i
STRUKTUR GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER
ELLINA MANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan disertasi “Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Februari 2012
Ellina Mansyah
iii
ABSTRACT
ELLINA MANSYAH. Genetic Structure of Mangosteen (Garcinia mangostana
L.). Based on Morphology and Molecular Markers. Under direction of SOBIR, ROEDHY POERWANTO and EDI SANTOSA.
Knowledge of genetic variability is important for mangosteen breeding to increase fruit quality. The objectives of this study were: 1) to reveal genetic variation of mangosteen individuals from Sumatra region based on morphology and molecular markers, 2). to study the relationships between morphology and genetic of mangosteen, 3). to access genetic structure of mangosteen populations. Eleven random ISSR primers were chosen to differenciate 22 mangosteen accessions from Sumatera regions. Combination of fruit morphology and DNA analysis using 8 RAPD and 5 ISSR primers were used to study relationships between morphology and molecular. The total of 106 samples from four mangosteen populations were analyzed on the study population genetic structure. Morphological and molecular data were analyzed by using NTSYS 2.1 program, and population genetic structure by program GenAlex 6.2. The results showed that mangosteen has wide diversity of morphology and narrow molecular diversity with similarity coefficient 0.08 to 1.0 and 0.83 to 0.99 respectively. It is mean that the morphological characters strongly influenced by environmental factors. There is a close correlation between the grouping based on morphological and molecular (.r = 0.95). Genetic analysis based on morphology at individual and population level separate the accessions into two groups: 1). The group with elliptical stigma lobe, small and thin petals, and number of fruit segments 5 to 11, and 2). groups of accessions with round stigma lobe, thick and large petals and the number of fruit segments 4-8. Molecular-based analysis at the individual level divides accession into two groups while at the population level into three groups. These results suggest that population-based analysis by using molecular markers showed more accurate results. Study population genetic structure separating mangosteen individuals into three groups: (A), Tembilahan (B), and mixed groups Tembilahan, Purwakarta Kerinci and Bulukumba, (C) that are grouped based on geography. In addition, the study population structure able to detect difference genetic groups within one population. AMOVA describe that genetic differences within populations equal to among populations, i.e., 50%. Although genetic variation within and among mangosteen population is nil, sufficient DNA polymorphism is found among some accessions to allow differentiation. Population genetic parameters show that the highest genetic variation present at Purwakarta population (Na = 1320, Ne = 1322, I = 0276, and PPL 62%), and the lowest at Kerinci population (Na = 1.00, Ne = 1171, I = 0154, and PPL=30%). Relationships between populations suggests that pair of population Tembilahan and Bulukumba have the greatest genetic differences (PhiPT = 0.491, the furthest genetic distance (D = 0169) and the lowest genetic identity (Nei I =. 0849). In contrast, pair of Kerinci and Bulukumba populations show the smallest genetic difference ( PhiPT = 0.320), the closest genetic distance (D = 0079) and the highest genetic identity (0924). Each of Tembilahan and Purwakarta population divides into two distinct genetic groups where both regions have local specific clones.
v
RINGKASAN
ELLINA MANSYAH. Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler. Dibimbing oleh SOBIR, ROEDHY POERWANTO dan EDI SANTOSA.
Pengetahuan tentang variabilitas genetik manggis penting untuk program pemuliaan dan sebagai dasar bagi perbaikan tanaman serta peningkatan daya saing. Manggis dikenal sebagai tanaman buah tropika yang mempunyai mekasisme reproduksi secara apomiksis dengan variasi genetik yang sempit. Penelitian tentang variasi genetik pada manggis sudah cukup banyak dilakukan namun belum terverifikasi dengan baik. Informasi tentang struktur genetik serta hubungan antara keragaman morfologi dan genetik belum tersedia. Untuk itu perlu dilakukan serangkaian kegiatan penelitian yang bertujuan untuk: 1). Mempelajari variasi genetik manggis pada tingkat individu berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, 2). Mempelajari hubungan antara variasi morfologi dan genetik, dan 3). Mengungkap struktur genetik empat populasi manggis Indonesia berbasis marka molekuler.
Kombinasi antara pendekatan morfologi dengan teknik analisis DNA memegang peranan penting dalam studi keragaman dan identifikasi varietas manggis. Pendekatan ini dapat meningkatkan akurasi dan mempersingkat waktu penelitian. Sebelas marka Inter-simple sequence repeat (ISSR) digunakan untuk mengetahui variasi genetik 22 individu manggis dari berbagai wilayah Sumatera. Hubungan antara karakter morfologi dan molekuler dipelajari menggunakan 33 aksesi manggis yang berasal dari Leuwiliang (Bogor-Jawa Barat), Kiara Pedes (Purwakarta-Jawa Barat), dan Pulau Palas (Tembilahan-Riau). Pengamatan morfologi difokuskan pada 10 karakter buah, dan analisis molekuler dilakukan dengan menggunakan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR. Struktur genetik populasi dipelajari dengan menggunakan 106 sampel tanaman manggis dari empat populasi manggis di Indonesia yaitu Purwakarta (Jawa Barat), Kerinci (Jambi), Tembilahan (Riau) dan Bulukumba (Sulawesi Selatan). Data morfologi dianalisis dengan metode Kruskal Wallis. Pengelompokan berdasarkan morfologi, molekuler dan gabungan morfologi dan mplekuler dianalisis dengan program NTSYSpc 2.1. Struktur genetik populasi dianalisis menggunakan program GenAlex 6.2.
vi Analisis berbasis molekuler pada tingkat individu membagi aksesi menjadi dua kelompok sedangkan pada tingkat populasi menjadi tiga kelompok. Hasil ini menunjukkan bahwa analisis berbasis populasi dengan penggunaan marka molekuler menunjukkan hasil yang lebih akurat. Primer yang dapat digunakan untuk membedakan aksesi manggis antara lain adalah OPH-13, OPH-18, P3, PKBT-3, PKBT-7, dan PKBT-10, sedangkan marka morfologinya adalah ukuran dan tebal kelopak, bentuk cupat, jumlah segmen buah.
Analisis keragaman genetik 106 individu manggis menggunakan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR menghasilkan 132 pita DNA yang terdiri dari 95 (72.2%) pita polimorfik dan 37 (28.8%) pita monomorfik. Parameter genetik populasi menunjukkan bahwa variasi genetik tertinggi terdapat pada populasi Purwakarta (Na=1.440, Ne=1.315, I=0.293, dan PPL 62%), diikuti oleh Bulukumba (Na=1.160, Ne=1.214, I=0.201, dan PPL 46%), Tembilahan (Na=1.140, Ne=1.218, I=0.20, dan PPL 40%) dan yang terendah populasi Kerinci (Na=1.00, Ne=1.171, I=0.154, dan PPL=30%.
Studi struktur genetik populasi manggis memisahkan individu manggis tersebut menjadi tiga kelompok yaitu Purwakarta (A), Tembilahan (B), dan kelompok campuran Tembilahan, Purwakarta Kerinci dan Bulukumba (C) yang berkelompok berdasarkan geografi. Selain itu studi struktur populasi mampu mendeteksi kelompok genetik berbeda dalam satu populasi yang sama . AMOVA menunjukkan bahwa secara umum perbedaan genetik antar populasi sama dengan perbedaan genetik dalam populasi yaitu masing-masing sebesar 50%. Komposisi genotipe antar populasi menunjukkan pengelompokan berdasarkan lokasi. Artinya tidak ada genotipe klonal dari satu populasi dijumpai pada lokasi lainnya sehingga setiap individu tanaman tersebut merupakan genotipe lokal.
Semua parameter genetik populasi (jumlah alel, Shannon Information index, dan jumlah lokus polimorfik) menunjukkan bahwa populasi Purwakarta mempunyai perbedaan genetik tertinggi dan yang terendah pada populasi Kerinci. Polymorfisme DNA yang dijumpai pada sejumlah individu dalam populasi mampu memberikan perbedaan antar pasangan populasi. Nilai PhiPT antara pasangan populasi menunjukkan perbedaan genetik yang nyata satu sama lain pada taraf 1%. Hubungan antar populasi menunjukkan bahwa pasangan populasi
Tembilahan dan Bulukumba mempunyai perbedaan genetik terbesar
(PhiPT=0,491, jarak genetik terjauh (D=0.169) dan identitas genetik terendah (Nei I=. 0.849). Sebaliknya pasangan populasi Kerinci dan Bulukumba menunjukkan perbedaan genetik terkecil (PhiPT=0.320), jarak genetik terdekat (D=0.079) dan identitas genetik tertinggi (0.924). Populasi Purwakarta dan Tembilahan masing-masing terbagi menjadi dua kelompok genetik berbeda yang menunjukkan kedua daerah tersebut memiliki klon lokal yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Pembentukan populasi manggis diawali dari Tembilahan, kemudian menyebar ke Purwakarta, Kerinci dan Bulukumba.
vii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
ix
STRUKTUR GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER
ELLINA MANSYAH
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
x Penguji Pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir Bambang S. Purwoko M.Sc
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor. M.Sc. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Memen Surahman M.Sc. Agr Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Yusdar Hilman M.S
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
xi Judul Disertasi : Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.)
Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler
Nama : Ellina Mansyah
NRP : A263070061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sobir, MSi Ketua
Prof. Dr. Ir. H. Roedhy Poerwanto, M.Sc Dr. Edi Santosa, SP, MSi Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
xiii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Aspek yang dipilih dalam penelitian ini berkaitan dengan komoditas manggis dengan judul “Struktur Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) Berbasis Marka Morfologi dan Molekuler”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Sobir, M.Si, Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc., dan Dr. Edi Santosa, SP. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, bimbingan dan motivasi sejak penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya disertasi ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. dan Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. sebagai penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc. Agr dan Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS sebagai penguji pada ujian terbuka atas koreksi, saran, dan masukan dalam perbaikan disertasi ini.
Terimakasih kepada Kepala Badan Litbang Pertanian atas beasiswa program S3 pada Institut Pertanian Bogor dan dana penelitian KKP3T tahun 2008 sampai 2010. Penghargaan dan terimakasih tak lupa disampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian atas dukungan fasilitas penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT-.IPB) beserta staf atas izin penggunaan sarana penelitian dan kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini.
Penelitian ini terlaksana atas bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Susmala, PPL Kabupaten Kerinci, Bapak Ir. M. Kamrah dari Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan, dan Dr. Ir. M. Arif Nasution atas bantuanya dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. Rasa terimakasih juga disampaikan kepada Ir Giwan (Tembilahan), Bapak Nanang (Leuwiliang), dan Bapak Nandang (Purwakarta) yang telah mengizinkan penggunaan kebun manggis beliau untuk keperluan penelitian ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Sulassih SP MSi, Dr. Ir. Tri Joko Santoso, Ir. Atmitri Sisharmini, MSi, Pipiet, dan Ir. Dwi Wahyuni atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium. Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman teman seperjuangan pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi dan Agronomi dan Hortikultura angkatan 2007 untuk persahabatan dan kebersamaan selama masa studi. Kepada Ibunda Aisyah, kakak dan adik adikku semua terimakasih atas doa, bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. .Kepada suami tercinta Ir. Irwan Muas, MP, dan anak anaku Miko N. Hidayat, Rhiza W. Nurazman, dan M. Fikri Triwansyah, terimakasih atas segala pengorbanan, pengertian dan kesabarannya selama ini.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan komoditas manggis.
xv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 23 April 1963 sebagai anak kedua dari Bapak Lukman (Alm) dan Ibu Aisyah. Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas di Padang dan bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1991. Tahun 1999 penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor dengan dana beasiswa dari Badan Litbang Pertanian. Pada tahun 1993 penulis menikah dengan Ir. Irwan Muas MP dan dikaruniai tiga orang putra, Miko N. Hidayat, Rhiza W. Nurazman, dan M. Fikri Triwansyah.
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xix
DAFTAR GAMBAR... xxi
DAFTAR LAMPIRAN... xxiii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 4
Bagan alir penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Botani, Daerah Asal dan Penyebaran Manggis... 5
Metode Reproduksi Manggis ... 7
Apomiksis dan Poliploidi... 11
Variasi Pada Tanaman Apomiksis ... 14
Analisis Morfologi dan Molekuler ... 15
KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DARI BERBAGAI WILAYAH SUMATERA BERDASARKAN MARKA ISSR Abstrak... 19
Abstract... 21
Pendahuluan ... 23
Bahan dan Metode... 24
Hasil dan Pembahasan... 28
Kesimpulan 34 Daftar Pustaka... 34
STUDI KERAGAMAN MANGGIS BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER Abstrak... 37
Abstract... 39
Pendahuluan... 41
Bahan dan Metode... 42
Hasil dan Pembahasan... 50
Kesimpulan 68 Daftar Pustaka... 69
STRUKTUR GENETIK POPULASI MANGGIS (Garcinia mangostana L.) INDONESIA Abstrak... 71
xviii
Pendahuluan ... 75
Bahan dan Metode... 77
Hasil dan Pembahasan... 83
Kesimpulan 98 Daftar Pustaka... 99
PEMBAHASAN UMUM ... 103
KESIMPULAN DAN SARAN... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
LAMPIRAN ... 123
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR... 25
2 Primer yang digunakan dalam penelitian... 27
3 Produk amplifikasi sebelas primer ISSR pada 23 aksesi manggis...
29
4 Kondisi lingkungan tempat pengambilan sampel ... 42
5 Aksesi manggis yang digunakan dalam penelitian ... 43
6 Primer yang dgunakan dalam penelitian... 46
7 Keragaman 10 karakter buah 42 aksesi manggis berdasarkan uji Kruskal Wallis...
59
8 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis struktur genetik populasi...
80
9 Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel manggis ... 82
10 Produk amplifikasi dari 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR pada 106 aksesi manggis...
85
11 Hasil pengamatan parameter genetik populasiG.mangostana menggunakan program GenAlex 6.2 ...
90
12 Hasil analisis varians molekuler (AMOVA) populasi manggis...
91
13 Pasangan nilai PhiPT dan uji statistik antar populasi G. mangostana...
92
14 Pasangan jarak genetik Nei (D) dan identitas genetik (Nei I) pada 4 populasi manggis ...
xxi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir penelitian... 4
2 Mekanisme berbagai tipe apomiksis... .
10
3 Bagian dari analisis PCR aksesi manggis menggunakan tiga primer ISSR...
29
4 Pola pita ISSR 23 aksesi manggis dengan primer PKBT-2, PKBT-3, PKBT-4, PKBT-7, PKBT-12 dan ISSRED-14...
30
5 Dendogram 22 aksesi manggis berdasarkan marka ISSR ...
32
6 Keragaman data bentuk buah 42 aksesi manggis... 50
7 Keragaman penampilan bentuk buah aksesi manggis... 50
8 Keragaman data bentuk cupat 42 aksesi manggis... 51
9 Keragaman bentuk cupat manggis ... 51
10 Keragaman data ukuran cupat 42 aksesi manggis... 52
11 Keragaman ukuran cupat 42 aksesi manggis... 52
12 Keragaman data panjang tangkai 42 aksesi manggis... 53
13 Keragaman panjang tangkai... 53
14 Keragaman data diameter tangkai buah manggis ... 54
15 Keragaman data jumlah segmen buah 42 aksesi manggis... 55
16 Keragaman segmen buah 42 aksesi manggis... 55
17 Keragaman data tebal kulit buah... 56
18 Keragaman tebal kulit buah... 56
19 Keragaman ukuran kelopak buah antar aksesi dan antar lokasi...
57
20 Keragaman ukuran dan tebal kelopak buah manggis... 57
21 Dendogram 42 aksesi manggis berdasarkan 10 karakter morfologi...
xxii 22 Dendogram 33 aksesi manggis berdasarkan 8 primer RAPD
dan 5 primer ISSR...
63
23 Dendogram 33 aksesi manggis berdasarkan gabungan data morfologi dan molekuler ...
65
24 Lokasi pengambilan sampel populasi manggis... 80
25 Dendrogram 106 aksesi manggis berdasarkan 5 primer RAPD and 11 primer ISSR ...
87
26 Pohon filogenetik populasi manggis Indonesia berdasarkan 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR...
93
27 27 Kladogram populasi manggis yang dikonstruksi dari 8 primer RAPD dan 5 primer ISSR…...
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Output Hasil analisis MxComp data morfologi 33 aksesi manggis...
125
2 Output Hasil analisis MxComp data molekuler 33 aksesi manggis ...
126
3 Output Hasil analisis MxComp data gabungan morfologi dan molekuler 33 aksesi manggis ...
127
4 Fragmen DNA yang paling berperan dalam pengelompokan 33 aksesi manggis ...
128
5 da Hasil analisis PCR manggis populasi Jambi dengan primer PKBT2, OPH13, dan P3...
129
6 Bagian dari analisis molekuler manggis populasi Tembilahan dengan primer OPH12, OPH13, OPH18, P1, dan PKBT3...
130
7 Bagian dari hasil analisis PCR manggis populasi Purwakarta dengan primer OPH13, P1, P5, OPH12, OPH18 dan PKBT2...
131
8 Bagian dari profil pita DNA populasi Bulukumba dengan primer OPH13,PKBT3, OPHPKBT2, P5 dan OPH12...
132
9 Output hasil analisis MxComp data 132 pita DNA 106 aksesi...
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis merupakan tanaman buah penting karena perannya yang sangat
besar dalam ekspor buah segar, industri makanan, untuk kesehatan, dan kosmetik
(ICUC 2007). Sebagai komoditas ekspor manggis Indonesia telah dipasarkan ke
40 negara diantaranya ke Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura, Republik
Rakyat Cina, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Belanda, dan Jerman (Sabar 2005).
Dalam industri makanan buah manggis dapat diolah menjadi berbagai produk
diantaranya sari buah, jelly, sirup, dan buah kalengan. Kulit buah manggis
diketahui mengandung xanthone yang bermanfaat dalam menunjang
keseimbangan mikrobiologi, sistim kekebalan tubuh, dan menunjang kesehatan
mental (ICUC 2003). Kulit buah manggis juga mengandung pektin, tanin, dan
resin yang telah diuji berguna sebagai obat disentri, diare kronis, cystitis, infeksi
kulit, dan dapat diekstrak sebagai bahan penyamak dan pewarna (Hume 1947;
Yaacob & Tindall 1995).
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil manggis utama dunia
bersama dengan Thailand, Malaysia, dan Philippina. Indonesia memiliki luas
panen 9352 ha (BPS 2009), hampir sama dengan Thailand yaitu 11000 ha (data
tahun 2000), dan lebih tinggi daripada Malaysia seluas 7632 ha (data tahun1998)
dan Philipina 1354 ha (data tahun 2000) (Osman & Milan 2006). Selama 10 tahun
terakhir volume dan nilai ekspor manggis merupakan yang tertinggi dibandingkan
buah-buahan lainnya. Pada tahun 2008 total produksi manggis nasional mencapai
78647 ton dengan volume ekspor sebesar 9466 ton dan nilai ekspor sebesar
5833000 USD (BPS 2009). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa dari total
produksi manggis Indonesia sebagian kecil (sekitar 12%) yang mencapai pasar
ekspor.
Rendahnya nilai ekspor ini dapat disebabkan oleh rendahnya daya saing
manggis Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Globalisasi
permintaan akan buah manggis dan membuka peluang pasar yang lebih besar baik
untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Untuk keperluan tersebut
perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan daya saing buah manggis serta
mengembangkan berbagai produk olahannya. Kriteria standar manggis mutu
ekspor antara lain adalah warna kulit buah seragam dengan kelopak masih hijau
dan segar, tidak rusak, bersih, bebas dari hama penyakit, serta tidak terdapat getah
kuning pada kulit dan daging buah. Standar Nasional Indonesia mendiskripsikan
mutu manggis segar antara lain warna kulit hijau kemerahan sampai dengan
merah muda mengkilat dan dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan diameter buah
yaitu Super (> 65 mm), Mutu I (55 – 65 mm) dan Mutu II (<55 mm)( Direktorat
Tanaman Buah 2002).
Manggis dikenal sebagai tanaman yang mempunyai mekanisme reproduksi
secara apomiksis (Horn 1940; Cox 1976; Verheij 1991) dan termasuk kelompok
apomiksis obligat (Richards 1990b). Organisme apomiktik telah lama dinyatakan
tanpa variasi genetik. Namun beberapa puluh tahun terakhir terdapat bukti bahwa
kebanyakan tanaman apomiktik secara genetik polimorfik (Asker & Jerling 1992).
Misalnya keturunan yang bervariasi pada apomik obligat telah dilaporkan pada
Taraxacum (Hughes & Richards 1985; Ford & Richards 1985). Sekali terbentuk
polimorfisme genetik variasi tersebut akan tetap ada pada keturunan apomiksis
(Schneller 1998).
Adanya variasi genetik pada manggis telah dilaporkan oleh Mansyah et al.
(2003b) berdasarkan perbedaan pola pita DNA pada 23 aksesi dari Pulau Jawa
dan Sumatera Barat melalui teknik RAPD, serta antara tetua dan turunan
(Mansyah et al. 2004 dan 2008; Sinaga et al. 2008). Selain itu Ramage et al.
(2004) melaporkan adanya sembilan genotipe berbeda diantara 37 aksesi G.
mangostana. Disamping keragaman molekuler tanaman manggis juga
menunjukkan keragaman morfologi, diantaranya adalah bentuk kanopi, warna
daun (variegata dan normal), jumlah bunga dan buah per kluster, panjang tangkai,
bentuk buah, ukuran stigma lobe (cupat), jumlah segmen buah dan tebal kulit
buah (Mansyah et al. 2007). Kombinasi antara pendekatan morfologi dan
molekuler diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dalam
Pengetahuan tentang keragaman genetik penting untuk program pemuliaan
tanaman dan merupakan dasar dalam menentukan langkah perbaikan kualitas,
kuantitas dan daya saing manggis. Informasi tentang keragaman morfologi dan
molekuler diperlukan untuk identifikasi dan seleksi sumberdaya genetik manggis
sebagai materi dasar perbaikan tanaman. Sejauh ini studi keragaman genetik pada
manggis masih terbatas pada pembuktian ada atau tidaknya variasi genetik.
Sebagian besar diantaranya masih berbasis individu tanaman dari lokasi yang
berjauhan. Hubungan antara keragaman morfologi dan molekuler belum
diketahui, serta informasi tentang struktur genetik populasinya belum tersedia.
Untuk menyediakan informasi tersebut perlu dilakukan serangkaian penelitian
yang terdiri dari studi variasi genetik berbasis individu, hubungan antara karakter
morfologi dan genetik, serta struktur genetik populasi yang merupakan dasar studi
adaptasi dan spesiasi. Studi genetik berbasis individu diperlukan untuk
mengetahui apakah variasi genetik pada tingkat individu untuk tanaman
apomiktik dapat mewakili variasi pada skala yang lebih luas pada tingkat populasi
atau pada tingkat spesies.
Besarnya diversitas genotipik pada populasi tanaman apomiktik belum
banyak dijelaskan. Kebanyakan informasi tentang struktur genetik populasi
tersedia pada tanaman seksual. Studi struktur genetik populasi dapat memberikan
informasi tentang lokasi geografi yang menunjukkan perbedaan genetik. Dari sini
dapat ditentukan populasi berbeda di dalam spesies, kuantifikasi besarnya variasi
diantara populasi dan hubungan kekerabatannya, serta dapat mengetahui stabilitas
struktur populasi terhadap perbedaan lokasi (Ellstrand & Roose 1987).
Studi genetik populasi melalui persilangan sulit untuk dilakukan pada
manggis karena merupakan tanaman berumur panjang dan bersifat apomiksis.
Pola keragaman genetik dan pewarisan sifat pada makhluk hidup semacam ini
dapat dianalisis menggunakan data pengamatan langsung pada populasi yang ada
dengan bantuan marka molekuler. Penggunaan marka molekuler mempunyai
beberapa keuntungan, diantaranya tidak dipengaruhi oleh lingkungan serta
memberikan informasi langsung dari genom individu (Levebre et al. 2001).
Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji lebih lanjut tentang keragaman
wilayah di Sumatera, hubungan antara marka morfologi dan molekuler, serta
struktur genetik populasi manggis Indonesia. Informasi yang diperoleh dari
kegiatan ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam analisis genetik pada
tanaman apomiksis, menunjang peningkatan daya saing manggis Indonesia, serta
sebagai acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah manggis. Bagan
alir penelitian tersebut disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian:
1 Memperoleh informasi tentang variasi genetik manggis dari berbagai wilayah di
Sumatera dan pola pengelompokan aksesi manggis berdasarkan individu.
2 Memperoleh informasi tentang hubungan antara variasi morfologi dan molekuler
pada manggis.
3 Memperoleh informasi tentang struktur genetik empat populasi manggis
Indonesia berbasis marka molekuler.
Gambar 1. Bagan alir penelitian.
3.STRUKTUR GENETIK POPULASI BERBASIS MARKA MOLEKULER
INFORMASI TENTANG STRUKTUR GENETIK MANGGIS MENUNJANG PENINGKATAN DAYA SAING MANGGIS INDONESIA
STRUKTUR GENETIK MANGGIS INDONESIA BERBASIS MARKA MORFOLOGI DAN MOLEKULER
2.KERAGAMAN BERBASIS MARKA
MORFOLOGI DAN MOLEKULER
KERAGAMAN MANGGIS SUMATERA
KERAGAMAN BERBASIS INDIVIDU
HUBUNGAN MARKA MORF0LOGI DAN MOLEKULER
MARKA UNTUK IDENTIFIKASI DAN STUDI POPULASI
STRUKTUR GENETIK DALAM POPULASI
STRUKTUR GENETIK ANTAR POPULASI I. KERAGAMAN
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi, Botani, Daerah Asal dan Penyebaran Manggis
Dalam sistematika tumbuhan tanaman manggis diklasifikasikan kedalam
Domain: Eukaryota, Kingdom: Plantae, Subkingdom: Viridaeplantae, Phylum:
Tracheophyta, Subphylum: Euphyllophytina, Kelas: Magnoliopsida, Subkelas:
Dilleniidae, Superordo: Theanae Ordo: Hypericales, Famili: Clusiaceae,
Subfamili: Clusioideae, Tribe: Garcinieae, Genus: Garcinia, Spesies: Garcinia
mangostana L. (ZippcodeZoo.com 2009). Genus Garcinia memiliki sekitar 800
species (Osman & Milan 2006). Data Herbarium Bogoriense mencatat terdapat
100 jenis Garcinia di Indonesia (Sari 1996). Whitmore (1973) mencatat lebih
kurang terdapat 39 spesies Garcinia dan diantaranya hanya beberapa yang
diketahui dan digunakan untuk keperluan medis di Thailand, diantaranya G.
atroviridis Griff, G. speciosa Wall., G. cowa Roxb. dan G. dulcis
Manggis berasal dari Indonesia dan kawasan Asia Tenggara (Almeyda &
Martin 1976), India Timur, dan Asia Tenggara (Campbell 1966), dan Peninsular
Malaysia (Verheij 1991; ICUC 2003). Morton (1987) menyatakan bahwa manggis
dipercaya berasal dari Kepulauan Sunda dan Maluku walaupun terdapat bukti
yang menyatakan berasal dari Semenanjung Malaya (Verheij 1991). Sebagian
besar produksi komersial manggis berada di Indonesia, Papua New Guinea,
Philippina, Malaysia, Thailand, Burma (Myanmar), Vietnam, dan Cambodia.
Sejak dua abad yang lalu, tanaman ini telah menyebar sampai ke Madagaskar,
Sri Lanka, India, Honduras, Brazil, dan Australia. Saat ini, manggis dapat
dijumpai di pekarangan dan kebun pada beberapa negara dengan iklim hangat dan
bebas salju (ICUC 2003). Di Australia sekitar 50 hektar manggis telah ditanam di
Queensland Utara (Downtown & Chacko 1998).
Manggis membutuhkan iklimnya spesifik dengan temperatur dan
kelembaban tinggi sehingga daerah penyebarannya terbatas disekitar khatulistiwa
yaitu antara 10° Lintang Utara dan 10° Lintang Selatan (Verheij 1991). Manggis
bebas salju di Honduras, Madagaskar dan Australia Utara. Di India manggis
ditanam pada daerah dataran tinggi (Osman & Milan 2006).
Manggis tumbuh subur pada daerah dengan temperatur antara 25-35°C dan
RH diatas 80%. Daerah dengan suhu 20-25°C juga cukup sesuai untuk budidaya
manggis. Naungan sangat penting selama 2-4 tahun pertama baik dipembibitan
maupun selama awal penanaman di lapang. Tanah terbaik untuk budidaya
manggis adalah porous, dalam, lembab dengan irigasi yang baik, sedikit masam,
dan kaya bahan organik (Campbell 1967; Almeyda & Martin 1978). Curah hujan
diatas 1270 mm/tahun sangat baik untuk pertumbuhan tanaman (Yaacob &
Tindall 1995).
Di Indonesia manggis tumbuh dalam kawasan geografi yang luas meliputi
hampir semua kepulauan. Tanaman ini dapat tumbuh sampai mendekati
ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut dengan lingkungan tumbuh yang
bervariasi mulai dari lahan kering sampai lahan rawa pasang surut (Mansyah et al.
2005). Daerah dengan luas panen tertinggi adalah Jawa Barat (1.471 ha), disusul
oleh Sumatera Barat (1.420 ha), Jawa Timur (752 ha), Bengkulu (728 ha), Banten
(706 ha), Sumatera Utara (669 ha), Riau (512 ha), Sulawesi Selatan (449 ha) serta
daerah lainnya dengan luas panen yang lebih kecil (BPS 2009).
Manggis mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Dalam 100 g daging buah
terkandung 79.2 g air, 0.5 g protein, 19.8 g karbohidrat, 0.63 g asam sitrat, 0.3 g
serat, 11.0 mg kalsium, 17.0 mg fosfor, 0.9 mg zat besi, 14.0 IU vitamin A,
0.09 mg vitamin B (thiamin), 0.06 mg vitamin B2, 0.1 mg vitamin B5, dan 66 mg
vitamin C (Ming 1990 dalam Yaacob & Tindall 1995).
Pohon manggis terlihat selalu hijau dengan kanopi berbentuk piramid
dengan tinggi antara 8-10 meter. Daunnya berhadapan, tebal dan bergetah. Buah
berbentuk bulat dengan diameter 3.5-7 cm berat 75-150 g, kulit buah tebal (6-8
mm), berwarna hijau pucat ketika masih muda dan merah keunguan ketika matang
penuh. Didalam buah terdapat 4-8 segmen buah berwarna putih. Buah bisa tidak
berbiji atau 1-5 biji perbuah dan dapat mennghasilkan lebih dari satu tanaman per
biji (poliembrioni) (ICUC 2003).
Studi tentang biologi bunga manggis oleh Horn (1940) dan Krishnamurthi
stadia awal pembentukan bunga maupun setelah bunga membuka. Pengamatan
benang sari secara mikroskopik telah dilakukan oleh Lim (1984) yang melaporkan
bahwa anthesis terjadi antara pukul 4 sampai 6 pagi dan setelah 24 jam petal
terlepas dan sepal tetap ada sampai buah matang. Pada anther muda, sel induk
tepung sari terbentuk dengan baik. Setelah terjadi pembelahan meiosis juga terjadi
proses degenerasi inti dan sitoplasma yang menyebabkan sebagian besar di
antaranya berdegenerasi. Pada berbagai fase meiosis terjadi proses degenerasi
hingga hanya sedikit terbentuk tetrad dan sel tunggal normal yang akhirnya mati.
Yaacob & Tindall (1995) melaporkan bahwa manggis mempunyai bunga dengan
serbuk sari yang steril.
Manggis termasuk jenis buah yang lambat perkembangannya di antara
buah-buahan tropika lainnya, sehingga ketersediaannya di pasaran untuk konsumen di
luar Asia Tenggara sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah,
antara lain pertumbuhan bibit yang sangat lambat, masa juvenil yang panjang,
sedikitnya ketersediaan materi tanaman, serta membutuhkan tenaga kerja intensif
dalam pemanenan (Chong 1992).
Metode Reproduksi Manggis
Tanaman manggis mempunyai mekanisme reproduksi secara apomiksis
(Wester 1926; Horn 1940; Cox 1976; Verheij 1991). Beberapa penulis juga
menyebutkan sebagai partenokarpi (Corner 1952; Whitmore 1972). Richards
(1990a) menyatakan bahwa sebagian besar genus Garcinia adalah agamospermy
fakultatif. Tanaman jantan dijumpai pada semua spesies kecuali G. schortechinii
King dan G. mangostana. Manggis merupakan agamospermy obligat dengan
reproduksi melalui sel adventif dari jaringan ovular. Reproduksi aseksual yang
demikoan mengakibatkan keseragaman buah manggis di manapun ditanam dan
kelihatannya hanya satu varietas (Horn 1940).
Apomiksis digunakan sebagai istilah umum untuk reproduksi aseksual pada
tanaman, termasuk perbanyakan vegetatif. Untuk pemulia apomiksis hanya
meliputi reproduksi aseksual melalui biji. Lebih spesifik lagi Asker & Jerling
pada ovul tanaman berbunga. Pada apomiksis, sel dengan jumlah kromosom
unreduksi yang berasal dari sel somatik atau sel germinal dalam ovul berkembang
menjadi embrio tanpa penggabungan inti telur dan sperma (Ramulu et al. 1995).
Beberapa penulis menyebutkan sebagai agamospermy (‘seeds without sex’)
(Rhichards 1990a; Ramachandran & Raghavan 1992).
Apomixis merupakan kejadian yang umum pada tanaman. Sekitar 60%
tanaman mengalami mekanisme ini namun sering diabaikan oleh ahli teori
reproduktif (Rhichards 2003). Kejadian apomiksis merupakan proses
pembentukan populasi yang seragam secara genetik dan merupakan pola unik dari
spesiasi tanaman. Lebih kurang 400 taksa dari 35 famili tanaman berbunga
tercatat sebagai apomiktik. Sebagian besar diantaranya adalah spesies pohon
pohonan tropika seperti jeruk, mangga, dan rumputan tropik seperti Brachiaria
dan Paspalum (Carman 2001).
Apomiksis telah diduga terjadi pada manggis sejak lama dan diyakini
sebagai apomiksis obligat karena hanya dijumpai sebagai tanaman betina dan
dapat menghasilkan biji fertil (Richards 1997). Dengan demikian, semua pohon
manggis secara praktis termasuk varietas klonal karena karakter apomiktiknya.
Beberapa peneliti lain memperkuat bahwa mekanisme reproduksi apomiksis pada
manggis termasuk ke dalam embryony adventitious (Lim 1984; Richards 1990b;
Asker & Jerling 1992). Spesies dengan embyony adventitious biasanya
mempunyai meiosis yang teratur. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar
di antaranya merupakan pseudogamous dan membutuhkan serbuk sari fungsional
untuk fertilisasi dan pembentukan biji. Pada beberapa spesies mempunyai
pembentukan endosperm secara autonomous seperti pada Alchornea ilicifolia dan
Euphorbia dulcis, di mana serbuk sari tidak berfungsi dan meiosis jantan
terganggu (Asker & Jerling 1992).
Informasi lain menyebutkan bahwa manggis adalah partenokarpi dengan
tabung sari yang berkembang dalam waktu singkat pada stigma tetapi tidak
mencapai ovul (Corner 1952; Whitmore 1972). Lim (1984) menyatakan bahwa
manggis mempunyai perkembangan embryo sac (kantong embrio), dan hal ini
memungkinkan terjadinya partenogenetik. Richards (1997) menambahkan bahwa
haploid partenogenesis juga dijumpai pada manggis, dan mekanisme ini mungkin
Apomiksis merupakan proses yang secara random distimulasi oleh
lingkungan dan faktor nutrisi. Analisis keturunan pada persilangan antara
apomiksis dengan bentuk seksual menunjukkan bahwa kemampuan untuk
reproduksi apomiksis ditentukan secara genetik. Sebagai contoh perkembangan
embrio nuselar pada jeruk dikontrol oleh lokus dominan tunggal (Parlevliet &
Cameron, 1959 dalam Koltunow 1993).
Apomiksis dikendalikan oleh sedikit gen tetapi pengaruhnya sangat besar
yaitu memerintahkan sel nuselar somatik untuk membentuk kantong embrio
(embryo sac) tanpa meiosis, menjadi embrio dan endosperm tanpa fertilisasi.
Perbedaan penting apomiksis dari reproduksi seksual adalah bahwa embrio
apomiktik berasal semata-mata dari sel jaringan ovul maternal tanpa fusi gamet
jantan dan betina. Biji fertil yang dihasilkan dari reproduksi apomiktik apabila
tidak mengalami mutasi mengandung embrio yang mempunyai konstitusi genetik
yang sama dengan tetua betina. Pada reproduksi seksual gen apomiksis tidak ada
atau tidak berekspresi (Koltunow 1993). Perbedaan mekanisme apomiksis dan
seksual pada angiosperm dijelaskan melalui Gambar 2.
Gambar 2 membedakan mekanisme reproduksi apomiksis atas diplospory,
apospory, dan adventitious embriony. Diplospory adalah pembentukan kantong
embrio unreduksi dari sel induk megaspora (megaspore mother cell) melalui
pencegahan meiosis; sel telur berkembang secara partenogenetik menjadi
embrio, atau sel lain dari kantong embrio dipecah dan berkembang menjadi
embrio (apogamety). Apospory adalah mekanisme di mana kantong embrio
unreduksi muncul dari sel somatik pada nuselus atau integumen di samping
sel induk kantong embrio (embryo sac mother cell) dalam ovul. Pada apomik
diplosporous dan aposporous obligat, baik meiosis maupun fertilisasi tidak terjadi
untuk menjamin berfungsinya apomiksis. Diplospory dapat dibedakan lagi atas
diplospory meiotik dan mitotik. Pada diplospory meiotik sel induk megaspora
berdifferensiasi dari nuselus dan memulai meiosis, tetapi kemudian meiosis
dihambat oleh mekanisme yang belum diketahui dan nukleus dikembalikan ke
dalam bentuk yang memungkinkan terjadinya mitosis. Pada mitotik diplospory
yang umum terjadi adalah sel induk megaspora dihambat untuk mengalami
Megasporangium (ovule muda)
Nuselus Megasporosit
(2n)
Mitosis
Embryo sac Megagametofit (n)
[image:35.595.111.513.97.702.2]
EA
Gambar 2 Mekanisme berbagai tipe apomiksis (Dimodifikasi dari Carneiro et al.
2006, Koltunow dan Grossniklaus 2003) . EA =Embrio Adventif. Meiosis
Apospory (2n)
Mitotik diplospory
(2n)
Embryosac (2n) Meiotik
Diplospory (2n)
Embryoni Adventif (2n)
Embryo (2n) Apomiksis Gametofitik
(Embryo sac 2n)
Apomiksis sporofitik
Embryosac (n)
Apomiksis juga termasuk pembentukan embrio dari sel telur yang tidak
dibuahi (haploid partenogenesis), atau sel lain dari gametofit (haploid apogamy),
tetapi sebagai hasil sporofit haploid biasanya steril dan proses tersebut tidak
dapat berulang dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disebut sebagai
non-recurrent apomixis. Pada recurrent apomixis inti kantong embrio biasanya
diploid. Dapat juga dihasilkan diploid partenogenesis (dari ovum diploid) atau
diploid apogamy (dari beberapa sel diploid gametofit) (Wardlaw 1955).
Gametofitik apomiksis dan embryo adventif terjadi baik pada spesies
herbaceous dan spesies tanaman berkayu. Penelitian secara embriologi masih
sedikit diantaranya telah dilakukan oleh Lim (1984) pada G, mangostana dan Ha
et al. (1988) pada G. malaccensis, G. forbesii King dan G. Scortechinii King.
Pada Malus apomiksis dilaporkan merupakan karakter dominan (Sax 1959,
dalam Asker & Jerling 1992).
Perbedaan antara apomiksis fakultatif dan obligat penting untuk
pemuliaan. Apomiksis fakultatif (sebagian) adalah bentuk apomiksis dimana
beberapa kejadian seksual juga dijumpai. Misalnya pada spesies jeruk, proses
seksual dan apomiktik terjadi secara bersamaan dalam ovul yang sama (Koltunow
1993). Apomiksis fakultatif yang mempunyai tendensi seksualitas rendah
termasuk apomiksis obligat (den Nijs & van Dijk 1993). Sebagian besar apomik
adalah fakultatif dan hanya sedikit yang 100% obligat. Tingkat reproduksi seksual
sering masih ada, sehingga terjadi beberapa penyimpangan (Asker & Jerling
1992).
Apomiksis dan Poliploidi
Asker & Jerling (1992) menyatakan bahwa asosiasi antara apomiksis,
poliploid dan poliembrioni dijumpai pada beberapa spesies. Apomiksis umumnya
adalah poliploid, dan teraploid merupakan tingkat yang umum dan sangat sedikit
yang diploid secara alami. Manggis adalah tanaman poliploid dengan jumlah
kromosom 2n = 96 (Tixier 1955). Rhichards (1990c) menyatakan bahwa
morfologi manggis adalah intermediet antara dua kerabat dekatnya yaitu G.
agamospermy fakultatif. Studi sitologi menunjukkan bahwa manggis mungkin
merupakan derivat allotetraploid dari ke dua spesies tersebut dengan. G.
hombroniana sebagai tetua betina dan G.malaccensis sebagai tetua jantan.
Mackanzie (2005) menyatakan bahwa allotetraploid dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu ‘one-step’ dan ‘two-step’ pathways. One-step pathway
adalah pembentukan dari penggabungan dua gamet unreduksi spesies berbeda,
dan two-step pathways melalui jembatan triploid atau dari penggandaan
kromosom somatik secara spontan dari diploid interspesifik yang steril. Secara
alami allopoliploidi lebih umum dari pada autopoliploidi. Kebanyakan poliploidi
merupakan produk kejadian tunggal dan spesies tetuanya mempunyai variasi
genetik. Spesies poliploid terjadi dari hibridisasi secara terpisah pada lokasi
berbeda sehingga membentuk serangkaian populasi yang berbeda secara genetik.
Gene flow kemudian mungkin terjadi antara populasi poliploidi berbeda dan
menghasilkan variabilitas genetik yang dapat meningkat melalui penyusunan
kromosom kembali. Terdapat bukti bahwa allopoliploid mengalami perubahan
genomik yang ekstensif setelah pembentukannya (Soltis & Soltis 1999).
Percobaan pada allopoliploid Brassica menunjukkan bahwa perkembangan
diversitas genetik dan fenotipik terjadi setelah beberapa generasi (Song et al.
1995). Selanjutnya spesiasi hibrid poliploid menghasilkan bentuk dinamis yang
berevolusi (Mackanzie 2005). Poliploidi penting tidak hanya untuk spesiasi
tanaman, tetapi dapat memperkaya pemahaman tentang proses evolusi. Beberapa
observasi menunjukkan bukti sitogenetik bahwa poliploidi terjadi secara berulang
pada skala waktu evolusi dan tersebar luas pada angiospermae serta kelompok
tanaman lain. Bukti tambahan tentang frekuensi terjadinya spesiasi polyploid
berasal dari studi distribusi jumlah kromosom (Otto & Whitton 2000). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan spesies poliploid muncul secara
berulang, berlawananan dengan prinsip bahwa spesies secara biologi mempunyai
keunikan monophyletic origin (Soltis & Soltis 1999).
Studi molekuler pada tetraploid Tragopogon miscellus dan Tragopogon
mirus, menunjukkan bahwa penyebaran setiap spesies terjadi tidak melalui single
origin tetapi melalui pengulangan. Kedua spesies mungkin terbentuk melalui
20 dan 12 kali berturut-turut dalam 70 tahun. Spesies polyploid Draba dan
Saxifraga juga merupakan multiple origin dari diploid progenitornya (Brochmann
et al. 1998, dalam Mackanzie 2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
genom poliploidi tidak statis karena merupakan gabungan dari dua genom berbeda
pada inti dan mungkin disertai dengan reorganisasi (Wendel 2000; Liu &
Wendel 2002).
Poliploidi berasosiasi dengan tingginya tingkat variasi epigenetik, yang
mempunyai efek pada fenotip dan berpotensi untuk seleksi. Contoh penting
epigenetik adalah variasi waktu berbunga pada allopoliploid sintetik Brassica
(Schranz & Osborn 2000, diacu dalam Wendel 2000). Satu dari beberapa
kemungkinan akibat duplikasi genom setelah pembentukan poliploid adalah gene
silencing. Proses ini terjadi pada permulaan pembentukan poliploidi dan
meningkat sejalan waktu (Wendel 2000).
Penggabungan genom pada alloppoliploid juga berpotensi untuk
menyebarkan transposable element antara dua genom. Transposable elements
terdapat dimana mana pada pada genom tanaman (Bennetzen 2000), yang
berkontribusi pada evolusi genom, diversitas genetik dan ekspresi gen. Sebagian
besar transposable element tidak aktif pada kondisi normal tetapi aktif pada
kondisi stress (Wessler 1996, dalam Mackanzie 2005). Mekanisme terjadinya
perubahan meliputi transposisi, translokasi, amplifikasi, dan delesi. Variasi yang
dihasilkan oleh aktifitas tranposable element kelihatannya tidak stabil. Stress
lingkungan eksternal dapat menginduksi mekanisme perubahan genomik secara
cepat. Jika perubahan terjadi dalam meristem dan ditransmisikan ke gamet, variasi
genomik dapat terjadi dalam satu generasi dan dapat diwariskan kepada generasi
berikut (Walbot & Cullis 1985).
Pengaruh penyisipan elemen tergantung pada lokasinya. Penyisipan pada
non coding region seperti intron dari gen dapat menghalangi ekspresi gen normal,
tetapi pengeluaran elemen dapat menyembunyikan fungsi gen normal. Penyisipan
pada coding region dapat menyebabkan frameshift mutation.Tranposable element
tidak hanya menciptakan dan memulai mutasi, tetapi merupakan fokus dalam
melanjutkan instabilitas (Walbot & Cullis 1985).
Variasi Pada Tanaman Apomiksis
Keturunan bervariasi pada apomik obligat telah dilaporkan pada Taraxacum.
Studi menggunakan isozim esterase pada lima agamospesies Taraxacum
menunjukkan rata-rata variasi genetik sebesar 19%. Hal ini membuktikan bahwa
variasi yang muncul melalui apomik terjadi pada kecepatan yang lebih besar dari
pada mutasi. Variasi juga dijumpai pada dua dari tiga famili keturunan dengan
rata-rata 22%. Genus Taraxacum meliputi 200 spesies dan 90% diantaranya
adalah poliploid dan mengalami reproduksi secara aseksual melalui agamospermy
obligat. Empat dari sepuluh agamospesies tersebut telah diidentifikasi tidak
mempunyai serbuk sari (Hughes & Richards 1985; Ford & Richards 1985).
Diketahui bahwa genom tanaman berulangkali mengalami tantangan
keberadaan dan integritas genetiknya dalam waktu yang panjang. Ketersediaan
mekanisme genetik yang memungkinkan genom untuk membentuk variasi genetik
baru yang lebih adaptif terhadap lingkungan atau perubahan iklim di mana ia
berada akan dapat mengurangi bahaya kepunahan (Kindiger & Dewald 1996).
Variasi somaklonal dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi point, autosegregasi, ‘’somatic crossing over’’, amplifikasi atau kehilangan material DNA, penyusunan kromosom kembali, dan aktivitas perubahan gen oleh transposable element.
Kasus sederhana dari autosegregasi adalah ketika sel saudara yang satu menerima
terlalu banyak kromosom dan yang lain terlalu sedikit dalam pembelahan sel
induk kantong embrio (Walbot & Cullis 1985).
Variasi genetik pada manggis ditunjukkan oleh perbedaan pola pita DNA
melalui teknik RAPD pada 23 aksesi yang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera
Barat. (Mansyah et al. 2003), antara tetua dan turunan (Mansyah et al. 2004,
Mansyah et al. 2008; Sinaga et al. 2008). Ramage et al. (2004) juga melaporkan
adanya diversitas genetik pada G. mangostana. Diantara 37 aksesi G. mangostana
diidentifikasi sembilan genotipe berbeda yang terdiri dari tiga kluster berbeda.
Selain variasi genetik sejumlah peneliti telah melaporkan perbedaan
morfologi pada manggis, diantaranya Wester (1926) menginformasikan bahwa
manggis Jolo (Filipina) mempunyai buah yang lebih besar dan lebih masam
di Kepulauan Sulu dengan kulit buah yang tebal dan daging buah lebih masam.
Cox (1976) merangkum beberapa laporan dan menyatakan bahwa manggis di
Jawa mempunyai rasa superior dengan ukuran yang lebih besar daripada manggis
di Filipina. Di Nicaragua terdapat tanaman dengan daun yang besar dengan
ukuran buah yang bervariasi dan daun kecil dengan buah yang kecil.
Selanjutnya pengamatan pada individu manggis Sumatera Barat (Mansyah
et al. 1992) menunjukkan variasi bentuk kanopi, ukuran daun, bobot buah,
diameter buah, tebal kulit buah, dan jumlah buah per kluster. Melalui pengamatan
yang intensif data keragaman morfologi ini terus berkembang sehingga dijumpai
variasi morfologi yang lebih spesifik. Karakter morfologi tersebut diantaranya
bentuk buah (ellip, agak bulat, bulat dan agak lonjong). Selain itu dijumpai
perbedaan dalam bentuk cupat (bulat dan ellip), ukuran cupat (besar, sedang dan
kecil), dan jumlah segmen buah (Mansyah et al. 2005). Sobir dan Poerwanto
(2007) melaporkan adanya variasi warna sepal pada manggis Wanayasa Jawa
Barat.
Analisis Morfologi dan Molekuler
Marka morfologi berdasarkan kepada pengamatan secara langsung karakter
fenotipik tanaman. Marka ini telah banyak digunakan sebagai dasar studi genetik
dan metode praktis untuk pemuliaan tanaman (Tanksley et al. 1983). Marka
morfologi mudah untuk diamati, tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Jumlahnya sangat terbatas dan beberapa diantaranya muncul diakhir pertumbuhan
misalnya warna bunga. Hal ini membuat marka morfologi tidak memungkinkan
untuk penilaian secara cepat. Selain itu suatu marka morfologi dapat
mempengaruhi marka morfologi lain atau sifat yang menjadi target dalam
program pemuliaan karena adanya pengaruh aksi gen pleiotropik (Poehlman &
Sleper 1995).
Perkembangan biologi molekuler telah menghasilkan alternatif prosedur
dasar analisis DNA untuk deteksi polimorfisme. Teknik berdasarkan polymerase
chain reaction (PCR) atau reaksi polimorfisme berantai telah banyak digunakan
estimasi kecepatan outcrossing (Williams et al. 1990; Powell et al. 1996). Marka
molekuler merupakan alat tambahan untuk deskripsi varietas, dan marka DNA
mempunyai keuntungan karena tidak dipengaruhi oleh lingkungan serta
memberikan informasi langsung dari genom setiap individu (Lefebvre et al.
2001). Castillo et al. (1994) menyatakan bahwa PCR sangat potensial untuk
marka genetik tanaman yang berumur panjang.
Berbagai teknik analisis molekuler dapat digunakan seperti RAPD (Random
Amplified Polymorphysm DNA), AFLP (Amplified Fragment Length
Polymorphysm), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphysm), SSR
(Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) yang
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode-metode tersebut mendeteksi polimorfisme melalui variasi urutan DNA dalam genom (Powell et al
1996).
Teknik RAPD mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan metode lain,
di antaranya membutuhkan DNA yang lebih sedikit (10–25 ng), tidak
membutuhkan informasi urutan primer, tidak bersifat radioaktif, serta
pelaksanaanya relatif lebih mudah (Gupta et al. 1996; Powell et al. 1996).
Walaupun demikian teknik RAPD juga mempunyai beberapa keterbatasan, antara
lain tidak dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat
sebagai penanda dominan (Williams et al. 1990). Perubahan kecil dalam kondisi
reaksi dengan nyata dapat merubah jumlah dan intensitas produk amplifikasi
sehingga keterulangan sulit untuk dipertahankan. Dilaporkan juga kesulitan untuk
memperoleh pita yang identik dari set primer dan material yang sama antar
laboratorium yang berbeda. Tipe thermocycler yang digunakan kelihatanya
merupakan kunci penentu reprodusibilitas pola pita (Hallden et al 1996).
Analisis RAPD telah banyak digunakan untuk determinasi spesies dan
genus tanaman buah-buahan, di antaranya plum (Shimada et al. 1999), pisang
(Pillay et al. 2001), Passiflora (Fajardo et al. 1998), dan anggur (Vidal et al.
1999). Hasil penelitian tersebut membagi tanaman plum ke dalam dua kelompok
berdasarkan daerah asalnya yaitu Japanese Group dan European Group pada
koefisien kemiripan 0.55. Anggur terbagi ke dalam dua kelompok geografi yang
Timur dan genus Passiflora, pemisahan kelompok terjadi masing-masing pada
pada koefisien kemiripan 0.30 – 0.98 dan 0.64 –0.91.
Penggunaan analisis RAPD untuk studi variabilitas pada tanaman apomiksis
telah dilakukan pada ubi kayu. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
tanaman tersebut adalah apomiksis fakultatif dan terjadi pada frekuensi rendah
(Nassar et al. 1998). Selain itu juga telah digunakan pada studi apomiktik
Hypericum perforatum dan memungkinkan untuk identifikasi perbedaan
individual (Pilepic et al. 2008). Marka ISSR sangat baik untuk membedakan antar individu berkerabat dekat dan dapat diaplikasikan untuk studi variasi didalam populasi (Gonzales et al. 2005). Penggunaan ISSR pada studi populasi
Monimopetalum chinense menunjukkan bahwa 110 pita ISSR berbeda dihasilkan
KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS (Garcinia
mangostana L.) DARI BERBAGAI WILAYAH SUMATERA
BERDASARKAN MARKA ISSR
Abstrak
Marka Inter-simple sequence repeat (ISSR) digunakan untuk mengetahui variasi genetik berbasis individu pada manggis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari variasi genetik individu manggis dari berbagai wilayah di Sumatera berdasarkan karakter marka ISSR. Sebanyak dua puluh dua aksesi Garcinia mangostana yang dikumpulkan dari berbagai wilayah di Sumatera dianalisis menggunakan 11 primer ISSR. Analisis menghasilkan 72 pita DNA yang terdiri dari 42 (58%) pita polimorfik dan 30 (42%) monomorfik. Tujuh dari sembilan primer yang polimorfik menghasilkan pola pita DNA yang unik untuk aksesi dari Tembilahan (Propinsi Riau). Pada tingkat kemiripan 0.44 terdapat dua kelompok aksesi yaitu: satu aksesi dari Tembilahan dengan karakter morfologi utama bentuk buah ellip, cupat ellip, kelopak buah tipis dan jumlah segmen buah 5 sampai 11, dan 21 aksesi lainnya dengan bentuk buah bulat, agak lonjong, ellip, bentuk cupat bulat dan segmen buah 4 sampai 8. Primer ISSR PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, dan PKBT-11 merupakan yang terbaik untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Hasil penelitian ini menambah bukti tentang adanya keragaman genetik pada manggis.
GENETIC VARIABILITY OF MANGOSTEEN (Garcinia
mangostana L.) GROWN IN DIFFERENT SUMATRA REGION
BASED ON ISSR MARKER
Abstract
Inter-simple sequence repeat (ISSR) markers were used to examine the level of genetic diversity of twenty two Garcinia mangostana accessions collected from Sumatra region. The objective of this study was to explain genetic variation of mangosteen individu from Sumatra region. Eleven random ISSR primers were chosen to differenciate the investigated accessions. The primers generated 72 bands of which 42 (58%) were polymorphic and 30 bands (42%) monomorphic. From the 11 primers tested, two primers were monomorphic. Seven of the nine polymorphic primers produced fingerprint profiles unique to the accession from Tembilahan (Riau Province). Cluster analysis divided the accessions into two major groups with genetic similarity coefficient ranging from 0.44 - 0.96. The first group contained only one accession from Tembilahan with elliptical stigma lobe, thin petals and 5 to 11 fruit segments. The second group consist of 21 other accessions with round stigma lobe, round, ovoid, and elliptical fruit, thick petals and 4 to 8 fruit segments, which could be divided clearly into six sub-clusters. The result shows that mangosteen accessions with different genetic background exist in this region. This confirms to the general opinion that mangosteen is not uniform in genetic. PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, and PKBT-11 are the best primers for further use.
Keywords : genetic variability, Inter-simple sequence repeat, mangosteen, Sumatra.
Pendahuluan
Indonesia termasuk daerah asal tanaman manggis dengan daerah distribusi
yang luas. Wilayah Sumatera merupakan daerah penghasil manggis yang
potensial dan perlu digali potensi keragaman genetiknya. Daerah manggis
potensial di Sumatera diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung dan Bengkulu. Data produksi dan luas panen manggis tahun
2008 menunjukkan bahwa Sumatera Barat mempunyai luas panen sekitar 1420 ha
dengan produksi 13932 ton, Riau 512 ha dan 2666 ton, Sumatera Selatan 249 ha
dan 777 ton, Bangka Belitung 243 ha dan 2637 ton, dan Bengkulu 238 ha dan
4636 ton (BPS 2009).
Penelitian tentang keragaman genetik pada manggis di Indonesia telah
cukup banyak dilakukan diantaranya antar aksesi di Pulau Jawa (Mansyah et al.
2003b), dan antar individu manggis Tasikmalaya (Sinaga et al. 2007b). Ramage
et al. (2004) melaporkan sembilan genotipe berbeda pada pada 37 aksesi G.
mangostana yang berasal dari Bogor, Jawa, Madura, Malaysia, Singapura, dan
Thailand yang dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok genetik berbeda. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa secara individu tanaman manggis
menunjukkan variasi secara genetik.
Pada penelitian ini dianalisis keragaman genetik manggis berbasis individu
dengan studi kasus menggunakan sampel dari berbagai wilayah Sumatera.
Berbagai marka molekuler dapat digunakan sebagai alat bantu analisis genetik
tanaman diantaranya RAPD (Random Amplified Polymorphysm DNA), AFLP
(Amplified Fragment Lenght Polymorphysm), RFLP (Restriction Fragment
Length Polymorphysm), SSR (Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter-simple
Sequence Repeat). Masing-masing teknik tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. ISSR merupakan semiarbitrary marker yang
komplemen dengan microsatelit, memberikan analisa yang cepat, murah, tidak
membutuhkan informasi sekuen, multilokus, tingkat polimorfisme tinggi, dan
menghasilkan marka dominan (Zietkiewicz et al. 1994; Mishra et al. 2003).
Marka ISSR berdasarkan kepada produk amplifikasi dengan ukuran sekitar
SSR. Teknik ISSR sangat bermanfaat untuk mengetahui instabilitas genetik pada
stadia dini kultur in vitro, evaluasi diversitas genetik, identifikasi kultivar dan
monitoring variasi somaklonal (Racoczy-Trojanowska and Bolibok 2004). ISSR
lebih informatif daripada RAPD pada gandum, tanaman buah (strawberi dan apel)
dan Pisum sativum (Korbin et al. 2002; Rakoczy-Trojanowska et al. 2004). Marka
ini cukup reprodusibel dan telah digunakan untuk karakterisasi secara cepat pada
banyak kultivar seperti poplar (Gao et al. 2006), kacang kacangan (Gonzales et
al. 2005), cycad (Xiao et al. 2005), studi kekerabatan antara kerabat jahe
(Wahyuni et al. 2004), dan isolat Fusarium culmorum (Mishra et al. 2003).
Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mempelajari variasi genetik manggis
dari berbagai wilayah di Sumatera, (2) mengetahui variasi genetik manggis
berbasis individu, dan (3) untuk seleksi primer ISSR yang terbaik bagi penelitian
selanjutnya.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Buah
Tropika dan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika mulai bulan Januari 2008 sampai
Desember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah 22 aksesi manggis koleksi Balitbu
Tropika yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera (Tabel 1). Bahan kimia
yang digunakan adalah buffer ekstraksi DNA (Doyle & Doyle 1987), kloroform:
isoamil alkohol (24:1), polyvinilpyrolidon (PVP), etanol 70%, etanol absolut,
isopropanol dingin, air bebas ion, DNA lamda, loading dye, agarosa (Promega),
larutan Tris-HCl : asam asetat : EDTA (TAE) 50x, ethidium bromida, Go Taq
Metode Penelitian
Ekstraksi, Purifikasi dan Penentuan Kuantitas DNA
Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode Doyle & Doyle (1987).
buffer ekstraksi (10% CTAB; 0.5 M EDTA (pH 8.0); 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 5 M
NaCl; 1% -mercaptoethanol) dan kemudian divorteks agar homogen. Campuran
selanjutnya diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65oC selama 1 jam. Sekitar
[image:50.595.77.483.276.785.2]0.15 mg daun digerus pada mortar yang diberi pasir kuarsa dan 0.6-0,8 ml
Tabel 1 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR
Kode aksesi Daerah asal Karakter morfologi utama
RT Tembilahan (Riau)
.
Buah ellip, tangkai buah pendek, cupat ellip. RK
BK
Kamang (Sumbar) Rejang Lebong (Bengkulu)
Buah agak lonjong, tangkai panjang, cupat bulat.
K5 S6
Kamang (Sumbar) Payakumbuh (Sumbar)
Buah bulat, tangkai buah sedang, cupat bulat. SR
S4
Sarik Alahan Tigo (Sumbar)
Payakumbuh (Sumbar)
Buah bulat, panjang tangkai sedang, cupat bulat dan besar.
B2 Bangka (Sumsel) Buah ellip. panjang
tangkai sedang, cupat bulat dan besar.
SG, KP L7, Ki6, Ki8
B3 B5, B6, B8, 11,
KPS
Painan ( Sumbar) Lahat (Sumsel) Bangka (Babel)
Bangka (Babel)
Buah ellip, tangkai buah sedang, cupat bulat dan sedang.
Bentuk buah campuran antara normal dan tidak beraturan .
L8 B10,B12
Lahat (Sumsel) Bangka (Babel)
Pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan 0.6-0.7 ml buffer purifikasi/
CIA (Chloroform : Isoamil Alcohol = 24:1 v/v), dan pemisahan fraksi di dalam
campuran dilakukan dengan sentrifugasi 11.000 rpm selama 10 menit. Setelah itu
fase cair (supernatan) yang diperoleh dipindahkan ke tabung mikro steril ukuran
1000 l yang baru. Tahapan ini dapat diulang 2 – 3 kali tergantung kualitas DNA
yang dihasilkan. Selanjutnya ditambah dengan 500-600 l 2-propanol dingin,
diinkubasi pada freezer selama 1 malam. Fase cair dibuang dan fase padat/pelet
dikering anginkan maksimal 1 malam. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 50 -
100 l TE (1 M Tris-HCl pH 8.0; 0.5 M EDTA pH 8.0; dan Aquades).
Pengujian kuantitas dan kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan
metode elektroforesis. Sebanyak 5 l DNA hasil ekstraksi ditambah dengan 1 l
loading dye dimasukkan pada sumur gel. Perkiraan kuantitas DNA ditentukan
dengan membandingkan ketebalan pita DNA dengan lambda DNA pada gel
agarose 1,2% yang dielektroforesis selama 45 menit pada tegangan 50 volt. Hasil
elektroforesis diwarnai dengan ethidium bromida 1% dan dibilas aquades,
selanjutnya pita DNA hasil elektroforesis dilihat dan divisualisasi melalui UV
transiluminator dan dipotret dengan kamera digital. DNA yang diperoleh siap
digunakan untuk reaksi PCR dengan diencerkan terlebih dahulu sampai
konsentrasi 20 ng.
Ampilifikasi DNA
DNA diamplifikasi menggunakan 11 primer ISSR yang diperoleh dari
laboratorium PKBT-IPB (Tabel 2). Amplifikasi dilakukan menggunakan Biorad
Mycycler thermal cycler dengan total volume larutan PCR sebanyak 25 l per
reaksi yang terdiri dari 2 µl (20 ng) DNA templat, 12.5 Go Taq Green Master
Mix (Promega M7122), 1 µl primer (10