• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur genetik manggis (Garcinia mangostana L) berbasis marka morfologi dan molekuler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur genetik manggis (Garcinia mangostana L) berbasis marka morfologi dan molekuler"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

i

STRUKTUR GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER

ELLINA MANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan disertasi “Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Februari 2012

Ellina Mansyah

(4)
(5)

iii

ABSTRACT

ELLINA MANSYAH. Genetic Structure of Mangosteen (Garcinia mangostana

L.). Based on Morphology and Molecular Markers. Under direction of SOBIR, ROEDHY POERWANTO and EDI SANTOSA.

Knowledge of genetic variability is important for mangosteen breeding to increase fruit quality. The objectives of this study were: 1) to reveal genetic variation of mangosteen individuals from Sumatra region based on morphology and molecular markers, 2). to study the relationships between morphology and genetic of mangosteen, 3). to access genetic structure of mangosteen populations. Eleven random ISSR primers were chosen to differenciate 22 mangosteen accessions from Sumatera regions. Combination of fruit morphology and DNA analysis using 8 RAPD and 5 ISSR primers were used to study relationships between morphology and molecular. The total of 106 samples from four mangosteen populations were analyzed on the study population genetic structure. Morphological and molecular data were analyzed by using NTSYS 2.1 program, and population genetic structure by program GenAlex 6.2. The results showed that mangosteen has wide diversity of morphology and narrow molecular diversity with similarity coefficient 0.08 to 1.0 and 0.83 to 0.99 respectively. It is mean that the morphological characters strongly influenced by environmental factors. There is a close correlation between the grouping based on morphological and molecular (.r = 0.95). Genetic analysis based on morphology at individual and population level separate the accessions into two groups: 1). The group with elliptical stigma lobe, small and thin petals, and number of fruit segments 5 to 11, and 2). groups of accessions with round stigma lobe, thick and large petals and the number of fruit segments 4-8. Molecular-based analysis at the individual level divides accession into two groups while at the population level into three groups. These results suggest that population-based analysis by using molecular markers showed more accurate results. Study population genetic structure separating mangosteen individuals into three groups: (A), Tembilahan (B), and mixed groups Tembilahan, Purwakarta Kerinci and Bulukumba, (C) that are grouped based on geography. In addition, the study population structure able to detect difference genetic groups within one population. AMOVA describe that genetic differences within populations equal to among populations, i.e., 50%. Although genetic variation within and among mangosteen population is nil, sufficient DNA polymorphism is found among some accessions to allow differentiation. Population genetic parameters show that the highest genetic variation present at Purwakarta population (Na = 1320, Ne = 1322, I = 0276, and PPL 62%), and the lowest at Kerinci population (Na = 1.00, Ne = 1171, I = 0154, and PPL=30%). Relationships between populations suggests that pair of population Tembilahan and Bulukumba have the greatest genetic differences (PhiPT = 0.491, the furthest genetic distance (D = 0169) and the lowest genetic identity (Nei I =. 0849). In contrast, pair of Kerinci and Bulukumba populations show the smallest genetic difference ( PhiPT = 0.320), the closest genetic distance (D = 0079) and the highest genetic identity (0924). Each of Tembilahan and Purwakarta population divides into two distinct genetic groups where both regions have local specific clones.

(6)
(7)

v

RINGKASAN

ELLINA MANSYAH. Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler. Dibimbing oleh SOBIR, ROEDHY POERWANTO dan EDI SANTOSA.

Pengetahuan tentang variabilitas genetik manggis penting untuk program pemuliaan dan sebagai dasar bagi perbaikan tanaman serta peningkatan daya saing. Manggis dikenal sebagai tanaman buah tropika yang mempunyai mekasisme reproduksi secara apomiksis dengan variasi genetik yang sempit. Penelitian tentang variasi genetik pada manggis sudah cukup banyak dilakukan namun belum terverifikasi dengan baik. Informasi tentang struktur genetik serta hubungan antara keragaman morfologi dan genetik belum tersedia. Untuk itu perlu dilakukan serangkaian kegiatan penelitian yang bertujuan untuk: 1). Mempelajari variasi genetik manggis pada tingkat individu berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, 2). Mempelajari hubungan antara variasi morfologi dan genetik, dan 3). Mengungkap struktur genetik empat populasi manggis Indonesia berbasis marka molekuler.

Kombinasi antara pendekatan morfologi dengan teknik analisis DNA memegang peranan penting dalam studi keragaman dan identifikasi varietas manggis. Pendekatan ini dapat meningkatkan akurasi dan mempersingkat waktu penelitian. Sebelas marka Inter-simple sequence repeat (ISSR) digunakan untuk mengetahui variasi genetik 22 individu manggis dari berbagai wilayah Sumatera. Hubungan antara karakter morfologi dan molekuler dipelajari menggunakan 33 aksesi manggis yang berasal dari Leuwiliang (Bogor-Jawa Barat), Kiara Pedes (Purwakarta-Jawa Barat), dan Pulau Palas (Tembilahan-Riau). Pengamatan morfologi difokuskan pada 10 karakter buah, dan analisis molekuler dilakukan dengan menggunakan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR. Struktur genetik populasi dipelajari dengan menggunakan 106 sampel tanaman manggis dari empat populasi manggis di Indonesia yaitu Purwakarta (Jawa Barat), Kerinci (Jambi), Tembilahan (Riau) dan Bulukumba (Sulawesi Selatan). Data morfologi dianalisis dengan metode Kruskal Wallis. Pengelompokan berdasarkan morfologi, molekuler dan gabungan morfologi dan mplekuler dianalisis dengan program NTSYSpc 2.1. Struktur genetik populasi dianalisis menggunakan program GenAlex 6.2.

(8)

vi Analisis berbasis molekuler pada tingkat individu membagi aksesi menjadi dua kelompok sedangkan pada tingkat populasi menjadi tiga kelompok. Hasil ini menunjukkan bahwa analisis berbasis populasi dengan penggunaan marka molekuler menunjukkan hasil yang lebih akurat. Primer yang dapat digunakan untuk membedakan aksesi manggis antara lain adalah OPH-13, OPH-18, P3, PKBT-3, PKBT-7, dan PKBT-10, sedangkan marka morfologinya adalah ukuran dan tebal kelopak, bentuk cupat, jumlah segmen buah.

Analisis keragaman genetik 106 individu manggis menggunakan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR menghasilkan 132 pita DNA yang terdiri dari 95 (72.2%) pita polimorfik dan 37 (28.8%) pita monomorfik. Parameter genetik populasi menunjukkan bahwa variasi genetik tertinggi terdapat pada populasi Purwakarta (Na=1.440, Ne=1.315, I=0.293, dan PPL 62%), diikuti oleh Bulukumba (Na=1.160, Ne=1.214, I=0.201, dan PPL 46%), Tembilahan (Na=1.140, Ne=1.218, I=0.20, dan PPL 40%) dan yang terendah populasi Kerinci (Na=1.00, Ne=1.171, I=0.154, dan PPL=30%.

Studi struktur genetik populasi manggis memisahkan individu manggis tersebut menjadi tiga kelompok yaitu Purwakarta (A), Tembilahan (B), dan kelompok campuran Tembilahan, Purwakarta Kerinci dan Bulukumba (C) yang berkelompok berdasarkan geografi. Selain itu studi struktur populasi mampu mendeteksi kelompok genetik berbeda dalam satu populasi yang sama . AMOVA menunjukkan bahwa secara umum perbedaan genetik antar populasi sama dengan perbedaan genetik dalam populasi yaitu masing-masing sebesar 50%. Komposisi genotipe antar populasi menunjukkan pengelompokan berdasarkan lokasi. Artinya tidak ada genotipe klonal dari satu populasi dijumpai pada lokasi lainnya sehingga setiap individu tanaman tersebut merupakan genotipe lokal.

Semua parameter genetik populasi (jumlah alel, Shannon Information index, dan jumlah lokus polimorfik) menunjukkan bahwa populasi Purwakarta mempunyai perbedaan genetik tertinggi dan yang terendah pada populasi Kerinci. Polymorfisme DNA yang dijumpai pada sejumlah individu dalam populasi mampu memberikan perbedaan antar pasangan populasi. Nilai PhiPT antara pasangan populasi menunjukkan perbedaan genetik yang nyata satu sama lain pada taraf 1%. Hubungan antar populasi menunjukkan bahwa pasangan populasi

Tembilahan dan Bulukumba mempunyai perbedaan genetik terbesar

(PhiPT=0,491, jarak genetik terjauh (D=0.169) dan identitas genetik terendah (Nei I=. 0.849). Sebaliknya pasangan populasi Kerinci dan Bulukumba menunjukkan perbedaan genetik terkecil (PhiPT=0.320), jarak genetik terdekat (D=0.079) dan identitas genetik tertinggi (0.924). Populasi Purwakarta dan Tembilahan masing-masing terbagi menjadi dua kelompok genetik berbeda yang menunjukkan kedua daerah tersebut memiliki klon lokal yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Pembentukan populasi manggis diawali dari Tembilahan, kemudian menyebar ke Purwakarta, Kerinci dan Bulukumba.

(9)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(10)
(11)

ix

STRUKTUR GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER

ELLINA MANSYAH

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

x Penguji Pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir Bambang S. Purwoko M.Sc

Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor. M.Sc. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Memen Surahman M.Sc. Agr Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Yusdar Hilman M.S

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

(13)

xi Judul Disertasi : Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.)

Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler

Nama : Ellina Mansyah

NRP : A263070061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, MSi Ketua

Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc Dr. Edi Santosa, SP, MSi Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

xiii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Aspek yang dipilih dalam penelitian ini berkaitan dengan komoditas manggis dengan judul “Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Sobir, M.Si, Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc., dan Dr. Edi Santosa, SP. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, bimbingan dan motivasi sejak penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya disertasi ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc. Agr dan Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS sebagai penguji pada ujian terbuka atas koreksi, saran, dan masukan dalam perbaikan disertasi ini.

Terimakasih kepada Kepala Badan Litbang Pertanian atas beasiswa program S3 pada Institut Pertanian Bogor dan dana penelitian KKP3T tahun 2008 sampai 2010. Penghargaan dan terimakasih tak lupa disampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian atas dukungan fasilitas penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT-.IPB) beserta staf atas izin penggunaan sarana penelitian dan kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini.

Penelitian ini terlaksana atas bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Susmala, PPL Kabupaten Kerinci, Bapak Ir. M. Kamrah dari Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan, dan Dr. Ir. M. Arif Nasution atas bantuanya dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. Rasa terimakasih juga disampaikan kepada Ir Giwan (Tembilahan), Bapak Nanang (Leuwiliang), dan Bapak Nandang (Purwakarta) yang telah mengizinkan penggunaan kebun manggis beliau untuk keperluan penelitian ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Sulassih SP MSi, Dr. Ir. Tri Joko Santoso, Ir. Atmitri Sisharmini, MSi, Pipiet, dan Ir. Dwi Wahyuni atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium. Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman teman seperjuangan pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi dan Agronomi dan Hortikultura angkatan 2007 untuk persahabatan dan kebersamaan selama masa studi. Kepada Ibunda Aisyah, kakak dan adik adikku semua terimakasih atas doa, bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. .Kepada suami tercinta Ir. Irwan Muas, MP, dan anak anaku Miko N. Hidayat, Rhiza W. Nurazman, dan M. Fikri Triwansyah, terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian dan kesabarannya selama ini.

Semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan komoditas manggis.

(16)
(17)

xv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 23 April 1963 sebagai anak kedua dari Bapak Lukman (Alm) dan Ibu Aisyah. Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas di Padang dan bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1991. Tahun 1999 penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor dengan dana beasiswa dari Badan Litbang Pertanian. Pada tahun 1993 penulis menikah dengan Ir. Irwan Muas MP dan dikaruniai tiga orang putra, Miko N. Hidayat, Rhiza W. Nurazman, dan M. Fikri Triwansyah.

(18)
(19)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xix

DAFTAR GAMBAR... xxi

DAFTAR LAMPIRAN... xxiii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Bagan alir penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani, Daerah Asal dan Penyebaran Manggis... 5

Metode Reproduksi Manggis ... 7

Apomiksis dan Poliploidi... 11

Variasi Pada Tanaman Apomiksis ... 14

Analisis Morfologi dan Molekuler ... 15

KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DARI BERBAGAI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN MARKA ISSR Abstrak... 19

Abstract... 21

Pendahuluan ... 23

Bahan dan Metode... 24

Hasil dan Pembahasan... 28

Kesimpulan 34 Daftar Pustaka... 34

STUDI KERAGAMAN MANGGIS BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER Abstrak... 37

Abstract... 39

Pendahuluan... 41

Bahan dan Metode... 42

Hasil dan Pembahasan... 50

Kesimpulan 68 Daftar Pustaka... 69

STRUKTUR GENETIK POPULASI MANGGIS (Garcinia mangostana L.) INDONESIA Abstrak... 71

(20)

xviii

Pendahuluan ... 75

Bahan dan Metode... 77

Hasil dan Pembahasan... 83

Kesimpulan 98 Daftar Pustaka... 99

PEMBAHASAN UMUM ... 103

KESIMPULAN DAN SARAN... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... 123

(21)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR... 25

2 Primer yang digunakan dalam penelitian... 27

3 Produk amplifikasi sebelas primer ISSR pada 23 aksesi manggis...

29

4 Kondisi lingkungan tempat pengambilan sampel ... 42

5 Aksesi manggis yang digunakan dalam penelitian ... 43

6 Primer yang dgunakan dalam penelitian... 46

7 Keragaman 10 karakter buah 42 aksesi manggis berdasarkan uji Kruskal Wallis...

59

8 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis struktur genetik populasi...

80

9 Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel manggis ... 82

10 Produk amplifikasi dari 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR pada 106 aksesi manggis...

85

11 Hasil pengamatan parameter genetik populasiG.mangostana menggunakan program GenAlex 6.2 ...

90

12 Hasil analisis varians molekuler (AMOVA) populasi manggis...

91

13 Pasangan nilai PhiPT dan uji statistik antar populasi G. mangostana...

92

14 Pasangan jarak genetik Nei (D) dan identitas genetik (Nei I) pada 4 populasi manggis ...

(22)
(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir penelitian... 4

2 Mekanisme berbagai tipe apomiksis... .

10

3 Bagian dari analisis PCR aksesi manggis menggunakan tiga primer ISSR...

29

4 Pola pita ISSR 23 aksesi manggis dengan primer PKBT-2, PKBT-3, PKBT-4, PKBT-7, PKBT-12 dan ISSRED-14...

30

5 Dendogram 22 aksesi manggis berdasarkan marka ISSR ...

32

6 Keragaman data bentuk buah 42 aksesi manggis... 50

7 Keragaman penampilan bentuk buah aksesi manggis... 50

8 Keragaman data bentuk cupat 42 aksesi manggis... 51

9 Keragaman bentuk cupat manggis ... 51

10 Keragaman data ukuran cupat 42 aksesi manggis... 52

11 Keragaman ukuran cupat 42 aksesi manggis... 52

12 Keragaman data panjang tangkai 42 aksesi manggis... 53

13 Keragaman panjang tangkai... 53

14 Keragaman data diameter tangkai buah manggis ... 54

15 Keragaman data jumlah segmen buah 42 aksesi manggis... 55

16 Keragaman segmen buah 42 aksesi manggis... 55

17 Keragaman data tebal kulit buah... 56

18 Keragaman tebal kulit buah... 56

19 Keragaman ukuran kelopak buah antar aksesi dan antar lokasi...

57

20 Keragaman ukuran dan tebal kelopak buah manggis... 57

21 Dendogram 42 aksesi manggis berdasarkan 10 karakter morfologi...

(24)

xxii 22 Dendogram 33 aksesi manggis berdasarkan 8 primer RAPD

dan 5 primer ISSR...

63

23 Dendogram 33 aksesi manggis berdasarkan gabungan data morfologi dan molekuler ...

65

24 Lokasi pengambilan sampel populasi manggis... 80

25 Dendrogram 106 aksesi manggis berdasarkan 5 primer RAPD and 11 primer ISSR ...

87

26 Pohon filogenetik populasi manggis Indonesia berdasarkan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR...

93

27 27 Kladogram populasi manggis yang dikonstruksi dari 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR…...

(25)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Output Hasil analisis MxComp data morfologi 33 aksesi manggis...

125

2 Output Hasil analisis MxComp data molekuler 33 aksesi manggis ...

126

3 Output Hasil analisis MxComp data gabungan morfologi dan molekuler 33 aksesi manggis ...

127

4 Fragmen DNA yang paling berperan dalam pengelompokan 33 aksesi manggis ...

128

5 da Hasil analisis PCR manggis populasi Jambi dengan primer PKBT2, OPH13, dan P3...

129

6 Bagian dari analisis molekuler manggis populasi Tembilahan dengan primer OPH12, OPH13, OPH18, P1, dan PKBT3...

130

7 Bagian dari hasil analisis PCR manggis populasi Purwakarta dengan primer OPH13, P1, P5, OPH12, OPH18 dan PKBT2...

131

8 Bagian dari profil pita DNA populasi Bulukumba dengan primer OPH13,PKBT3, OPHPKBT2, P5 dan OPH12...

132

9 Output hasil analisis MxComp data 132 pita DNA 106 aksesi...

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis merupakan tanaman buah penting karena perannya yang sangat

besar dalam ekspor buah segar, industri makanan, untuk kesehatan, dan kosmetik

(ICUC 2007). Sebagai komoditas ekspor manggis Indonesia telah dipasarkan ke

40 negara diantaranya ke Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura, Republik

Rakyat Cina, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Belanda, dan Jerman (Sabar 2005).

Dalam industri makanan buah manggis dapat diolah menjadi berbagai produk

diantaranya sari buah, jelly, sirup, dan buah kalengan. Kulit buah manggis

diketahui mengandung xanthone yang bermanfaat dalam menunjang

keseimbangan mikrobiologi, sistim kekebalan tubuh, dan menunjang kesehatan

mental (ICUC 2003). Kulit buah manggis juga mengandung pektin, tanin, dan

resin yang telah diuji berguna sebagai obat disentri, diare kronis, cystitis, infeksi

kulit, dan dapat diekstrak sebagai bahan penyamak dan pewarna (Hume 1947;

Yaacob & Tindall 1995).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil manggis utama dunia

bersama dengan Thailand, Malaysia, dan Philippina. Indonesia memiliki luas

panen 9352 ha (BPS 2009), hampir sama dengan Thailand yaitu 11000 ha (data

tahun 2000), dan lebih tinggi daripada Malaysia seluas 7632 ha (data tahun1998)

dan Philipina 1354 ha (data tahun 2000) (Osman & Milan 2006). Selama 10 tahun

terakhir volume dan nilai ekspor manggis merupakan yang tertinggi dibandingkan

buah-buahan lainnya. Pada tahun 2008 total produksi manggis nasional mencapai

78647 ton dengan volume ekspor sebesar 9466 ton dan nilai ekspor sebesar

5833000 USD (BPS 2009). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa dari total

produksi manggis Indonesia sebagian kecil (sekitar 12%) yang mencapai pasar

ekspor.

Rendahnya nilai ekspor ini dapat disebabkan oleh rendahnya daya saing

manggis Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Globalisasi

(27)

permintaan akan buah manggis dan membuka peluang pasar yang lebih besar baik

untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Untuk keperluan tersebut

perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan daya saing buah manggis serta

mengembangkan berbagai produk olahannya. Kriteria standar manggis mutu

ekspor antara lain adalah warna kulit buah seragam dengan kelopak masih hijau

dan segar, tidak rusak, bersih, bebas dari hama penyakit, serta tidak terdapat getah

kuning pada kulit dan daging buah. Standar Nasional Indonesia mendiskripsikan

mutu manggis segar antara lain warna kulit hijau kemerahan sampai dengan

merah muda mengkilat dan dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan diameter buah

yaitu Super (> 65 mm), Mutu I (55 – 65 mm) dan Mutu II (<55 mm)( Direktorat

Tanaman Buah 2002).

Manggis dikenal sebagai tanaman yang mempunyai mekanisme reproduksi

secara apomiksis (Horn 1940; Cox 1976; Verheij 1991) dan termasuk kelompok

apomiksis obligat (Richards 1990b). Organisme apomiktik telah lama dinyatakan

tanpa variasi genetik. Namun beberapa puluh tahun terakhir terdapat bukti bahwa

kebanyakan tanaman apomiktik secara genetik polimorfik (Asker & Jerling 1992).

Misalnya keturunan yang bervariasi pada apomik obligat telah dilaporkan pada

Taraxacum (Hughes & Richards 1985; Ford & Richards 1985). Sekali terbentuk

polimorfisme genetik variasi tersebut akan tetap ada pada keturunan apomiksis

(Schneller 1998).

Adanya variasi genetik pada manggis telah dilaporkan oleh Mansyah et al.

(2003b) berdasarkan perbedaan pola pita DNA pada 23 aksesi dari Pulau Jawa

dan Sumatera Barat melalui teknik RAPD, serta antara tetua dan turunan

(Mansyah et al. 2004 dan 2008; Sinaga et al. 2008). Selain itu Ramage et al.

(2004) melaporkan adanya sembilan genotipe berbeda diantara 37 aksesi G.

mangostana. Disamping keragaman molekuler tanaman manggis juga

menunjukkan keragaman morfologi, diantaranya adalah bentuk kanopi, warna

daun (variegata dan normal), jumlah bunga dan buah per kluster, panjang tangkai,

bentuk buah, ukuran stigma lobe (cupat), jumlah segmen buah dan tebal kulit

buah (Mansyah et al. 2007). Kombinasi antara pendekatan morfologi dan

molekuler diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dalam

(28)

Pengetahuan tentang keragaman genetik penting untuk program pemuliaan

tanaman dan merupakan dasar dalam menentukan langkah perbaikan kualitas,

kuantitas dan daya saing manggis. Informasi tentang keragaman morfologi dan

molekuler diperlukan untuk identifikasi dan seleksi sumberdaya genetik manggis

sebagai materi dasar perbaikan tanaman. Sejauh ini studi keragaman genetik pada

manggis masih terbatas pada pembuktian ada atau tidaknya variasi genetik.

Sebagian besar diantaranya masih berbasis individu tanaman dari lokasi yang

berjauhan. Hubungan antara keragaman morfologi dan molekuler belum

diketahui, serta informasi tentang struktur genetik populasinya belum tersedia.

Untuk menyediakan informasi tersebut perlu dilakukan serangkaian penelitian

yang terdiri dari studi variasi genetik berbasis individu, hubungan antara karakter

morfologi dan genetik, serta struktur genetik populasi yang merupakan dasar studi

adaptasi dan spesiasi. Studi genetik berbasis individu diperlukan untuk

mengetahui apakah variasi genetik pada tingkat individu untuk tanaman

apomiktik dapat mewakili variasi pada skala yang lebih luas pada tingkat populasi

atau pada tingkat spesies.

Besarnya diversitas genotipik pada populasi tanaman apomiktik belum

banyak dijelaskan. Kebanyakan informasi tentang struktur genetik populasi

tersedia pada tanaman seksual. Studi struktur genetik populasi dapat memberikan

informasi tentang lokasi geografi yang menunjukkan perbedaan genetik. Dari sini

dapat ditentukan populasi berbeda di dalam spesies, kuantifikasi besarnya variasi

diantara populasi dan hubungan kekerabatannya, serta dapat mengetahui stabilitas

struktur populasi terhadap perbedaan lokasi (Ellstrand & Roose 1987).

Studi genetik populasi melalui persilangan sulit untuk dilakukan pada

manggis karena merupakan tanaman berumur panjang dan bersifat apomiksis.

Pola keragaman genetik dan pewarisan sifat pada makhluk hidup semacam ini

dapat dianalisis menggunakan data pengamatan langsung pada populasi yang ada

dengan bantuan marka molekuler. Penggunaan marka molekuler mempunyai

beberapa keuntungan, diantaranya tidak dipengaruhi oleh lingkungan serta

memberikan informasi langsung dari genom individu (Levebre et al. 2001).

Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji lebih lanjut tentang keragaman

(29)

wilayah di Sumatera, hubungan antara marka morfologi dan molekuler, serta

struktur genetik populasi manggis Indonesia. Informasi yang diperoleh dari

kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam analisis genetik pada

tanaman apomiksis, menunjang peningkatan daya saing manggis Indonesia, serta

sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah manggis. Bagan

alir penelitian tersebut disajikan pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian:

1 Memperoleh informasi tentang variasi genetik manggis dari berbagai wilayah di

Sumatera dan pola pengelompokan aksesi manggis berdasarkan individu.

2 Memperoleh informasi tentang hubungan antara variasi morfologi dan molekuler

pada manggis.

3 Memperoleh informasi tentang struktur genetik empat populasi manggis

Indonesia berbasis marka molekuler.

Gambar 1. Bagan alir penelitian.

3.STRUKTUR GENETIK POPULASI BERBASIS MARKA MOLEKULER

INFORMASI TENTANG STRUKTUR GENETIK MANGGIS MENUNJANG PENINGKATAN DAYA SAING MANGGIS INDONESIA

STRUKTUR GENETIK MANGGIS INDONESIA BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER

2.KERAGAMAN BERBASIS MARKA

MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN MANGGIS SUMATERA

KERAGAMAN BERBASIS INDIVIDU

HUBUNGAN MARKA MORF0LOGI DAN MOLEKULER

MARKA UNTUK IDENTIFIKASI DAN STUDI POPULASI

STRUKTUR GENETIK DALAM POPULASI

STRUKTUR GENETIK ANTAR POPULASI I. KERAGAMAN

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi, Botani, Daerah Asal dan Penyebaran Manggis

Dalam sistematika tumbuhan tanaman manggis diklasifikasikan kedalam

Domain: Eukaryota, Kingdom: Plantae, Subkingdom: Viridaeplantae, Phylum:

Tracheophyta, Subphylum: Euphyllophytina, Kelas: Magnoliopsida, Subkelas:

Dilleniidae, Superordo: Theanae Ordo: Hypericales, Famili: Clusiaceae,

Subfamili: Clusioideae, Tribe: Garcinieae, Genus: Garcinia, Spesies: Garcinia

mangostana L. (ZippcodeZoo.com 2009). Genus Garcinia memiliki sekitar 800

species (Osman & Milan 2006). Data Herbarium Bogoriense mencatat terdapat

100 jenis Garcinia di Indonesia (Sari 1996). Whitmore (1973) mencatat lebih

kurang terdapat 39 spesies Garcinia dan diantaranya hanya beberapa yang

diketahui dan digunakan untuk keperluan medis di Thailand, diantaranya G.

atroviridis Griff, G. speciosa Wall., G. cowa Roxb. dan G. dulcis

Manggis berasal dari Indonesia dan kawasan Asia Tenggara (Almeyda &

Martin 1976), India Timur, dan Asia Tenggara (Campbell 1966), dan Peninsular

Malaysia (Verheij 1991; ICUC 2003). Morton (1987) menyatakan bahwa manggis

dipercaya berasal dari Kepulauan Sunda dan Maluku walaupun terdapat bukti

yang menyatakan berasal dari Semenanjung Malaya (Verheij 1991). Sebagian

besar produksi komersial manggis berada di Indonesia, Papua New Guinea,

Philippina, Malaysia, Thailand, Burma (Myanmar), Vietnam, dan Cambodia.

Sejak dua abad yang lalu, tanaman ini telah menyebar sampai ke Madagaskar,

Sri Lanka, India, Honduras, Brazil, dan Australia. Saat ini, manggis dapat

dijumpai di pekarangan dan kebun pada beberapa negara dengan iklim hangat dan

bebas salju (ICUC 2003). Di Australia sekitar 50 hektar manggis telah ditanam di

Queensland Utara (Downtown & Chacko 1998).

Manggis membutuhkan iklimnya spesifik dengan temperatur dan

kelembaban tinggi sehingga daerah penyebarannya terbatas disekitar khatulistiwa

yaitu antara 10° Lintang Utara dan 10° Lintang Selatan (Verheij 1991). Manggis

(31)

bebas salju di Honduras, Madagaskar dan Australia Utara. Di India manggis

ditanam pada daerah dataran tinggi (Osman & Milan 2006).

Manggis tumbuh subur pada daerah dengan temperatur antara 25-35°C dan

RH diatas 80%. Daerah dengan suhu 20-25°C juga cukup sesuai untuk budidaya

manggis. Naungan sangat penting selama 2-4 tahun pertama baik dipembibitan

maupun selama awal penanaman di lapang. Tanah terbaik untuk budidaya

manggis adalah porous, dalam, lembab dengan irigasi yang baik, sedikit masam,

dan kaya bahan organik (Campbell 1967; Almeyda & Martin 1978). Curah hujan

diatas 1270 mm/tahun sangat baik untuk pertumbuhan tanaman (Yaacob &

Tindall 1995).

Di Indonesia manggis tumbuh dalam kawasan geografi yang luas meliputi

hampir semua kepulauan. Tanaman ini dapat tumbuh sampai mendekati

ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut dengan lingkungan tumbuh yang

bervariasi mulai dari lahan kering sampai lahan rawa pasang surut (Mansyah et al.

2005). Daerah dengan luas panen tertinggi adalah Jawa Barat (1.471 ha), disusul

oleh Sumatera Barat (1.420 ha), Jawa Timur (752 ha), Bengkulu (728 ha), Banten

(706 ha), Sumatera Utara (669 ha), Riau (512 ha), Sulawesi Selatan (449 ha) serta

daerah lainnya dengan luas panen yang lebih kecil (BPS 2009).

Manggis mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Dalam 100 g daging buah

terkandung 79.2 g air, 0.5 g protein, 19.8 g karbohidrat, 0.63 g asam sitrat, 0.3 g

serat, 11.0 mg kalsium, 17.0 mg fosfor, 0.9 mg zat besi, 14.0 IU vitamin A,

0.09 mg vitamin B (thiamin), 0.06 mg vitamin B2, 0.1 mg vitamin B5, dan 66 mg

vitamin C (Ming 1990 dalam Yaacob & Tindall 1995).

Pohon manggis terlihat selalu hijau dengan kanopi berbentuk piramid

dengan tinggi antara 8-10 meter. Daunnya berhadapan, tebal dan bergetah. Buah

berbentuk bulat dengan diameter 3.5-7 cm berat 75-150 g, kulit buah tebal (6-8

mm), berwarna hijau pucat ketika masih muda dan merah keunguan ketika matang

penuh. Didalam buah terdapat 4-8 segmen buah berwarna putih. Buah bisa tidak

berbiji atau 1-5 biji perbuah dan dapat mennghasilkan lebih dari satu tanaman per

biji (poliembrioni) (ICUC 2003).

Studi tentang biologi bunga manggis oleh Horn (1940) dan Krishnamurthi

(32)

stadia awal pembentukan bunga maupun setelah bunga membuka. Pengamatan

benang sari secara mikroskopik telah dilakukan oleh Lim (1984) yang melaporkan

bahwa anthesis terjadi antara pukul 4 sampai 6 pagi dan setelah 24 jam petal

terlepas dan sepal tetap ada sampai buah matang. Pada anther muda, sel induk

tepung sari terbentuk dengan baik. Setelah terjadi pembelahan meiosis juga terjadi

proses degenerasi inti dan sitoplasma yang menyebabkan sebagian besar di

antaranya berdegenerasi. Pada berbagai fase meiosis terjadi proses degenerasi

hingga hanya sedikit terbentuk tetrad dan sel tunggal normal yang akhirnya mati.

Yaacob & Tindall (1995) melaporkan bahwa manggis mempunyai bunga dengan

serbuk sari yang steril.

Manggis termasuk jenis buah yang lambat perkembangannya di antara

buah-buahan tropika lainnya, sehingga ketersediaannya di pasaran untuk konsumen di

luar Asia Tenggara sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah,

antara lain pertumbuhan bibit yang sangat lambat, masa juvenil yang panjang,

sedikitnya ketersediaan materi tanaman, serta membutuhkan tenaga kerja intensif

dalam pemanenan (Chong 1992).

Metode Reproduksi Manggis

Tanaman manggis mempunyai mekanisme reproduksi secara apomiksis

(Wester 1926; Horn 1940; Cox 1976; Verheij 1991). Beberapa penulis juga

menyebutkan sebagai partenokarpi (Corner 1952; Whitmore 1972). Richards

(1990a) menyatakan bahwa sebagian besar genus Garcinia adalah agamospermy

fakultatif. Tanaman jantan dijumpai pada semua spesies kecuali G. schortechinii

King dan G. mangostana. Manggis merupakan agamospermy obligat dengan

reproduksi melalui sel adventif dari jaringan ovular. Reproduksi aseksual yang

demikoan mengakibatkan keseragaman buah manggis di manapun ditanam dan

kelihatannya hanya satu varietas (Horn 1940).

Apomiksis digunakan sebagai istilah umum untuk reproduksi aseksual pada

tanaman, termasuk perbanyakan vegetatif. Untuk pemulia apomiksis hanya

meliputi reproduksi aseksual melalui biji. Lebih spesifik lagi Asker & Jerling

(33)

pada ovul tanaman berbunga. Pada apomiksis, sel dengan jumlah kromosom

unreduksi yang berasal dari sel somatik atau sel germinal dalam ovul berkembang

menjadi embrio tanpa penggabungan inti telur dan sperma (Ramulu et al. 1995).

Beberapa penulis menyebutkan sebagai agamospermy (‘seeds without sex’)

(Rhichards 1990a; Ramachandran & Raghavan 1992).

Apomixis merupakan kejadian yang umum pada tanaman. Sekitar 60%

tanaman mengalami mekanisme ini namun sering diabaikan oleh ahli teori

reproduktif (Rhichards 2003). Kejadian apomiksis merupakan proses

pembentukan populasi yang seragam secara genetik dan merupakan pola unik dari

spesiasi tanaman. Lebih kurang 400 taksa dari 35 famili tanaman berbunga

tercatat sebagai apomiktik. Sebagian besar diantaranya adalah spesies pohon

pohonan tropika seperti jeruk, mangga, dan rumputan tropik seperti Brachiaria

dan Paspalum (Carman 2001).

Apomiksis telah diduga terjadi pada manggis sejak lama dan diyakini

sebagai apomiksis obligat karena hanya dijumpai sebagai tanaman betina dan

dapat menghasilkan biji fertil (Richards 1997). Dengan demikian, semua pohon

manggis secara praktis termasuk varietas klonal karena karakter apomiktiknya.

Beberapa peneliti lain memperkuat bahwa mekanisme reproduksi apomiksis pada

manggis termasuk ke dalam embryony adventitious (Lim 1984; Richards 1990b;

Asker & Jerling 1992). Spesies dengan embyony adventitious biasanya

mempunyai meiosis yang teratur. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar

di antaranya merupakan pseudogamous dan membutuhkan serbuk sari fungsional

untuk fertilisasi dan pembentukan biji. Pada beberapa spesies mempunyai

pembentukan endosperm secara autonomous seperti pada Alchornea ilicifolia dan

Euphorbia dulcis, di mana serbuk sari tidak berfungsi dan meiosis jantan

terganggu (Asker & Jerling 1992).

Informasi lain menyebutkan bahwa manggis adalah partenokarpi dengan

tabung sari yang berkembang dalam waktu singkat pada stigma tetapi tidak

mencapai ovul (Corner 1952; Whitmore 1972). Lim (1984) menyatakan bahwa

manggis mempunyai perkembangan embryo sac (kantong embrio), dan hal ini

memungkinkan terjadinya partenogenetik. Richards (1997) menambahkan bahwa

haploid partenogenesis juga dijumpai pada manggis, dan mekanisme ini mungkin

(34)

Apomiksis merupakan proses yang secara random distimulasi oleh

lingkungan dan faktor nutrisi. Analisis keturunan pada persilangan antara

apomiksis dengan bentuk seksual menunjukkan bahwa kemampuan untuk

reproduksi apomiksis ditentukan secara genetik. Sebagai contoh perkembangan

embrio nuselar pada jeruk dikontrol oleh lokus dominan tunggal (Parlevliet &

Cameron, 1959 dalam Koltunow 1993).

Apomiksis dikendalikan oleh sedikit gen tetapi pengaruhnya sangat besar

yaitu memerintahkan sel nuselar somatik untuk membentuk kantong embrio

(embryo sac) tanpa meiosis, menjadi embrio dan endosperm tanpa fertilisasi.

Perbedaan penting apomiksis dari reproduksi seksual adalah bahwa embrio

apomiktik berasal semata-mata dari sel jaringan ovul maternal tanpa fusi gamet

jantan dan betina. Biji fertil yang dihasilkan dari reproduksi apomiktik apabila

tidak mengalami mutasi mengandung embrio yang mempunyai konstitusi genetik

yang sama dengan tetua betina. Pada reproduksi seksual gen apomiksis tidak ada

atau tidak berekspresi (Koltunow 1993). Perbedaan mekanisme apomiksis dan

seksual pada angiosperm dijelaskan melalui Gambar 2.

Gambar 2 membedakan mekanisme reproduksi apomiksis atas diplospory,

apospory, dan adventitious embriony. Diplospory adalah pembentukan kantong

embrio unreduksi dari sel induk megaspora (megaspore mother cell) melalui

pencegahan meiosis; sel telur berkembang secara partenogenetik menjadi

embrio, atau sel lain dari kantong embrio dipecah dan berkembang menjadi

embrio (apogamety). Apospory adalah mekanisme di mana kantong embrio

unreduksi muncul dari sel somatik pada nuselus atau integumen di samping

sel induk kantong embrio (embryo sac mother cell) dalam ovul. Pada apomik

diplosporous dan aposporous obligat, baik meiosis maupun fertilisasi tidak terjadi

untuk menjamin berfungsinya apomiksis. Diplospory dapat dibedakan lagi atas

diplospory meiotik dan mitotik. Pada diplospory meiotik sel induk megaspora

berdifferensiasi dari nuselus dan memulai meiosis, tetapi kemudian meiosis

dihambat oleh mekanisme yang belum diketahui dan nukleus dikembalikan ke

dalam bentuk yang memungkinkan terjadinya mitosis. Pada mitotik diplospory

yang umum terjadi adalah sel induk megaspora dihambat untuk mengalami

(35)

Megasporangium (ovule muda)

Nuselus Megasporosit

(2n)

Mitosis

Embryo sac Megagametofit (n)

[image:35.595.111.513.97.702.2]

EA

Gambar 2 Mekanisme berbagai tipe apomiksis (Dimodifikasi dari Carneiro et al.

2006, Koltunow dan Grossniklaus 2003) . EA =Embrio Adventif. Meiosis

Apospory (2n)

Mitotik diplospory

(2n)

Embryosac (2n) Meiotik

Diplospory (2n)

Embryoni Adventif (2n)

Embryo (2n) Apomiksis Gametofitik

(Embryo sac 2n)

Apomiksis sporofitik

Embryosac (n)

(36)

Apomiksis juga termasuk pembentukan embrio dari sel telur yang tidak

dibuahi (haploid partenogenesis), atau sel lain dari gametofit (haploid apogamy),

tetapi sebagai hasil sporofit haploid biasanya steril dan proses tersebut tidak

dapat berulang dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disebut sebagai

non-recurrent apomixis. Pada recurrent apomixis inti kantong embrio biasanya

diploid. Dapat juga dihasilkan diploid partenogenesis (dari ovum diploid) atau

diploid apogamy (dari beberapa sel diploid gametofit) (Wardlaw 1955).

Gametofitik apomiksis dan embryo adventif terjadi baik pada spesies

herbaceous dan spesies tanaman berkayu. Penelitian secara embriologi masih

sedikit diantaranya telah dilakukan oleh Lim (1984) pada G, mangostana dan Ha

et al. (1988) pada G. malaccensis, G. forbesii King dan G. Scortechinii King.

Pada Malus apomiksis dilaporkan merupakan karakter dominan (Sax 1959,

dalam Asker & Jerling 1992).

Perbedaan antara apomiksis fakultatif dan obligat penting untuk

pemuliaan. Apomiksis fakultatif (sebagian) adalah bentuk apomiksis dimana

beberapa kejadian seksual juga dijumpai. Misalnya pada spesies jeruk, proses

seksual dan apomiktik terjadi secara bersamaan dalam ovul yang sama (Koltunow

1993). Apomiksis fakultatif yang mempunyai tendensi seksualitas rendah

termasuk apomiksis obligat (den Nijs & van Dijk 1993). Sebagian besar apomik

adalah fakultatif dan hanya sedikit yang 100% obligat. Tingkat reproduksi seksual

sering masih ada, sehingga terjadi beberapa penyimpangan (Asker & Jerling

1992).

Apomiksis dan Poliploidi

Asker & Jerling (1992) menyatakan bahwa asosiasi antara apomiksis,

poliploid dan poliembrioni dijumpai pada beberapa spesies. Apomiksis umumnya

adalah poliploid, dan teraploid merupakan tingkat yang umum dan sangat sedikit

yang diploid secara alami. Manggis adalah tanaman poliploid dengan jumlah

kromosom 2n = 96 (Tixier 1955). Rhichards (1990c) menyatakan bahwa

morfologi manggis adalah intermediet antara dua kerabat dekatnya yaitu G.

(37)

agamospermy fakultatif. Studi sitologi menunjukkan bahwa manggis mungkin

merupakan derivat allotetraploid dari ke dua spesies tersebut dengan. G.

hombroniana sebagai tetua betina dan G.malaccensis sebagai tetua jantan.

Mackanzie (2005) menyatakan bahwa allotetraploid dapat terjadi melalui

beberapa cara yaitu ‘one-step’ dan ‘two-step’ pathways. One-step pathway

adalah pembentukan dari penggabungan dua gamet unreduksi spesies berbeda,

dan two-step pathways melalui jembatan triploid atau dari penggandaan

kromosom somatik secara spontan dari diploid interspesifik yang steril. Secara

alami allopoliploidi lebih umum dari pada autopoliploidi. Kebanyakan poliploidi

merupakan produk kejadian tunggal dan spesies tetuanya mempunyai variasi

genetik. Spesies poliploid terjadi dari hibridisasi secara terpisah pada lokasi

berbeda sehingga membentuk serangkaian populasi yang berbeda secara genetik.

Gene flow kemudian mungkin terjadi antara populasi poliploidi berbeda dan

menghasilkan variabilitas genetik yang dapat meningkat melalui penyusunan

kromosom kembali. Terdapat bukti bahwa allopoliploid mengalami perubahan

genomik yang ekstensif setelah pembentukannya (Soltis & Soltis 1999).

Percobaan pada allopoliploid Brassica menunjukkan bahwa perkembangan

diversitas genetik dan fenotipik terjadi setelah beberapa generasi (Song et al.

1995). Selanjutnya spesiasi hibrid poliploid menghasilkan bentuk dinamis yang

berevolusi (Mackanzie 2005). Poliploidi penting tidak hanya untuk spesiasi

tanaman, tetapi dapat memperkaya pemahaman tentang proses evolusi. Beberapa

observasi menunjukkan bukti sitogenetik bahwa poliploidi terjadi secara berulang

pada skala waktu evolusi dan tersebar luas pada angiospermae serta kelompok

tanaman lain. Bukti tambahan tentang frekuensi terjadinya spesiasi polyploid

berasal dari studi distribusi jumlah kromosom (Otto & Whitton 2000). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan spesies poliploid muncul secara

berulang, berlawananan dengan prinsip bahwa spesies secara biologi mempunyai

keunikan monophyletic origin (Soltis & Soltis 1999).

Studi molekuler pada tetraploid Tragopogon miscellus dan Tragopogon

mirus, menunjukkan bahwa penyebaran setiap spesies terjadi tidak melalui single

origin tetapi melalui pengulangan. Kedua spesies mungkin terbentuk melalui

(38)

20 dan 12 kali berturut-turut dalam 70 tahun. Spesies polyploid Draba dan

Saxifraga juga merupakan multiple origin dari diploid progenitornya (Brochmann

et al. 1998, dalam Mackanzie 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

genom poliploidi tidak statis karena merupakan gabungan dari dua genom berbeda

pada inti dan mungkin disertai dengan reorganisasi (Wendel 2000; Liu &

Wendel 2002).

Poliploidi berasosiasi dengan tingginya tingkat variasi epigenetik, yang

mempunyai efek pada fenotip dan berpotensi untuk seleksi. Contoh penting

epigenetik adalah variasi waktu berbunga pada allopoliploid sintetik Brassica

(Schranz & Osborn 2000, diacu dalam Wendel 2000). Satu dari beberapa

kemungkinan akibat duplikasi genom setelah pembentukan poliploid adalah gene

silencing. Proses ini terjadi pada permulaan pembentukan poliploidi dan

meningkat sejalan waktu (Wendel 2000).

Penggabungan genom pada alloppoliploid juga berpotensi untuk

menyebarkan transposable element antara dua genom. Transposable elements

terdapat dimana mana pada pada genom tanaman (Bennetzen 2000), yang

berkontribusi pada evolusi genom, diversitas genetik dan ekspresi gen. Sebagian

besar transposable element tidak aktif pada kondisi normal tetapi aktif pada

kondisi stress (Wessler 1996, dalam Mackanzie 2005). Mekanisme terjadinya

perubahan meliputi transposisi, translokasi, amplifikasi, dan delesi. Variasi yang

dihasilkan oleh aktifitas tranposable element kelihatannya tidak stabil. Stress

lingkungan eksternal dapat menginduksi mekanisme perubahan genomik secara

cepat. Jika perubahan terjadi dalam meristem dan ditransmisikan ke gamet, variasi

genomik dapat terjadi dalam satu generasi dan dapat diwariskan kepada generasi

berikut (Walbot & Cullis 1985).

Pengaruh penyisipan elemen tergantung pada lokasinya. Penyisipan pada

non coding region seperti intron dari gen dapat menghalangi ekspresi gen normal,

tetapi pengeluaran elemen dapat menyembunyikan fungsi gen normal. Penyisipan

pada coding region dapat menyebabkan frameshift mutation.Tranposable element

tidak hanya menciptakan dan memulai mutasi, tetapi merupakan fokus dalam

melanjutkan instabilitas (Walbot & Cullis 1985).

(39)

Variasi Pada Tanaman Apomiksis

Keturunan bervariasi pada apomik obligat telah dilaporkan pada Taraxacum.

Studi menggunakan isozim esterase pada lima agamospesies Taraxacum

menunjukkan rata-rata variasi genetik sebesar 19%. Hal ini membuktikan bahwa

variasi yang muncul melalui apomik terjadi pada kecepatan yang lebih besar dari

pada mutasi. Variasi juga dijumpai pada dua dari tiga famili keturunan dengan

rata-rata 22%. Genus Taraxacum meliputi 200 spesies dan 90% diantaranya

adalah poliploid dan mengalami reproduksi secara aseksual melalui agamospermy

obligat. Empat dari sepuluh agamospesies tersebut telah diidentifikasi tidak

mempunyai serbuk sari (Hughes & Richards 1985; Ford & Richards 1985).

Diketahui bahwa genom tanaman berulangkali mengalami tantangan

keberadaan dan integritas genetiknya dalam waktu yang panjang. Ketersediaan

mekanisme genetik yang memungkinkan genom untuk membentuk variasi genetik

baru yang lebih adaptif terhadap lingkungan atau perubahan iklim di mana ia

berada akan dapat mengurangi bahaya kepunahan (Kindiger & Dewald 1996).

Variasi somaklonal dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi point, autosegregasi, ‘’somatic crossing over’’, amplifikasi atau kehilangan material DNA, penyusunan kromosom kembali, dan aktivitas perubahan gen oleh transposable element.

Kasus sederhana dari autosegregasi adalah ketika sel saudara yang satu menerima

terlalu banyak kromosom dan yang lain terlalu sedikit dalam pembelahan sel

induk kantong embrio (Walbot & Cullis 1985).

Variasi genetik pada manggis ditunjukkan oleh perbedaan pola pita DNA

melalui teknik RAPD pada 23 aksesi yang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera

Barat. (Mansyah et al. 2003), antara tetua dan turunan (Mansyah et al. 2004,

Mansyah et al. 2008; Sinaga et al. 2008). Ramage et al. (2004) juga melaporkan

adanya diversitas genetik pada G. mangostana. Diantara 37 aksesi G. mangostana

diidentifikasi sembilan genotipe berbeda yang terdiri dari tiga kluster berbeda.

Selain variasi genetik sejumlah peneliti telah melaporkan perbedaan

morfologi pada manggis, diantaranya Wester (1926) menginformasikan bahwa

manggis Jolo (Filipina) mempunyai buah yang lebih besar dan lebih masam

(40)

di Kepulauan Sulu dengan kulit buah yang tebal dan daging buah lebih masam.

Cox (1976) merangkum beberapa laporan dan menyatakan bahwa manggis di

Jawa mempunyai rasa superior dengan ukuran yang lebih besar daripada manggis

di Filipina. Di Nicaragua terdapat tanaman dengan daun yang besar dengan

ukuran buah yang bervariasi dan daun kecil dengan buah yang kecil.

Selanjutnya pengamatan pada individu manggis Sumatera Barat (Mansyah

et al. 1992) menunjukkan variasi bentuk kanopi, ukuran daun, bobot buah,

diameter buah, tebal kulit buah, dan jumlah buah per kluster. Melalui pengamatan

yang intensif data keragaman morfologi ini terus berkembang sehingga dijumpai

variasi morfologi yang lebih spesifik. Karakter morfologi tersebut diantaranya

bentuk buah (ellip, agak bulat, bulat dan agak lonjong). Selain itu dijumpai

perbedaan dalam bentuk cupat (bulat dan ellip), ukuran cupat (besar, sedang dan

kecil), dan jumlah segmen buah (Mansyah et al. 2005). Sobir dan Poerwanto

(2007) melaporkan adanya variasi warna sepal pada manggis Wanayasa Jawa

Barat.

Analisis Morfologi dan Molekuler

Marka morfologi berdasarkan kepada pengamatan secara langsung karakter

fenotipik tanaman. Marka ini telah banyak digunakan sebagai dasar studi genetik

dan metode praktis untuk pemuliaan tanaman (Tanksley et al. 1983). Marka

morfologi mudah untuk diamati, tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

Jumlahnya sangat terbatas dan beberapa diantaranya muncul diakhir pertumbuhan

misalnya warna bunga. Hal ini membuat marka morfologi tidak memungkinkan

untuk penilaian secara cepat. Selain itu suatu marka morfologi dapat

mempengaruhi marka morfologi lain atau sifat yang menjadi target dalam

program pemuliaan karena adanya pengaruh aksi gen pleiotropik (Poehlman &

Sleper 1995).

Perkembangan biologi molekuler telah menghasilkan alternatif prosedur

dasar analisis DNA untuk deteksi polimorfisme. Teknik berdasarkan polymerase

chain reaction (PCR) atau reaksi polimorfisme berantai telah banyak digunakan

(41)

estimasi kecepatan outcrossing (Williams et al. 1990; Powell et al. 1996). Marka

molekuler merupakan alat tambahan untuk deskripsi varietas, dan marka DNA

mempunyai keuntungan karena tidak dipengaruhi oleh lingkungan serta

memberikan informasi langsung dari genom setiap individu (Lefebvre et al.

2001). Castillo et al. (1994) menyatakan bahwa PCR sangat potensial untuk

marka genetik tanaman yang berumur panjang.

Berbagai teknik analisis molekuler dapat digunakan seperti RAPD (Random

Amplified Polymorphysm DNA), AFLP (Amplified Fragment Length

Polymorphysm), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphysm), SSR

(Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) yang

memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode-metode tersebut mendeteksi polimorfisme melalui variasi urutan DNA dalam genom (Powell et al

1996).

Teknik RAPD mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan metode lain,

di antaranya membutuhkan DNA yang lebih sedikit (10–25 ng), tidak

membutuhkan informasi urutan primer, tidak bersifat radioaktif, serta

pelaksanaanya relatif lebih mudah (Gupta et al. 1996; Powell et al. 1996).

Walaupun demikian teknik RAPD juga mempunyai beberapa keterbatasan, antara

lain tidak dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat

sebagai penanda dominan (Williams et al. 1990). Perubahan kecil dalam kondisi

reaksi dengan nyata dapat merubah jumlah dan intensitas produk amplifikasi

sehingga keterulangan sulit untuk dipertahankan. Dilaporkan juga kesulitan untuk

memperoleh pita yang identik dari set primer dan material yang sama antar

laboratorium yang berbeda. Tipe thermocycler yang digunakan kelihatanya

merupakan kunci penentu reprodusibilitas pola pita (Hallden et al 1996).

Analisis RAPD telah banyak digunakan untuk determinasi spesies dan

genus tanaman buah-buahan, di antaranya plum (Shimada et al. 1999), pisang

(Pillay et al. 2001), Passiflora (Fajardo et al. 1998), dan anggur (Vidal et al.

1999). Hasil penelitian tersebut membagi tanaman plum ke dalam dua kelompok

berdasarkan daerah asalnya yaitu Japanese Group dan European Group pada

koefisien kemiripan 0.55. Anggur terbagi ke dalam dua kelompok geografi yang

(42)

Timur dan genus Passiflora, pemisahan kelompok terjadi masing-masing pada

pada koefisien kemiripan 0.30 – 0.98 dan 0.64 –0.91.

Penggunaan analisis RAPD untuk studi variabilitas pada tanaman apomiksis

telah dilakukan pada ubi kayu. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

tanaman tersebut adalah apomiksis fakultatif dan terjadi pada frekuensi rendah

(Nassar et al. 1998). Selain itu juga telah digunakan pada studi apomiktik

Hypericum perforatum dan memungkinkan untuk identifikasi perbedaan

individual (Pilepic et al. 2008). Marka ISSR sangat baik untuk membedakan antar individu berkerabat dekat dan dapat diaplikasikan untuk studi variasi didalam populasi (Gonzales et al. 2005). Penggunaan ISSR pada studi populasi

Monimopetalum chinense menunjukkan bahwa 110 pita ISSR berbeda dihasilkan

(43)
(44)

KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS (Garcinia

mangostana L.) DARI BERBAGAI WILAYAH SUMATERA

BERDASARKAN MARKA ISSR

Abstrak

Marka Inter-simple sequence repeat (ISSR) digunakan untuk mengetahui variasi genetik berbasis individu pada manggis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari variasi genetik individu manggis dari berbagai wilayah di Sumatera berdasarkan karakter marka ISSR. Sebanyak dua puluh dua aksesi Garcinia mangostana yang dikumpulkan dari berbagai wilayah di Sumatera dianalisis menggunakan 11 primer ISSR. Analisis menghasilkan 72 pita DNA yang terdiri dari 42 (58%) pita polimorfik dan 30 (42%) monomorfik. Tujuh dari sembilan primer yang polimorfik menghasilkan pola pita DNA yang unik untuk aksesi dari Tembilahan (Propinsi Riau). Pada tingkat kemiripan 0.44 terdapat dua kelompok aksesi yaitu: satu aksesi dari Tembilahan dengan karakter morfologi utama bentuk buah ellip, cupat ellip, kelopak buah tipis dan jumlah segmen buah 5 sampai 11, dan 21 aksesi lainnya dengan bentuk buah bulat, agak lonjong, ellip, bentuk cupat bulat dan segmen buah 4 sampai 8. Primer ISSR PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, dan PKBT-11 merupakan yang terbaik untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Hasil penelitian ini menambah bukti tentang adanya keragaman genetik pada manggis.

(45)
(46)

GENETIC VARIABILITY OF MANGOSTEEN (Garcinia

mangostana L.) GROWN IN DIFFERENT SUMATRA REGION

BASED ON ISSR MARKER

Abstract

Inter-simple sequence repeat (ISSR) markers were used to examine the level of genetic diversity of twenty two Garcinia mangostana accessions collected from Sumatra region. The objective of this study was to explain genetic variation of mangosteen individu from Sumatra region. Eleven random ISSR primers were chosen to differenciate the investigated accessions. The primers generated 72 bands of which 42 (58%) were polymorphic and 30 bands (42%) monomorphic. From the 11 primers tested, two primers were monomorphic. Seven of the nine polymorphic primers produced fingerprint profiles unique to the accession from Tembilahan (Riau Province). Cluster analysis divided the accessions into two major groups with genetic similarity coefficient ranging from 0.44 - 0.96. The first group contained only one accession from Tembilahan with elliptical stigma lobe, thin petals and 5 to 11 fruit segments. The second group consist of 21 other accessions with round stigma lobe, round, ovoid, and elliptical fruit, thick petals and 4 to 8 fruit segments, which could be divided clearly into six sub-clusters. The result shows that mangosteen accessions with different genetic background exist in this region. This confirms to the general opinion that mangosteen is not uniform in genetic. PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, and PKBT-11 are the best primers for further use.

Keywords : genetic variability, Inter-simple sequence repeat, mangosteen, Sumatra.

(47)
(48)

Pendahuluan

Indonesia termasuk daerah asal tanaman manggis dengan daerah distribusi

yang luas. Wilayah Sumatera merupakan daerah penghasil manggis yang

potensial dan perlu digali potensi keragaman genetiknya. Daerah manggis

potensial di Sumatera diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,

Bangka Belitung dan Bengkulu. Data produksi dan luas panen manggis tahun

2008 menunjukkan bahwa Sumatera Barat mempunyai luas panen sekitar 1420 ha

dengan produksi 13932 ton, Riau 512 ha dan 2666 ton, Sumatera Selatan 249 ha

dan 777 ton, Bangka Belitung 243 ha dan 2637 ton, dan Bengkulu 238 ha dan

4636 ton (BPS 2009).

Penelitian tentang keragaman genetik pada manggis di Indonesia telah

cukup banyak dilakukan diantaranya antar aksesi di Pulau Jawa (Mansyah et al.

2003b), dan antar individu manggis Tasikmalaya (Sinaga et al. 2007b). Ramage

et al. (2004) melaporkan sembilan genotipe berbeda pada pada 37 aksesi G.

mangostana yang berasal dari Bogor, Jawa, Madura, Malaysia, Singapura, dan

Thailand yang dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok genetik berbeda. Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa secara individu tanaman manggis

menunjukkan variasi secara genetik.

Pada penelitian ini dianalisis keragaman genetik manggis berbasis individu

dengan studi kasus menggunakan sampel dari berbagai wilayah Sumatera.

Berbagai marka molekuler dapat digunakan sebagai alat bantu analisis genetik

tanaman diantaranya RAPD (Random Amplified Polymorphysm DNA), AFLP

(Amplified Fragment Lenght Polymorphysm), RFLP (Restriction Fragment

Length Polymorphysm), SSR (Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter-simple

Sequence Repeat). Masing-masing teknik tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. ISSR merupakan semiarbitrary marker yang

komplemen dengan microsatelit, memberikan analisa yang cepat, murah, tidak

membutuhkan informasi sekuen, multilokus, tingkat polimorfisme tinggi, dan

menghasilkan marka dominan (Zietkiewicz et al. 1994; Mishra et al. 2003).

Marka ISSR berdasarkan kepada produk amplifikasi dengan ukuran sekitar

(49)

SSR. Teknik ISSR sangat bermanfaat untuk mengetahui instabilitas genetik pada

stadia dini kultur in vitro, evaluasi diversitas genetik, identifikasi kultivar dan

monitoring variasi somaklonal (Racoczy-Trojanowska and Bolibok 2004). ISSR

lebih informatif daripada RAPD pada gandum, tanaman buah (strawberi dan apel)

dan Pisum sativum (Korbin et al. 2002; Rakoczy-Trojanowska et al. 2004). Marka

ini cukup reprodusibel dan telah digunakan untuk karakterisasi secara cepat pada

banyak kultivar seperti poplar (Gao et al. 2006), kacang kacangan (Gonzales et

al. 2005), cycad (Xiao et al. 2005), studi kekerabatan antara kerabat jahe

(Wahyuni et al. 2004), dan isolat Fusarium culmorum (Mishra et al. 2003).

Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mempelajari variasi genetik manggis

dari berbagai wilayah di Sumatera, (2) mengetahui variasi genetik manggis

berbasis individu, dan (3) untuk seleksi primer ISSR yang terbaik bagi penelitian

selanjutnya.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Buah

Tropika dan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika mulai bulan Januari 2008 sampai

Desember 2008.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah 22 aksesi manggis koleksi Balitbu

Tropika yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera (Tabel 1). Bahan kimia

yang digunakan adalah buffer ekstraksi DNA (Doyle & Doyle 1987), kloroform:

isoamil alkohol (24:1), polyvinilpyrolidon (PVP), etanol 70%, etanol absolut,

isopropanol dingin, air bebas ion, DNA lamda, loading dye, agarosa (Promega),

larutan Tris-HCl : asam asetat : EDTA (TAE) 50x, ethidium bromida, Go Taq

(50)

Metode Penelitian

Ekstraksi, Purifikasi dan Penentuan Kuantitas DNA

Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode Doyle & Doyle (1987).

buffer ekstraksi (10% CTAB; 0.5 M EDTA (pH 8.0); 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 5 M

NaCl; 1% -mercaptoethanol) dan kemudian divorteks agar homogen. Campuran

selanjutnya diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65oC selama 1 jam. Sekitar

[image:50.595.77.483.276.785.2]

0.15 mg daun digerus pada mortar yang diberi pasir kuarsa dan 0.6-0,8 ml

Tabel 1 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR

Kode aksesi Daerah asal Karakter morfologi utama

RT Tembilahan (Riau)

.

Buah ellip, tangkai buah pendek, cupat ellip. RK

BK

Kamang (Sumbar) Rejang Lebong (Bengkulu)

Buah agak lonjong, tangkai panjang, cupat bulat.

K5 S6

Kamang (Sumbar) Payakumbuh (Sumbar)

Buah bulat, tangkai buah sedang, cupat bulat. SR

S4

Sarik Alahan Tigo (Sumbar)

Payakumbuh (Sumbar)

Buah bulat, panjang tangkai sedang, cupat bulat dan besar.

B2 Bangka (Sumsel) Buah ellip. panjang

tangkai sedang, cupat bulat dan besar.

SG, KP L7, Ki6, Ki8

B3 B5, B6, B8, 11,

KPS

Painan ( Sumbar) Lahat (Sumsel) Bangka (Babel)

Bangka (Babel)

Buah ellip, tangkai buah sedang, cupat bulat dan sedang.

Bentuk buah campuran antara normal dan tidak beraturan .

L8 B10,B12

Lahat (Sumsel) Bangka (Babel)

(51)

Pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan 0.6-0.7 ml buffer purifikasi/

CIA (Chloroform : Isoamil Alcohol = 24:1 v/v), dan pemisahan fraksi di dalam

campuran dilakukan dengan sentrifugasi 11.000 rpm selama 10 menit. Setelah itu

fase cair (supernatan) yang diperoleh dipindahkan ke tabung mikro steril ukuran

1000 l yang baru. Tahapan ini dapat diulang 2 – 3 kali tergantung kualitas DNA

yang dihasilkan. Selanjutnya ditambah dengan 500-600 l 2-propanol dingin,

diinkubasi pada freezer selama 1 malam. Fase cair dibuang dan fase padat/pelet

dikering anginkan maksimal 1 malam. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 50 -

100 l TE (1 M Tris-HCl pH 8.0; 0.5 M EDTA pH 8.0; dan Aquades).

Pengujian kuantitas dan kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan

metode elektroforesis. Sebanyak 5 l DNA hasil ekstraksi ditambah dengan 1 l

loading dye dimasukkan pada sumur gel. Perkiraan kuantitas DNA ditentukan

dengan membandingkan ketebalan pita DNA dengan lambda DNA pada gel

agarose 1,2% yang dielektroforesis selama 45 menit pada tegangan 50 volt. Hasil

elektroforesis diwarnai dengan ethidium bromida 1% dan dibilas aquades,

selanjutnya pita DNA hasil elektroforesis dilihat dan divisualisasi melalui UV

transiluminator dan dipotret dengan kamera digital. DNA yang diperoleh siap

digunakan untuk reaksi PCR dengan diencerkan terlebih dahulu sampai

konsentrasi 20 ng.

Ampilifikasi DNA

DNA diamplifikasi menggunakan 11 primer ISSR yang diperoleh dari

laboratorium PKBT-IPB (Tabel 2). Amplifikasi dilakukan menggunakan Biorad

Mycycler thermal cycler dengan total volume larutan PCR sebanyak 25 l per

reaksi yang terdiri dari 2 µl (20 ng) DNA templat, 12.5 Go Taq Green Master

Mix (Promega M7122), 1 µl primer (10

Gambar

Gambar 2  Mekanisme berbagai tipe apomiksis (Dimodifikasi dari  Carneiro et al.
Tabel 1   Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR
Tabel 2  Primer ISSR yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3 Bagian dari analisis PCR aksesi manggis menggunakan tiga primer ISSR yaitu PKBT-8 (a), PKBT-10 (b),  dan  PKBT 11 (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis ( Garcinia mangostana ) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila , Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp.. Dibimbing

Tujuan: Menguji kemampuan ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai pereda rasa nyeri pada mencit dan Mendapatkan konsentrasi ekstrak etanol kulit

tanaman, yaitu pucuk, nodus dan internodia batang tanaman manggis ( Garcinia mangostana L.) guna mengetahui eksplan terbaik pada perbanyakan tanaman manggis secara

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) positif mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin,

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit buah manggis segar (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid,

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI BAHAN AKTIF SEDIAANi. LOTION

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) positif mengandung senyawa golongan flavonoid,

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol 95% kulit buah manggis segar (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid,