• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Nomor: ST-005/PP.2/2010 tanggal 13 Januari 2010 tentang Penyusunan Modul Diklat Prajabatan Golongan II Tahun Anggaran 2011, Sdr. Sampurna Budi Utama ditunjuk sebagai penyusun modul Pengelolaan Keuangan Negara.

Penunjukan ini sangat beralasan karena penyusun memiliki pengalaman mengajar cukup lama yang memungkinkan penyusun memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta Diklat Prajabata Golongan II.

Hasil penyusunan modul ini telah dipresentasikan di hadapan para Widyaiswara serta pejabat struktural terkait di lingkungan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan.

Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Prajabatan Golongan II, namun mengingat modul Pengelolaan Keuangan Negara sebagai bahan studi yang senantiasa berkembang, maka penyempurnaan modul perlu selalu diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas.

Pada kesempatan ini, kami mengharapkan saran atau kritik dari semua pihak (termasuk peserta diklat) untuk penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat dihargai.

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Januari 2011 Kepala Pusat,

Ttd.

Tony Rooswiyanto

(2)

iDAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ... vii

PETA KONSEP... viii

MODUL :PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA ... 1

1. Pendahuluan ... 1

1.1. Deskripsi Singkat ... 1

1.2. Prasyarat Kompetensi ... 2

1.3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 2

1.3. 1. Standar Kompetensi ... 2

1.3.2. Kompetensi Dasar ... 2

1.4. Relevansi Modul ... 3

2. Kegiatan Belajar (KB) 1 Keuangan Negara ... 5

2.1. Indikator ... 5

2.2. Uraian dan Contoh ... 5

2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Keuangan Negara ... 5

2.2.2. Lingkup Keuangan Negara ... 7

2.2.3. Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ... 9

2.2.4. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara ... 10

2.2.5. Mengapa Keuangan Negara harus Dikelola Dengan Baik ? 12 2.3. Latihan ... 15

2.4. Rangkuman ... 15

2.5. Test Formatif ... 16

(3)

3. Kegiatan Belajar (KB) 2 Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Negara (APBN)... 20

3.1. Indikator ... 20

3.2. Uraian dan Contoh ... 20

3.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum APBN ... 20

3.2.2. Siklus Pengelolaan APBN ... 22

3.2.3. Struktur dan Format APBN ... 30

3.2.4. Reformasi Penyusunan Anggaran ... 32

3.2.5. Reformasi Pelaksanaan Anggaran ... 35

3.3. Latihan ... 39

3.4. Rangkuman ... 39

3.5. Test Formatif ... 40

3.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 42

4. Kegiatan Belajar (KB) 3 Pendapatan Negara Dan Hibah ... 43

4.1. Indikator ... 43

4.2. Uraian dan contoh ... 43

4.2.1. Penerimaan Perpajakan dan Hibah ... 43

4.2.1.1. Penerimaan Perpajakan ... 43

4.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ... 50

4.2.2. Penerimaan Hibah ... 53

4.3. Latihan ... 53

4.4. Rangkuman ... 53

4.5. Test Formatif ... 54

4.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 55

5. Kegiatan Belajar (KB) 4 Belanja Pemerintah... 57

5.1. Indikator ... 57

5.2. Uraian dan contoh ... 57

5.2.1. Belanja Pemerintah ... 57

5.2.1.1. Belanja Pemerintah Pusat ... 57

5.2.1.2. Belanja Pemerintah Daerah ... 62

5.3. Latihan ... 64

(4)

5.5. Test Formatif ... 64

5.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 66

6. Kegiatan Belajar (KB) 5 Keseimbangan Umum dan Pembiayaan Defisit Anggaran ... 67

6.1. Indikator ... 67

6.2. Uraian dan contoh ... 67

6.2.1. Keseimbangan Umum ... 68

6.2.2. Pembiayaan Defisit Anggaran ... 68

6.3 Latihan ... 73

6.4. Rangkuman ... 73

6.5. Test Formatif ... 74

6.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 76

7. Kegiatan Belajar (KB) 6 Pengawasan Atas Pelaksanaan APBN Dan Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN 77 7.1. Indikator ... 77

7.2. Uraian dan Contoh ... 77

7.2.1. Sistem Pengawasan Pemerintah RI ... 78

7.2.1.1. Sistem Pengawasan Eksternal Pemerintah RI 78 7.2.1.2. Sistem Pengawasan Internal Pemerintah RI .... 83

7.2.2. Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN ... 85

7.3. Latihan ... 89

7.4. Rangkuman ... 89

7.5. Tes Formatif ... 90

7.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 92

TEST SUMATIF ... 94

KUNCI JAWABAN ... 100

(5)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Belanja pemerintah pusat berdasarkan klasifikasi

(6)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Kewenangan dalam pengelolahan keuangan negara di

(7)

LAMPIRAN 2 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Untuk membantu Anda dalam memahami materi dalam modul ini, disarankan agar Anda terlebih dahulu mempelajari peta konsep yang ada sebelum membaca lebih jauh materi yang disajikan dalam modul ini. Pemahaman terhadap peta konsep yang telah disediakan akan membantu Anda memahami hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain sehingga mempermudah Anda dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Jika dalam mempelajari materi dalam kegiatan belajar yang ada dalam modul ini Anda menemukan adanya keterkaitan dengan kegiatan belajar sebelumnya, sebaiknya pelajarilah kembali kegiatan belajar sebelumnya sebagai prasyarat kompetensi. Untuk memastikan bahwa Anda telah memahami seluruh isi dari modul ini, perhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai untuk setiap materi modul.

Penguasaan Anda atas materi modul ini dapat diukur dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam uraian materi diklat secara mandiri lalu bandingkan jawaban dengan petunjuk jawabannya. Selain itu, kerjakanlah setiap latihan dan tes secara mandiri atau kelompok, kemudian cocokkanlah jawaban dengan kunci jawaban yang tersedia. Usahakan kuasai 80% dari setiap kegiatan belajar, jika belum maka ulangi kembali membahas modul.

Apabila Anda menginginkan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi, akan sangat baik jika Anda membaca literatur yang berhubungan dengan materi dalam modul ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Maksimalkan pula peran widyaiswara dalam kegiatan tutorial untuk lebih mempermudah proses belajar Anda.

(8)

PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM - BPPK 2010 |

Pemerintah Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah Pusat

(9)

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Pengelolaan dalam arti luas, adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanganan keuangan negara. Seperti diketahui fungsi manajemen ada empat yang kadang-kadang disingkat POAC yaitu planning (perencanaan),

organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling

(pengawasan). Jadi pengelolaan keuangan negara dalam pengertian ini adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan sampai pengawasan keuangan negara. Langkah-langkah demikian, dalam keuangan negara kita dapat dilihat pada siklus APBN.

Sebagaimana dimaklumi, sebelum 5 April 2003 pelaksanaan pengelolaan negara masih didasarkan pada aturan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan aturan peralihan UUD 1945, yaituIndische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW, Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). Peraturan perundangan tersebut dipandang tidak dapat mengakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan perundangan tersebut tidak lagi dilaksanakan.

Dalam rangka mewujudkan sistem pengelolaan keuangan fiskal yang berkesinambungan sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 45 dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara serta menghilangkan bentuk-bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara sebagai akibat dari peraturan perundangan warisan kolonial Hindia Belanda, Pemerintah dengan persetujuan DPR telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang disahkan pada tanggal 5 April 2003 dan berlaku sejak diundangkannya.

(10)

sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

1.2. Prasyarat Kompetensi

Peserta yang akan ditunjuk untuk mengikuti Diklat Latihan Prajabatan II adalah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang telah memiliki Surat Keputusan Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (SK CPNS). Titik berat materi pada pemahaman, aplikasi, analisis dan kesimpulan berkaitan dengan pelaksanaan tugas sehari-hari peserta diklat sebagai pengelola di bidang fiskal.

1.3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

1.3.1. Standar Kompetensi (SK)

Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian tersebut, maka standar kompetensi untuk peserta diklat setelah mempelajari modul ini adalah meningkatnya pemahaman peserta diklat tentang Keuangan Negara dan peran Keuangan Negara dalam perekonomian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Sistem Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

1.3.2. Kompetensi Dasar (KD)

Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan mampu :

1. Menyebutkan pengertian dan dasar hukum keuangan negara. 2. Menjelaskan lingkup dan asas-asas umum keuangan negara. 3. Menjelaskan kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.

(11)

5. Menjelaskan kebijakan, struktur, dan siklus APBN.

6. Menjelaskan reformasi dalam penyusunan dan pelaksanaan APBN.

7. Menjelaskan sumber-sumber penerimaan negara. 8. Menjelaskan klasifikasi dan jenis-jenis belanja negara.

9. Menjelaskan keseimbangan umum dan pembiayaan defisit APBN. 10. Menjelaskan sistem pengawasan eksternal dan internal pemerintah.

11. Menjelaskan sistem pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN.

1.4. Relevansi Modul

Dengan mempelajari materi modul ini, diharapkan peserta diklat dapat memperoleh manfaat tambahan berupa pemahaman tentang pengertian, dasar hukum serta konsep-konsep pengelolaan keuangan negara secara umum, struktur dan siklus APBN, sumber-sumber pendapatan negara, jenis-jenis belanja negara, keseimbangan umum APBN dan pembiayaan defisit, serta sistem pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran di Indonesia.

Selaku otoritas dibidang fiskal, Departemen Keuangan memainkan peran yang sangat strategis dalam Pengelolaan Keuangan Negara. Oleh karena itu, diperlukan pegawai-pegawai Departemen Keuangan yang memahami dengan baik tugas-tugas Departemen Keuangan dalam mengelola keuangan negara baik dalam aspek makro maupun mikro.

Diharapkan, dengan semakin meningkatnya pemahaman para pegawai Departemen keuangan terhadap masalah pengelolaan keuangan negara selain akan sangat membantu dalam pelaksanaan tugas sehari-hari juga memberi keyakinan bahwa melalui pengelolaan keuangan negara yang semakin berkualitas, tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar dapat dicapai.

(12)
(13)

KEGIATAN BELAJAR (KB) 1

KEUANGAN NEGARA

2.1. Indikator

Indikator adalah kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan dasar untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. Berdasarkan pengertian tersebut, setelah mempelajari kegiatan belajar satu ini, peserta diklat diharapkan dapat:

1. Menyebutkan pengertian dan dasar hukum keuangan negara. 2. Menjelaskan lingkup pengelolaan keuangan negara.

3. Menjelaskan asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan negara. 4. Menjelaskan kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.

5. Menerangkan alasan mengapa keuangan negara harus dikelola dengan baik.

2.2. Uraian dan Contoh

Untuk lebih memahami pengertian keuangan negara, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai pengertian keuangan. Secara umum keuangan diartikan sebagai segala aktivitas yang bertalian dengan pembayaran uang. Pembayaran itu dimungkinkan apabila ada penerimaan terlebih dahulu. Oleh karena itu keuangan sering diartikan sebagai suatu sistem mengenai penerimaan dan pengeluaran uang. Bertolak dari alasan-alasan ini, yang dimaksud Keuangan Negara adalah semua hal yang bertalian dengan masalah penerimaan dan pengeluaran dari suatu negara.

2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Keuangan Negara.

Seiring diterbitkannya UU Nomor 17 Tahun 2003, maka bagi Indonesia yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah pengertian Keuangan Negara sebagaimana didefinisikan dalam pasal 1 ayat 1 UU tersebut.

Dibawah ini kita lihat beberapa pengertian keuangan negara:

(14)

bertalian dengan keuangan negara yang bunyi selengkapnya adalah sebagai berikut:

(a) Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.

(b) Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.

(c) Macam-macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

(d) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.

(e) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 2. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003

tentang Keuangan Negara, pengertian Keuangan Negara dinyatakan sebagai “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”4

Pendekatan yang digunakan dalam perumusan pengertian ini menurut angka 3 penjelasan umum UU Keuangan Negara dijabarkan bahwa:

1. Obyek dari Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

(15)

3. Menurut prosesnya, Keuangan Negara merupakan seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang dimulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

4. Tujuan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek Keuangan Negara tersebut dimaksudkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Pada tanggal 5 April 2003, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disahkan dan dinyatakan mulai berlaku sebagai dasar hukum keuangan negara sejak tanggal diundangkannya. Mulai saat tersebut Indonesia memasuki era baru pengelolaan keuangan negara dimana pengelolaan keuangan negara tidak lagi menggunakan aturan kolonial, sebagai pemenuhan kewajiban konstitusional sebagaimana diamanatkan oleh pasal 23 butir d UUD 45.

2.2.2. Lingkup Keuangan Negara.

Pengertian-pengertian Keuangan Negara seperti tersebut diatas menjelaskan pula mengenai lingkup Keuangan Negara. Ruang lingkup Keuangan Negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 meliputi: pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Pengelolaan moneter dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Pemerintah selalu mengusahakan agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat. Kebijakan moneter ini berkaitan dengan kurs, aktivitas perbankan, investasi modal domestik dan modal asing, dan sebagainya.

(16)

2. mengarahkan penggunaan uang dan kredit sedemikian rupa sehingga nilai rupiah dapat dipertahankan kestabilannya;

3. mendorong produsen untuk meningkatkan kegiatan produksi melalui penyediaan kredit dengan suku bunga rendah;

4. menyediakan tingkat lapangan kerja tertentu;

5. mengusahakan agar kebijakan moneter dapat dilaksanakan tanpa memberatkan beban keuangan negara dan masyarakat.

Ragam pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Pengelolaan fiskal ditempuh melalui beragam kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) pemerintah. Tujuan dari kebijakan fiskal adalah stabilisasi ekonomi yang lebih mantap. Maksudnya mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran disatu pihak atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum dipihak lain.

Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh modalnya/sahamnya dimiliki oleh negara. Perusahaan semacam ini biasa disebut Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga-Lembaga Keuangan Negara (BUMN/BUMD). Oleh karena kekayaan negara ini dikelola secara tersendiri (menurut ketentuan- ketentuan yang berlaku bagi suatu perusahaan) maka tidak ada hubungan langsung dengan APBN. Walaupun demikian hubungan dengan APBN sebenarnya masih ada, tapi tidak langsung, yaitu dalam hal pemerintah menyertakan tambahan modal dalam BUMN tersebut atau dalam hal adanya setoran bagian laba BUMN itu untuk Pemerintah, maka semuanya ini dicatat dalam suatu pos APBN. Dalam APBN kita hal ini dicatat dalam Bagian Pembiayaan dan Perhitungan.

(17)

berjalan sekian lama, maka dalam rangka usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas BUMN, maka bentuk BUMN diadakan penyempurnaan lagi yaitu Perjan dan Perum diubah menjadi Persero. Dengan demikian sekarang BUMN hanya ada dua macam yaitu Persero dan yang didirikan dengan undang-undang tersendiri.

2.2.3. Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara

Agar tujuan pengelolaan seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek Keuangan Negara dapat memberikan daya dukung penyelenggaraan pemerintahan negara yang optimal, keuangan negara dikelola berdasarkan asas umum sebagai berikut:

1. Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan Keuangan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Profesionalitas, yang berarti mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan;

3. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;

4. Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan Keuangan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak-hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara;

5. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang dalam praktiknya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).

Asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik

(18)

universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas.

Asas-asas umum tersebut diperlukan guna mendukung terwujudnya good

government dalam penyelenggaraan negara serta menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan negara sebagaimana telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945.

2.2.4. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara

Berdasar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam melaksanakan mandat Undang-Undang Keuangan Negara, fungsi pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara tersebut dijalankan dalam bentuk:

1. selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan dikuasakan kepada Menteri Keuangan;

2. selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga negara dikuasakan kepada masing-masing menteri/pimpinan lembaga;

3. penyerahan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;

4. tidak termasuk kewenangan di bidang moneter. Untuk mencapai stabilitas nilai rupiah, penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh Bank Sentral.

(19)

Pembagian kewenangan yang jelas dalam pelaksanaan anggaran antara menteri keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan terlaksananya mekanisme saling uji (check and balance) dalam pelaksanaan pengeluaran negara dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian kewenangan ini akan memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis, sebagai pengguna anggaran, untuk mengatur penggunaan anggaran kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan outputyang telah ditetapkan.

Atas kuasa yang diterimanya, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

1. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; 3. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

4. melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;

5. melaksanakan pungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;

6. melaksanakan fungsi bendahara umum negara;

7. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;

8. melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Penguna Anggaran/Pengguna Barang memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

1. menyusun anggaran kementerian negara/lembaga;

2. menyusun dokumen pelaksanaan pemungutan penerimaan negara; 3. melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga;

4. melaksanakan pungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;

5. mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga;

(20)

kementerian negara/lembaga;

7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga;

8. melaksanakan tugas-tugas lain berdasarkan ketentuan undang-undang.

2.2.5. Mengapa Keuangan Negara harus dikelola dengan baik?

Menurut Musgrave, masalah keuangan negara tidak sekedar menyangkut arus uang yang masuk sebagai penerimaan negara, dan arus uang yang keluar sebagai pengeluaran negara. Masalah keuangan negara juga menyangkut alokasi sumber- sumber ekonomi, distribusi pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, keuangan negara mempunyai dampak yang luas pada kegiatan ekonomi masyarakat.

Oleh karena itu, keuangan negara harus dikelola dengan baik dengan alasan-alasan berikut:

1. Mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Hubungan antara keuangan negara dengan kegiatan ekonomi masyarakat sudah lama diketahui. Dalam bukunya yang berjudul ”An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation”. Adam Smith menyatakan bahwa Negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian karena perekonomian sudah diatur oleh “invisible hands”, yaitu mekanisme naik atau turunnya harga sebagai akibat dari hukum penawaran dan permintaan barang dan jasa. Misalnya jika, permintaan lebih besar dari penawaran maka tingkat harga akan naik. Kenaikan harga akan mendorong kenaikan penawaran dan menekan permintaan sehingga terjadi keseimbangan baru dalam penawaran dan permintaan pada tingkat harga tertentu. Sebaliknya, jika penawaran lebih besar dari permintaan, harga akan turun. Turunnya harga akan menyebabkan naiknya permintaan dan menurunkan penawaran sehingga terjadi keseimbangan baru. Dengan demikian, naik/turunnya harga atau mekanisme harga bekerja secara otomatis untuk menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan atas barang dan jasa.

(21)

masyarakat sehingga mengurangi permintaan masyarakat. Sebaliknya pengeluaran negara, untuk membeli barang dan jasa dari masyarakat, akan menambah daya beli masyarakat. Apabila penerimaan negara melebihi pengeluaran negara, yang berarti APBN surplus, berarti pengurangan daya beli masyarakat lebih besar dari penambahannya sehingga terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sebaliknya, apabila pengeluaran lebih besar dari penerimaannya, yang berarti APBN defisit, berarti penambahan daya beli masyarakat lebih besar dari pengurangannya. Apabila permintaan masyarakat atas barang dan jasa melebihi penawarannya, harga-harga barang dan jasa akan naik atau terjadi inflasi. Namun jika penawaran lebih besar dari permintaannya maka harga-harga akan turun atau deflasi.

Menurut Boediono (1980), inflasi adalah suatu proses atau kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Deflasi adalah sebaliknya. Baik inflasi maupun deflasi dapat menganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk mencegah dampak yang tidak dikehendaki, Adam Smith menganjurkan agar penerimaan negara harus sama dengan pengeluaran negara, yang berarti APBN suatu negara harus seimbang. Pajak yang dipungut negara tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit, sebatas cukup untuk membiayai penyelenggaraan tugas dan fungsi negara, berupa: a. menyelenggarakan pertahanan dan keamanan

b. peradilan, dan

c. menyediakan barang publik.

2. Menjaga stabilitas ekonomi

Pendapat Adam Smith diikuti sampai tahun 1930-an karena pada tahun itu terjadi peristiwa depresiasi dunia. Pada periode tersebut, meskipun hampir semua negara menerapkan APBN seimbang, pada kenyataannya terjadi juga ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan jatuhnya perekonomian dan meningkatkan pengangguran. Pada tahun 1936, John Maynard Keyness menulis buku yang berjudul ”The General Theory of Employment, Interest and Money”.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Keyness berpendapat bahwa employment

(22)

oleh pengusaha dari hasil penjualan barang dan jasa yang diproduksinya. Sebaliknya, penawaran agregat adalah keseluruhan jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk membeli factor-faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa. Apabila permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat maka pengusaha akan untung sehingga bisa melakukan ekspansi usaha yang akan berdampak pada pertambahan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Sebaliknya, apabila penawaran agregat lebih besar dari permintaan agregat maka pengusaha akan merugi yang akan memaksa para pengusaha untuk mengurangi produksi yang berarti juga pengurangan tenaga kerja. Akibatnya, penangguran meningkat.

Menurut Keyness, depresi dunia yang terjadi pada tahun 1930-an disebabkan oleh penawaran agregat yang lebih besar daripada permintaan agregatnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi pengangguran, pemerintah melalui APBN dapat memperbesar permintaan agregat agar sama dengan penawaran agregat. Ini berarti APBN tidak lagi harus seimbang dan dapat juga digunakan sebagai alat untuk mengatasi inflasi dan deflasi, serta memelihara stabilisasi perekonomian.

Sejak lahirnya teori Keyness, tugas dan fungsi Negara menjadi lebih penting karena tidak sekedar menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, menyelenggarakan peradilan dan menyediakan barang publik semata namun juga menjaga kestabilan perekonomian sehingga kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera dapat terpelihara.

3. Merealokasi sumber-sumber ekonomi

(23)

ketidakseimbangan dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, negara melalui kebijakan fiskal yang persuasif, dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi secara maksimal.

4. Mendorong Redistribusi Pendapatan

Melalui kebijakan fiskal dalam APBN, negara dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan agar tidak terjadi senjang (gap) antara golongan masyarakat kaya dan golongan masyarakat miskin secara menyolok. Sumber daya ekonomi berupa faktor-faktor produksi secara natural tidaklah terdistribusi secara merata di masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat yang menguasai lebih banyak faktor produksi akan lebih diuntungkan dari kegiatan perekonomian yang ada. Untuk menciptakan keadilan, pemerintah dalam mengenakan pajak yang lebih banyak kepada kelompok masyarakat yang lebih mampu dan mengalokasikannya dalam bentuk pengeluaran/belanja negara yang berpihak kepada masyarakat yang kurang mampu (pro poor). Oleh karena itu, pengelolaan APBN tidak hanya menyangkut pada jumlah penerimaan dan pengeluaran saja, tetapi harus memperhatikan juga rincian dari penerimaan dan pengeluaran negara.

2.3. Latihan

1. Bagaimanakah rumusan keuangan negara yang tercantum dalam UUD 1945?

2. Apa saja yang termasuk lingkup keuangan negara menurut UU Keuangan Negara?

3. Jelaskan pendekatan yang dipakai UU No. 17 Tahun 2003 dalam merumuskan pengertian keuangan negara?

4. Jelaskan maksud menteri keuangan sebagaichief financial officer?

5. Alasan-alasan apa yang mendasari perlunya pengelolaan keuangan negara secara baik?

2.4. Rangkuman

(24)

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Ruang lingkup keuangan negara menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 meliputi: pengelolaan fiskal, pengelolaan moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Keuangan negara harus dikelola dengan baik mengingat dampak besarnya bagi perekonomian negara. Secara ekonomi, terdapat tiga fungsi pemerintah dalam perekonomian, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Keuangan Negara dapat dikelola sebagai sarana untuk pemenuhan fungsi-fungsi tersebut.

2.5. Test Formatif 1

PILIHLAH JAWABAN YANG PALING TEPAT.

1. Peraturan Undang-undang yang paling memenuhi amanat bab VIII pasal 23C Amandemen UUD 1945 adalah...

a. UU Nomor 1 Tahun 2004 b. UU Nomor 15 Tahun 2004 c. UU Nomor 17 Tahun 2003 d. UU Nomor 25 Tahun 2004

2. Tugas dan fungsi negara dalam bidang ekonomi berhubungan dengan permasalahan dibawah ini, kecuali...

a. Redistribusi pendapatan dalam masyarakat. b. Realokasi sumber-sumber daya ekonomi. c. Stabilisasi perekonomian.

d. Penentuan kebijakan publik.

3. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam kaitannya dengan...

a. Kekayaan negara yang dipisahkan.

b. Penerimaan dan pendapatan negara serta pengeluaran dan belanja negara.

(25)

d. pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat.

4. Sebagai pengguna anggaran, Menteri Keuangan memiliki tugas untuk.... a. melaksanakan pungutan PNBP dan menyetorkannya ke Kas Negara. b. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara (BUN).

c. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA). d. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro.

5. Kebijakan perpajakan yang bersifat progresif adalah contoh nyata implementasi keuangan negara untuk tujuan....

a. meredistribusi pendapatan.

b. merealokasi sumber-sumber ekonomi. c. menjaga stabilitas perekonomian. d. mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

6. Keterlibatan pemerintah secara aktif dalam mempengaruhi perekonomian nasional melalui kebijakan APBN, pertama kali disarankan oleh....

a. John Maynard Keyness. b. Adam Smith.

c. Richard Musgrave. d. Holley Ulbrich.

7. Dalam suatu pasar yang efisien, pemerintah dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada harga di pasar. Apabila pemerintah ingin menurunkan harga pasar, maka kegiatan yang tepat yang dapat dilakukan pemerintah adalah ....

a. menurunkan penerimaan pajak b. mengurangi tarif pajak

c. menaikkan penerimaan pajak

d. mengurangi subsidi atas konsumsi suatu barang

8. Definisi dari permintaan agregat adalah

(26)

b. keseluruhan jumlah uang yang diterima oleh pengusaha dari hasil penjualan barang dan jasa yang diproduksinya

c. keseluruhan jumlah barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam suatu waktu tertentu

d. keseluruhan jumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya

9. Suatu paham yang mengatakan bahwa penerimaan negara harus sama dengan pengeluaran negara, yang berarti APBN suatu negara harus seimbang dikemukakan oleh....

a. Holley Ulbrich b. Richard Musgrave c. Adam Smith

d. John Maynard Keyness

10. Keyness berpendapatan bahwa tingkat penangguran dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran agregat. Tingkat pengangguran akan semakin turun apabila terdapat kondisi dimana...

a. Permintaan aggregat sama dengan penawaran aggregat b. Permintaan aggregat lebih besar dari penawaran aggregat c. Penawaran aggregat lebih besar dari permintaan aggregat d. Penawaran aggregat lebih kecil dari permintaan aggregat

2.6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Hitunglah jawaban Anda yang benar kemudian gunakan rumus berikut untukmengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi kegiatan belajar ini.

Apabila Tingkat Pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai :

Jumlah jawaban yang benar

Jumlah keseluruhan soal 100

(27)

Nilai Kriteria Keterangan

91 - 100 Sangat Baik

81 - 90 Baik

71 - 80 Cukup

61 - 70 Kurang

0 - 60 Sangat Kurang

Apabila Nilai Anda 81 atau lebih, berarti Anda memahami materi kegiatan

belajar ini. Namun apabila nilai Anda kurang dan 81, Anda harus mempelajari

(28)

KEGIATAN BELAJAR II

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

NEGARA (APBN)

3.1. Indikator

Indikator adalah kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan dasar untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. Berdasar pengertian tersebut, setelah mempelajari kegiatan belajar satu ini, peserta diklat diharapkan dapat:

a. Menyebutkan pengertian dan dasar hukum APBN. b. Menerangkan siklus pengelolaan APBN.

c. Menjelaskan struktur dan format APBN.

d. Menjelaskan reformasi penyusunan anggaran yang sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Menerangkan reformasi dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja.

3.2. Uraian dan Contoh

Di atas telah disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan nasional dalam rangka pelaksanaan pembangunan, Pemerintah harus melaksanakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan Pemerintah yang beraneka ragam dan demikian komplek itu harus dilakukan berdasarkan suatu rencana kerja yang lengkap disertai dengan rencana keuangan. Yang dimaksud dengan rencana keuangan adalah rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan uang. Rencana keuangan yang disusun Pemerintah disebut anggaran negara yang secara lengkap biasa disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Telah dijelaskan pula, mengingat lingkupnya yang lebih sempit, maka APBN merupakan bagian dari keuangan negara.

3.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum APBN

(29)

dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

a. Biasanya anggaran belanja memuat data-data keuangan mengenai pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan dari tahun-tahun yang lalu, jumlah- jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan, dan jumlah-jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang (Due, 1973:63)

b Yang dimaksud dengan anggaran (budget) ialah suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun (Suparmoko, 1992: 49).

c Pasal 1 ayat 7 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Dari rumusan-rumusan di atas, kita dapat mengetahui bahwa pada dasarnya APBN mengandung perkiraan jumlah pengeluaran dan perkiraan jumlah pendapatan untuk menutupi pengeluaran tersebut serta pembiayaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada Pemerintah.

Arah keuangan negara menurut Musgrave adalah untuk mengusahakan stabilitas ekonomi, mengusahakan pembagian pendapatan yang lebih merata, dan mengusahakan alokasi sumber-sumber secara efisien.

(30)

modal mempunyai pendapatan yang sangat rendah. Dengan demikian terjadi kesenjangan pendapatan yang sangat besar. Dalam keadaan demikian keuangan negara dapat dijadikan alat untuk menjadikan pendapatan yang lebih merata melalui perpajakan.

Alokasi sumber-sumber juga menjadi sorotan Musgrave karena faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian) merupakan piranti yang sangat penting dalam sistim ekonomi kapitalis. Dalam hal ini keuangan negara harus diarahkan agar jangan sampai tejadi pengangguran faktor-faktor produksi tersebut. Hal lain yang tidak disoroti oleh Musgrave adalah masalah pertumbuhan ekonomi, yang justru merupakan hal yang sangat penting bagi negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Hal ini tentu tidak disoroti oleh Musgrave karena perekonomian AS sudah maju (pertumbuhan ekonomi sudah mapan).

Seperti tercantum dalam pasal 15 ayat 1 sampai ayat 6 UU Nomor 17 tahun 2003 antara lain dinyatakan bahwa yang menyiapkan rancangan APBN dan sekaligus rancangan Undang-Undang APBN (RUU APBN) adalah Pemerintah. Kemudian RUU APBN itu diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapat persetujuan. Dalam praktek, RUU APBN itu setelah disetujui oleh DPR baru dinyatakan berlaku setelah disahkan oleh Presiden. Dari praktek semacam ini jelas kiranya yang menjadi dasar hukum APBN adalah Undang-Undang APBN (UU APBN).

3.2.2. Siklus Pengelolaan APBN

Pengelolaan APBN secara keseluruhan dilakukan melalui 5 tahap yaitu tahap perencanaan APBN, tahap penetapan UU APBN, tahap pelaksanaan UU APBN, tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Kegiatan-kegiatan yang dimulai dari perencanaan anggaran sampai ke perhitungan anggaran biasa disebut siklus APBN atau daur APBN atau lingkaran APBN.

1) Tahap Perencanaan APBN

Secara garis besar kegiatan yang dilakukan pada tahap ini secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

(a) Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

(31)

Pemerintah dan PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Negara/Lembaga menyusun Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan. Rencana kerja ini memuat kebijakan, program dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran yang sedang disusun dan prakiraan maju (forward estimate) untuk tahun anggaran berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu (b) Pembahasan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Kementerian Perencanaan setelah menerima rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga melakukan penelaahan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Pada tahap ini, perubahan-perubahan terhadap program Kementerian Negara/Lembaga dapat disetujui oleh Kementerian Perencanaan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. (c) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga.

(32)

menjadi mitra kerja Kementerian Negara/Lembaga terkait. Sebelumnya komisi-komisi terkait telah mendapatkan Pagu Anggaran Sementara yang disampaikan oleh Panitia Anggaran DPR sebagai bahan dalam pembahasan RKA-KL.

Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni. Kementerian Perencanaan akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), sementara Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan dengan SE Menteri Keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan.

(d) Penyusunan Anggaran Belanja

RKA-KL hasil pembahasan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan menjadi dasar penyusunan anggaran belanja negara. Belanja negara disusun menurut asas bruto dimana masing-masing Kementerian Negara/Lembaga selain harus mencantumkan rencana jumlah pengeluaran tapi juga perkiraan penerimaan yang mungkin didapat selama tahun anggaran yang bersangkutan.

(e) Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara

Tidak seperti halnya penyusunan perkiraan belanja negara, dimana dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan, Bappenas selaku kementerian perencanaan dan Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan, maka penentuan perkiraan pendapatan negara pada dasarnya ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dibantu Bappenas dengan memperhatikan masukan-masukan dari Kementerian Negara/Lembaga lain. Misalnya dalam penentuan perkiraan penerimaan bukan pajak.

(f) Penyusunan Rancangan APBN

(33)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dibahas dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden.

Dari hasil pembahasan pada sidang kabinet, selanjutnya disusun Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) beserta dokumen pendukungnya yang terdiri dari Nota Keuangan dan Himpunan RKA-KL dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk disampaikan kepada DPR.

2) Tahap Penetapan UU APBN

Selanjutnya, Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta Himpunan RKA-KL yang telah dibahas dalam Sidang Kabinet disampaikan Pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambat-lambatnya pada akhir bulan Oktober. Proses penyelesaian pada tahap ini melalui beberapa tingkat pembicaraan, yaitu:

Tingkat I

Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan Pemerintah tentang Rancangan UU APBN. Pada kesempatan ini Presiden menyampaikan pidato Pengantar Rancangan UU APBN didepan Sidang Paripurna DPR.

Tingkat II

Dilakukan pandangan umum dalam Rapat Paripurna DPR dimana masing-masing Fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan Pemerintah. Jawaban Pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan oleh Menteri Keuangan.

Tingkat III

Pada tingkat ini dilakukan pembahasan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus. Pembahasan dilakukan bersama-sama Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.

(34)

Diadakan rapat Paripurna DPR yang kedua. Pada rapat ini disampaikan laporan hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari masing-masing fraksi DPR. Apabila ada dan dianggap perlu dapat juga pendapat-pendapat itu disertai dengan catatan tentang pendirian fraksinya.

Setelah penyampaian pendirian akhir masing-masing fraksi selanjutnya dengan menggunakan hak budget yang dimilikinya DPR menyetujui RUU APBN. Setelah DPR menyetujui RUU APBN, pada kesempatan ini pula DPR mempersilahkan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan untuk menyampaikan sambutannya bertalian dengan keputusan DPR tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang ada, agar RUU APBN yang telah disetujui DPR dapat berlaku efektif maka Presiden mengesahkan RUU APBN itu menjadi UU APBN.

3) Tahap Pelaksanaan UU APBN

UU APBN yang sudah disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden, sudah disusun dengan rinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Selanjutnya pelaksanaan UU APBN dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga negara dalam melaksanakan anggaran.

Penuangan dalam Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam UU APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian/lembaga negara, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian/lembaga negara. Selain itu, penuangan tersebut juga meliputi alokasi dana perimbangan untuk propinsi /kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.

(35)

diadakan perincian lebih lanjut kedalam program, kegiatan, jenis pengeluaran dan bagian anggaran. Anggaran pembangunan dirinci lebih lanjut kedalam program, proyek dan bagian anggaran. Bila masih ada hal-hal yang perlu diatur lebih khusus lagi, hal ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administrastif antar kementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.

Selama tahun anggaran dilaksanakan penerimaan-penerimaan dan pengeluaran-pengeluaran uang, yang kesemuanya ini harus dibukukan secara cermat. Pengeluaran uang terutama ditujukan untuk pengadaan barang, pembayaran jasa dan pembiayaan proyek-proyek pembangunan serta pembayaran cicilan hutang dan bunga. Seperti halnya dalam hal keuangan, dalam hal pengadaan barang, masalah penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran perlu pembukuan yang memadai. Demikian pula dalam hal piutang dan kekayaan negara.

Dalam rangka usaha mengadakan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran negara, telah ditetapkan Inpres No. 4 tahun 2000 tanggal 11 Mei tahun 2000, tentang Penertiban Rekening Departemen dan Lembaga Non Departemen. Secara garis besarnya isi Inpres tersebut adalah sebagai berikut:

(a) Semua Departemen dan semua Lembaga Non Departemen harus

menyampaikan data tentang rekening yang ada pada Departemen /Lembaga Non Departemen yang bersangkutan kepada Departemen

Keuangan/Direktorat Jenderal Anggaran, yang meliputi: 1) Nama

2) Nomor Rekening 3) Saldo per 30 April 2000

4) Nama Bank di mana rekening itu dibuka

5) Laporan paling lambat harus dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei tahun 2000

(36)

(b) Agar Menteri Keuangan melaksanakan penyempurnaan sistem pe-ngelolaan Kas Negara tersebut dalam rangka usaha inefisiensi dan efektivitas

administrasi keuangan negara.

Tujuan pemantapan dan penertiban penerimaan dan pengeluaran Negara diatas kemudian disempurnakan secara signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melalui penerapan Treasury Single Account

(TSA) dalam pengelolaan kas negara yang memungkinkan dana pemerintah dikelola secara optimal untuk mendukung pelaksanaan APBN. Dalam Sistem Kas Tunggal (Treasury Single Account), semua rekening keuangan negara berada di tangan satu otoritas yaitu Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Pasal 70 ayat 4 UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan agar penyimpanan uang negara dalam Rekening KUN pada Bank Sentral dilaksanakan secara bertahap, sehingga terlaksana secara penuh selambat-lambatnya pada tahun 2006.

4) Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN

Di tingkat intern Pemerintah, pengawasan pelaksanaan UU APBN dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk lingkup masing-masing Departemen/Lembaga dan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lingkup semua Departemen/Lembaga. Instansi-instansi tersebut melakukan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. Pemeriksaan/pengawasan dilakukan secara periodik selama tahun anggaran berjalan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945, pengawasan ekstern dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seperti halnya Inspektorat Jenderal dan BPKP, BPK mengadakan pemeriksaan/pengawasan atas penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan pembukuan uang, barang, piutang/kekayaan dan hutang negara. BPK ditetapkan dengan undang-undang tersendiri dan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada DPR. Walaupun demikian, sesuai dengan penjelasan ayat 5 Pasal 23 UUD 1945, BPK bukanlah badan yang berdiri diatas Pemerintah.

(37)

Pemerintah membuat Laporan Semesteran. Dalam laporan ini dicantumkan prospek keuangan untuk semester berikutnya. Prospektus demikian perlu diberitahukan kepada DPR agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan adanya Anggaran Belanja tambahan (ABT) untuk semester/tahun yang akan datang.

Selain Laporan Semesteran, sebelum tahun anggaran berakhir, Pemerintah membuat laporan sementara pelaksanaan APBN tahun yang berjalan. Apabila ada dan dianggap perlu bersama-sama laporan tahunan sementara ini disertakan RUU APBN T/P (Tambahan dan Perubahan) yang menggambarkan setiap perubahan rencana keuangan dari yang sudah disetujui DPR terdahulu. Karena laporan ini masih bersifat sementara (tahun anggaran masih belum berakhir), maka angka-angka yang tertera didalamnya masih mengandung perkiraan-perkiraan. Adapun prosedur pembicaraan RUU APBN T/P, sama dengan prosedur pembicaraan RUU APBN seperti telah diuraikan diatas.

5) Tahap Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan UU APBN.

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undangtentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang disusun atas dasar realisasi yang sudah diaudit BPK. Laporan keuangan tersebut disiapkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya APBN tahun anggaran yang bersangkutan.

Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya terdiri dari: 1. Laporan Realisasi APBN;

2. Neraca;

3. Laporan Arus Kas;

4. Catatan atas Laporan Keuangan (dilampiri laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya).

(38)

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang disusun secara tepat waktu serta mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.

3.2.3. Struktur dan Format APBN

Sejak tahun anggaran 1969/70 sampai dengan 1999/2000 APBN disusun dalam bentuk rekening scontro (T account). Di sebelah kiri (debet) dicantumkan semua penerimaan dan di sebelah kanan (kredit) dicantumkan semua pengeluaran. Mulai tahun anggaran 2000 struktur dan format APBN disusun dalam bentuk stafel (I account). Struktur demikian disesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional sebagaimana digunakan dalam statistik keuangan Pemerintah (Government Finance Statistics). Struktur dan format APBN seperti ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan yaitu:

1. Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN, sebab dalam penyusunan APBN ini akan tampak secara nyata besarnya defisit anggaran dan strategi pembiayaannya.

2. Mempermudah melakukan analisis komparasi mengenai perkembangan operasi fiskal Pemerintah dengan berbagai negara lain. Tujuan ini terutama berkaitan dengan besaran-besaran rasio defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto - PDB (overall balance deficit to GDP), serta rasio pembiayaan baik dalam negeri maupun luar negeri terhadap PDB (financing to GDP ratio).

3. Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk memperkecil diskripensi dengan data pembiayaan Bank Indonesia.

4. Menghadapi pelaksanaan desentralisasi fiskal (mengantisipasi pelaksanaan UU No. 25 tahun 1999, telah diamandemen dengan UU No. 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah -UUPKPD).

(39)

dapat dilihat padalampiran 1modul ini.

Dari struktur APBN tersebut dapat kita ketahui bahwa Pendapatan negara terdiri Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Penerimaan Perpajakan terdiri dari Pajak Dalam Negeri dan Pajak Perdagangan Internasional. Pajak Dalam Negeri terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, PBB dan BPHTB, Cukai, dan Pajak Lainnya. Pajak Perdagangan Internasional terdiri dari Bea Masuk dan Pajak Ekspor.

Penerimaan Negara Bukan Pajak, terdiri dari Penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya.

Belanja Negara terdiri dari Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja untuk Daerah. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Hutang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja lain-lain.

Belanja untuk Daerah terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dana Otonomi Khusus yaitu dana yang disediakan untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua sehubungan dengan diberinya Otonomi Khusus kedua Provinsi tersebut. Dana Penyesuaian yaitu dana yang disediakan agar dana Alokasi Umum yang diberikan kepada setiap Provinsi jumlahnya tidak lebih kecil dari jumlah yang diberikan pada tahun anggaran sebelumnya.

Jumlah Pendapatan Negara (A) dikurangi dengan jumlah Belanja Negara (B) merupakan Surplus/Defisit Anggaran (A - B) = D. Surplus/defisit anggaran tersebut biasa dinamakan Keseimbangan Umum. Karena mulai tahun 2000 dianut anggaran defisit, maka D merupakan defisit anggaran. Defisit Anggaran tersebut akan ditutup dengan Pembiayaan Anggaran (E), yang terdiri dari Pembiayaan Dalam Negeri dan Pembiayaan Luar Negeri. Pembiayaan Dalam Negeri terdiri dari Perbankan Dalam Negeri dan Non Perbankan Dalam Negeri. Pembiayaan Non Perbankan Dalam Negeri terdiri dari tiga sumber pembiayaan yaitu Privatisasi, Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan, dan Obligasi Negara.

(40)

(perorangan dan atau perusahaan), baik masyarakat dalam negeri maupun masyarakat luar negeri. Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan yaitu penjualan asset bank-bank yang telah diambil alih oleh BPPN.

Pembiayaan Luar Negeri yang menjadi sumber pembiayaan adalah pembiayaan luar negeri bersih yaitu penarikan pinjaman luar negeri bruto setelah dikurnangi pembayaran cicilan hutang pokok luar negeri.

Dalam setiap penyusunan APBN selalu digunakan asumsi, maksudnya sebagai pedoman agar jumlah dan sasaran APBN itu dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan.

3.2.4. Reformasi Penyusunan Anggaran

Penyusunan APBN dimaksudkan sebagai penjabaran rencana kerja Pemerintah untuk kurun waktu satu tahun. Penyusunannya disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam penyusunan ini diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut pasal 12 UU Nomor 17 tahun 2003 dalam hal anggaran diperkirakan mengalami defisit, defisit yang terjadi dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto dan jumlah pinjaman untuk membiayai defisit tersebut maksimal adalah 60% dari Produk Domestik Bruto. Apabila anggaran diperkirakan akan surplus, Pemerintah dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR dengan mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar generasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

(41)

dapat mengajukan usul yang berakibat pada perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN tersebut. Perubahan ini dimungkinkan sepanjang tidak berakibat pada peningkatan defisit anggaran. Selanjutnya, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, DPR sudah harus mengambil keputusan mengenai RUU APBN yang diajukan Pemerintah. Apabila DPR tidak memberi persetujuan atas RUU APBN maka Pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya.

Mulai APBN tahun 2005, format penyusunan APBN menggunakan format baru yakni format anggaran terpadu (unified budget) yang melebur anggaran rutin dan pembangunan ke dalam satu format anggaran seperti ditunjukkan dalam lampiran 2. Penggabungan belanja rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas dan belanja barang) dengan belanja pembangunan diharapkan akan mengurangi alokasi yang tumpang tindih. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga reklasifikasi belanja negara, khususnya belanja negara untuk pemerintah pusat. Beberapa perubahan pokok dalam format anggaran ditampilkan dalamlampiran 3.

Disamping format anggaran terpadu, akan dilakukan perbaikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan belanja negara serta penyempurnaan manajemen negara melalui anggaran berbasis kinerja, rencana anggaran berjangka menengah (medium term expenditure frame work), standar akuntansi pemerintah, reklasifikasi belanja menurut fungsi, organisasi dan jenis.

Penerapan anggaran terpadu dan reklasifikasi belanja negara tersebut dimaksudkan untuk:

1. Menghilangkan duplikasi anggaran yang disebabkan tidak tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional dengan proyek, khususnya proyek-proyek non- fisik.

2. Memudahkan penyusunan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) guna memperjelas keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.

3. Memberikan gambaran yang obyektif dan proporsional mengenai kegiatan keuangan pemerintah.

(42)

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, penyusunan APBN mulaitahun 2005 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang didukung oleh Rencana Kerja danAnggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL). RKP merupakan dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang berisi kebijakan pembangunan untuk periode 5 (lima) tahun, baik yang terkait dengan APBN maupun yang diarahkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sedangkan RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga, yang merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah dan rencana strategis kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

Berbeda dengan penyusunan APBN tahun-tahun sebelumnya yang lebih bersifat top down, penyusunan APBN mulai tahun 2005 dilakukan melalui proses penganggaran yang mengkombinasikan antara pendekatan top down dan pendekatanbottom up.

(43)

tidak terpisahkan dari UU APBN.

3.2.5. Reformasi Pelaksanaan Anggaran

Pemerintah bersama DPR, pada tangal 14 Januari 2004, mensahkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU Perbendaharaan Negara tersebut merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2003. Menurut UU Nomor 1 Tahun 204, yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Berdasarkan definisi tersebut, cakupan ruang lingkup Perbendaharaan Negara meliputi:

1. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah. 2. Pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara/daerah. 3. Pengelolaan kas negara/daerah.

4. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;

5. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;

6. Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;

7. Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD; 8. Penyelesaian kerugian negara/daerah;

9. Pengelolaan keuangan badan layanan umum;

10. Perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan Keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

(44)

memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Sedangkan dalam upaya melaksanakan kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan merupakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus sebagai manager keuangan.

Fungsi pengawasan yang dimiliki menteri keuangan terbatas pada aspek

rechmatigheid dan wetmatigheid serta hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh menteri negara/lembaga atau post-audit yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan fungsional.

Dalam pelaksanaannya, setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran. Atas permintaan ini, Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden. Dalam dokumen pelaksanaan anggaran dimaksud, masing-masing kementerian/lembaga menguraikan:

a. sasaran yang hendak dicapai; b. fungsi;

c. program dan rincian kegiatan;

d. anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan

e. rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta f. pendapatan yang diperkirakan diterima.

Pada dokumen pelaksanaan anggaran tersebut dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum dalam lingkungan kementerian negara yang bersangkutan. Selanjutnya, dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada:

1. menteri/pimpinan lembaga,

2. kuasa bendahara umum negara, dan 3. Badan Pemeriksa Keuangan.

(45)

Gambar 1

Kewenangan dalam pengelolahan keuangan negara di tingkat pusat

PEMISAHAN WEWENANGAN

DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA

Menteri Teknis Menteri Keuangan

Selaku Pengguna Anggaran Selaku BUN

Pengurusan Administratif Pengurusan Komptabel

(administratif beheer) (comptable beheer)

1. Tahapan Pembuatan Komitmen

Pada tahapan ini, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/ perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

2. Tahapan Pengujian dan Perintah Pembayaran

Setelah kegiatan dilaksanakan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk:

a. melakukan pengujian;

b. membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan c. memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:

a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan

Pembuatan Komitmen

Pengujian & Pembebanan

Pencairan Dana

Perintah

(46)

sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;

d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;

e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN.

Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

3. Tahapan Pembayaran

Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN. Dalam rangka pelaksanaan pembayaran BUN/Kuasa BUN berkewajiban untuk:

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan

oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Apabila persyaratan pencairan dana telah terpenuhi, atas tagihan yang menjadi beban negara tersebut dilakukan pembayaran oleh bendaharawan pengeluaran dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.

(47)

c. bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah:

1). meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

2). Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;

3). menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

d. bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidak dipenuhi. e. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas

pembayaran yang dilaksanakannya.

f. pengecualian dari ketentuan ini diatur dalam peraturan pemerintah.

3.3. Latihan

a. Apa yang Saudara ketahui tentang APBN ? b. Apa kaitannya APBN dengan Keuangan Negara ? c. Apa yang dimaksud siklus pengelolaan APBN ?

d. Bagaimana struktur APBN sejak diundangkannya UU Nomor 17 Tahun 2003?

e. Pada tahap mana RUU APBN itu ditetapkan ?

3.4. Rangkuman

(48)

3.5. Test Formatif 2

PILIHLAH JAWABAN YANG PALING TEPAT.

1. Yang menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah...

a. Amandemen UUD 1945 bab VIII Pasal 23. b. UU APBN tahun bersangkutan.

c. UU No. 17 Tahun 2003. d. UU No. 25 Tahun 2004.

2. Penggunaan Hak Budget oleh legislatif dilakukan pada tahap ... APBN. a. Perencanaan Undang-Undang

b. Penetapan Undang-Undang c. Pelaksanaan Undang-Undang

d. Pertanggungjawaban Pelaksanaan Undang-Undang.

3. Laporan Keuangan Departemen/Lembaga Negara tidak mencakup... a. Laporan Neraca.

b. Laporan Realisasi. c. Laporan Arus Kas.

d. Catatan atas Laporan Keuangan.

4. Rincian APBN yang disusun berdasarkan klasifikasi ekonomi dimaksudnya untuk...

a. mengetahui sektor dan subsektor dalam belanja negara. b. mengetahui jenis penerimaan dan belanja negara. c. mengetahui sifat penerimaan dan belanja negara. d. mengetahui obyek penerimaan dan belanja negara.

5. Dalam penyusunan anggaran terdapat 3 (tiga) pendekatan penganggaran yang harus digunakan. Manakah dari alternatif dibawah ini yang bukan merupakan pendekatan yang harus terakomodir pada saat penyusun program dan kegiatan dalam Renja KL?

(49)

b. Penganggaran Terpadu (Unified Budget). c. Penganggaran Berbasis Kinerja.

d. Daftar Belanja (Shopping List).

6. Agar aspek materialitas dalam pengadaan barang/jasa dapat diyakini kebenarannya, manakah dari pernyataan dibawah ini yang perlu mendapat perhatian?

a. pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.

b. diperlukan pengujian atas ketersediaan dana untuk pengadaan barang/jasa tersebut.

c. dilakukan penelitian atas kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. d. bendahara wajib menguji kebenaran perhitungan tagihan yang

tercantum dalam perintah pembayaran.

7. Belanja untuk daerah terdiri dari Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja untuk Daerah. Berikut ini, yang tidak termasuk dalam Belanja Pemerintah Daerah adalah ....

a. Belanja Subsidi b. Belanja Barang Modal c. Belanja Sosial

d. Belanja Hibah

8. Rencana Kerja dan Anggaran Kemeterian/Lembaga (RKA-K/L), yang disusun oleh Kementerian/Lembaga berdasarkan pagu sementara, harus dirinci menurut ....

a. unit organisasi dan kegiatan b. kegiatan dan program c. kegiatan dan subkegiatan d. unit organisasi dan program

Gambar

Gambar 1
Tabel 1. Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi
Gambar 2Sistem Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

Referensi

Dokumen terkait

Together with the development of the country, the bishops and the faithful continue their journey to become more rooted in Indonesian soil until the promulgation of Pedoman

Satuan aliran listrik dalam sistem CGS e disebut statampere dan dengan cara yang sama kuat medan E, beda potensial V, dan kapasitansi C, dapat diturunkan dari..

Untuk angka yang lebih dari lima dibulatkan ke atas dan bila kurang dari lima dibulatkan ke bawah.. Bila angka yang mau dibulatkan sama dengan 5, maka harus diperhatikan

Panjang adalah pengukuran yang dilakukan pada salah satu rusuk balok dengan cara mengukur dimulai dari titik atas hingga bawah (rusuk) yang diukur

My purpose in examining their relations with Jonson in the years between 1776 and 1850 is not to claim them, for the first time, as having been as ‘Romantic’ as (say) Coleridge

Penerapan metode dialektik dalam penelitian aspek sosial dalam naskah drama Kidung Pinggir Lurung bersifat menggabungkan unsur- unsur yang terdapat dalam naskah

Como le ocurre a Jack Bauer en 24 (Fox, 2001-), otra ficción televisiva paradigmática post 11-S, los protagonistas de Heroes tienen que acometer su gran objetivo -la salvación

Persamaan ketentuan hukum Islam dan UUPK adalah pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak benar mengenai produk/barang yang diperjualbelikan, dilarang