• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Derajat Asertivitas Pada Anggota DPRD Tk I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Derajat Asertivitas Pada Anggota DPRD Tk I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini berjudul studi deskripstif mengenai derajat asertivitas anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran derajat asertivitas pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh populasi dari anggota DPRD masa jabatan 2009-2014 TK I Provinsi Riau.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survey. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur asertivitas adalah kuesioner modifikasi peneliti berdasarkan The Rathus Assertiveness Scale (RAS) dari S.A Rathus and l.S Nevid (1980). Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah dengan menggunakan SPSS versi 17.0. Berdasarkan teknik korelasi item-total, diperoleh validitas antara 0,302 – 0,669. Di samping itu dengan rumus Alpha Cronbach diperoleh reliabilitas 0.879.

Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil sebanyak 50% responden memiliki derajat asertivitas tinggi dan 50% responden lainnya memiliki derajat asertivitas rendah. Hasil tersebut dapat diungkapkan bahwa hanya 50% dari anggota DPRD TK I Provinsi Riau yang mampu untuk mengungkapkan kebutuhan, perasaan, serta pikiran secara jujur dan terbuka yang benar-benar sesuai yang ada dalam dirinya dengan tidak merugikan pihak lain. Faktor jenis kelamin menunjukkan keterkaitan mempengaruhi asertivitas pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau sedangkan faktor pendidikan tidak menunjukkan keterkaitan dengan asertivitas.

(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 13

1.5 Kerangka Pikir ... 14

(3)

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asertivitas ... 27

2.1.1 Pengertian Asertifitas ... 27

2.1.2 Gambaran Perilaku Asertif ... 29

2.1.3 Ciri-Ciri Perilaku Asertif ... 33

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Asertif ... 42

2.1.5 Manfaat Tingkah Laku Asertif ... 44

2.2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 46

2.2.1 UU No.23 TH 2004 ... 46

2.2.2 Tata Cara Pengambilan Keputusan di DPRD ... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 53

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 54

3.2.1 Variabel Penelitian ... 54

3.2.2 Definisi Operasional ... 54

3.3 Alat Ukur ... 56

3.3.1 Alat Ukur Asertivitas` ... 56

3.3.2 Prosedur Pengisian ... 57

3.3.3 Sistem Pemberian Skor ... 58

3.3.4 Data Penunjang ... 59

3.3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 59

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 60

3.4 Populasi ... 60

3.4. 1 Populasi Sasaran ... 60

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 61

3.5 Teknik Analisis ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 62

4.1.1 Jenis Kelamin ... 62

4.1.2 Usia ... 63

4.1.3 Tingkat Pendidikan ... 64

4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 65

4.3 Tabulasi Silang ... 66

4.3.1 Tabulasi Silang Antara Asertivitas dan Tingkat Pendidikan ... 66

4.3.2 Tabulasi Silang Antara Asertivitas dan Jenis Kelamin ... 67

4.4 Pembahasan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan ... 79

(5)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rincian Alat Ukur ... 53

Tabel 3.2 Sistem Pemberian Skor ... 55

Tabel 4.1 Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.2 Usia ... 60

Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan ... 61

Tabel 4.4 Data Asertivitas ... 62

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Antara Asertivitas dan Tingkat Pendidikan ... 63

(7)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR SKEMA/BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Asertivitas

Lampiran 3 Data Skor Mentah Responden

Lampiran 4 Hasil Pengolahan data

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha 1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam bahasa latin demos artinya

adalah rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan, dengan kata lain

demokrasi diartikan sebagai rakyat berkuasa. Indonesia dengan sistem demokrasi

merupakan negara dengan pemerintahan yang demokratis dengan menjamin

kedaulatan rakyat.

Salah satu pilar negara demokrasi adalah menerapkan prinsip trias politica

yang membagi ketiga kekuasaan politik negara, yaitu eksekutif sebagai lembaga

pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan

kewenangan eksekutif. Yudikatif yang merupakan lembaga-lembaga pengadilan

yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif. Serta Legislatif yang

merupakan lembaga legislatif yang berwenang menyelenggarakan kekuasan

legislasi yang juga merupakan lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Badan

legislatif inilah yang merupakan badan aspirasi rakyat sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi di negara demokrasi seperti Indonesia. (Shklar, Judith N.

1996).

Badan legislatif merupakan lembaga yang legislate atau yang membuat

(10)

Universitas Kristen Maranatha Dewan perwakilan rakyat merupakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) yang dipilih

oleh konstituen (pemilih) berdasarkan suara terbanyak hasil pemilihan umum di

wilayah pemilihannya, sehingga anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat.

Dewan perwakilan rakyat memiliki fungsi-fungsi lembaga, fungsi Pertama

adalah fungsi legislasi, yaitu kewenangan pembuatan Peraturan Daerah (Perda).

Kedua Fungsi Anggaran, yaitu kewenangan menyetujui atau menolak dan

menetapkan RAPBD menjadi APBD. Ketiga fungsi Pengawasan, yaitu

kewenangan dewan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perda

dan peraturan lainnya. (UU RI NO. 32 Tahun 2004).

Fungsi tersebut merupakan dasar untuk membuat keputusan untuk

merumuskan kemauan rakyat dalam sebuah kebijakan umum (public policy) yang

akan mengikat seluruh masyarakat dalam wilayahnya, dengan kata lain lembaga

ini merupakan badan yang membuat kebijakan-kebijakan yang menyangkut

kepentingan umum yang disaring dari aspirasi masyarakat. Musyawarah

merupakan jalan utama untuk mengambil suatu kebijakan umum. Dalam

musyawarah ini keterlibatan setiap angggota legislatif sangat besar. Merekalah

yang akan menyuarakan aspirasi masyarakat kedalam bentuk usulan, pendapat

atau ide-ide yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam setiap perumusan

suatu permasalahan. Hal ini juga berkaitan dengan kewajiban anggota legislatif

untuk menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat sebagai dasar dalam membuat suatu kebijakan umum. Aneka ragam

(11)

Universitas Kristen Maranatha kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat dapat berkurang dengan adanya

kebijakan yang tersebut.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi setiap anggota legislatif memiliki

beberapa hak, diantaranya adalah hak interpelasi untuk meminta keterangan

kepada pemerintah mengenai kebijakan dalam suatu bidang, hak angket untuk

mengadakan penyelidikan sendiri, hak untuk mengajukan pertanyaan, hak

imunitas, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, serta membela

diri. Sehingga hak yang dimiliki oleh setiap anggota legislatif ini dapat digunakan

dalam musyawaarah. Mereka dapat secara terbuka menuangkan isi

pemikiran-pemikiran, pendapat, usul dalam membahas suatu permasalahan yang

dimusyawarahkan, keputusan-keputusan publik yang terumus inilah kemudian

akan dapat dipertanggungjawaban atas tugas dan kinerja mereka selaku anggota

legislatif sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah

pemilihannya. (UU RI NO. 32 Tahun 2004).

Musyawarah yang berjalan dalam persidangan akan berjalan dengan baik

tidak lepas dari kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh setiap anggotanya.

Anggota legislatif ini diharapkan dapat berkomunikasi secara jelas, sistematis,

kritis, serta tanggap terhadap permasalahan yang sedang dihadapi sehingga

dengan komunikasi yang baik ini diharapkan mereka mampu membuat suatu

kebijakan-kebijakan yang strategis dan objektif yang nantinya akan dapat

diterapkan dan berguna bagi masyarakat. Melalui proses komunikasi yang baik itu

juga pendapat, ide-ide, tanggapan, jawaban, sanggahan serta usul yang

(12)

Universitas Kristen Maranatha konstituennya. Selain komunikasi dalam persidangan dengan pimpinan sidang

maupun sesama anggota legislatif, mereka juga banyak berinteraksi dengan orang

lain. Diantaranya adalah dengan kepala daerah, instansi pemerintah lainnya, serta

dengan masyarakat luas. Oleh karena itu mereka harus memiliki kemampuan

komunikasi yang baik dengan berbagai pihak.

Seluruh anggota legislatif secara langsung akan terlibat dalam proses

komunikasi dalam berbagai musyawarah seperti dalam persidangan. Hal ini tidak

menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pemikiran, sehingga akan

memungkinkan terjadinya konflik-konflik dan perdebatan. Perdebatan yang

terjadi diharapkan berlangsung secara logis sehingga akan dapat menghasilkan

keputusan-keputusan yang logis juga, namun apabila perdebatan tidak dapat

diatasi dan tidak menemunkan titik temu, kemungkinan besar akan mempengaruhi

keputusan-keputusan suatu kebijakan. Perdebatan yang mengarah ke perilaku

agresi kemungkinan akan terjadi. Proses musyawarah anggota legislatif ini juga

terikat dengan kewajiban-kewajiban. Salah satunya adalah kewajiban untuk

menjaga tata tertib, kode etik, sumpah janji anggota, menjaga norma serta etika

sebagai anggota legislatif.

Beberapa pemberitaan di media massa terlihat adanya kericuhan sesama

anggota legislatif dalam sidang yang mengarah pada tindakan agresif. Dengan

agresivitasnya, mereka kehilangan daya pengendali diri, sehingga yang dilakukan

bukan perdebatan secara positif yang asertif namun lebih ke agresif sesama

(13)

Universitas Kristen Maranatha Sebagai anggota legislatif, untuk bisa mengungkapkan suatu hal yang

dianggap bertentangan yang memungkinkan memicu terjadinya perdebatan

hingga perselisihan memerlukan suatu cara komunikasi yang dapat menghidari

hal tersebut, yang mana komunikasi ini dapat dilakukan dengan cara yang sopan,

tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain. Cara komunikasi yang tepat

tersebut adalah komunikasi dengan cara asertif. Dalam hal ini kemampuan asertif

juga akan membantu meningkatkan kepercayaan dengan orang lain yang

selanjutnya kepercayaan ini merupakan dasar dari bentuk kerjasama serta

kompetensi yang positif untuk memulai hubungan dengan orang lain.

Menurut Spencer A Rathus (1977), asertivitas adalah tingkah laku yang

menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka dalam menyatakan

kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran secara apa adanya tanpa menyakiti orang

lain atau merugikan orang disekitarnya. Orang yang asertif memiliki

kecenderungan untuk secara bebas mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya.

Kemampuan mengungkapkan perasaan apa adanya bagi sebagian orang

dapat dilakukan dengan mudah, pada sebagian orang merasa sulit bahkan tidak

mampu mengutarakannya. Bagi yang mampu mengungkapkannya secara

langsung dapat dilakukan secara halus, ada pula yang cara penyampaiannya dapat

menyinggung perasaan orang lain. Dalam mengutarakan pendapat dan perasaan

terhadap lingkungan, orang pada umumnya lebih mudah mengutarakan perasaan

positif seperti pujian dibandingkan dengan pengungkapan perasaan negatif,

(14)

Universitas Kristen Maranatha tanpa merugikan pihak manapun maka sebagai seorang manusia harus mampu

mengutarakan dengan perilaku asertif.

Asertif terbukti sangat bermanfaat ketika berada dalam situasi yang tidak

menyenangkan di tempat kerja. Dalam keadaan emosional, asertif dapat

meminimalisasi komunikasi yang defensif, sehingga seseorang akan tetap mampu

berpikir objektif dan jernih serta mengedepankan tuntuntan pekerjaan yang harus

diselesaikan. Selain itu, asertif akan meminimalisir terjadinya tindakan yang

merugikan. Misalnya anggota legislatif mampu menghindari perdebatan panjang

dengan menggunakan kata-kata kasar yang mengarah kepada perilaku agresi.

Anggota legislatif tersebut dapat mengemukakan pendapat mereka secara positif

dan mampu mengajak orang lain untuk berkomunikasi secara positif juga agar

terhindar dari situasi yang memancing agresivitas (http://asprosbinareka.com/ )

Komunikasi secara asertif tidak sama dengan agresif, agresif adalah

perilaku verbal maupun non verbal yang menyalahkan atau melabelkan orang

lain, dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan, mengkritik

berlebihan/dengan tajam, merugikan orang lain dan mengintimidasi seseorang.

Sedangkan asertif akan menjadikan seseorang lebih kreatif dan berani mengambil

resiko (Brian Carrol, 2004). Misalnya anggota legislatif yang asertif akan mampu

mengemukakan ide-ide yang kreatif yang dapat membawa masyarakat menjadi

lebih sejahtera.

Sistem pewakilan yang mengikat semua anggota legislatif adalah

(15)

Universitas Kristen Maranatha diwakilinya, namun hasil survei Lembaga Survey Indonesia (LSI, 2008)

menemukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja legislatif hanya mencapai

51,6%. Peran representasi legislatif dinyatakan berhasil apabila mampu mewakili

kepentingan masyarakat, dan masyarakat pun merasa terwakili di dalam

menyusun kebijakan bersama kepala daerah dalam musyawarah. Oleh karena itu

kemampuan komunikasi oleh setiap anggota legislatif harus secara jelas dan

sistematis yang mampu mewakili aspirasi dari konstituennya. Oleh karena itu

perilaku asertif dibutuhkan oleh setiap anggota legislatif agar mereka mampu

berkomunikasi secara dua arah secara efektif. Ukuran keberhasilan lainnya adalah

apabila masyarakat telah merasa mereka dapat berperilaku jujur, berani

mempublikasikan semua keputusan kepada masyarakat secara terbuka tanpa ada

yang disembunyikan dan dirugikan, termasuk dalam mengawasi

kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala daerah. Oleh karena itu komunikasi secara

asertif ini mampu membantu legislatif untuk mencapai keberhasilan dalam

melakukan fungsi-fungsinya dan membuat keputusan yang strategis.

(http://www.balipost.co.id/)

Prosedur kerja atau mekanisme kerja anggota legislatif juga merupakan

suatu penghambat bagi anggota legislatif untuk dapat berkomunikasi secara

asertif. Dalam menunjukkan kekuatan politik, lembaga legislatif sendiri

membentuk fraksi sebagai pengelompokkan anggota berdasarkan konfigurasi

partai politik hasil pemilihan umum. Fraksi merupakan bagian integral dalam

lembaga legislatif yang bersifat mandiri yang dibentuk dalam rangka optimalisasi

(16)

Universitas Kristen Maranatha Namun lebih penting dari itu, fraksi mempunyai peran menentukan dalam proses

pengambilan keputusan. Sebagai pengelompokkan atas nama partai politik atau

gabungan partai politik, fraksi tidak lepas memperjuangkan kepentingan politik

kelompok. Dengan keadaan seperti ini, mungkin tidak terhindarkan

berbenturannya kepentingan antara fraksi dan anggota DPR, terutama saat tidak

terjalin keselarasan antara kepentingan fraksi dengan anggota-anggotanya. Efek

selanjutnya dari tekanan-tekanan fraksi tersebut manjadikan anggota legislatif

mengubah “perjuangannya” sehingga menjadi selaras dengan kepentingan

fraksinya karena kadang kala kekuatan fraksi melemahkan kekuatan anggota

untuk memperjuangkan suaranya. Hal ini yang menjadikan anggota DPR menjadi

mudah menyerah memperjuangkan suaranya hanya dikarenakan tekanan-tekanan

fraksi yang ada. Perilaku mudah menyerah dan menerima pendapat saja pendapat

orang lain ini menunjukkan perilaku yang tidak asertif. (

http://kompas.com/info.php )

Di Indonesia lembaga legislatif terdiri dari dewan perwakilan rakyat

republik Indonesia (DPR RI) yang dipimpin oleh seorang ketua DPR yang

bertempat di ibukota negara, Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD

TK I) yang berdomisili di ibukota provinsi, dan Dewan perwakilan rakyat daerah

kabupaten/kota (DPRD TK II) yang juga berkedudukan di ibukota masing-masing

kabupaten/kota. Salah satu DPRD di Indonesia adalah DPRD Tingkat I Provinsi

Riau.

DPRD TK I Provinsi Riau merupakan dewan perwakilan rakyat provinsi

(17)

Universitas Kristen Maranatha sekitar ± 5 juta penduduk pada tahun 2005. DPRD TK I Provinsi Riau memiliki

55 Anggota yang terdiri dari 46 pria dan 9 wanita. DPRD TK I Provinsi Riau

menaungi 2 Kota dan 9 Kabupaten.

Anggota legislatif pada masa jabatan 2009-2014 merupakan anggota yang

dipilih melalui sistem pemilihan berdasarkan perolehan suara terbanyak yang

dipilih oleh para konstiteunnya di daerah, bukan melalui nomor urut calon dalam

partai politik. Setiap calon legislatif harus turun langsung berinteraksi masyarakat

untuk mengenalkan diri serta menarik para simpatisan untuk memberikan

suaranya dalam pemilihan umum. Sistem pemilihan langsung ini menjadikan

setiap anggota legislatif harus memiliki kemampuan komunikasi yang efektif

agar mampu menarik partisipan di daerah pemilihannya.

Sistem pemilihan langsung diharapkan setiap anggota legislatif yang

terpilih telah mengenali daerah pemilihannya dan memahami keadaan masyarakat

serta permasalahan-permasalannya. Dengan keadaan seperti ini mereka juga

diharapkan mampu menjadi perwakilan yang dapat mewakili para konstituennya

dimasyarakat secara lebih kritis di dewan perwakilan dan dapat berkomunikasi

dengan lebih intensif dengan masyarakat yang terwakili. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi bagaimana pola perilaku asertif akan berkembang menjadi atau

tidak menjadi identitas dalam pekerjaan yang sebenarnya sangat diperlukan

sebagai anggota legislatif.

Menurut asisten pemerintahan TK I provinsi Riau yang juga merupakan

(18)

Universitas Kristen Maranatha provinsi Riau berpendapat bahwa ketika sidang berlangsung, silang pendapat

kerapkali terjadi di persidangan namun menurutnya beberapa dari anggota

legislatif ini seringkali memotong pembicaraannya ketika ia berbicara, ketika

mereka berbicara anggota tersebut tidak menyertakan data yang jelas sehingga isi

pembicaraannya juga menjadi tidak jelas. Hal ini akan berdampak kepada

keputusan yang akan diambil, sidang yang berlangsung akan berjalan lama dan

bertele-tele. Komunikasi yang berlangsung lama dan bertele-tele ini juga akan

berdampak kepada penundaan sidang dihari berikutnya yang menjadi sangat

memakan waktu lama untuk membuat suatu kebijakan. Menurutnya hal inilah

menjadi penghambat dalam membuat suatu kebijakan-kebijakan umum. Gejala

ini berkaitan dengan cara komunikasi dengan cara asertif.

Melihat gejala yang ada, beberapa anggota DPRD TK I Provinsi Riau

memiliki permasalahan dalam mengemukakan pendapat, isi pikiran dan

perasaannya kepada orang lain. Maka untuk mengetahui lebih lanjut lagi tentang

asertivitas pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau, maka peneliti mengadakan

observasi dan wawancara kepada anggota-anggotanya. Dari hasil observasi

peneliti dalam suatu sidang terbuka terhadap 15 orang, diperoleh data 7 orang

(50%) dari 15 orang terlihat dalam persidangan mereka cukup aktif berpartisipasi

dalam mengemukakan pikiran mereka dalam setiap musyawarah yang dilakukan.

Namun apabila fraksi secara umum menentukan keputusan, mereka merasa

kesulitan untuk mempertahankan pendapat mereka dan sulit untuk menjelaskan

secara gamblang ketidaksetujuan mereka tersebut, sehingga mereka cenderung

(19)

Universitas Kristen Maranatha fraksi itu sulit untuk dibantahkan sehingga mereka merasa lebih baik mengikuti

saja dari pada tetap berdebat walaupun hal itu jauh dari harapan yang mereka

inginkan.

Selain itu 4 orang (33%) dari 15 orang orang ketika di observasi mereka

secara aktif dalam berpendapat, namun mereka terlihat sering memotong

pembicaran orang lain dan terlihat memaksakan kehendak pribadinya. Ketika

diwawancara mereka menyatakan hal ini sering dilakukannya. mereka

mengatakan hal ini merupakan cara mereka untuk aktif berperan sebagai anggota

legislatif.

Sekitar 3 orang (20 %) anggota lagislatif tersebut mengakui bahwa

kadangkala tidak dapat menolak apabila ada seseorang yang meminta tolong baik

dalam pekerjaan maupun dalam hal lainnya. Mereka berusaha untuk membantu

sebisanya orang yang meminta tolong kepada dirinya walaupun sebenarnya

mereka tidak tahu apakah mereka bisa sepenuhnya untuk membantu. Selain itu 2

orang (12 %) mengakui mereka berusaha untuk tetap menjaga kontak mata dalam

berbicara kepada orang lain, karena hal itu merupakan suatu bentuk rasa

menghargai kepada lawan bicara.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diperoleh data bahwa

beberapa anggota legislatif menunjukkan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri

yang menunjukkan perilaku yang tidak asertif, ada yang berani untuk secara jujur

dan secara terbuka menyatakan apa yang ada dalam pikirannya namun ada juga

(20)

Universitas Kristen Maranatha lagislatif tidak mampu untuk mengemukakan pendapatnya sendiri secara terbuka.

Dari sini dapat terlihat bahwa tidak semua anggota DPRD memiliki perilaku

asertif. Bagi anggota yang tidak asertif, tetap akan melakukan hasil keputusan

yang tidak disetujui dengan perasaan terpaksa, karena setiap keputusan tidak

semuanya berasal dari isi pikirannya. Sementara bagi DPRD sendiri, anggota yang

tidak asertif menjadikan fungsi-fungsi DPRD tidak dapat berjalan optimal, selain

itu bagi DPRD sendiri akan kehilangan sumbangan pemikiran dari para anggota

yang menjadi badan perwakilan rakyat dari para konstituennya. Hal ini bisa

terjadi, karena diantara anggota yang tidak asertif mungkin memiliki ide-ide

pemikiran yang membangun, namun tidak dapat terealisasikan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan studi

deskriptif yang akan meneliti lebih lanjut masalah asertivitas pada anggota DPRD

TK I Provinsi Riau Di Pekan Baru.

1.2Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin meneliti tentang gambaran derajat Asertivitas pada

Anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru.

(21)

Universitas Kristen Maranatha 1.3.1 Maksud

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai

asertivitas pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru.

1.3.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran rinci

mengenai derajat asertivitas serta faktor-faktor yang berpengaruh pada

anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota Pekanbaru.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

a) Memberikan informasi mengenai derajat Asertivitas ke dalam

bidang ilmu Psikologi Sosial.

b) Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian lanjutan mengenai derajat Asertivitas.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a) Sebagai masukan bagi pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau

untuk dapat lebih memahami tentang Asertivitas sehingga

diharapkan juga anggota DPRD TK I Provinsi Riau tersebut dapat

(22)

Universitas Kristen Maranatha b) Sebagai masukan kepada Institusi DPRD TK I Provinsi Riau,

sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam memotivasi dan

mengembangkan asertivitas para anggotanya.

c) Sebagai masukan kepada partai politik untuk lebih memberikan

pemahaman mengenai konsep asertivitas. Khususnya untuk

mempersiapkan kader-kader masa depan untuk menghadapi kerja

nyata sebagai anggota legislatif berikutnya, sehingga mereka mampu

mengembangkan komunikasi asertif sebagai perwakilan rakyat

1.5 Kerangka Pemikiran

DPRD TK I merupakan dewan perwakilan rakyat pada tingkat provinsi

yang anggota-anggotanya terdiri atas anggota partai yang dipilih berdasarkan hasil

suara terbanyak pemilihan umum. DPRD TK I merupakan lembaga perwakilan

rakyat daerah yang berkedudukan di ibukota provinsi sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah provinsi. Kedudukan yang seperti ini

menjadikan DPRD TK I sebagai bagian penting dalam sistem pemerintahan

daerah dan sekaligus juga sebagai lembaga pelaksana dari prinsip-prinsip dan

nilai-nilai demokrasi yang menjadi azas negara.

DPRD TK I mempunyai fungsi-fungsi, Pertama fungsi adalah fungsi

Legislasi, yaitu kewenangan pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Kedua Fungsi

Anggaran, yaitu kewenangan menyetujui atau menolak dan menetapkan RAPBD

menjadi APBD. Ketiga fungsi Pengawasan, yaitu kewenangan dewan untuk

(23)

Universitas Kristen Maranatha Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, tugas utama DPRD TK I

adalah membuat suatu kebijakan umum yang mencakup fungsi-fungsi tersebut.

Kebijakan umum ini disaring melalui aspirasi masyarakat atau isu-isu yang

sedang berkembang. Selanjutkan kebijakan umum inilah yang akan mengikat

seluruh masyarakat dalam wilayahnya.

Membuat suatu kebijakan umum ini diperoleh melalui jalan musyawarah.

Musyawarah adalah jalan utama untuk merumuskan suatu kebijakan yang

diadakan dalam sebuah persidangan. Dalam persidangan, untuk membuat suatu

kebijakan umum tidak hanya anggota legislatif yang terlibat, namun institusi

pemerintahan lainnya juga kemungkinan akan dilibatkan. Misalnya kepala daerah,

kepala dinas ataupun pihak lain yang bersangkutan. Agar fungsi-fungsi DPRD

dapat berjalan optimal anggota Merumuskan suatu kebijakan ini

dimusyawarahkan dalam suatu persidangangan. Dalam menjalankan fungsi

pengawasan, DPRD juga juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan

terhadap aktivitas badan eksekutif dalam menjalankan pemerintahannya, fungsi

pengawasan ini juga dilakukan melalui sidang untuk melakukan kegiatan

musyawarah. Agar pelaksanaan fungsi-fungsi ini berjalan optimal, setiap anggota

DPRD memiliki hak. (a) Mengajukan rancangan peraturan daerah, (b)

Mengajukan pertanyaan, (c) Menyampaikan usul dan pendapat, (d) Memilih dan

dipilih, (e) Membela diri, (f) Imunitas.

Dengan hak yang dimiliki oleh setiap anggota legislatif, mereka

diharapkan dapat menggunakan hak mereka untuk aktif dalam menyuarakan

(24)

Universitas Kristen Maranatha beberapa diantaranya adalah yakni menyerap, menghimpun, menampung dan

menindaklanjuti aspirasi masyarakat, memberikan pertanggungjawaban secara

moral dan politis kepada pemilih di daerah pemilihannya, Mengunjungi

konstituen secara berkala, menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD

kabupaten/kota, termasuk menjaga tatakrama persidangan dan kesantunan politik

antar sesama anggota DPRD kabupaten/kota serta menjaga etika dan norma

dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah kabupaten/kota. (UU RI No.32 tahun 2004).

Untuk menjalankan fungsi-fungsi DPRD dengan hak dan kewajiban yang

dimilikinya, maka pekerjaan anggota legislatif dalam membuat suatu kebijakan

umum yang strategis, logis serta dapat diterapkan dalam masyarakat luas. Hal ini

akan melibatkan proses komunikasi, baik dengan atasan, sesama rekan kerja,

instansi pemerintah lainnya maupun dengan masyarakat luas. Proses komunikasi

ini juga merupakan unsur dalam musyawarah untuk pembentukan kebijakan

publik yang disaring dari masyarakat. Agar komunikasi ini dapat membuat suatu

keputusan-keputusan yang tepat, mereka diharapkan mampu untuk secara terbuka

dalam mengungkapkan pendapat serta mengemukakan pemikiran mereka kepada

orang lain. Beragam pendapat dan usulan yang disampaikan oleh seluruh anggota

legislatif ini harus menjunjung tata tertib dan tatakrama persidangan serta

kesantunan politik antar anggota legislatif. Kewajiban ini perlu diperhatikan

karena tidak menutup kemungkinan proses saling beradu pendapat, mengajukan

usulan dengan cara yang tidak tepat, serta pemikiran-pemikiran yang tidak selaras

(25)

Universitas Kristen Maranatha memiliki kemampuan komunikasi yang efektif guna menjaga hubungan kerja

yang baik dengan orang lain dan interaksi sosial yang terbina secara positif.

Selain itu masyarakat luas mengharapkan mereka dapat mewakili para

konstituennya diperwakilan sebagai salah satu unsur di pemerintahan untuk

memperjuangkan suara mereka di parlemen.

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang mampu

menyatakan diri secara jujur, terbuka dan sesuai tentang segala hal yang ada di

dalam dirinya seperti adanya kepada orang lain. Yang dimaksud dengan “segala

hal yang ada dalam diri” meliputi segala hal yang berkaitan dengan pikiran seperti

ide-ide, pendapat, argumentasi, dan sebagainya dan segala hal yang berkaitan

dengan keinginan atau kehendak mereka. Dengan “seperti adanya” dimaksudkan

dengan apa yang dikemukakan adalah benar-benar sesuai dengan apa yang ada

didalam dirinya dan bila tidak setuju dengan sesuatu hal maka akan dikemukakan

juga ketidaksetujuan yang sama, dan bukan sebaliknya. Jadi bila tidak setuju

dikatakan sebagai setuju, maka hal ini bukanlah “seperti apa adanya”.

Kemampuan mengekspresikan disini menyangkut hal-hal positif, netral dan

negatif. Hal ini merujuk kepada perilaku asertif.

Menurut Rathus & Nevid (1977), asertivitas merupakan tingkah laku yang

menampilkan keberanian untuk secara jujur dan secara terbuka menyatakan

kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya tanpa menyakiti orang lain.

Menurut Rathus (1977), terdapat 10 ciri-ciri tingkah laku yang termasuk tingkah

laku asertif. Ciri pertama adalah Requesting Favors atau meminta bantuan

(26)

Universitas Kristen Maranatha untuk meminta bantuan kepada orang lain secara tepat dan tidak bertele-tele baik

kepada atasan, rekan, kerja maupun orang lain. Selain itu, anggota legislatif yang

asertif akan meminta izin sebelum meminta tolong, memberikan penjelasan

singkat terhadap permintaan tolong yang diajukan serta tidak lupa mengucapkan

terima kasih setelah diberi pertolongan.

Ciri kedua adalah denying Request atau menolak permintaan yang mana

anggota DPRD tersebut mampu untuk menyatakan penolakan terhadap keinginan

ataupun permintaan orang lain baik dari atasan, rekan kerja maupun orang lain

secara tepat. Misalnya, seorang anggota legislatif mampu menolak permintaan

rekan kerjanya untuk membantu menyelesaikan perkerjaannya yang sebenarnya

bukan merupakan perkerjaannya dengan menyertai penjelasan singkat ketika

menolak permintaan orang lain tersebut.

Ciri ketiga adalah disaggreing with other atau membantah orang lain,

dimana setiap anggota legislatif mampu mengungkapkan dan menjelaskan

ketidaksetujuan pada orang lain dan tidak begitu saja menerima pendapat orang

lain yang dianggap lebih dominan. Misalnya dalam persidangan, dalam mencapai

kata mufakat anggota legislatif berani untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya

terhadap pendapat orang lain dan mereka tidak serta merta menerima pendapat

fraksi dengan begitu saja.

Ciri keempat adalah beginning the conversation and knowing what to say

atau memulai percakapan dan mengetahui apa yang ingin di katakan. Yaitu

anggota legislatif mampu untuk memulai pembicaraan dengan orang lain baik

(27)

Universitas Kristen Maranatha sosial serta membangun komunikasi dua arah dengan atasan/ rekan kerja/ orang

lain. Misalnya anggota legislatif yang asertif yang merupakan perwakilan

konstituen di daerah pemilihannya dapat berkomunikasi secara dua arah dengan

masyarakat secara luas mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam

persidangan dan mampu menempatkan diri ketika berkomunikasi dengan

masyarakat dari berbagai kalangan.

Ciri kelima adalah saying what you really think atau bicarakanlah apa

yang sebenarnya anda pikirkan, hal ini berkaitan dengan kemampuan anggota

legislatif untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran serta menunjukkan

secara verbal apa yang anda pikirkan. Hal yang diungkapkan tersebut merupakan

hasil pemikiran sendiri dan tidak menyerang pendapat orang lain dengan

pendapatnya dengan asumsi pernyataan orang lain tersebut buruk. Misalnya dalam

musyawarah mereka berani untuk mengungkapkan argumen-argumen mereka

tanpa menyerang pendapat orang yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Pendapat

tersebut juga menyertakan data-data dan penjelasan yang jelas.

Ciri keenam adalah giving compliments atau dapat memberikan pujian,

dimana anggota legislatif mampu memberikan pujian yang sesuai dengan apa

yang dirasakan pada saat itu secara sesuai dan tidak berlebihan. Misalnya

anggota legislatif tidak segan-segan untuk memberikan pujian kepada rekan

kerjanya yang memiliki pendapat yang bagus. Hal tersebut di ungkapkan dengan

cara yang tepat dan cocok dengan keadaan orang lain sebagai bentuk reward.

Mampu memberikan pujian secara tepat menunjukkan bahwa pujian diungkapkan

(28)

Universitas Kristen Maranatha Ciri ketujuh adalah receiving compliments atau dapat menerima pujian

dari orang lain yaitu anggota legislatif memiliki kemampuan untuk menerima

suatu pujian sebagai suatu hal yang semestinya diterima dan mengungkapkan

apresiasi dengan cara yang sesuai. Misalnya apabila anggota legisltif diberi

pujian terhadap prestasi kerja mereka atau pendapat mereka, anggota legisltif

tersebut mampu untuk memberikan apresiasi kepada orang yang memberikan

pujian tersebut. Seperti mengucapkan terimakasih yang tepat dan tidak berlebihan.

Ciri kedelapan adalah making complaint atau mengajukan keluhan yaitu

dimana anggota legislatif mampu mengungkapkan keluhannya secara bertahap

dan sesuai dengan tujuan. Anggota legislatif yang asertif akan mampu

mengajukan keluhan baik terhadap pekerjaan yang dilakukan rekannya ataupun

pada perilaku seseorang dengan menggunakan informasi faktual sebagai data serta

spesifik mengarah pada tingkah laku. Selain itu mereka juga mampu

mengungkapkan keluhan dengan ekspresi non verbal yang sesuai, tidak bersifat

subjektif, mampu mengontrol emosi serta tidak menggunakan kata-kata kasar dan

menghina.

Ciri kesembilan adalah receiving complaints atau menerima keluhan,

dimana hal ini menunjukkan kemampuan anggota legislatif dapat menerima

keluhan yang ditujukan kepada dirinya. Anggota legislatif dengan sikap asertif

akan mampu membatasi isi dari keluhan sehingga akan mengarah pada perilaku

yang spesifik dan tidak berujung pada tindakan kekerasan maupun emosional

dengan memberikan penjelasan yang sifatnya kongrit serta sesuai dengan keluhan

(29)

Universitas Kristen Maranatha panjang dan tidak mamupuk dendam terhadap orang yang mengajukan keluhan.

Mereka juga yang mampu untuk mengakui kesalahan serta memiliki kemampuan

untuk menggunakan keluhan tersebut sebagai umpan balik sehingga akan

meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik.

Ciri kesepuluh adalah maintaining eye contact atau memelihara kontak

mata ketika di ajak bicara, yaitu kemampuan anggota legislatif untuk

mempertahankan kontak mata sebagai ekpresi non verbal dalam konteks

pembicaraan yang menunjukkan kepercayaam diri serta ketertarikan terhadap

komunikasi yang dilakukan. Misalnya anggota legislatif menjaga kontak mata

ketika berbicara dengan atasan, rekan kerja maupun orang lain secara tepat dan

tidak mengintimidasi.

Anggota legislatif dengan asertivitas tinggi diharapkan berani untuk

mengemukakan pendapat dan isi pikirannya secara jelas, sistematis, tanggap, tidak

asal menerima pendapat orang lain, memiliki pendirian yang teguh dan

adakalanya orang yang asertif akan menggunakan perilaku verbal yang agresif

ketika mereka merasa bahwa argumen yang mereka sampaikan itu penting

sifatnya dan memiliki arti sebagai pertahan diri namun mereka tetap akan mampu

untuk mencairkan suasana. Orang yang asertif akan mengambil pendekatan yang

aktif daripada pasif. Seorang yang berperilaku asertif akan rnencapai efektifitas

dalam segala hal yang dikerjakannya, karena ia mempunyai kepercayaan diri yang

mantap dan bersedia menerima perasaan maupun gagasan dari orang lain dengan

adanya hubungan yang saling percaya. Kepercayaan merupakan dasar dari bentuk

(30)

Universitas Kristen Maranatha permasalahan yang ada tanpa dihambat oleh ketakutan-ketakutan. Dengan situasi

konflik, orang asertif akan menyenangkan orang lain karena keinginan dan

perasaan mereka juga akan dipertimbangkan sehingga orang yang asertif serta

orang lain akan merasa lebih saling menghargai. Dengan adanya perasaan nyaman

yang dimilikinya, akan membuat seseorang dapat lebih bertanggung jawab atas

pekerjaannya ( Rathus & Nevid, 1978).

Orang yang memiliki asertivitas rendah akan memilih menghindari konflik

dan membiarkan orang lain memutuskan segala hal tentang dirinya. Mereka akan

kesulitan untuk mengatakan “tidak” dan akan mengatakan hal-hal yang tidak

sesuai dengan apa yang mereka pikirkan karena takut orang lain tidak setuju.

Takut memulai pembicaraan dan ketika berhadapan dengan orang lain, sebisa

mungkin mereka akan menghindari kontak mata. Selain itu, mereka akan

dikendalikan oleh orang lain dan takut untuk mencoba hal-hal yang baru karena

merasa kurang percaya diri.

Setiap individu memiliki derajat asertivitas yang berbeda-beda termasuk

Anggota DPRD mulai dari tingkat yang asertivitas tinggi sampai ke asertivitas

yang rendah. Walaupun setiap anggota tersebut diharapkan memiliki prilaku

asertif yang sesuai namun dalam kenyataannya ada sebagian anggota yang kurang

asertif, yaitu mereka yang tidak dapat menyatakan diri apa adanya. Mereka

cenderung berdiam diri dengan harapan semua keputusan merupakan keputusan

yang dia harapkan juga. Mereka adalah orang yang memiliki asertifitas rendah

(31)

Universitas Kristen Maranatha terbebani, mereka tidak mampu mengungkapkan apa yang mereka pikirkan

seolah-olah ia membiarkan orang lain “mengendalikan” dirinya (Rathus 1977).

Menurut Rathus & Nevid (1977), asertif bukan merupakan kemampuan

yang dibawa secara genetik atau sejak lahir. Asertivitas merupakan tingkah laku

atau kemampuan yang dipelajari individu dari lingkungan sosialnya. Perilaku

asertif dipelajari sejak anak belajar berespon terhadap situasi sosial. Tinggi

rendahnya derajat asertif juga dipengaruhi oleh 2 faktor. Pertama adalah Jenis

kelamin. Ada pandangan bahwa jika wanita bersifat tegas atau berani

mengungkapkan pendapat akan dianggap maskulin serta agresif sehingga tidak

sesuai dengan perannya. Sedangkan pria yang agresif lebih dihargai, Sedangkan

tidak menutup kemungkinan anggota DPRD juga merupakan seorang wanita.

Pendidikan tradisional cenderung membuat wanita menjadi tidak asertif. Wanita

diharapkan lebih banyak menurut dan tidak boleh mengungkapkan pikiran dan

perasaannya bila dibandingkan dengan laki-Iaki, anggota DPRD Provinsi riau

terdiri dari 46 pria dan 9 wanita, hal ini akan mempengaruhi perilaku asertif pada

anggotanya tersebut.

Kedua adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang makin luaslah wawasan berpikimya. Hal ini akan mendukung orang

tersebut lebih mengetahui tentang cara berperilaku yang diharapkan oleh

lingkungannya. Terutama bagi anggota DPRD mereka dapat menempatkan diri

sesuai dengan harapan masyarakat dan mampu melakukan adaptasi

(32)

Universitas Kristen Maranatha pengetahuannya. Sebagian besar tingkat pendidikan anggota legislatif di provinsi

riau ini adalah pendidikan sarjana strata satu.

Jadi derajat asertivitas anggota DPRD TK I Provinsi Rian dapat

berbeda-beda mulai dari tingkat yang asertivitas tinggi sampai asertivitas yang rendah

(33)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.3 Kerangka Pemikiran

Anggota DPRD TK I Provinsi Riau

Ciri-ciri perilaku asertif :

1. Meminta bantuan (Requesting Favors)

2. Menolak permintaan (Denying Request)

3. Membantah orang lain (disaggreing with other)

4. Memulai percakapan dan mengetahui apa

yang ingin di katakan (beginning

conversations and knowing what to say)

5. Bicarakanlah apa yang anda pikirkan (saying what You really Think) 6. Dapat memberikan pujian (giving

compliments)

7. Dapat menerima pujian dari orang lain.

(receiving compliments)

8. Mengajukan keluhan (making complaint) 9. Menerima keluhan dari orang lain.

(receiving complaints).

10. Memelihara kontak mata ketika diajak bicara. (maintaining eye contact)

Perilaku asertif pada Anggota DPRD TK I Provinsi Riau

Tinggi

Rendah - Jenis kelamin

- Tingkat pendidikan

-fungsi-fungsi DPRD TK I.

-Hak dan kewajiban anggota DPRD TK I.

(34)

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

a) Asertivitas dicerminkan melalui tingkah laku Anggota DPRD untuk

mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya apa adanya, dengan cara

berani mengungkapkan pendapat-pendapat, bertanya mengenai

ketidakjelasan suatu materi, terbuka dengan pendapat orang lain,

khususnya kepada atasan atau sesama rekan kerja, serta mampu

mengungkapkan ketidaksetujuan dengan menyertai penjelasan yang

menggunakan data faktual.

b) Requesting Favors, Denying Request, disaggreing with other, beginning

conversations and knowing what to say, saying what You really Think,

giving compliments, receiving compliments, making complaint, receiving

complaints, maintaining eye contact, adalah ciri-ciri yang merupakan

indikator perilaku untuk mengukur derajat asertifitas pada Anggota DPRD

TK I Provinsi Riau.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan asertivitas seseorang,

yaitu: jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

d) Anggota DPRD TK I TK I Provinsi Riau memiliki derajat asertivitas yang

(35)

78

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data

mengenai derajat Asertivitas terhadap 44 orang anggota DPRD TK I Provinsi

Riau di Kota Pekanbaru, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian sebanyak 22 orang (50%) anggota DPRD TK I

Provinsi Riau memiliki derajat asertivitas tinggi dan 22 orang (50%)

DPRD TK I Provinsi Riau lainnya memiliki derajat asertivitas yang

rendah.

2. Sebanyak 50% anggota DPRD dengan asertivitas rendah, juga didukung

oleh persentase yang tinggi pada indikator yang tergolong rendah yang

juga menunjukkan asertivitas yang rendah. Indikator tersebut yaitu Giving

compliments sebanyak 100%, making complaint sebanyak 100% dan

maintaining eye contact sebanyak 100%, beginning conversations and

knowing what to say sebanyak 94.4%, disaggreing with others sebanyak

94.1%, dan receiving complaints sebanyak 93.8%.

3. Sebanyak 50% anggota DPRD dengan asertivitas tinggi, juga didukung

oleh persentase yang tinggi pada indikator yang tergolong tinggi yang juga

menunjukkan asertivitas tinggi. Indikator tersebut yaitu indikator

(36)

Universitas Kristen Maranatha

knowing what to say sebanyak 80.8%, dan disaggreing with others

sebanyak 77.8%.

4. Faktor pendidikan tidak menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan

asertivitas pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota pekanbaru.

5. Faktor jenis kelamin cenderung berkaitan dengan asertivitas asertivitas

pada anggota DPRD TK I Provinsi Riau di Kota pekanbaru.

5.2 Saran

5.2.1 Saran bagi Penelitian Lanjutan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan

saran kepada peneliti selanjutnya untuk:

1. Bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian sejenis maka

perlunya menggali faktor-faktor lain yang belum tergali dalam penelitian

ini. Antara lain faktor modelling serta kepercayaan diri yang dijaring

melalui harga diri individu (self esteem).

2. Melakukan penelitian mengenai perbandingan asertivitas berdasarkan jenis

kelamin.

5.2.2 Saran Guna Laksana

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan

saran:

1. Bagi instansi DPRD perlunya memotivasi para anggota DPRD untuk

(37)

Universitas Kristen Maranatha dilakukan antara lain dengan mengadakan pelatihan-pelatihan. seperti

pelatihan asertif (assertiveness training) atau pelatihan komunikasi

lainnya. Melalui pelatihan-pelatihan ini diharapkan angggota DPRD

tersebut lebih berani untuk menyampaikan pemikiran mereka secara

lebih terbuka.

2. Bagi para anggota DPRD perlunya memahami kemampuan asertivitas

mereka dan berlatih untuk mengembangkannya. Mengembangkan

perilaku asertif dapat dilakukan juga melalui program pelatihan secara

personal maupun kelompok misalnya dengan mengikuti character

building training. khususnya untuk mengembangkan kemampuan

komunikasi sosial. Pengembangan komunikasi sosial dapat

meningkatkan pemahaman cara komunikasi yang tepat, Kebersamaan,

Keterbukaan, serta saling memahami untuk tujuan bersama yang saling

menghargai. Diharapkan dengan pelatihan ini sebagai anggota legislatif

mereka lebih berani dan terbuka kepada orang lain namun tetap saling

menghargai.

3. Bagi partai politik disarankan untuk memberikan pembekalan

berkomunikasi secara asertif kepada kader-kadernya yang akan menjadi

seorang anggota legislatif. Walaupun hal ini tidak menjadi fokus utama

untuk menjadi seorang kader, namun prilaku asertif dapat meningkatkan

kepercayaan diri dan keberanian dalam mengatasi berbagai kesulitan dan

(38)

Universitas Kristen Maranatha dengan cara asertif ini tentunya dapat digunakan ketika mereka menjadi

(39)

59

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Alberti, Robert & Michael Emmons. 2002. Your Perfect Right. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.

Bower, Sharon Anthony and Gordon H, 1992. Asserting Yourse(f; A Practical

Guide for Positive Change. Update Edition, Beverly: Addison-Wesley

Publishing Company, Inc

Budiarjo, Prof Miriam. 1986. Dasar-dasar ilmu politik, Jakatra: PT Gramedia

Corey, G. (1997). Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics In P~ychology And Education.Third Edition. New York: MC Graw- Hill Book Company, Ine

Hadi, Sutrisno, 1993. Metodologi Researh, Jilid 1 dan II, Cetakan ke XXIV. Yogyakarta: Andi offset.

Lyod, Sam R. 1988. How to Development Assertiveness Practical Theniquesf for Personal success. California: Crips Publication, Inc

Marbun, B, N. 1995. DPR-RI pertumbuhan dan cara kerjanya. jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Piliang, Indra, J & T.A Legowo. 2006. Desain baru sistem politik indonesia. Yogyakarta: Percetakan kanisius.

(40)

Universitas Kristen Maranatha Shklar, Judith N. 1996. Politik - Filsafat, Teori dan Ilmu Politik. Jakarta : Pustaka

Utama Grafiti.

(41)

61

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

---, 2008, Asertivitas : Mengatakan “Tidak” ? Mengapa Tidak ! (online) http://asprosbinareka.com/info.php, di akses 24 februari 2009

---, 2005, susahnya menjadi anggota DPR yang “dewasa”, (online) http://kompas.com/info.php. diakses tanggal 27 maret 2009

---, 2009, Evaluasi Kinerja DPR 2004-2009, (online),

http://www.mediaindonesia.com/read/. Diakses tanggal 1 september 2009

Adnyana, I Nyoman Suri, harapan masyarakat terhadap kinerja DPR baru, (online) http://www.balipost.co.id/mediadetail.php. diakses tanggal 20 agustus 2009.

Darna, Nandar S, 2006 Urgensi Fatsun Politik Wakil Rakyat, (online) http://Sinar-Harapan.com/2003. diakses tanggal 4 april 2009.

Pedoman Penulisan Skripsi 2008 Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sarlito, 2007, Rusuh Massa di DPR, (online)

http://sarlito.hyperphp.com/articles/php diakses 27 Maret 2009

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat tiga menu utama yaitu menu untuk memasukan jam aktual, menu untuk mengatur kapan waktu aka dilakukan proses pemanasan kemudian ada menu untuk menentukan lama

[r]

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang telah telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis berhasil

This research focuses on the analysis of code switching in conversations which are found in the novel 9 Summers 10 Autumns by Iwan Setyawan.. In conducting the analysis,

Peserta berbentuk badan usaha yang memiliki SIUP Kecil bidang Event Organizer, dan telah melunasi kewajiban pajak tahun 2011 (SPT) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau

14 Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan tesis ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

5 Hasil Rata-Rata dan Standard Deviasi Nilai Kekasaran Permukaan Resin Komposit Nanofiller Setelah Penyikatan Pada Kelompok Kontrol, di Coating dengan Surface Coat dan

Hasil data pada gambar 4.30 sampai dengan gambar 4.32 menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode ICA yang berbeda untuk pemisahan sinyal suara empat sensor.