• Tidak ada hasil yang ditemukan

LWLIANG1 LWLIANG4 LWLIANG2 LWLIANG3 LWLIANG7 LWLIANG8 LWLIANG10 LWLIANG5 LWLIANG6 LWLIANG9 PKONENG3 PKONENG4 PKONENG9 PKONENG7 PKONENG17 PKONENG20 PKONENG15 PKONENG13 PKONENG25 PKONENG24 PKONENG10 PKONENG18 PKONENG19 BABAKAN1 BABAKAN2 BABAKAN3 TEMBILAHAN14 PKONENG2 PKONENG8 PKONENG11 TEMBILAHAN1 TEMBILAHAN2 TEMBILAHAN3

Gambar 23 Dendogram 33 aksesi manggis berdasarkan gabungan data morfologi dan molekuler. c. TEMBILAHAN d. PURWAKARTA L1 L4 L2 L3 L7 L8 L10 L5 L6 L9 W3 W4 W9 W7 W17 W20 W15 W13 W25 W24 W10 W18 W19 WB1 WB2 WB3 TMB14 W2 W8 W11 TMB1 TMB2 TMB3 a. LEUWILIANG b. PURWAKARTA I. TEMBILAHAN Buah ellip, tangkai pendek , kelopak kecil dan tipis, cupat ellip, segmen 5-11 II Kelopak besar dan tebal, cupat bulat, segmen 4- 8. 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95 1.00 Koefisien kemiripan 0.80

Manggis yang tumbuh pada tempat yang lebih tinggi, suhu lebih rendah dan kelembaban yang lebih tinggi seperti di Purwakarta dan Leuwiliang (Tabel 4) pada umumnya mempunyai bentuk buah yang agak bulat sampai bulat, panjang tangkai buah sedang sampai panjang dengan diameter tangkai yang kecil sampai sedang, kulit buah lebih tebal, dan ukuran cupat yang bervariasi. Karakter- karakter tersebut terdapat pada individu kelompok II pada dendogram morfologi (Gambar 21). Pada kelompok II juga terlihat variasi dalam karakter tersebut yang membagi aksesi menjadi sub kelompok secara acak. Pada daerah dengan suhu tinggi dan kelembaban yang rendah seperti di Tembilahan buah berbentuk ellip, tangkai buah pendek dengan diameter besar, serta kulit buah yang lebih tebal. Hasil pengukuran karakter morfologi buah tersebut juga menunjukkan adanya variasi didalam tanaman (Gambar 2 sampai 14). Berdasarkan pengamatan ini maka karakter bentuk buah, panjang tangkai, diameter tangkai, ukuran cupat dan tebal kulit buah dapat dikategorikan sebagai karakter minor karena sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

Besarnya pengaruh lingkungan terhadap karakter morfologi buah telah dilaporkan pada jeruk. Buah berukuran lebih besar pada suhu dan kelembaban tinggi. Pada tanah bertekstur ringan buah juga lebih besar, matang lebih cepat, warna pucat, kulit buah tebal, dan rasa tidak enak. Diameter buah lebih panjang pada daerah dengan kelembaban atmosfir yang lebih rendah, dan sebaliknya. Oleh karena itu varietas oval pada jeruk (Shamouti orange) bervariasi dari agak bulat (almost round) sampai elliptik panjang (long elliptic) tergantung pada iklim, sehingga varietas yang sama mungkin menunjukkan bentuk buah yang berbeda nyata pada daerah dengan iklim berbeda. Pada daerah subtropik diketahui ukuran dan tonjolan pada pusar navel orange bervariasi berdasarkan zona iklim, musim kemusim dan bahkan antara bagian luar dan dalam pohon (Hodgson 2011).

Karakter bentuk cupat, ukuran kelopak, tebal kelopak, dan jumlah segmen buah dapat di kategorikan sebagai karakter mayor karena relatif tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan merupakan karakter yang khas. Kecilnya pengaruh lingkungan pada karakter ini dapat dilihat dari kecilnya variasi nilai pengukuran dalam satu pohon yang sama. Selain itu karakter ini dapat memisahkan individu manggis menjadi dua kelompok morfologi seperti pada Gambar 23.

Pengelompokan aksesi berdasarkan dendogram morfologi (Gambar 21) dan molekuler (Gambar 22) menunjukkan beberapa perbedaan dan persamaan. Persamaannya antara lain adalah pembagian aksesi menjadi dua kelompok utama pada kedua dendogram berdasarkan kepada karakter morfologi yang sama yaitu ukuran dan tebal kelopak, bentuk cupat, dan jumlah segmen buah. Persamaan lainnya adalah tiga aksesi Tembilahan konsisten membentuk satu kluster utama dan terpisah dengan aksesi lainnya. Perbedaan terlihat pada pengelompokan individu dalam sub kelompok morfologi yang kurang konsisten dengan sub kelompok molekuler. Pada dendogram molekuler sub kelompok terpisah berdasarkan lokasi, sedangkan pada dendogram morfologi tidak berdasarkan lokasi, dimana sebagian besar individu Leuwiliang dan Purwakarta bergabung pada sub kelompok yang sama. Pengelompokan molekuler ini dapat mencerminkan perbedaan morfologi antar kelompok utama, tetapi tidak pada sub kelompok.

Penjelasan ini mendukung bahwa variasi morfologi yang tampak pada anggota sub kelompok ini dapat dikategorikan sebagai karakter morfologi minor, diantaranya adalah bentuk buah, diameter tangkai, panjang tangkai dan ukuran stigma, dan tebal kulit buah. De Kroen et al. (1994) melaporkan bahwa pada rumputan pakan ternak Potentilla, terlihat variasi panjang buku stolon dan panjang rhizoma didalam individu tanaman merupakan bagian minor dari variasi yang bersifat plastik atau tergantung pada kondisi lingkungan. Selain itu adanya variasi intensitas percabangan dan sudut percabangan memungkinkan untuk pengaturan penempatan klon Potentilla pada lingkungan mikro yang lebih menguntungkan di lapangan.

Ketiga dendogram morfologi molekuler dan gabungan tersebut menunjukkan adanya konsistensi pengelompokan. Tiga akesi Tembilahan (TMB1, 2 dan 3) konsisten membentuk kelompok yang sama. Demikian juga dengan tiga aksesi Purwakarta (WPK2, WPK8, dan WPK11) membentuk kelompok yang sama pada dendogram molekuler dan gabungan. Hal ini ditunjang oleh nilai goodness of fit analisis gabungan karakter morfologi dan molekuler dengan nilai korelasi sebesar r= 0.95 (Lampiran 3) yang berarti bahwa terdapat keselarasan pengelompokan berdasarkan morfologi dan molekuler.

Manggis termasuk tanaman yang terbentuk melalui penggandaan genom (poliploidisasi). Penggandaan genom adalah fenomena pada evolusi tanaman dan merupakan proses utama terbentuknya biodiversitas yang ada saat ini. Poliploid dihasilkan dari penggandaan genom atau penyatuan genom yang memberikan kesempatan baru untuk menghasilkan variasi fenotipik. Poliploidi berasosiasi dengan variasi dan instabilitas fenotip yang tidak dapat dihitung melalui genetika Mendel. Perubahan fenotip tersebut mungkin berasal dari perubahan ekspresi gen oleh variasi dosis ekspresi gen regulator (dosage-regulated gene expression), perubahan genetik dan epigenetik yang cepat. Sifat yang dipengaruhi epigenetik meliputi seluruh sifat tanaman diantaranya waktu berbunga, morfologi daun dan bunga (Wendel & Doyle 2005).

Faktor lain yang dapat menyebabkan keragaman morfologi adalah terjadinya mutasi spontan dan pengaruh epigenetik yang dipicu oleh transposable element pada tanaman dengan tingkat ploidi tinggi (Wegscheider 2009). Retrotransposon menghasilkan berbagai modifikasi tergantung pada tempat penyisipan. Jika menyisip ke coding region, melibatkan pengaturan, merubah ekspresi gen dan variabilitas fenotipik (Bennetzen 2000). Studi pada tanaman model menunjukkan bahwa pembentukan poliploidi diikuti oleh perubahan epigenetik dalam ekspresi gen seluruh genome. Perubahan epigenetik mungkin terjadi pada permulaan poliploidi atau bertambah secara perlahan selama waktu evolusi. Penyatuan genom atau penggandaan genom mengakibatkan variasi epigenetik baru secara besar-besaran, yang merupakan seleksi alami selama periode waktu mencapai ribuan tahun (Adams et al. 2003).

Kesimpulan

1 Koefisien kemiripan morfologi menunjukkan kisaran yang luas antara 0.08- 1.00 dan korelasi antar karakter morfologi sebesar 0.95. Terdapat dua kelompok morfologi yaitu tiga aksesi Tembilahan dengan cupat ellip, kelopak tipis dan jumlah segmen buah 5 sampai 11, dan 30 aksesi lainnya dengan karakter morfologi cupat bulat, kelopak besar dan tebal serta jumlah segmen buah 4 – 8.

2 Koefisien kemiripan molekuler sangat tinggi antara 0.83 - 0.99 dengan korelasi antar karakter sebesar 0.89. Analisis molekuler membagi aksesi menjadi tiga kelompok genetik berbeda.

3 Terdapat hubungan yang erat antara pola pengelompokan karakter morfologi dan molekuler (r= 0.95).

4 Variasi morfologi yang luas dan kemiripan genetik yang tinggi menunjukkan bahwa karakter morfologi buah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 5 Karakter morfologi ketebalan kelopak, bentuk cupat, dan jumlah segmen buah

dapat digunakan sebagai pembeda kelompok genetik manggis. Marka molekuler yang dapat digunakan sebagai pembeda kelompok adalah primer OPH-13, OPH1-8, P3, PKBT-3, PKBT-7,dan PKBT-10 .

Daftar Pustaka

Adams KL, Cronn K, Percifield R, Wendel JF. 2003. Genes duplicated by polyploidy show unequal contributions to the transcriptome and organ- specific reciprocal silencing. PNAS. 100(8): 4649–4654.

Beer SC, Goffreda J, Philips TD, Murphy JP, Sorrels ME. 1993. Assesment of genetic variation in Avena sterilis using morphological traits, isozymes and RFLPs. Crop Sci. 33:1386–1393.

Bennetzen JL. 2000. Transposable element contributions to plant gene and genome evolution. Plant Mol. Biol. 42: 251-269.

Cox JEK. 1976. Garcinia mangostana L. – Mangosteen. In: R.J. Gardner (Ed). Propagation of Tropical fruit Trees. Common Wealth Bureau. Farn Harn Royal. England. p:361– 367.

De Kroen H, Stuever JR, Dong MM, During HJ. 1994. On plastic and non plastic variation in clonal plant morphology and its ecological significance. Folia GeoBot. Phytotax. 29:123-238.

Doyle JJ, Doyle JL 1987. Isolation of plant DNA from fresh tissues. Focus 12: 13-15.

Gaspersz V. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Edisi Kedua. Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsyah, penerjemah. Tarsito. Bandung.

Hodgson RW. CHAPTER 4 Horticultural Varieties of Citrus. http://websites.lib.ucr.edu/agnic/webber/Vol1/Chapter4.html [1 September 2011]

Levebvre V, Goffinet B, Chauvet JC, Caromel B, Signoret P, Brand R, Palloix A. 2001. Evaluation of genetic distance between pepper inbred lines for cultivar protection purposes: Comparison of AFLP, RAPD, and phenotipic data. Theor. Appl. Genet. 102:741–750.

Mansyah E, Baihaki A, Setiamihardja R, Darsa JS, Sobir, Poerwanto R. (2003a). Variabilitas fenotipik manggis pada beberapa sentra produksi di pulau Jawa.

J. Hortikultura 13(3): 147-156.

Mansyah E, Muas I, Jawal MAS, Sobir. 2010. Morphological variability of apomictic mangosteen (Garcinia mangostana L.) in Indonesia: morphological evidence of natural populations from Sumatera region.

SABRAO J. Breeding Genet. 4(2): 1-8.

Osman MB, Milan AR. 2006. Mangosteen – Garcinia mangostana. Southampton Centre for Underutilised Crops, University of Southampton, Southampton, UK.

Poehlman JM, Sleper D.A. 1995. Breeding Field Crops, Iowa State University Press

Richards AJ. 1990a. Studies in Garcinia, dioecious tropical fruit trees : Agamospermy. Bot. J. Linn. Soc. 103:233-250.

Rohlf, J.F. 1993. NTSYSpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 1.80. Exerter Software. New York.

Rohlf JF. 2000. NTSYSpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.1. User Guide. Departement of Ecology and Evolution State University of New York.

Sobir, Poerwanto R. 2007. Mangosteen Genetics and Improvement. International

Journal of Plant Breeding. Global Science Books 1(2):105-111 .2007.

Wegscheider E, Benjak A, Forneck A. 2009. Clonal variation in Pinot noir revealed by S-SAP involving universal retrotransposon-based sequences

Am. J. Enol. Vitic. 60:1:104-109.

Wester PJ. 1926. Edible Garcinias and possible mangosteen stocks. The Jounal of the Departement of Agriculture of Puerto Rico. No 3,4: 283 - 305.

Williams JGK, Kubelik AR, Livak KJ, Rafalski JA Tingey SV. 1990. DNA polymorphysms amplified by arbitrari primers are useful as genetic markers.

STRUKTUR GENETIK POPULASI MANGGIS (Garcinia

Dokumen terkait