MATERI KULIAH KIMIA DASAR
DAFTAR ISI
Bab I. Stoikiometri
A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
B. Massa Atom Dan Massa Rumus
C. Konsep Mol
D. Persamaan Reaksi
Bab II. Hitungan Kimia Hitungan Kimia Bab III. Termokimia
A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm
B. Perubahan Entalpi
C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess
Bab IV. Sistem Koloid
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan ReaksiFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi
Bab VIII. Eksponen Hidrogen A. Pendahuluan
B. Menyatakan pH Larutan Asam
C. Menyatakan pH Larutan Basa
D. Larutan Buffer (penyangga)
E. Hidrolisis
F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah
G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat
Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan A. Teori Asam Basa
B. Stokiometri Larutan
Bab X. Zat Radioaktif
A. Keradioaktifan Alam
B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan
Bab XI. Kimia Lingkungan Kimia Lingkungan
Bab XIII. Sifat Koligatif Larutan
A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit
B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik
Didih
C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik
D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan A. Pengertian Dasar
B. Kelarutan
C. Mengendapkan Elektrolit
Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia A. Oksidasi - Reduksi
B. Konsep Bilangan Oksidasi
C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks
D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks
E. Elektrokimia
F. Sel Volta
G. Potensial Elektroda
H. Korosi
I. Elektrolisis
Bab XVI. Struktur Atom
A. Pengertian Dasar
B. Model Atom
C. Bilangan-Bilangan Kuantum
D. Konfigurasi Elektron
Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur
Sistem Periodik Unsur-Unsur
Bab XVIII. Ikatan Kimia
A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia
B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar
C. Ikatan Kovalen = Homopolar
D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar
E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls
Bab XIX. Hidrokarbon
A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon
B. Kekhasan atom karbon
C. Klasifikasi hidrokarbon
D. Alkana
E. Isomer alkana
F. Tata nama alkana
G. Alkena
H. Alkuna
I. Beberapa hidrokarbon lain
Bab XX. Gas Mulia
Unsur-Unsur Gas Mulia
Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen A. Sifat Halogen
B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen
C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium
Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali
A. Sifat Golongan Unsur Alkali
B. Sifat Fisika Dan Kimia
Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah
A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah
B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah
D. Pembuatan Logam Alkali Tanah E. Kesadahan.
Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga
Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia
Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat
A. Pengertian Unsur Transisi B. Sifat Periodik
C. Sifat Fisika Dan Kimia
D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks
Bab XXVI. Gas Hidrogen
BAB I
STOIKIOMETRI
STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.
HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA
1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER
"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".
Contoh:
hidrogen + oksigen hidrogen oksida (4g) (32g) (36g)
2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST
Contoh:
a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H = 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3
b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0 = 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3
Keuntungan dari hukum Proust:
bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.
Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3 = 12/100 x 50 gram = 6 gram
3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON
"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka
perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".
Contoh:
Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16
Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2
4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT
dimana:
P = tekanan gas (atmosfir) V = volume gas (liter)
n = mol gas
Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:
a. HUKUM BOYLE
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2
Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den
tekanan 2 atmosfir ?
Jawab:
P1 V1 = P2 V2
2.5 = P2 . 10 P2 = 1 atmosfir
b. HUKUM GAY-LUSSAC
"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana".
Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
d. HUKUM AVOGADRO
Jawab:
85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol
Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter
B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS
1. Massa Atom Relatif (Ar)
merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12
2. Massa Molekul Relatif (Mr)
merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan
1/12 massa 1 atom karbon 12.
Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan
dari massa atom unsur-unsur penyusunnya. Contoh:
Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?
Jawab:
C. KONSEP MOL
1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu.
Jika bilangan Avogadro = L maka :
L = 6.023 x 1023
1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.
1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut. Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat
Contoh:
Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?
Jawab:
Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40
mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L
D. PERSAMAAN REAKSI
PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT
1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama 2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama
3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga
menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den tekanannya sama)
Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari
HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)
BAB II
HITUNGAN KIMIA
Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu kimia.
Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta pembahasanya.
Contoh-contoh soal :
1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O= 16 ; Ca=40)
Jawab :
1 mol CaCO3, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100
Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%
2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan
asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :
2 Al (s) + 6 HCl (aq) 2 AlCl3 (aq) + 3 H2 (g)
Jawab:
Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan 2 mol Al x 2 mol AlCl3 3 mol H2 5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol
Jadi:
AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram Volume gas H2 yang dihasilkan (0o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 = 0,6 liter
3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi.
Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ? Jawab:
1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe
maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton
Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton
4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam
tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa
Jawab :
misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O CuSO4 . xH2O CuSO4 + xH2O
24.95 gram CuSO4 . xH2O = 15.95 + x mol 15.95 gram CuSO4 = 15.95 mol = 1 mol
menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:
banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya 24.95/ (15.95 + x) = 1 x = 9
Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 9H2O
Rumus Empiris dan Rumus Molekul
Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.
Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul.
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya - % massa dan Ar masing-masing unsurnya
- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya
Contoh 1:
Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.
Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr nya = 28 !
Jawab:
mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2 Jadi rumus empirisnya: (CH2)n
Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 14n = 28 n = 2
Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4
Contoh 2:
Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60 ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut !
Jawab:
Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum
CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l)
Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi.
Maka:
atau:
1 : 3 = 1 : x x = 3
1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y = 8
Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8
mol CxHy
mol CxHy mol O2mol O2 : mol CO2: mol CO2 = 1= 1 (x + 1/4y)(x + 1/4y) : x: x
20
20 100100 6060 =1=1 (x + 1/4y)(x + 1/4y) : x: x
1
BAB III
TERMOKIMIA
A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm
1. Reaksi Eksoterm
Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas.
Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - )
Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) + 393.5 kJ ; ΔH = -393.5 kJ
2. Reaksi Endoterm
Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.
Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + )
B. Perubahan Entalpi
Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp
Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa
perubahan kimia pada tekanan tetap.
a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm) Contoh: H2 2H - a kJ ; ∆H= +akJ
b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm) Contoh: 2H H2 + a kJ ; ∆H = -a kJ
Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :
1. Entalpi Pembentakan Standar (∆Hf ):
∆H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur- unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.
Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; ∆Hf = -285.85 kJ
2. Entalpi Penguraian:
∆H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-unsurnya (= Kebalikan dari ∆H pembentukan).
3. Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc ):
∆H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.
Contoh: CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ; ∆Hc = -802 kJ
4. Entalpi Reaksi:
∆H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan
koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.
Contoh: 2Al + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2 ; ∆H = -1468 kJ
5. Entalpi Netralisasi:
∆H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa.
6. Hukum Lavoisier-Laplace
"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan
zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya."
Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya
Contoh:
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; ∆H = - 112 kJ 2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; ∆H = + 112 kJ
C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess
1. Penentuan Perubahan Entalpi
Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif.
Perhitungan : ∆H reaksi = ∆ ; ∆Hfo produk - ∆ = ∆Hfo reaktan
2. Hukum Hess
Contoh:
+
Menurut Hukum Hess : x = y + z
D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia
Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul
kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.
Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi
pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :
Contoh:
Diketahui : energi ikatan
C - H = 414,5 kJ/Mol C = C = 612,4 kJ/mol C - C = 346,9 kJ/mol H - H = 436,8 kJ/mol
Ditanya:
∆H reaksi = C2H4(g) + H2(g) C2H6(g)
∆
∆H reaksi H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan = ∆ energi ikatan di kiri
Jawab:
Jawab:
∆
∆H reaksiH reaksi
= Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi
pembentukan ikatan pembentukan ikatan
= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C)) = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 kJ
BAB IV
SISTEM KOLOID
A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID
1. SISTEM DISPERS
a. Dispersi kasar (suspensi) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm.
b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm - 100 nm.
c. Dispersi molekuler (larutan sejati) :
partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm. Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium pendispersi.
Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.
2. JENIS KOLOID
Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya.
- koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
B. SIFAT-SIFAT KOLOID
Sifat-sifat khas koloid meliputi :
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. 2. 2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.
Koloid Fe(OH)3 bermuatan Koloid As2S3 bermuatan negatif positif karena permukaannya karena permukaannya menyerap
3. Adsorbsi
Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.
Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan). Contoh :
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.
4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya
besar terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya
kecil terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol belerang, sol emas.
C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS
1. ELEKTROFERESIS
Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda.
Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel
koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda
negatif berarti koloid bermuatan positif.
Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell.
2. DIALISIS
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya.
D. PEMBUATAN KOLOID
1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi termasuk cara kimia.
Kondensasi
Prinsip : Partikel Molekular ---> Partikel Koloid
Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :
a. Reaksi Redoks
2 H2S(g) + SO2(aq) 3 S(s) + 2 H2O(l)
b. Reaksi Hidrolisis
FeCl3(aq) + 3 H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)
c. ReaksiSubstitusi
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g) As2S3(s) + 6 H2O(l)
d. Reaksi Penggaraman
Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.
AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) AgCl(s) + NaNO3(aq)
2. Cara Dispersi
Prinsip : Partikel Besar ---> Partikel Koloid
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:
a. Cara Mekanik
Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.
b. Cara Busur Bredig
Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.
c. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh
BAB V
KECEPATAN REAKSI
A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI
Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu.
Untuk reaksi: aA + bB mM + nN maka kecepatan reaksinya adalah:
1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N)
V = - --- - --- = + --- +
a dt b dt m dt n dt
dimana:
-1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per satuan wakru.
-1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu.
-1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per satuan waktu.
Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
V = k(A) x (B) y
dimana:
V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi
x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B
(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan
(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.
B. Orde Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi.
Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.
Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi
Contoh soal:
Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) 2NOBr(g)
dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:
No. (NO) mol/l (Br2) mol/l
Kecepatan Reaksi
mol / 1 / detik
1. 0.1 0.1 12
2. 0.1 0.2 24
3. 0.1 0.3 36
4. 0.2 0.1 48
5. 0.3 0.1 108
Pertanyaan:
a. Tentukan orde reaksinya !
Jawab:
a Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)x(Br
2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.
Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).
Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka :
2x = 4 x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)
Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :
2y = 2 y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br 2)
Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br
2) (reaksi orde 3)
b Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka:
V = k(NO)2(Br 2)
12 = k(0.1)2(0.1)
C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi
Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama
dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah
tumbukan yang terjadi.
TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :
- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi
pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).
- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang
Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam
tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut
dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:
A + B ; T* --> C + D dimana:
- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi - T* adalah molekul dalam keadaan transisi - C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal
tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai
keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D). Catatan :
energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat
melangsungkan reaksi.
D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi
Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.
Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) 2 H2O(g) + 2 Br2(g)
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali
kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan
Tahap 1: HBr + O2 HOOBr (lambat)
Tahap 2: HBr + HOOBr 2HOBr (cepat)
Tahap 3: (HBr + HOBr H2O + Br2) x 2 (cepat)
--- + 4 HBr + O2 --> 2H2O + 2 Br2
Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan
berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat.
Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam
mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI
1. KONSENTRASI
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.
2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.
Secara umum dinyatakan bahwa:
- Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan.
Contoh: Ca2+(aq) + CO
32+(aq) CaCO3(s) Reaksi ini berlangsung dengan cepat.
- Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut
dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi.
Contoh: CH4(g) + Cl2(g) CH3Cl(g) + HCl(g)
3. SUHU
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang
memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh
formulasi ARRHENIUS:
k = A . e
-E/RTdimana:
k : tetapan laju reaksi
A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi E : energi pengaktifan
R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK T : suhu reaksi (oK)
4. KATALISATOR
BAB VI
KESETIMBANGAN KIMIA
A. Keadaan Kesetimbangan
Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat
dinyatakan sebagai:
A + B C + D
ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :
1. Kesetimbangan dalam sistem homogen
a.
Kesetimbangan dalam sistem gas-gasContoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
b
Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen
a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas Contoh: CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) b. Kesetimbangan sistem padat larutan
Contoh: BaSO4(s) Ba2+(aq) + SO
42- (aq)
c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas Contoh: Ca(HCO3)2(aq) CaCO
Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,
maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa
dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap.
Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan. Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka:
Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b
BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
- Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.
Contoh: C(s) + CO2(g) 2CO(g) Kc = (CO)2 / (CO
2)
- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.
Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s) Kc = (Zn2+) / (CO2+)
- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.
Contoh: CH3COO-(aq) + H
2O(l) CH3COOH(aq) + OH-(aq) Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH
Contoh soal:
1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:
AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g)
Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini !
Jawab:
Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama).
Dalam keadaan kesetimbangan: (AD) = (BC) = 3/4 mol/l
(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l
Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9
2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:
A(g) + 2B(g) 4C(g)
sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:
Jawab:
- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25
- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2
- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai: K1 = 1 / (K2)2 K
2 = 2
C. Pergeseran Kesetimbangan
Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan
kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.
Bagi reaksi:
A + B C + D
KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN
a. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.
b. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B.
FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH :
a. Perubahan konsentrasi salah satu zat b. Perubahan volume atau tekanan
c. Perubahan suhu
1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT
Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang
berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.
Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN
Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang
Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.
Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.
Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan
tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.
Contoh:
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g)
Koefisien reaksi di kanan = 2 Koefisien reaksi di kiri = 4
- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan
bergeser ke kanan.
- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan
PERUBAHAN SUHU
Menurut Van't Hoff:
- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).
- Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).
Contoh:
2NO(g) + O2(g) 2NO2(g) ; ΔH = -216 kJ
- Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. - Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke
D.
Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan
Hubungan Antara Harga Kc Dan Kp
PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan
katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.
HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp
Untuk reaksi umum:
a A(g) + b B(g) c C(g) + d D(g)
Harga tetapan kesetimbangan:
Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a .(B)b]
Kp = (PCc x P
Dd) / (PAa x PBb)
dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.
Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:
Kp = Kc (RT) n
Contoh:
Jika diketahui reaksi kesetimbangan: CO2(g) + C(s) 2CO(g)
Pada suhu 300o C, harga K
p= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalaun ruang 5 atm!
Jawab:
Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 - x) atm.
Kp = (PCO)2 / PCO
2 = x2 / (5 - x) = 16 ; x = 4 Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm
E. Kesetimbangan Disosiasi
Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana.
Contoh:
2NH3(g) N2(g) + 3H2(g)
besarnya nilai derajat disosiasi (µ):
µ = mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula
Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika: a = 0 berarti tidak terjadi penguraian
a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna
0 < µ < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).
Contoh:
Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan N2O4(g) 2NO2(g)
banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama. Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?
Jawab:
Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol
mol N2O4 yang terurai = a mol ; mol N2O4 sisa = a (1 - µ) mol mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol Pada keadaan setimbang:
BAB VII
LARUTAN
A. Pendahuluan
LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling
melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.
Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan
dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
1. ELEKTROLIT KUAT
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).
Yang tergolong elektrolit kuat adalah:
a. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.
b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain. c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3
dan lain-lain
2. ELEKTROLIT LEMAH
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.
Yang tergolong elektrolit lemah:
a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain
b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain
Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat
menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).
Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:
- Larutan urea - Larutan sukrosa - Larutan glukosa
- Larutan alkohol dan lain-lain
B. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
1. FRAKSI MOL
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu
komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
Contoh:
Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka:
XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3 XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7 * XA + XB = 1
2. PERSEN BERAT
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Contoh:
Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :
3. MOLALITAS (m)
Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
Contoh:
Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air ! - molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m
4. MOLARITAS (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh:
Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?
- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M
5. NORMALITAS (N)
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+. Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :
BAB VIII
EKSPONEN HIDROGEN
A. Pendahuluan
Besarnya konsentrasi ion H
+dalam larutan disebut derajat
keasaman.
Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai
pengertian pH.
pH = - log [H
+]
Untuk air murni (25
oC): [H
+] = [OH
-] = 10
-7mol/l
pH = - log 10
-7= 7
Atas dasar pengertian ini, ditentukan:
- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral
- Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam
1.
pH Asam Kuat
Bagi asam-asam kuat ( = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat
dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya).
Contoh:
1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !
Jawab:
HCl(aq) H
+(aq) + Cl
-(aq)
[H
+] = [HCl] = 0.01 = 10
-2M
pH = - log 10
-2= 2
2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !
Jawab:
H
2SO
4(aq) 2 H
+(aq) + SO
42-
(aq)
[H
+] = 2[H
2
SO
4] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10
-1M
pH = - log 10
-1= 1
B. Menyatakan pH Larutan Asam
2. pH Asam Lemah
Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya 1 (0 < φ < 1)
maka besarnya konsentrasi ion H
+tidak dapat dinyatakan secara
langsung dari konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat).
Langkah awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H
+]
dengan rumus
[H
+] = C
a
. K
a)
dimana:
C
a= konsentrasi asam lemah
K
a= tetapan ionisasi asam lemah
Contoh:
Hitunglah pH dari 0.025 mol CH
3COOH dalam 250 ml larutannya, jika
diketahui Ka = 10
-5Jawab:
Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10
-1M
[H
+] = C
a
. K
a) = 10
-1. 10
-5= 10
-3M
1.
pH Basa Kuat
Untuk menentukan pH basa-basa kuat (= 1), maka terlebih dahulu dihitung nilai
pOH larutan dari konsentrasi basanya.
Contoh:
a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M !
b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH)
20.01 M !
Jawab:
a. KOH(aq) K
+(aq) + (aq)
[] = [KOH] = 0.1 = 10
-1M
pOH = - log 10
-1= 1
pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13
b. Ca(OH)
2(aq) Ca
2+(aq) + 2 (aq)
[OH
-1] = 2[Ca(OH)
2
] = 2 x 0.01 = 2.10
-2M
pOH = - log 2.10
-2= 2 - log 2
pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2
C. Menyatakan pH Larutan Basa
[] = Cb . Kb)
2. pH Basa Lemah
Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya 1, maka untuk
menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:
[OH
-] = C
b
. K
b)
dimana:
C
b= konsentrasi basa lemah
K
b= tetapan ionisasi basa lemah
Contoh:
Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH
4OH, jika diketahui tetapan
ionisasinya = 10
-5!
Jawab:
[OH
-] = C
b
. K
b) = 10
-3. 10
-5= 10
-4M
pOH = - log 10
-4= 4
a. Campuran
asam lemah
dengan
garam
dari asam lemah tersebut.
Contoh:
- CH
3COOH dengan CH
3COONa
- H
3PO
4dengan NaH
2PO
4b. Campuran
basa lemah
dengan
garam
dari basa lemah tersebut.
Contoh:
- NH
4OH dengan NH
4Cl
D. Larutan Buffer
Larutan buffer adalah:
Sifat larutan buffer:
- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam
atau
1.
Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran
asam lemah
dengan
garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:
[
H
+] = K
a
. C
a/C
gpH = pK
a+ log C
a/C
gdimana
:
C
a= konsentrasi asam lemah
C
g= konsentrasi garamnya
K
a= tetapan ionisasi asam lemah
Contoh:
Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan
0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !
K
abagi asam asetat = 10
-5Jawab:
C
a= 0.01 mol/liter = 10
-2M
C
g= 0.10 mol/liter = 10
-1M
pH= pK
a+ log C
g/C
a= -log 10
-5+ log
-1/log
-2= 5 + 1 = 6
2.
Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran
basa lemah
dengan
garamnya
(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:
[
OH
-] = K
b
. C
b/C
gpOH = pK
b+ log C
g/C
bdimana:
C
b= konsentrasi base lemah, C
g= konsentrasi garamnya
K
b= tetapan ionisasi basa lemah
Contoh:
Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH
4OH dengan
0.1 mol HCl ! (K
b= 10-5)
Jawab:
NH
4OH(aq) + HCl(aq) NH
4Cl(aq) + H
2O(l)
mol NH
4OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol
mol NH
4OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol
mol NH
4Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol
Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH
4Cl) maka campurannya
akan membentuk larutan buffer.
C
b(sisa) = 0.1 mol/liter = 10
-1M, C
g
(yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10
-1M
pOH = pK
b+ log C
g/C
b= -log 10
-5+ log 10
-1/10
-1= 5 + log 1 = 5
1.
Garam yang terbentuk dari reaksi
asam kuat
dengan
basa kuat
(misalnya
NaCl, K
2SO
4dan lain-lain)
tidak
mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam
yang demikian nilai pH = 7 (bersifat netral).
2.
Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah (misalnya
NH
4Cl, AgNO
3dan lain-lain) hanya kationnya yang terhidrolisis (mengalami
hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH < 7 (bersifat
asam).
3.
Garam yang terbentuk dari reaksi
asam lemah
dengan
basa kuat
(misalnya
CH
3COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang terhidrolisis
(mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH > 7
(bersifat basa).
4.
Garam yang terbentuk dari reaksi
asam lemah
dengan
basa lemah
(misalnya
CH
3COONH
4, Al
2S
3dan lain-lain) mengalami hidrolisis total (sempurna).
Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga K
aden K
b.
E. Hidrolisis
Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau
basa.
[H
+] = K
h
. C
gK
h= K
w/K
bpH = 1/2 (pK
W- pK
b- log C
g)
pH = 1/2 (pK
w- pK
b- log C
g)
= 1/2 (-log 10
-14+ log 10
-5- log 10
-1)
= 1/2 (14 - 5 + 1)
= 1/2 x 10
= 5
F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah
Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan
persamaan:
dimana :
Kh =konstanta hidrolisis
Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:
Contoh:
Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)
Jawab:
G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah
Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam
perhitungan digunakan persamaan:
[OH
-] = K
h
. C
gdimana:
K
h= K
w/K
aKh = konstanta hidrolisis
Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:
pH = 1/2 (pK
w+ pK
a+ log C
g)
Contoh:
Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam
asetat ! (K
a= 10
-5).
NaOH + CH
3COOH CH
3COONa + H
2O
- mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol
- mol CH
3COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol
Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam (CH3COONa) yang terbentuk.
-mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)
- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M - Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam lemah dengan basa kuat), besarnya:
pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg) = 1/2 (14 + 5 + log 10-2) = 1/2 (19 - 2)
BAB IX
TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN
A.Teori Asam Basa
1.MENURUT ARRHENIUS
Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H
+.
Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH
-.
Contoh:
1) HCl(aq) H
+(aq) + Cl
-(aq)
2) NaOH(aq) Na
+(aq) + OH
-(aq)
2.MENURUT BRONSTED-LOWRY
Contoh:
1) HAc(aq) + H
2O(l) H
3O+(aq) + Ac
-(aq)
asam-1 basa-2 asam-2 basa-1
HAc dengan Ac
-merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
H
3O+ dengan H
2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
2
) H
2O(l) + NH
3(aq) NH
4+(aq) + OH
-(aq)
asam-1 basa-2 asam-2 basa-1
H
2O dengan OH
-merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
NH
4+dengan NH
3
merupakan pasangan asam-basa konyugasi.
B. Stokiometri Larutan
Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau
seluruhnya berada dalam bentuk larutan.
1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana
Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara
hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara
suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:
a. menulis persamann reaksi
b. menyetarakan koefisien reaksi
c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan
perbandingan mol
n = V . M
dimana:
n = jumlah mol
V = volume (liter)
M = molaritas larutan
Contoh:
Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4
gram logam magnesium (Ar = 24).
Jawab:
Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl
2(aq) + H
2(g)
24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol
mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol
2. Titrasi
Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan
larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak
dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu:
a. titrasi asam-basa
b. titrasi redoks
c. titrasi pengendapan
Contoh:
1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25 M
HCl. Tentukan kemolaran larutan NaOH !
Jawab:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H
2O(l)
mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol
Berdasarkan koefisien reaksi di atas.
mol NaOH = mol HCl = 5 m mol
2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air.
Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M HCl.
Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)!
Jawab:
CaO(s) + H
2O(l) Ca(OH)
2(aq)
Ca(OH)
2(aq) + 2 HCl(aq) CaCl
2(aq) + 2 H
2O(l)
mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol
mol Ca(OH)
2= mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol
massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = 0.168 gram
BAB X
ZAT RADIOAKTIF
A.Keradioaktifan Alam
Definisi :
Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat
radiokatif
MACAMNYA
:KERADIOAKTIFAN ALAM
- Terjadi secara spontan
Misalnya:
92238U
1. Jenis peluruhan
a. Radiasi Alfa
- terdiri dari inti
24He
- merupakan partikel yang massif
- kecepatan 0.1 C
- di udara hanya berjalan beberapa cm sebelum menumbuk
molekul udara
-
merupakan radiasi elektromagnetik yang berenergi tinggi
- berasal dari inti
- merupakan gejala spontan dari isotop radioaktif
d. Emisi Positron
2. Kestabilan inti
-Pada umumnya unsur dengan nomor atom lebih besar dari 83
adalah radioaktif.
-
Kestabilan inti dipengaruhi oleh perbandingan antara neutron
dan proton di dalam inti.
*
isotop dengan n/p di atas pita kestabilan menjadi stabil
dengan memancarkan partikel beta.
* isotop dengan n/p di bawah pita kestabilan menjadi stabil
dengan menangkap elektron.
* emisi positron terjadi pada inti ringan.
* penangkapan elektron terjadi pada inti berat.
3. Deret keradioaktifan
Deret radioaktif ialah suatu kumpulan unsur-unsur hasil peluruhan
suatu radioaktif yang berakhir dengan terbentuknya unsur yang
stabil.
a. Deret Uranium-Radium
Dimulai dengan
92 238U dan berakhir dengan
82 206
Pb
b. Deret Thorium
Dimulai oleh peluruhan
90 232Th dan berakhir dengan
82 208
Pb
c. Deret Aktinium
Dimulai dengan peluruhan
92 235U dan berakhir dengan
82 207
Pb
d. Deret Neptunium
Dimulai dengan peluruhan
93 237Np dan berakhir
B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan
KERADIOAKTIFAN BUATAN
Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel.
Prinsip penembakan:
•
Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor
• atom setelah penembakan.
• Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor
• massa setelah penembakan.
Misalnya:
714N +
24
He
817O +
11p
k = (2.3/t) log (N
o/N
t)
k = 0.693/t
1/2t = 3.32 . t
1/2. log N
o/N
tRUMUS
k = tetapan laju peluruhant = waktu peluruhan
No = jumlah bahan radioaktif mula- mula
Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t
RINGKASAN :
Contoh:
1.Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari
sejumlah No unsur tersebut setelah 1 hari berapa yang masih
tersisa ?
Jawab:
t
1/2= 4 jam ; t = 1 hari = 24 jam
t
1/2x n = t n = t/t
1/2= 24/4 = 6
(1/2)
n= N
t
/N
o(1/2)
6= N
t/N
oN
t= 1/64 N
o2. 400 gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72
tahun ternyata masih tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah
waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?
Jawab:
N
o= 400 gram
N
t= 6.25 gram
t = 72 tahun
(1/2)
n= N
t