• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis(Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus Agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis(Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus Agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT BUAH

MANGGIS (Garcinia mangostana) TERHADAP BAKTERI

Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda DAN JAMUR

Saprolegnia sp.

SKRIPSI

MADIAH HANDAYANI

100302085

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp.

Nama : Madiah Handayani

NIM : 100302085

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Ir. Tajuddin Siregar, M.MA

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(3)

ABSTRAK

MADIAH HANDAYANI. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp. Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan TAJUDDIN SIREGAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp., serta megetahui toksisitasnya terhadap Artemia salina Leach. Kulit buah manggis diekstrak dengan pelarut yang berbeda yaitu metanol, etil asetat dan n-heksana. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram, untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam ekstrak dilakukan uji fitokimia. Untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test. Analisis senyawa kimia menunjukkan dalam ekstrak kulit buah manggis mengandung fenolik, terpen/steroid dan alkaloid. Ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila,

Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. dengan besar zona hambat yang berbeda. Zona hambat pertumbuhan mikroba terbesar terdapat pada bakteri E. tarda

sebesar 12 mm. Ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba optimal dihasilkan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak kulit buah manggis memiliki toksisitas dengan nilai LC50<1000 μg/ml.

(4)

ABSTRACT

MADIAH HANDAYANI. Antimicrobial Activity of Extract Mangosteen Rind (Garcinia mangostana) on Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda Bacteria and Saprolegnia sp. Fungi. Under academic supervision of DWI SURYANTO and TAJUDDIN SIREGAR.

This reseach head to determine antimicrobial potential of stem bark extract mangosteen rind (Garcinia mangostana) again bacterial of Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and fungus Saprolegnia sp. and determine the level of toxicity bacterial against Artemia Salina Leach. The mangosteen rind was extracted with several solvent, such as methanol, etil asetat and n-hexsana. Testing of antimicrobial activity carried out by disc diffusion method, to determine the compounds contained in the extract phytochemical test. To determine the level of toxicity of the extract using the Brine Shrimp Lethality Test. The chemical compound analysis showed that extract of lotus seed contains fenolik, terpen/steroid dan alkaloid. The extracts inhibitated the growth of Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae bacteria and Saprolegnia sp. fungi to some extent. Largest microbial growth inhibition zone of bacteria present in E. tarda by 12 mm.The optimal antimicrobial activity was obtained from etil asetat. The extract showed cytotoxic activity with LC50<1000 μg/ml.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat,

hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp.”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua dan keluarga yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga

penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan kepada Bapak Ir. Tajuddin Siregar, M.MA selaku

anggota Komisi Pembimbing serta dosen-dosen Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam

penyelesaian usulan penelitian ini.

Demi kesempurnaan usulan penelitian ini penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sangat membangun untuk penyempurnaan usulan penelitian ini,

sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.

Medan, Mei 2014

(6)

DAFTAR ISI

Pengujian Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Bakteri dan Jamur ... 24

Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri dan Jamur ... 25

Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis ... 26

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 28 Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 28 Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 29 Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana) ... 29 Pembahasan

Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 31 Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 32 Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) ... 33 Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana) ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 40 Saran ... 40

(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Manggis (Garcinia mangostana)... 7

3. Aeromonas hydrophila ... 9

4. Edwardsiella tarda ... 11

5. Saprolegnia sp ... 12

6. Perhitungan Zona Hambat Bakteri ... 25

(9)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Hasil Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) .... 28

2. Hasil Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)... 28

3. Hasil Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana) ... 29

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur ... 46

2. Sterilisasi Alat dan Bahan... 47

3. Pembuatan Larutan Baku McFarland ... 47

4. Proses Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 48

5. Proses Pengujian Toksisitas A. salina ... 49

6. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji ... 50

7. Analisis Kriteria Bakteri Aeromonas hydrophila ... 51

8. Analisis Kriteria Bakteri Edwardsiella tarda ... 52

9. Analisis Kriteria Jamur Saprolegnia sp ... 53

10. Proses Pengujian Antimikroba ... 54

11. Hasil Skrining Fitokimia Kulit Buah Manggis ... 55

12. Hasil Pengujian Antimikroba ... 56

13. Data Awal Kematian A. salina Pada Berbagai Konsentrasi ... 57

14. Contoh Perhitungan Penentuan LC50 ... 58

15. Data Awal Zona Hambat Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 63

(11)

ABSTRAK

MADIAH HANDAYANI. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp. Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan TAJUDDIN SIREGAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan Jamur Saprolegnia sp., serta megetahui toksisitasnya terhadap Artemia salina Leach. Kulit buah manggis diekstrak dengan pelarut yang berbeda yaitu metanol, etil asetat dan n-heksana. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram, untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam ekstrak dilakukan uji fitokimia. Untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test. Analisis senyawa kimia menunjukkan dalam ekstrak kulit buah manggis mengandung fenolik, terpen/steroid dan alkaloid. Ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila,

Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. dengan besar zona hambat yang berbeda. Zona hambat pertumbuhan mikroba terbesar terdapat pada bakteri E. tarda

sebesar 12 mm. Ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba optimal dihasilkan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Ekstrak kulit buah manggis memiliki toksisitas dengan nilai LC50<1000 μg/ml.

(12)

ABSTRACT

MADIAH HANDAYANI. Antimicrobial Activity of Extract Mangosteen Rind (Garcinia mangostana) on Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda Bacteria and Saprolegnia sp. Fungi. Under academic supervision of DWI SURYANTO and TAJUDDIN SIREGAR.

This reseach head to determine antimicrobial potential of stem bark extract mangosteen rind (Garcinia mangostana) again bacterial of Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and fungus Saprolegnia sp. and determine the level of toxicity bacterial against Artemia Salina Leach. The mangosteen rind was extracted with several solvent, such as methanol, etil asetat and n-hexsana. Testing of antimicrobial activity carried out by disc diffusion method, to determine the compounds contained in the extract phytochemical test. To determine the level of toxicity of the extract using the Brine Shrimp Lethality Test. The chemical compound analysis showed that extract of lotus seed contains fenolik, terpen/steroid dan alkaloid. The extracts inhibitated the growth of Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae bacteria and Saprolegnia sp. fungi to some extent. Largest microbial growth inhibition zone of bacteria present in E. tarda by 12 mm.The optimal antimicrobial activity was obtained from etil asetat. The extract showed cytotoxic activity with LC50<1000 μg/ml.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta

didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di

Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sektor perikanan. Hal

ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional,

penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan penerimaan negara

dari ekspor. Perikanan budidaya juga berperan dalam mengurangi beban sumber

daya laut. Di samping itu perikanan budidaya dianggap sebagai sektor penting

untuk mendukung perkembangan ekonomi pedesaan (Grandiosa, 2010).

Keberadaan penyakit di dalam lingkungan perairan merupakan salah satu

kendala di dalam pengembangan subsektor budidaya perikanan. Penyakit tersebut

terdiri atas penyakit infeksi atau menular (infectious disease) yang disebabkan

oleh organisme patogen infektif dan penyakit non infeksi (non infectious disease)

yang disebabkan oleh faktor fisika dan kimia lingkungan, pakan dan metabolisme,

stress sebagai bagian reaksi psikologis ikan. Serangan penyakit infeksi maupun

non infeksi menyebabkan produktivitas budidaya terganggu dan bahkan dapat

menyebabkan kegagalan serta kerugian bagi para pembudidaya (Kurniawan,

2012).

Disamping bakteri beberapa jamur dapat menimbulkan penyakit infeksi

pada ikan budidaya, baik ikan air tawar maupun ikan laut atau payau, ikan

konsumsi ataupun ikan hias. Salah satunya adalah jamur Saprolegnia sp., ikan

(14)

tumbuh pada kulit, sirip, insang mata dan telur ikan. Serangan jamur ini

menyebabkan kematian pada ikan yang dapat merugikan (Widya, 2013).

Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya

serangan penyakit pada ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak, maupun

di wadah budidaya lainnya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi

antara tiga komponen di atas. Ini berarti, kerugian yang diderita karena serangan

penyakit sebenarnya dapat dihindari apabila petani mempunyai pengetahuan yang

memadai mengenai cara menjaga keserasian antara ketiga komponen penyebab

penyakit ikan. Di samping itu, ketelitian dan kecermatan petani juga sangat

menentukan keberhasilan dalam pencegahan serangan penyakit ikan tersebut

(Kordi, 2004).

Penggunaan bahan alami untuk mengobati maupun mencegah penyakit

pada ikan, termasuk parasit perlu dikembangkan seiring dengan semakin

berkurang dan dilarangnya penggunaan bahan kimia. Efek samping yang

dihasilkan oleh bahan alami dapat dikatakan tidak signifikan terhadap kerusakan

lingkungan, resistensi bibit penyakit, residu yang tidak terakumulasi di dalam

jaringan atau organ, dan aman baik komoditas budidaya maupun konsumen.

Indonesia memiliki banyak sekali tanaman herbal yang dapat dijadikan obat bagi

penanggulangan penyakit dalam bidang budidaya perikanan. Banyak jenis

tanaman yang mengandung senyawa yang bersifat antimikroba, baik bakterisidal,

bakteristatik, fungisidal, dan sebagainya. Berbagai penelitian telah membuktikan

bahwa fitofarmaka efektif mengatasi penyakit ikan dan memiliki beberapa

keuntungan, seperti dapat menjadi bahan alami pengganti antibiotik untuk

(15)

menyebabkan residu pada ikan dan manusia, mudah diperoleh dan tersedia cukup

banyak, harganya ekonomis dan cukup murah (Kurniawan, 2012).

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah tropika

unggulan nasional Indonesia dan menjadi primadona penghasil devisa negara.

Kulit buah manggis (KBM) merupakan bagian terbesar dari buah manggis yang

dikategorikan sebagai limbah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa KBM

memiliki sifat fungsional bagi kesehatan karena mengandung berbagai senyawa

antioksidan, seperti senyawa fenolik atau polifenol termasuk didalamnya xanthone

dan epikatekin, disamping senyawa antosianin dan tanin. Senyawa xanthone

memiliki sifat antioksidan, antidiabetic, antikanker, anti-imflammatory,

hepatoprotective, immuno-modulation, dan antibakteria, mampu menekan

pembentukkan senyawa karsinogen pada kolon, antifungal, serta antiplasmodial

(Widayanti, dkk., 2009).

Pemanfaatan ekstrak kulit buah manggis untuk pengendalian penyakit

pada ikan belum pernah dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian

pengaruh ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan jamur

Saprolegnia sp. yang merupakan penyebab penyakit pada ikan.

Perumusan Masalah

1. Apakah kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam kulit buah manggis?

2. Apakah ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan bakteri

dan jamur patogen pada ikan?

(16)

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak kulit buah

manggis.

2. Mengetahui daya antimikroba ekstrak kulit buah manggis terhadap bakteri uji

Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. secara

in vitro.

3.

Mengetahui daya toksisitas ekstrak kulit buah manggis terhadap Artemia salina

Leach dengan metode uji Brine Shrimp Lethality Test.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang alternatif

penggunaan bahan antimikroba yang lebih ekonomis dan aman untuk

mengendalikan penyakit ikan yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila,

Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. serta untuk meningkatkan produksi

budidaya perikanan di Indonesia.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Masalah utama yang banyak dihadapi oleh para pembudidaya adalah

penyakit yang menyerang ikan. Pengendalian mikroba penyakit pada ikan

seringkali menggunakan bahan kimia yang efek penggunaannya dapat

menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan karena bahan kimia yang

digunakan sudah jelas tidak ramah lingkungan. Oleh sebab itu pengendalian

mikroba penyakit pada ikan menggunakan alternatif penggunaan bahan alami

(17)

alami yang dapat dijadikan obat alami yaitu Ekstrak Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana). Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Hipotesis Penelitian

1. Kulit buah manggis mengandung senyawa kimia terpenoid, steroid, saponin,

alkaloid, senyawa golongan fenolik (tanin dan flavonoid).

2. Ekstrak kulit buah manggis dapat menghambat bakteri Aeromonas hydrophila,

Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. karena mengandung senyawa

antimikroba.

3. Ekstrak kulit buah manggis menunjukkan toksisitas yang rendah.

Intesifikasi Budidaya Ikan

Mikroba Penyebab Penyakit Ikan

Edwardsiella tarda Aeromonas hydrophila

Saprolegnia sp.

Pengendalian Mikroba Penyebab Penyakit Ikan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Manggis (Garcinia mangostana)

Manggis dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama mangosteen dan

memiliki nama latin Garcinia mangostana Linn. Manggis termasuk tanaman dari

kelas Dicotyledonae, keluarga Guttiferae dan genus Garcinia. Nama latin

Garcinia mangostana adalah nama yang diberikan oleh Laurent Garcin seorang

penjelajah hutan berkebangsaan Prancis pada abad keenam belas (Hasanah, 2012).

Manggis merupakan tanaman tahunan dari hutan tropis teduh di kawasan

Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia. Tanaman itu menyebar ke

Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya, seperti Srilanka, Malagasi, Karibia,

Hawai, Brazil, Honduras, Panama dan Australia Utara. Manggis dijuluki sebagai

Queen of Fruits. Sebutan ini konon berkaitan dengan kesukaaan ratu (queen)

Kerajaan Inggris terhadap buah manggis (Paramawati, 2010).

Secara morfologi, manggis (Gambar 2) merupakan tanaman berkayu yang

keras dan baru mulai berbuah setelah tanaman ini berusia 8-10 tahun. Umurnya

relatif panjang karena bisa mencapai 150 tahun. Karena sifat kayunya yang keras,

di beberapa daerah di Indonesia, khususnya sentra manggis yang tumbuh liar,

pohon manggis banyak ditebang dan kayunya digunakan untuk bahan bangunan

karena memang sangat kuat (Hasanah, 2012).

Pohon manggis akan tumbuh dengan baik jika hidup di dataran rendah

hingga ketinggian kurang dari 1.000 m dpl. Adapun ketinggian yang paling cocok

untuk bertanam manggis adalah 500-600 m dpl dengan curah hujan tahunan

(19)

musim akan sangat berpengaruh pada kualitas buah manggis. Jika pohon

kekeringan akibat musim kemarau panjang, buah manggis yang dihasilkan

berukuran kecil dan mengandung getah kuning sehingga menjadikan buah

manggisnya tidak layak ekspor. Ciri buah manggis yang sudah masak adalah kulit

buahnya berwarna ungu kemerahan, bentuknya bulat agak pipih, tangkainya sudah

lunak dan diameter buahnya sekitar 4-7 cm. Tingkat kematangan buah sangat

berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan buah. Semakin matang semakin

singkat daya simpannya (Hasanah, 2012). Adapun sistematika dan klasifikasinya

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Clusiaceae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana

(20)

Bakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri adalah organisme satu sel yang mempunyai daerah penyebaran

relatif luas, sehingga hampir dapat dijumpai di mana saja. Bakteri mempunyai

ukuran relatif lebih besar daripada virus, yaitu antara 0.3-0.5 mikron. Fungsi

utama bakteri di lingkungannya adalah mengerjakan berbagai fungsi dalam proses

fermentasi dan industri lainnya. Bakteri patogen dapat ditumbuhkan dalam media

buatan seperti agar darah atau trypticase soy di mana koloninya dapat dilihat

dengan mata telanjang. Bakteri ada yang bergerak dan sebagian lagi tidak

bergerak (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Aeromonas adalah bakteri yang motil dengan panjang 1-4 µm. Morfologi

koloninya sama dengan batang enterik gram negatif, dan mereka menghasilkan

hemolisis yang berzona besar pada agar darah. Spesies Aeromonas yang

dikulturkan dari spesimen tinja tumbuh dengan mudah pada media yang berbeda

yang biasa digunakan untuk kultur batang enterik gram negatif dan mirip bakteri

enterik. Spesies Aeromonas berbeda dari batang enterik gram negatif dilihat dari

adanya reaksi oksidase positifnya pada pertumbuhan yang didapat dari cawan agar

darah (Jawetz dkk., 2001).

Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama yang

mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas adalah

bentuknya seperti batang, ukurannya 1–4,4 x 0,4–1μm, bersifat gram negatif,

fakultatif anaerob (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora,

bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel (Monotrichous

flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan

(21)

Bakteri A. hydrophila (Gambar 3) dimasukkan ke dalam kelompok bakteri

gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk batang, motil, terdapat di perairan tawar,

opurtunis pada ikan yang mengalami stress atau pada pemeliharaan padat tebar

tinggi. Bakteri ini dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan bersifat laten.

Penyakit ini dikenal dengan nama motile aeromonas septicemia (MAS) atau

disebut juga hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila

pertahanan tubuh ikan menurun dengan menunjukkan gejala klinis seperti adanya

hemorrhage pada kulit, insang, rongga mulut, borok pada kulit hingga jaringan

otot, exopthalmia, ascites, pembengkakan limpa dan ginjal, dropsy, serta necrosis

pada limpa, hati, ginjal, dan jantung (Kurniawan, 2012).

Gambar 3. Aeromonas hydrophila (a) Makroskopis (b) Mikroskopis

Aeromonas hydrophila dapat ditemukan dalam makanan dan lingkungan

perairan di seluruh dunia. Bakteri ini adalah anggota dari famili Aeromonadaceae

yang dikenal sebagai patogen pada hewan. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi

usus manusia dan beberapa penyakit yang berakibat fatal. Karena sering

ditemukan di lingkungan perairan A. hydrophila dapat menyebabkan penyakit

serius pada ikan (Belal dkk., 2009).

(22)

Ikan yang terserang bakteri A. hidrophyla menujukkan perubahan warna

tubuh menjadi gelap, berenang tidak beraturan, mata ikan rusak, sisik seperti akan

lepas, sirip rusak, insang berwarna pucat, ikan berenang ke permukaan seperti

kekurangan oksigen, insang rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi

kasat dan timbul pendarahan dengan luka-luka borok, perut menjadi besar (dropsi)

dan apabila dibedah akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal dan limpa (Widya,

2013).

Bakteri Edwardsiella tarda

E. tarda merupakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk batang bengkok,

dengan ukuran 1 x 2-3 μm, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan

flagella, tidakmembentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob.

Bakteri ini dapatdijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan suhu

optimal bagi pertumbuhannya sekitar 35oC, sedangkan pada suhu di bawah 10oC

atau di atas 45oC tidak dapat tumbuh (Park dkk, 2012).

E. tarda merupakan bakteri penyebab penyakit edwardsiellosis. Bakteri ini

menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis dan bisa menjadi patogen

oportunistik pada manusia, menyebabkan meningitis dan diare (Wyatt dkk, 1979).

Penularannya secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang

(23)

Gambar 4. Edwardsiella tarda (a) Makroskopis (b) Mikroskopis

Nadirah (2012) menjelaskan ikan yang terjangkit edwardsiellosis akan

memperlihatkan gejala sebagai berikut:

1. Terjadi luka pada kulit yang kemudian akan meluas ke bagian daging, sehingga

dengan segera akan mengakibatkan perdarahan. Luka semacam ini sering

dijumpai pada hati ikan.

2. Jika tidak segera diobati, luka-luka ini akan berkembang menjadi bisul dan

mengeluarkan nanah (abses).

3. Pada jaringan daging, hati dan ginjal sering terjadi nekrosa.

Jamur Saprolegnia sp.

Saprolegnia sp. adalah jenis jamur yang hidup di perairan tawar. Jamur ini

memperbanyak keturunannya dengan cara seksual (dengan alat kelamin) dan

dengan cara aseksual (tanpa alat kelamin). Memperbanyak keturunan secara

aseksual dilakukan dengan spora yang mempunyai dua buah rambut getar

(biflagellata) (Kordi, 2004).

Jamur Saprolegnia sp. (Gambar 5) dapat menyerang sebagian besar ikan

air tawar, tetapi umumnya menyerang ikan mas, gurame, tawes, gabus dan lele.

(24)

Selain itu, organisme ini juga sering menyerang telur ikan. Jamur ini umumnya

menyebabkan terjadinya infeksi sekunder sebab ia senang menyerang tubuh ikan

yang mengalami luka-luka oleh aktivitas antibakteri atau parasit lain. Selain

adanya luka, intensitas serangan Saprolegnia sp. akan meningkat apabila

temperatur turun dan ikan mengalami stres (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Gambar 5. Saprolegnia sp.

Saprolegnia sp. menyebabkan penyakit saprolegniasis pada ikan air tawar

seperti ikan mas, tawes, gabus, gurami dan nila. Ikan yang terserang

saprolegniasis biasanya diawali serangan dari bakteri dan parasit serta

penanganan yang tidak baik setelah terserang bakteri tersebut. Jamur ini biasanya

menyerang ikan dan telur ikan. Pada ikan dewasa biasanya yang diserang bagian

kulit yang telah terluka. Sedangkan telur ikan yang terserang akan terlihat seperti

dilapisi kapur (Widya, 2013).

Ikan dan telur ikan yang terserang jamur ini dapat diketahui dengan

mudah, sebab terlihat bagian organ ikan (biasanya bagian luar) atau telur yang

terserang, ditumbuhi oleh sekumpulan miselium jamur yang menyerupai

gumpalan benang-benang halus (hypa) yang tampak seperti kapas. Kumpulan

(25)

Diameter hypa kira-kira 20μm. Di dalam kantong sporangianya dijumpai ribuan

zoospora yang mempunyai rambut getar (flagella) (Kordi, 2004).

Ekstraksi

Extractio berasal dari perkataan “extrahere”, “to draw out”, menarik sari

yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat

berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Dalam

kefarmasian, istilah ini terutama hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari

bahan asal dengan mempergunakan cairan penarik atau pelarut (Syamsuni, 2006).

Ekstraksi merupakan suatu metode untuk memisahkan senyawa penting

dari bahan tertentu agar senyawa tersebut dapat lebih baik dalam pemanfaatannya.

Ekstraksi yang sering digunakan adalah dengan menggunakan pelarut karna lebih

ekonomis walaupun membutuhkan waktu yang lama (Widya, 2013).

Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat

yang berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia

(hewan/tumbuhan) mengandung bermacam-macam zat atau senyawa tunggal;

sebagian mengandung khasiat pengobatan, misalnya bermacam-macam alkaloid,

glukosida, damar, oleoresin, minyak atsiri, lemak dan sebagainya (Syamsuni,

2006).

Tujuan utama ekstraksi ialah mendapatkan atau memisahkan sebanyak

mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (concentrata) dari zat-zat yang

tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan (kemudahan diabsorpsi, rasa,

pemakaian dan lain-lain) dan disimpan dibandingkan simplisia asal, dan tujuan

(26)

Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu komponen solute (cair) dari

campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah.

Proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses

pembentukan fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven

merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven

merupakan faktor penting. Solven ini harus saling melarutkan terhadap salah satu

komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi dapat

berjalan dengan baik bila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu

selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar,

bersifat inert, perbedaan density cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara

kimia dengan solute maupun diluen, viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif,

tidak mudah terbakar, murah dan mudah didapat. Beberapa faktor yang

berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur, waktu kontak,

perbandingan solute, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi

(Yasita dan Intan, 2010).

Antimikroba

Antibakteri adalah antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Pengertian antimikroba secara umum adalah zat yang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba dan digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada

manusia dan hewan (Gan, dkk., 1980).

Berdasarkan kemampuan mempengaruhi banyaknya jenis mikroba,

dikenal antimikroba berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antimikroba yang

(27)

berspektrum luas mempengaruhi bakteri gram positif dan gram negatif serta

beberapa jenis mikroba lainnya (Dzen, dkk., 2003).

Antimikroba yang sangat toksik yang membahayakan inangnya bukan

merupakan antibiotik yang baik dan dianggap beracun. Antimikroba yang baik

adalah antimikroba yang mampu menyembuhkan penyakit tanpa menimbulkan

efek samping terhadap inangnya dan juga harus memiliki sifat toksisitas selektif

yang tinggi (Widya, 2013).

Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman, sebagian besar diketahui

merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama golongan fenolik dan terpenoid

dalam minyak atsiri. Beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal

dari tanaman diantaranya adalah fitoleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri),

fenolik dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis

(Mawaddah, 2008).

Sejumlah agen antimikroba bekerja dengan merusak DNA. Aktivitas

antimikroba diukur in vitro untuk menentukan (1) potensi agen antimikrobia

dalam larutan (2) konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan dan (3)

kepekaan mikroorganisme penyebab terhadap obat yang diketahui (Jawetz, dkk.,

2001).

Antimikrobia yang ideal menunjukkan toksisitas selektif. Hal ini secara

tidak langsung menjelaskan bahwa obat berbahaya bagi parasit dan tidak

membahayakan inang. Seringkali toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan tidak

mutlak; hal ini menyatakan bahwa konsentrasi obat-obatan yang toleran terhadap

(28)

Senyawa Fitokimia

Steroid adalah senyawa antiinflamasi kuat yang digunakan sejak kurang

lebih tahun lima puluhan. Secara alamiah bahan ini merupakan hormon endogen

yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Ardhie, 2004). Beberapa senyawa steroid

mempunyai aktivitas seperti sterol (α-sipanasterol) sebagai anti inflamasi,

glikosida jantung sebagai racun, berbagai hormon, vitamin dan lain-lain. Secara

biosintesis pembentukan steroid berasal dari kondensasi isopentenil pirofosfat

dengan isomernya, dimetil alil pirofosfat. Kondesasi ini berlangsung sampai

terbentuknya skualena dan melalui proses sikliasi dan modifikasi akan terbentuk

steroid (Saleh, 2009). Steroid pada tumbuhan dibentuk oleh senyawa sterol dan

banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan sehingga sering dikenal dengan

fitosterol. Senyawa steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif

(Ayuningtyas, 2008).

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar

yang ditemukan dialam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu

dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

Flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,

dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantaipropana (C3) sehingga

membentuk suatu susunan C6- C3- C6 (Lenny, 2006). Makanan yang kaya

flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit seperti kanker dan

penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein densitas

rendah) (Heinrich, dkk., 2010).

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

(29)

tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Hampir semua

alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada

yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan.

Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan

mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam

berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloida

umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran

senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2006).

Saponin adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat yang

menimbulkan busa bila dikocok dalam air. Sifat saponin menyerupai sabun

(bahasa latin sapo berarti sabun) Saponin bekerja sebagai antimikroba dengan

mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri

lisis (Ardananurdin, dkk., 2004). Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit

sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan

dengan aglikon atau sapogenin. Senyawa ini bersifat racun bagi binatang berdarah

dingin. Oleh karena itu dapat digunakan untuk pembasmi hama tertentu

(Prihatman, 2001).

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang

memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk

kompleks dengan protein. Kandungan tanin terkondensasi berpengaruh terhadap

aktivitas antioksidan karena tanin merupakan salah satu antioksidan alami dalam

tumbuhan (Malangngi, 2012). Tanin adalah senyawa organik yang sangat

kompleks dan banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan. Tanin

(30)

dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan

kormatografi, senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik

dan pemberian warna (Fachry, dkk., 2012).

Fenol terdiri dari rantai dasar benzene aromatik dengan satu atau lebih

kelompok hidroksil. Tingkat toksisitas fenol beragam tergantung dari jumlah atom

atau molekul yang melekat pada rantai benzene-nya. Untuk fenol terklorinasi,

semakin banyak atom klorin yang diikat rantai benzena maka semakin toksik

rantai tersebut. Klorofenol lebih bersifat toksik pada biota air, seperti akumulasi

dan lebih persisten dibanding dengan fenol sederhana. Fenol sederhana seperti

phenol, cresol dan xylenol mudah larut dalam air dan lebih mudah didegradasi

(Dewilda, dkk., 2012). Aktivitas antimikroba senyawa fenolik adalah dengan

merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme, sehingga menyebabkan isi

sel keluar. Dinding sel Mycobacterium penyebab tuberculosis dan lepra kaya

dengan lipid sehingga Mycobacterium sangat peka terhadap senyawa fenolik

(Pratiwi, 2008).

Uji Brine Shrimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk

menguji bahan-bahan yang bersifat toksik. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini

merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan

dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis

uji. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC50 <

1000 μg/ ml. BSLT digunakan untuk pengujian sitotoksik sederhana pada dosis

(31)

senyawa aktif terhadap udang, akan tetapi prosedur yang sederhana, biaya yang

rendah dan korelasinya terhadap pengujian sitotoksitas dan pengujian antitumor

membuat pengujian ini sebagai uji pendahuluan yang sesuai dan dapat dilakukan

secara rutin di laboratorium dengan fasilitas sederhana (Aras, 2013).

Uji bioaktivitas menggunakan larva udang A. salina dikenal dengan istilah

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT adalah suatu metode penelusuran

untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari

A. salina (Darmawan, 2011). Larva udang tersebut sangat peka terhadap apapun

yang berada di lingkungannya dan berkembang dengan sangat cepat menyerupai

pertumbuhan sel kanker. Keadaan membran kulitnya yang sangat tipis

memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi

metabolisme dalam tubuhnya. Oleh karena itu, penambahan zat ekstraktif yang

diduga mengandung senyawa bioaktif yang juga berpotensi sebagai senyawa obat

diharapkan mampu mengganggu metabolisme dan menyebabkan kematian larva

udang (Meilani, 2006).

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Desember 2014. Pembuatan

ekstrak dan pengujian fitokimia kulit buah manggis di Laboratorium Kimia Bahan

Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian aktivitas

antimikroba di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan Kelas I Medan II. Pengujian Brine Shrimp Lethality Test dilakukan di

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Budidaya Ikan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota

Medan.

Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah

Mikroskop, mortar, ayakan mesh 32, labu Erlenmeyer, spatula, blender, pipet

tetes, rak tabung, objek glass, cover glass, tabung reaksi, timbangan digital,

corong, rotary evaporator, gelas ukur, timbangan analitik, botol vial, cawan petri,

oven, hot plate, magnetic stirrer, autoclave, Laminar air flow, jarum ose, bunsen,

inkubator, beaker glass, pinset, jangka sorong, sarung tangan, masker, kamera

digital, alat tulis, corong pemisah, water bath dan kertas saring.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

adalah kulit buah manggis (Garcinia mangostana), isolat murni bakteri

Aeromonas hydrophila diperoleh dari Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu

dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan I, Edwardsiella tarda diperoleh

(33)

Kelas I Medan II dan jamur Saprolegnia sp. diperoleh dari Balai Karantina Ikan

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II, Thin Layer

Cromatography (TLC), air, garam non-yodium, pelarut n-Heksana, Etil asetat,

Metanol, Dimethyl sulfoxide (DMSO), asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, HCl 2

N, Pb asetat, kloroform isopropanol, FeCl3 1%, metanol, NaOH 10%, petroleum

bensin, pereaksi Dragendrof, pereaksi Bouchardat, pereaksi Mayer, pereaksi

Wagner, Trypticase soy agar (TSA), Potato Dextrose Agar (PDA),\ akuades,

alkohol 70%, NaCl 0,9% , kertas cakram, kloramfenikol, nistatin, kapas, kertas

label, aluminium foil. Alat dan bahan yang digunakan terlebih dahulu dilakukan

sterilisasi, tahapan sterilisasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis

Beberapa kulit buah manggis yang diperoleh dari daerah sekitar kota

Medan. Buah yang sudah tua memiliki karakteristik warna kulit ungu kehitaman

kemudian dikupas dan dipisahkan kulit dengan buahnya. Kulit buah manggis

dipotong dengan cara manual yaitu dengan menggunakan pisau dan dirajang

hingga membentuk ukuran yang lebih kecil. Kuilt dikeringkan pada suhu ruangan

tanpa terkena sinar matahari langsung selama ± 1 minggu. Kulit yang kering akan

berwana kehitaman dan mengeras. Kulit yang sudah kering dihaluskan dengan

menggunakan blender sehingga menjadi serbuk (simplisia). Selanjutnya simplisia

ditimbang sebanyak 300 gram dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang

(34)

kamar dan tidak boleh terkena sinar matahari selama ± 24 jam dan dilakukan

pengadukan sesekali.

Setelah ± 24 jam, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring

sehingga diperoleh filtrat dan ampas, kemudian filtrat dievaporasi dengan rotary

evaporator untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak kulit buah manggis. Ekstrak

dimasukkan kedalam botol vial dan dilakukan pemekatan ekstrak dengan

penangas air (water bath) sampai seluruh pelarutnya habis menguap dan diperoleh

ekstrak pekat. Lakukan perlakuan yang sama pada larutan etil asetat dan metanol

secara berturut-turut dengan menggunakan pengenceran tunggal.

Uji Fitokimia

Uji fitokimia kulit buah manggis merupakan uji yang dilakukan untuk

mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam kulit buah manggis.

Tahapan pengujian ini dilakukan berdasarkan metode Harborne (1998).

a. Uji Alkaloid

Ekstrak sampel diambil 4 ml dimasukkan masing-masing 1 ml kedalam 4

tabung reaksi. Tabung pertama ditambah 2 tetes pereaksi Bouchardat, apabila

terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam maka sample positif alkaloid.

Tabung kedua ditambah 2 tetes pereaksi Dragendroff, apabila terbentuk endapan

berwarna merah/jingga maka sampel positif alkaloid. Tabung ketiga ditambah 2

tetes pereaksi Mayer, apabila terbentuk endapan berwarna putih/kuning maka

sampel positif alkaloid. Tabung keempat ditambah 2 tetes pereaksi Wagner,

(35)

b. Uji Senyawa Golongan Fenolik/Flavonoid/Tanin

Ekstrak sampel diambil 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambah FeCl3 1% apabila terjadi perubahan warna menjadi hitam maka positif mengandung fenolik.

d. Uji Saponin

Ekstrak sampel sebanyak 2 ml ditambahkan akuades kemudian dikocok

selama 1 menit. Apabila menimbulkan busa ditambahkan HCl 1 N, apabila busa

stabil selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm, maka ekstrak positif

mengandung saponin.

e. Uji Terpenoid dan Steroid

Ekstrak sampel diambil 2 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian

ditambah dengan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bouchard apabila terbentuk warna

biru/hijau positif terpen/steroid.

Pengujian dengan CeSO4 dilakukan dengan metode Thin Layer

Chromatography (TLC) dengan cara ekstrak sampel diteteskan ke plat TLC

kemudian disemprot dengan pereaksi CeSO4 dan dipanaskan diatas hot plate.

Perubahan warna yang terjadi di plat diamati dan dibandingkan dengan standar

tripenoid dan β-sitosterol yang terbentuk.

Persiapan Bakteri dan Jamur

Pembuatan media tumbuh bakteri dan jamur dapat dilihat pada Lampiran

1. Bakteri Aeromonas hydropila dan Edwardsiella tarda diinokulasi ke media

TSA sedangkan jamur Saprolegnia sp. diinokulasikan ke media PDA. Inokulum

(36)

Aeromonas hydropila, Edwardsiella tarda dan 7 hari untuk jamur Saprolegnia sp.

Stok kultur bakteri yang ada diambil biakannya dengan jarum ose steril dan

suspensikan ke dalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl fisiologis 0,9%.

Kemudian dihomogenkan dengan vortex hingga diperoleh kekeruhan suspensi

sebanding dengan kekeruhan larutan Mc Farland sama dengan 0,5 x 108 CFU/ml.

Pembuatan larutan Mc Farland dapat dilihat pada Lampiran 3. Jamur dipotong 0,5

x 0,5 cm dengan menggunakan pisau steril kemudian diletakkan ke media PDA

baru.

Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji

Konsentrasi yang akan digunakan yaitu 0% (Kontrol negatif); 20%; 40%;

60% dan 80% (b/v). Larutan dibuat dengan cara menimbang ekstrak kulit buah

manggis sebanyak 0,8 g yang dilarutkan dengan DMSO sebanyak 1 ml. Larutan

dengan konsentrasi 60%, 40% dan 20% dibuat dengan cara pengenceran dari

konsentrasi 80% dengan DMSO 0,5 ml. Untuk kontrol positif digunakan

kloramfenikol 30µg/ml untuk bakteri dan disk nistatin 100µg/ml untuk jamur dan

kontrol negatif digunakan DMSO.

Pengujian Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Bakteri dan Jamur

Pengujian ekstrak kulit buah manggis dilakukan dengan metode difusi disk

menggunakan kertas cakram berdiamter 6 mm. Cakram dimasukkan ke dalam

botol vial yang telah berisi larutan ekstrak dengan konsentrasi 20%; 40%; 60%

(37)

Sebanyak 10 ml TSA dan PDA masing-masing dituangkan ke dalam

cawan petri steril dan dibiarkan memadat. Pada suspensi bakteri dicelupkan lidi

kapas steril dan diusapkan perlahan-lahan pada permukaan media secara merata

dan ditunggu hingga mengering pada suhu kamar. Cakram yang telah ditetesi

ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik diletakkan secara teratur pada

permukaan media uji dengan menggunakan pinset steril.

Pada media tumbuh jamur yang berumur 2 hari diletakkan cakram yang

telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik secara teratur

dengan menggunakan pinset steril dan diinkubasi selama 7 hari.

Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri dan Jamur

Pengamatan untuk bakteri dilakukan setelah masa inkubasi yaitu dengan

melihat adanya zona hambatan (daerah bening) di sekitar cakram. Diameter zona

hambat diukur dengan jangka sorong. Diameter zona hambat diukur dengan

mengurangkan diameter zona hambat dengan diameter kertas cakram (Gambar 6).

(38)

Pengamatan untuk jamur ditentukan dengan cara mengukur jari-jari

pertumbuhan hifa normal dikurang dengan jari-jari pertumbuhan hifa yang

terhambat oleh ekstrak (Gambar 7).

Gambar 7. Perhitungan Zona Hambat Jamur; a: Pertumbuhan koloni jamur, b: Zona hambat ekstrak kulit buah manggis terhadap koloni jamur, c: Blank disk yang berisi ekstrak, d: Letak koloni jamur yang ditanam, x: Koloni jamur yang pertumbuhannya terhambat, y: Koloni jamur yang pertumbuhannya normal, y-x : Jari-jari zona hambat

Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis

Pengujian toksisitas kulit buah manggis ini dilakukan dengan

menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Kista A. salina

ditetaskan dalam bejana yang sudah berisi air dengan salinitas 83 ppt dan

dilengkapi dengan alat aerasi. Selanjutnya dibiarkan selama 48 jam hingga kista

menetas dan tumbuh dewasa (naupli).

Larutan induk ekstrak kulit buah manggis untuk setiap uji dibuat dengan

melarutkan 20 mg dalam 2 ml pelarut DMSO. Larutan uji 1000 ppm dibuat

dengan memipet larutan induk sebanyak 500 μl, sedangkan larutan uji 100 ppm

dengan memipet 50 μl dan 10 ppm dibuat 5 μl dari larutan induk. Masing-masing

larutan uji dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan air dengan salinitas 83 ppt

(39)

ekor larva udang A. salina dimasukkan ke dalam vial. Masing-masing konsentrasi

dibuat ulang sebanyak 5 kali (5 vial) dan 1 vial untuk kontrol. Kematian A. salina

diamati setelah 24 jam.

Analisis Data

Pengujian Fitokimia

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang

terdapat di dalam kulit buah manggis. Pengamatan dilakukan langsung setelah

pemberian bahan-bahan sesuai dengan senyawa fitokimia yang akan diuji.

Pengujian Daya Antimikroba

Perlakuan yang diberikan yaitu ekstrak kulit buah manggis yang berbeda

yaitu perlakuan P0 0% (DMSO), P1 20%, P2 40%, P3 60%, P4 80% dan P5

antibiotik untuk uji antimikroba. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan

untuk setiap konsentrasi.

Pengujian Brine Shrimp

Perlakuan yang diberikan yaitu P0 0% (kontrol), P1 10 ppm, P2 100 ppm

dan P3 1000 ppm. Perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan untuk setiap

konsentrasi. Pengamatan A. salina dilakukan setelah 24 jam. Analisis data

menggunakan analisis probit untuk menentukan LC50. Perhitungan LC50

dilakukan dengan menggunakana persamaan regresi linier yaitu y = a + bx yang

didapat dari grafik hubungan antara log konsentrasi dengan mortalitas probit

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Dari hasil pengujian fitokimia ekstrak kulit buah manggis dengan

menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana memperlihatkan bahwa

secara keseluruhan ekstrak kulit buah manggis mengandung senyawa metabolit

sekunder seperti terpen/steroid, alkaloid dan fenolik (tanin dan flavonoid). Hasil

pengujian fitokimia kulit buah manggis dengan masing-masing pelarut dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji fitokimia kulit buah manggis (Garciniamanggostana)

Golongan

Terpen/ Steroid Lieberman-Bouchard Cerium sulfat (CeSO4)/TLC

+

Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Ekstraksi kulit buah manggis dilakukan dengan menggunakan pelarut

metanol, etil asetat dan n-heksana dengan metode maserasi/perendaman simplisia

kulit buah manggis. Hasil ekstraksi kulit buah manggis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil ekstraksi kulit buah manggis (Garciniamangostana)

Hasil Pelarut

Metanol Etil asetat n-Heksana Warna Merah kehitaman Merah kecoklatan Kuning

(41)

Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Dari hasil pengujian ekstrak kulit buah manggis terhadap Artemia salina

memperlihatkan tingginya jumlah kematian pada kisaran LC50 antara

100-1000ppm. Hasil uji toksisitas berdasarkan konsentrasi ekstrak kulit buah manggis

dengan masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji toksisitas kulit buah manggis (Garciniamangostana) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Pelarut Konsentrasi (ppm)

Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram

dengan menggunakan blanc disc ukuran 6 mm. Ekstrak kulit buah manggis

menunjukkan adanya zona hambat pada ketiga mikroba uji. Aktivitas antimikroba

dapat terlihat dengan mengamati zona bening yang terbentuk disekitar cakram dan

menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Zona hambat bakteri A. hydrophila

dan E. tarda dapat dilihat setelah masa inkubasi selama 24 jam. Zona hambat

jamur Saprolegnia sp. dapat dilihat setelah 3 hari sampai hifa normal tumbuh

menutupi cawan petri. Hasil pengujian aktivitas antimikroba dapat dilihat pada

(42)

Tabel 4. Hasil pengamatan antimikroba dengan metode difusi

Mikroba Uji Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm)

metanol etil asetat n-heksana

A. hydrophila DMSO 20

Hasil pengujian ekstrak kulit buah manggis terhadap pertumbuhan bakteri

A. hydrophila, E. tarda dan jamur Saprolegnia sp. menunjukkan adanya zona

hambat pada ekstrak kulit buah manggis dengan pelarut metanol, etil asetat dan

n-heksana. Besarnya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak terlihat dengan

terhambatnya pertumbuhan bakteri dan jamur disekitar cakram (Lampiran 12).

(43)

Pembahasan

Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid

(pereaksi Bouchardat, Dragendroff, Mayer, dan Wagner), fenolik/flavonoid/tanin

(FeCl3), terpen/steroid (CeSO4/+Lieberman Bouchard) dan saponin (Aqua) pada

ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana).

Uji fitokimia terhadap senyawa terpen/steroid dengan menggunakan

pereaksi CeSO4/+Lieberman Bouchard menunjukkan hasil yang positif terhadap

ketiga ekstrak tersebut. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi

hijau kebiruan yang menunjukkan adanya senyawa terpen/steroid. Senyawa

terpen/steroid selanjutnya diuji dengan menggunakan metode Thin Layer

Cromatography (TLC) ditambah pereaksi CeSO4 1%. Hasil positif terdapat pada

ketiga ekstrak yang ditandai dengan perubahan warna ekstrak yang menyerupai

warna standar β-sitosterol dan triterpenoida.

Uji fitokimia terhadap senyawa alkaloid dengan menggunakan pereaksi

Dragendroff menunjukkan hasil yang positif terhadap ekstrak metanol dan etil

asetat. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah pada

pereaksi Dragendroff.

Uji fitokimia terhadap senyawa fenolik/flavonoid/tanin dengan

menggunakan pereaksi FeCl3 menunjukkan hasil yang positif terhadap ekstrak

metanol dan etil asetat. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi

hitam. Perubahan warna dari uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 11.

Asifa (2014) menyebutkan bahwa ekstrak n-heksana kulit buah manggis

(44)

kulit buah manggis mengandung senyawa saponin, triterpenoid, tanin dan

polifenol, flavonoid serta alkaloid yang dikemukakan oleh Windarini dkk (2013).

Putri dkk (2013) menyatakan bahwa etil asetat merupakan pelarut yang dapat

digunakan untuk ekstraksi kulit buah manggis karena dapat menarik senyawa

golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, polifenol dan triterpenoid.

Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Hasil ekstraksi kulit buah manggis dengan menggunakan pelarut metanol

diperoleh ekstrak pekat sebanyak 16,54 gram dengan warna merah kehitaman,

pelarut etil asetat menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 7,4 gram dengan warna

merah kecoklatan sedangkan pelarut n-heksana menghasilkan ekstrak pekat

sebanyak 3,51 gram dengan warna kuning. Menurut Achmadi (1992) ekstraksi

adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute) antara dua pelarut yang tidak

saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak murni.

Proses ekstraksi dengan pelarut yang berbeda sifat kepolarannya dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui sifat senyawa antimikroba yang terdapat dalam

kulit buah manggis. Hal ini dilakukan karena setiap pelarut dengan sifat

kepolarannya masing-masing akan melarutkan komponen-komponen yang

berbeda termasuk komponen yang aktif sebagai antimikroba. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak pekat kulit buah manggis yang dihasilkan paling

banyak terekstrak pada pelarut metanol yang bersifat polar. Ketaren (1986)

menyatakan bahwa jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan

(45)

yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik dan

mudah terbakar.

Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Letahlity Test (BSLT)

merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengetahui senyawa aktif yang

terkandung dalam ekstrak. Tanaman. Suatu ekstrak dianggap toksik apabila

memiliki nilai LC50<1000 ppm sedangkan untuk senyawa murni dikatakan toksik

apabila LC50<200 ppm (Meyer dkk., 1982).

Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan ekstrak metanol dilakukan

dengan 5 kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi 10, 100, 1000 ppm.

Pada konsentrasi 10, 100, 1000 ppm jumlah kematian berturut-turut mencapai 10,

20 dan 29 ekor dengan total populasi 50 ekor setiap konsentrasi. Hasil analisa

persen kematian yang dikonversikan ke nilai probit dan menghitung persamaan

regresi linier untuk mendapatkan nilai LC50, didapatkan nilai LC50 terhadap

ekstrak metanol sebesar 372,524 ppm maka hasil uji BSLT ekstrak metanol kulit

buah manggis (Garcinia mangostana) dikategorikan toksik terhadap A. salina.

Data hasil perhitungan nilai LC50 dapat dilihat pada Lampiran 14.

Tingkat kematian dapat ditemukan secara langsung melalui perbandingan

konsentrasi yang berkisar dari konsentrasi terendah hingga konsentrasi tertinggi.

Dengan kata lain, kematian Artemia disebabkan oleh peningkatan konsentrasi

dalam sampel (Apurba, 2013).

Hasil uji toksisitas ekstrak etil asetat pada konsentrai 10, 100, 1000 ppm

(46)

konsentrasi. Nilai LC50 yang didapat yaitu sebesar 431,811 ppm yang

dikategorikan toksik sedangkan nilai LC50 ekstrak n-heksana diperoleh sebesar

114,384 ppm. Nilai LC50 ekstrak etil asetat kulit buah manggis tidak berbeda jauh

dengan penelitian Fatimawati dkk (2013) ekstrak kulit buah manggis yakni 418

ppm. Nilai LC50 ekstrak n-heksana paling toksik dibandingkan dengan ekstrak

metanol dan etil asetat. Widya (2013) menyatakan bahwa ekstrak yang dihasilkan

dengan pelarut n-heksana mengandung senyawa non polar yang memiliki ukuran

kecil sehingga mudah untuk masuk ke dalam membran sel melalui proses difusi

yang menyebabkan sel lebih cepat mengalami kerusakan atau mati. Meilani

(2006) menambahkan bahwa keadaan membran kulitnya yang sangat tipis

memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi

metabolisme dalam tubuhnya.

n-Heksana merupakan pelarut yang bersifat paling tidak polar sehinggga

ekstrak yang dihasilkan pun bersifat non polar. Komponen yang umumnya larut

dalam n-heksana adalah lilin, lemak, dan komponen terpenoid (Nuraini, 2007).

Komponen yang terkandung dalam n-heksana inilah yang menyebabkan persen

kematian Artemia salina lebih besar dibandingkan etil asetat dan metanol.

Uji toksisitas dengan metode BSLT ini juga menggunakan 2 jenis kontrol

yaitu dengan menggunakan kontrol air laut dan kontrol DMSO yang merupakan

pelarut yang digunakan untuk melarutkan bahan ekstrak metanol, etil asetat dan

n-heksana yang digunakan pada penelitian ini. Nilai persen mortalitas yang cukup

rendah pada kontrol air laut dan kontrol DMSO menunjukkan bahwa air laut dan

DMSO yang digunakan pada penelitian ini bukan merupakan penyebab kematian

(47)

Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)

Uji aktivitas antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan

jamur uji ditunjukkkan oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran

disekitar kertas cakram sehingga dapat dihitung diameter penghambatannya.

Terbentuknya areal bening disebabkan karena adanya bahan antimikroba pada

ekstrak kulit buah manggis sehingga pertumbuhan bakteri dan jamur terhambat.

Hasil uji aktivitas antimikroba terhadap bakteri A. hydophila, E. tarda dan

jamur Saprolegnia sp. menunjukkan hasil bahwa kontrol negatif yang berupa

DMSO tidak membentuk zona benting ataupun zoba hambat disekitar cakram

pada ketiga mikroba tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa DMSO yang

digunakan sebagai pelarut pembuatan variasi konsentrasi tidak memiliki aktivitas

antimikroba sehingga aktivitas antimikroba hanya berasal dari larutan uji bukan

pelarut yang digunakan. Widowati dan Harfia (2009) menyatakan bahwa DMSO

merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan sebagian ekstrak yang

tidak dapat larut dalam air dan pada konsentrasi dibawah 3% DMSO tidak toksik

kepada sel.

Pengujian aktivitas antibakteri digunakan klromfenikol sebagai kontrol

positif dimana hasil pengujian menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dengan

terbentuknya zona bening disekitar cakram yaitu sebesar 33,82 mm untuk A.

hydophila dan sebesar 34,76 mm untuk E. tarda. Siswandono dan Soekardjo

(1995) menyatakan bahwa kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersfifat

bakteriostatik dan mempunyai spektrum luas. Telaah lain menyebutkan bahwa

kloramfenikol memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom

(48)

membentuk ikatan peptida antara asam amino terakhir yang sedang berkembang.

Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika (Pratiwi, 2008).

Pengujian aktivitas antijamur digunakan nistatin sebagai kontrol positif

dimana hasil pengujian menunjukkan adanya zona hambat disekitar cakram yaitu

sebesar 11,45 mm untuk Saprolegnia sp. Pelczar dan Chan (2005) menyatakan

bahwa cara kerja nistatin adalah merusak sel-sel khamir, juga sel cendawan lain

dengan cara bergabung dengan sterol yang terdapat dalam membran sel. Hal ini

mengakibatkan kacaunya organisasi di dalam struktur molekuler membran, diikuti

dengan gangguan pada fungsinya.

Pengujian aktivitas ekstrak metanol menunjukkan bahwa hambatan

pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri E. tarda yaitu sebesar 8,8 mm pada

konsentrasi 80%, kemudian bakteri A. hydrophila sebesar 8,4 mm pada

konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 6,2 mm pada konsentrasi

80%. Adanya aktivitas antimikroba tersebut kemungkinan disebabkan karena

kerja dari senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam kulit buah

manggis (Garcinia mangostana) seperti fenolik/flavonoid/tanin, terpen/steroid

dan alkaloid. Perbedaan luas hambatan disebabkan oleh bahan penyusun dinding

atau membran sel dari setiap mikroba uji yang berbeda.

Menurut Pratiwi (2008) Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas

antimikroba yang bersifat bakterisidial namum tidak bersifat sporisidial dengan

mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri serta aktif pada pH asam.

Golongan ini juga merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga

menyebabkan isi sel keluar. Mekanisme antimikroba senyawa fenolik adalah

(49)

adalah mengganggu transport aktif dan kekuatan proton (Davidson dan Branen,

1993).

Pengujian aktivitas ekstrak etil asetat menunjukkan bahwa hambatan

pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri E. tarda yaitu sebesar 12 mm pada

konsentrasi 80%, kemudian bakteri A. hydrophila sebesar 10,4 mm pada

konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 7,8 mm pada konsentrasi

80%.

Menurut Naufalin (2005) alkaloid dan glikosida merupakan senyawa yang

sudah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Sinergisme dari senyawa

fitokimia dalam ekstrak etil asetat diduga lebih mudah berdifusi dan mampu

menghambat pertumbuhan bakteri karena memiliki polaritas yang optimum.

Harborne (1998) menyatakan bahwa ketersediaan alkaloid dapat mengganggu

terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dapat

mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis.

Pengujian aktivitas ekstrak n-heksana menunjukkan bahwa hambatan

pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri A. hydrophila yaitu sebesar 7,8 mm

pada konsentrasi 80%, kemudian bakteri E. tarda sebesar 6,4 mm pada

konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 5,4 mm pada konsentrasi

80%.

Fessenden dan Fessenden (1997) menyatakan bahwa steroid merupakan

senyawa yang paling penting diantara senyawa yang aktif dari segi biologi.

Banyak steroid dengan gugus karbonil dan hidroksil pada karbon 11 mempunyai

(50)

obat dan zat antibakterial adalah β-sitosterol yang diisolasi dari tanaman Trema

orientalis yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif.

Dari hasil uji aktivitas antimikroba diperoleh data diameter zona hambat

ketiga ekstrak kulit buah manggis yang menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat

mempunyai daya antimikroba yang kuat, ekstrak metanol dan n-heksana

mempunyai daya antimikroba yang sedang tetapi ekstrak n-heksana juga

mempunyai daya antimikroba yang cenderung lemah. Hasil uji antibakteri A.

hydrophila dapat dilihat pada Gambar 8, E. tarda dapat dilihat pada Gambar 9 dan

Saprolegnia sp. dapat dilihat pada Gambar 10. Davis dan Stout (1971)

menyatakan bahwa daerah hambatan sebesar 20 mm atau lebih berarti sangat kuat,

daerah hambatan 10-20 mm kuat, daerah hambatan 5-10 mm sedang dan kurang

dari 5 mm lemah.

Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak n-heksana menghasilkan zona

hambat yang paling kecil dalam penelitian ini dibandingkan dengan zona hambat

yang dihasilkan ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat kulit buah manggis.

Ketidakefektifan ekstrak n-heksana dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji

diduga berkaitan dengan sifat n-heksana yang sangat tidak polar sehingga hanya

sedikit komponen zat aktif yang larut di dalamnya. Menurut Naufalin (2005)

ekstrak heksana mengandung minyak atsiri yang bersifat antimikroba, namun

kontak antara senyawa antimikroba dan minyak atsiri dengan sel bakteri terhalang

oleh adanya minyak dan lemak dalam ekstrak heksana. Minyak dan lemak lainnya

mengganggu proses difusi dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri.

Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak etil asetat menghasilkan zona

(51)

yang dihasilkan ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana kulit buah manggis.

Menurut Kanazawa dkk (1995) suatu senyawa yang mempunyai polaritas

optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba maksimum, karena untuk

interaksi suatu senyawa antibakteri dengan bakteri diperlukan keseimbangan

hidrofilik-lipofilik. Adawiyah (1998) menyatakan bahwa etil asetat merupakan

pelarut yang bersifat semi polar. Sifat etil asetat yang semi polar menyebabkan

ekstrak etil asetat akan memiliki dua sifat kelarutan yaitu hidrofilik dan lipofilik.

Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak metanol menunjukkan terbentuknya

zona hambat meskipun diameter penghambatannya tidak sebesar ekstrak etil

asetat. Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar. Davidson dan Naidu

(2000) menyatakan bahwa komponen yang banyak terdapat pada

tumbuh-tumbuhan dan bersifat polar antara lain senyawa dari golongan fenolik.

Mekanisme komponen antibakteri fenolik umumnya akan berinteraksi dengan

protein yang ada pada dinding sel atau sitoplasma melalui ikatan hidrogen dan

interaksi hidrofobik. Mekanisme lain kemungkinan adalah dengan mengganggu

aktivitas enzim dalam sel.

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil uji fitokimia ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) dengan

pelarut metanol, etil asetan dan n-heksana mengandung senyawa

fenolik/flavonoid/tanin, terpen/steroid dan alkaloid.

2. Ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat pertumbuhan bakteri A.

hydrophila, E.tarda dan jamur Saprolegnia sp. dan ekstrak kulit buah manggis

dengan pelarut etil asetat merupakan pelarut yang paling efektif.

3. Ekstrak kulit buah manggis bersifat toksik terhadap A. salina L dengan LC50

114,384 ppm pada ekstrak n-heksana, 372,524 pada ekstrak metanol dan

431,811 ppm pada ekstrak n-heksana.

Saran

Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut secara In vivo terhadap ekstrak

etil asetat kulit buah manggis (Garcinia mangostana) karena merupakan ekstrak

yang paling aktif dalam menghambat bakteri A. hydrophila, E. tarda dan jamur

Saprolegnia sp. dengan langsung menguji terhadap ikan yang terserang bakteri

dan jamur agar dapat lebih mengetahui ekstrak kulit buah manggis dapat dijadikan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Manggis (Garcinia mangostana)
Gambar 3.  Aeromonas hydrophila (a) Makroskopis (b) Mikroskopis
Gambar 4. Edwardsiella tarda (a) Makroskopis (b) Mikroskopis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian antibakteri terhadap jamur Saprolegnia sp.; (a) ekstrak dengan pelarut n-heksana (b) ekstrak dengan pelarut metanol (c) ekstrak dengan pelarut etil asetat

ekstrak kulit manggis (Garcinia Mangostana Linn) efektif dalam menghambat. pertumbuhan Flavobacterium, Enterobacter (Yayang dkk

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ALFA MANGOSTIN KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli MULTIRESISTEN ANTIBIOTIK.. DAN BAKTERI

Analisis Pemasaran Manggis (Garcinia Mangostana L.) di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ADI HADIANTO dan FITRIA DEWI RASWATIE.

Pengaruh Aplikasi Kalsium terhadap Getah Kuning pada Buah Manggis ( Garcinia mangostana L.), dibimbing oleh

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn) TERHADAP PERTUMBUHAN.. BAKTERI

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis ( Garcinia mangostana L.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus viridans ; Idayu Windriyana, 101610101012; 2014; 92

Tujuan Penelitian Ini Adalah Untuk Mengkaji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis ( Garcinia Mangostana Linn. ) Terhadap Pertumbuhan Bakteri