan dana.

2) Untuk memperoleh pendapatan, sebab tanpa pembiayaan BMT tidak akan berjalan dengan semestinya.

3) Mempermudah akses permodalan usaha bagi anggota dan non-anggota dalam rangka mengembangkan usaha mereka.

BMT Al Munawwarah hanya memberikan pembiayaan ke sektor UKM karena BMT sebagai lembaga UKM harus konsisten dalam pengembangan segmen UKM. Karenanya BMT Al Munawwarah melakukan pembiayaan 100% hanya di segmen UKM, sehingga

8

keuntungan pun didapat hanya dari sektor UKM. Mengenai porsinya, volume pembiayaan BMT Al Munawwarah tiap tahunnya terus meningkat rata-rata 30%.9

Adapun produk-produk penyaluran dana yang ada di BMT Al Munawwarah, antara lain:

1) Sistem Bagi Hasil (Mudharabah dan Musyarakah) a) Mudharabah

Pembiayaan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama yang disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal, seperti industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan pertanian. Dalam pembiayaan mudharabah tidak ada porsi penyertaan (sharing) dana dari mitra. Total dana pembiayaan adalah dari BMT.

b) Musyarakah

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang diperuntukan bagi mitra yang telah memiliki usaha produktif halal dan bermaksud untuk menambah modal usahanya. BMT menempatkan porsi penyertaan (sharing) dana terhadap usaha mitra.

9

2) Sistem Jual Beli (Murabahah)

a) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli barang dengan keuntungan/margin yang disepakati.

b) Pembayaran dapat diangsur sesuai kesepakatan bersama.

c) Diperuntukan bagi nasabah yang memerlukan aset berupa barang dan tidak ingin melunasi sekaligus (angsuran dicicil).

3) Sistem Jasa (Ijarah Multijasa, Hiwalah, Pembiayaan Pembayaran Rekening Telepon)

Pembiayaan atas dasar prinsip jasa, disalurkan untuk berbagai jenis kebutuhan halal seperti:

a) Ijarah multijasa: Untuk pembayaran biaya pendidikan, pengobatan, sewa tempat, dan lain lain.

b) Hiwalah: Untuk anjak hutang-piutang. c) Pembiayaan tagihan rekening telepon. 4) Sistem Pinjaman (Al Qardh)

Adalah penyediaan dana pinjaman berdasarkan kesepakatan antara BMT dan mitra peminjam yang mewajibkan mitra peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Dalam sistem ini, mitra peminjam diperkenankan memberi imbalan kepada BMT tanpa dipersyaratkan sebelumnya oleh BMT.

c. Jasa Layanan

Jasa layanan merupakan kegiatan usaha BMT selain simpan-pinjam, terdiri dari:

4) Transaksi ONLINE, meliputi; a) Pembayaran Listrik PLN

b) Pembayaran Telepon TELKOM c) Pembayaran Air PAM-TPJ

d) Pembayaran Angsuran Kredit Motor FIF e) Pembayaran Tagihan Kartu Kredit Citibank f) Pembayaran Tagihan Ponsel Pascabayar g) Transfer Antar Bank

h) Pembelian Isi Ulang Pulsa 2) Mini Market WASERDA

Merupakan usaha perdagangan retail yang menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah tangga.

3) Aksi Sosial

Merupakan kegiatan sosial yang dilakukan dalam rangka memenuhi Corporate Social Responsibility (CSR).

B. Profil BMT Berkah Madani

1. Sejarah Singkat BMT Berkah Madani10

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Berkah Madani didirikan oleh 34 orang anggota pendiri pada bulan Ramadhan 1415 H, tepatnya pada tanggal 19 Oktober 2004. Rapat anggota dipimpin oleh Andi Estetiono yang salahsatu keputusannya adalah menyepakati berdirinya KJKS yang diberi nama Berkah Madani. Nama Berkah Madani mengandung arti menebarkan keberkahan untuk terwujudnya sebuah masyarakat madani.

Setelah melalui serangkaian masa persiapan operasional, pada tanggal 1 Muharram 1416 H atau bertepatan dengan tanggal 10 Februari 2005 operasional KJKS Berkah Madani secara resmi dimulai. Peresmian dilakukan bersamaan dengan kegiatan peletakan batu pertama ESQ Madani Center oleh Aburizal Bakrie (Menko Ekuin) dan Sugiharto (Meneg BUMN) di Jonggol, Jawa Barat. Sedangkan peresmian kantor pelayanan di Kelapa Dua-Depok, dilakukan oleh Dewan Pembina yaitu Erwin Mardjuni, Aries Muftie dan Wiwin P. Soedjito.

Dengan jumlah modal yang sangat terbatas, KJKS Berkah Madani terus berupaya untuk meningkatkan volume usahanya seiring dengan terus meningkatnya kepercayaan anggota dan meningkatnya kebutuhan permodalan dari usaha mikro dan kecil. Periode kepengurusan pertama 2005-2008

10

http://www.berkahmadani.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=20&Itemi d=58, Diakses pada 14 Juli 2010, pukul 11:20 WIB.

dipimpin oleh Andi Estetiono selaku Ketua Umum dibantu oleh 6 orang pengurus lainnya yang telah berakhir pada April 2008 yang lalu. Rapat Anggota kemudian memutuskan untuk dilakukan regenerasi dalam kepengurusan dengan menetapkan Wawan W. Setiawan sebagai Ketua Umum untuk periode 2008-2011. Penggantian kepengurusan ini menunjukkan proses

transfer of knowledge dan proses pembelajaran berlangsung sebagaimana

yang diharapkan.

Untuk meningkatkan value serta jangkauan pelayanan, KJKS Berkah

Madani melakukan pola kemitraan dengan koperasi-koperasi lain untuk

bersinergi mengembangkan jaringan pelayanan dengan brand "Berkah

Madani". Hingga saat ini telah beroperasi beberapa Kantor Pelayanan Berkah Madani dengan status otonom, yang berlokasi di Cimanggis, Jakarta Utara, Ciputat, Bandung, dan Bogor. KJKS Berkah Madani akan terus memperluas jaringan kemitraan ini dengan pola kerjasama strategis-kemitraan. Dalam waktu dekat akan diresmikan transaksi online antarkantor Berkah Madani, sehingga pelayanan kepada anggota dapat lebih baik lagi.

2. Visi, Misi & Tujuan11

a. Visi

Menjadi lembaga keuangan syariah yang terbaik dan terdepan secara nasional dalam memberi solusi yang bermakna bagi kaum dhuafa,

11

http://www.berkahmadani.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid =59, Diakses pada 14 Juli 2010, pukul 11:34 WIB.

pengusaha mikro dan kecil secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fathanah, amanah, shiddiq dan tabligh.

b. Misi

1) Meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun non-finansial.

2) Membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan

produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan ekonomi.

3) Menjadi lembaga keuangan syariah yang tumbuh secara

berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya.

4) Memberikan keuntungan maksimal secara terus menerus kepada

shareholders melalui pelayanan terbaik kepada stakeholders.

5) Menjadi organisasi pembelajar yang secara kontinyu meningkatkan

kompetensi dan kapasitas Sumber Daya Insani yang beriman dan bertaqwa dengan kesejahteraan yang maksimal.

c. Tujuan

1) Mendorong masyarakat untuk memiliki semangat dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis, serta meningkatkan motivasi mereka untuk membangun ekonomi negara.

2) Membentuk suatu rantai kerjasama antara pedagang dan pembantunya dengan menyalurkan dana kemudian dimanfaatkan BMT melalui perdagangan.

3) Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat

Dokumen terkait