• Tidak ada hasil yang ditemukan

Similarity Coefficient0.400.500.600.70 0.80 0.90 1

RT

RK

BK

KIM6

KIM8

LH8

LH7

KM5

B2

B5

B6

B8

B11

B3

KG

SN6

KP3

SR

SGT

KPS

SN4

B10

B12

Similarity Coefficient

0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

SN6

KP3

SR

SGT

KPS

SN4

B10

B12

2. Bangka

Gambar 5 Dendogram 22 aksesi manggis berdasarkan marka ISSR . RT RK BK Ki6 Ki8 L8 L7 K5 B2 B5 B6 B8 B11 B3 S6 KP SR SG KPS S4 B10 B12 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 Koefisien kemiripan II. Cupat bulat

I.Cupat ellip 1.Campuran Sumbar, Bengkulu. Sumsel 3. Sumbar 4. Bangka Sumbar 5. Bangka 6. Bangka 0,44

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelompokan aksesi manggis secara individu tidak selalu berdasarkan daerah asal, kecuali untuk aksesi yang berasal dari Bangka. Subkluster lainnya terdiri dari campuran antar lokasi. Terdapat kemiripan genetik yang rendah antara kelompok individu dengan cupat ellip dan bulat (0.44–0.75) dan kemiripan yang lebih tingggi antara kelompok individu yang memiliki cupat bulat dengan bentuk buah bulat, ellip dan agak lonjong (0.75–0.96). Data penelitian ini menunjukkan bahwa individu manggis Sumatera terdiri dari dua kelompok genetik yang berbeda.

Pada studi ini marka ISSR menghasilkan lebih sedikit pita polimorfik dengan rata rata 3.82 pita per primer dibandingkan dengan 17 pita per primer pada studi ubi jalar (He et al. 2009) dan 43 pada Populus L. (Gao et al. 2006). Kondisi ini dapat disebabkan oleh sifat apomiktik pada manggis dengan variasi genetik lebih rendah daripada tanaman lainnya. Gonzalez et al. (2005) melaporkan bahwa tingkat polimorfisme ISSR tergantung pada spesies dan tipe simple sequence

repeat pada primer ISSR yang digunakan. Rakoczy-Trojanowska dan Bolibok

(2004) melaporkan bahwa ISSR menghasilkan tingkat polimorfisme yang tinggi per reaksi. Blair et al. (1999) mencatat bahwa ISSR biasanya mengamplifikasi 25 sampai 50 produk dalam tiap reaksi. Pada padi persentase pita polimorfik yang dihasikan oleh primer ISSR lebih tinggi dibandingkan teknik AFLP.

Koefisien kemiripan genetik pada penelitian ini adalah antara 0.44 sampai 0.96, lebih rendah daripada yang diperoleh melalui analisis RAPD (0.71 - 1.00) (Mansyah et al. 2003b), dan hampir sama dengan analisis AFLP (0.46 - 0.77) (Sobir et al. 2009). Hasil ini menunjukkan bahwa analisis ISSR lebih efektif daripada RAPD dan sama efektifnya dengan AFLP untuk studi variasi genetik pada manggis. Beberapa karakteristik yang membuat ISSR dinyatakan sebagai marka potensial untuk mendeteksi polimorfisme adalah dapat mengamplifikasi fragmen yang tersebar diseluruh genom, relatif murah dan mudah untuk dilaksanakan (Gonzales et al. 2005).

Hasil penelitian ini menambah bukti terjadinya variasi genetik pada manggis. Richards (1997) menyatakan bahwa pada apomiksis obligat, variabilitas keturunan dapat terjadi karena satu atau lebih mekanisme berikut : (1) akumulasi perubahan mutasi dari DNA, (2) akumulasi perubahan sitologi melalui non

disjunction yang mengakibatkan penyimpangan poliploid, haploid, oligosomik dan polisomik di antara turunan, (3) rekombinasi somatik yang berasal dari translokasi kromosomal, dan (4) mutasi atau perubahan dasar secara kromosomal pada gen dalam genom maternal yang mengendalikan sifat apomiksis. Keturunan yang mengalami kejadian ini dapat bervariasi dan berkembang tanpa intervensi seksual.

Kesimpulan

1 Produk amplifikasi 22 individu manggis menggunakan 11 marka ISSR menghasilkan 72 pita DNA dengan 42 (58% pita polimorfik dan 30 (42% pita monomorfik).

2 Individu manggis Sumatera terdiri dua kelompok genetik yaitu satu aksesi Tembilahan dengan karakter morfologi utama cupat ellip, kelopak tipis dan jumlah segmen buah 5 sampai 11, dan kelompok campuran yang terdiri dari 21 aksesi lainnya dengan cupat bulat, buah lonjong, bulat dan ellip, dan segmen buah 4 sampai 8. Koefisien kemiripan genetik kedua kelompok tersebut berkisar antara 0.44 sampai 0.96.

3 Primer ISSR PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, dan PKBT-11 merupakan primer terbaik untuk digunakan pada tahap selanjutnya

Daftar Pustaka

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Pertanian Indonesia 2009. Jakarta.

Blair MW, Panaud O, McCouch SR. 1999. Inter-simple sequence repeat (ISSR) amplification for analysis of microsatellite motif frequency and fingerprinting in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 98: 780-792.

Doyle JJ, Doyle JL 1987. Isolation of plant DNA from fresh tissues. Focus 12: 13-15.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Pertanian Indonesia 2009. Jakarta,.

Gao J, Zhang S, Qi L, Zhang Y, Wang C, Song W, Han S. 2006. Application of ISSR markers to fingerprinting of elite cultivars (varieties/clones) from different sections of the Genus Populus L. Silvae. Genetica 55(1): 1-6.

Gonzalez A, Wong A, Delgado-Salinas A, Papa R, Gepts P. 2005. Assessment of Inter simple sequence repeat markers to differentiate sympatric wild and domesticated Populations of Common Bean. Crop Sci. 45: 606–615.

Horn .L. 1940. Existence of only one variety of cultivated mangosteen explained by asexually formed ‘seed’. Science λ2μ237–238.

Korbin M, Kuras A, Zurawicz E. 2002. Fruit plant germplasm characterization using molecular markers generated in RAPD and ISSR-PCR. Cell. Molec. Biol. Letters. 7(2B): 785–794.

Mansyah E, Baihaki A, Setiamihardja R, Darsa JS, Sobir, Poerwanto R (2003b). Analisis variabilitas genetik manggis (Garcinia mangostana L.) di Jawa dan Sumatera Barat menggunakan teknik RAPD. Zuriat 4(1): 35-44.

Mishra PK, Fox RTV, Culham A. 2003. Inter-simple sequence repeat and aggressiveness analyses revealed high genetic diversity, recombination and long-range dispersal in Fusarium culmorum. School of Plant Sciences, The University of Reading, Whiteknights, Reading RG6 6AS, UK.

Noorrohmah S. 2010. Analisis konsistensi pola genetik empat generasi manggis berdasarkan marka ISSR. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Pratt C. 1983. Somatic Selection. In J.N. Moore and J. Janick (Eds). Fruit Breeding. Purdue University Press. West Lafayette Indiana. p: 172-185.

Rakoczy-Trojanowska M, Bolibok H. 2004. Characteristics and comparison of three classes of microsatellite-based markers and their application in plants. Cell. Mol. Biol. Letters. 9: 221–238.

Ramage CM, Sando L, Peace CP, Caroll BJ, Drew RA. 2004. Genetic diversity revealed in the apomictic fruit species Garcinia mangostana L. (mangosteen). Euphytica. 136(1):1-10.

Richards AJ. 1997. Plant Breeding Systems. Second Edition. Departemen of Agricultural and Environtmental Science University of Newcastle Upon Tyne. Chapman and Hall. London. 529 pp.

Rohlf JF. 2000. NTSYSpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System Version 2.1. User Guide. Departement of Ecology and Evolution State University of New York.

Sinaga S, Sobir, Poerwanto R, Aswidinnoor H, Duryadi D. 2007b. Progeny analysis of the Tasikmalayan mangosteen (Garcinia mangostana) with E- RAPD marker. Floribunda 3(4):85

Sobir, Sinaga S, Poerwanto R., Rismitasari, Lukman R. 2009. Comparison analysis of genetic diversity of Indonesian mangosteen (Garcinia

mangostana L.) and related species by using isoenzym and AFLP markers. Biodiversitas 10(2): 163-167

Wahyuni S, Xu DH, Bermawie N, Tsunematsu H, Ban T. 2004. Skrining ISSR primer studi pendahuluan kekerabatan antar jahe merah, jahe empirit dan jahe besar. Buletin TRO XV ( 1) : 33-42.

Wendel JF, Doyle J. 2005. Polyploidy and evolution in plants. p: 97-117. In: Robert J. Henry (ed). Plant Diversity and Evolution Genotypic and Phenotypic Variation in Higher Plants. CABI Publishing International Wallingford.

Wegscheider E, Benjak A, Forneck A. 2009. Clonal variation in Pinot noir revealed by S-SAP involving universal retrotransposon-based sequences Am. J. Enol. Vitic. 60:1:104-109.

Xiao L, Gong X, Hao G, Gec X, Tian B, Zheng S. 2005. Comparison of the genetic diversity in two species of cycads. Aust. J. Bot. 53: 219–223.

Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome finger printing by Simple Sequence Repeats (SSR)-anchored polymerase chain reaction amplification. Genomics 20: 176-183.

STUDI KERAGAMAN MANGGIS BERBASIS MARKA

Dokumen terkait