• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Kegiatan Belajar (KB) 1 Keuangan Negara

3.2. Uraian dan Contoh

3.2.2. Siklus Pengelolaan APBN

Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5 tahap yaitu tahap perencanaan APBN, tahap penetapan UU APBN, tahap pelaksanaan UU APBN, tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Kegiatan-kegiatan yang dimulai dari perencanaan anggaran sampai ke perhitungan anggaran biasa disebut siklus APBN atau daur APBN atau lingkaran APBN.

1) Tahap Perencanaan APBN

Secara garis besar kegiatan yang dilakukan pada tahap ini secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

(a) Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Pemerintah dan PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Negara/Lembaga menyusun Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan. Rencana kerja ini memuat kebijakan, program dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran yang sedang disusun dan prakiraan maju (forward estimate) untuk tahun anggaran berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu (b) Pembahasan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Kementerian Perencanaan setelah menerima rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga melakukan penelaahan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Pada tahap ini, perubahan-perubahan terhadap program Kementerian Negara/Lembaga dapat disetujui oleh Kementerian Perencanaan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. (c) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga.

Selambat-lambatnya pertengahan Mei, pemerintah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal kepada DPR untuk dibahas bersama. Hasil-hasil pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tersebut kemudian menjadi Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran bagi Presiden/Kabinet yang akan dijabarkan oleh Kementerian Keuangan dalam bentuk Surat Edaran Pagu Sementara. Kementerian Negara/Lembaga setelah menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni, melakukan penyesuaian Renja-KL menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan. Selanjutnya, Kementerian Negara/Lembaga melakukan pembahasan RKA-KL dengan komisi-komisi di DPR yang

menjadi mitra kerja Kementerian Negara/Lembaga terkait. Sebelumnya komisi-komisi terkait telah mendapatkan Pagu Anggaran Sementara yang disampaikan oleh Panitia Anggaran DPR sebagai bahan dalam pembahasan RKA-KL.

Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni. Kementerian Perencanaan akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), sementara Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan dengan SE Menteri Keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan.

(d) Penyusunan Anggaran Belanja

RKA-KL hasil pembahasan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan menjadi dasar penyusunan anggaran belanja negara. Belanja negara disusun menurut asas bruto dimana masing-masing Kementerian Negara/Lembaga selain harus mencantumkan rencana jumlah pengeluaran tapi juga perkiraan penerimaan yang mungkin didapat selama tahun anggaran yang bersangkutan.

(e) Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara

Tidak seperti halnya penyusunan perkiraan belanja negara, dimana dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan, Bappenas selaku kementerian perencanaan dan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan, maka penentuan perkiraan pendapatan negara pada dasarnya ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dibantu Bappenas dengan memperhatikan masukan-masukan dari Kementerian Negara/Lembaga lain. Misalnya dalam penentuan perkiraan penerimaan bukan pajak.

(f) Penyusunan Rancangan APBN

Setelah disusun perkiraan belanja negara dan perkiraan pendapatan negara, selanjutnya Kementerian Keuangan menyusun Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dibahas dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden.

Dari hasil pembahasan pada sidang kabinet, selanjutnya disusun Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) beserta dokumen pendukungnya yang terdiri dari Nota Keuangan dan Himpunan RKA-KL dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk disampaikan kepada DPR.

2) Tahap Penetapan UU APBN

Selanjutnya, Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta Himpunan RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Proses penyelesaian pada tahap ini melalui beberapa tingkat pembicaraan, yaitu:

Tingkat I

Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan Pemerintah tentang Rancangan UU APBN. Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato Pengantar Rancangan UU APBN didepan Sidang Paripurna DPR.

Tingkat II

Dilakukan pandangan umum dalam Rapat Paripurna DPR dimana masing-masing Fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan Pemerintah. Jawaban Pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan.

Tingkat III

Pada tingkat ini dilakukan pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus. Pembahasan dilakukan bersama-sama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.

Diadakan rapat Paripurna DPR yang kedua. Pada rapat ini disampaikan laporan hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari masing-masing fraksi DPR. Apabila ada dan dianggap perlu dapat juga pendapat-pendapat itu disertai dengan catatan tentang pendirian fraksinya.

Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR menyetujui RUU APBN. Setelah DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN.

3) Tahap Pelaksanaan UU APBN

UU APBN yang sudah disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, sudah disusun dengan rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Selanjutnya pelaksanaan UU APBN dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga negara dalam melaksanakan anggaran.

Penuangan dalam Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga negara, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian/lembaga negara. Selain itu, penuangan tersebut juga meliputi alokasi dana perimbangan untuk propinsi /kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

Kondisi tersebut berbeda dengan penyusunan UU APBN sebelum diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 2003. Ketika itu, UU APBN baru memuat ketentuan-ketentuan secara garis besar yaitu rincian sampai sektor dan subsektor. Agar rencana pengeluaran dan pendapatan itu dapat dilaksanakan, maka diadakan pengaturan yang lebih rinci. Pengaturan demikian dituangkan dalam Keputusan Presiden. Setelah sektor dan subsektor, anggaran rutin

diadakan perincian lebih lanjut kedalam program, kegiatan, jenis pengeluaran dan bagian anggaran. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut kedalam program, proyek dan bagian anggaran. Bila masih ada hal-hal yang perlu diatur lebih khusus lagi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administrastif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Selama tahun anggaran dilaksanakan penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran uang, yang kesemuanya ini harus dibukukan secara cermat. Pengeluaran uang terutama ditujukan untuk pengadaan barang, pembayaran jasa dan pembiayaan proyek-proyek pembangunan serta pembayaran cicilan hutang dan bunga. Seperti halnya dalam hal keuangan, dalam hal pengadaan barang, masalah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran perlu pembukuan yang memadai. Demikian pula dalam hal piutang dan kekayaan negara.

Dalam rangka usaha mengadakan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran negara, telah ditetapkan Inpres No. 4 tahun 2000 tanggal 11 Mei tahun 2000, tentang Penertiban Rekening Departemen dan Lembaga Non Departemen. Secara garis besarnya isi Inpres tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Semua Departemen dan semua Lembaga Non Departemen harus

menyampaikan data tentang rekening yang ada pada Departemen /Lembaga Non Departemen yang bersangkutan kepada Departemen

Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi: 1) Nama

2) Nomor Rekening 3) Saldo per 30 April 2000

4) Nama Bank di mana rekening itu dibuka

5) Laporan paling lambat harus dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei tahun 2000

(b) Agar Menteri Keuangan melaksanakan penyempurnaan sistem pe-ngelolaan Kas Negara tersebut dalam rangka usaha inefisiensi dan efektivitas

administrasi keuangan negara.

Tujuan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran Negara diatas kemudian disempurnakan secara signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui penerapan Treasury Single Account

(TSA) dalam pengelolaan kas negara yang memungkinkan dana pemerintah dikelola secara optimal untuk mendukung pelaksanaan APBN. Dalam Sistem Kas Tunggal (Treasury Single Account), semua rekening keuangan negara berada di tangan satu otoritas yaitu Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Pasal 70 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan agar penyimpanan uang negara dalam Rekening KUN pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.

4) Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN

Di tingkat intern Pemerintah, pengawasan pelaksanaan UU APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup masing-masing Departemen/Lembaga dan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lingkup semua Departemen/Lembaga. Instansi-instansi tersebut melakukan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. Pemeriksaan/pengawasan dilakukan secara periodik selama tahun anggaran berjalan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945, pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seperti halnya Inspektorat Jenderal dan BPKP, BPK mengadakan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Walaupun demikian, sesuai dengan penjelasan ayat 5 Pasal 23 UUD 1945, BPK bukanlah badan yang berdiri diatas Pemerintah.

Pemerintah membuat Laporan Semesteran. Dalam laporan ini dicantumkan prospek keuangan untuk semester berikutnya. Prospektus demikian perlu diberitahukan kepada DPR agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan adanya Anggaran Belanja tambahan (ABT) untuk semester/tahun yang akan datang.

Selain Laporan Semesteran, sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah membuat laporan sementara pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. Apabila ada dan dianggap perlu bersama-sama laporan tahunan sementara ini disertakan RUU APBN T/P (Tambahan dan Perubahan) yang menggambarkan setiap perubahan rencana keuangan dari yang sudah disetujui DPR terdahulu. Karena laporan ini masih bersifat sementara (tahun anggaran masih belum berakhir), maka angka-angka yang tertera didalamnya masih mengandung perkiraan-perkiraan. Adapun prosedur pembicaraan RUU APBN T/P, sama dengan prosedur pembicaraan RUU APBN seperti telah diuraikan diatas.

5) Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN.

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undangtentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang disusun atas dasar realisasi yang sudah diaudit BPK. Laporan keuangan tersebut disiapkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya APBN tahun anggaran yang bersangkutan.

Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya terdiri dari: 1. Laporan Realisasi APBN;

2. Neraca;

3. Laporan Arus Kas;

4. Catatan atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya).

Pada La por an Realisasi APBN, tugas pemerintah adalah menyajikan realisasi pendapatan dan belanja negara serta menjelaskan prestasi kerja yang dicapai oleh masing-masing kementerian negara/lembaga. Laporan keuangan tersebut sesungguhnya merupakan upaya konkret dalam mewujudkan

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tepat waktu serta mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

Dokumen terkait