• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Simpanan

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Fatwa DSN-MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan berdasarkan prinsip mudharabah

danwadi’ah.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) NO: 9/19/2007, wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.

Menurut Kasmir (2012:168-169) Penghimpunan Dana sebagimana pada lembaga bank secara umum dalam penghimpunan dana Bank Syariah mempraktikkan produk tabungan, giro, dan deposito. Dalam kedua produk tersebut akad dasar yang dikembangkan, yaitu :

1. Wadi’ah

Wadi’ah merupakan titipan atau simpanan pada Bank Syariah, prinsip Wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,

Baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan

dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki. Wadi’ah memiliki 2

prinsip yaitu :

a. Yad Amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.

b. Yad Adh-Dhamanah yang artinya adalah tangan penanggung. Dalam prinsip ini bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dan titipan seperti simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si penyiman bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa uang tersebut. Menurut Dahlan (2012:137) dalam tabungan yang menggunakan akad

wadi’ah, transaksi bank syariah yaitu :

A. Tabungan Wadi’ah

Tabungan Wadi’ah adalah produk yang bersumber dari nasabah

yang sering disebut dana titipan pihak ketiga dalam bentuk tabungan. b. Tabungan Giro Wadi’ah

Tabungan Giro Wadi’ah adalah produk rekening tabungan dengan akad wadi’ah yang tertuang dalam Dewan Syariah Nasional (DSN) Fatwa

No: 1/DSN-MUI/IV/2000.

Menurut UU NO: 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Landasan Hukum : Dasar Hukum             ....

Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...

2. Mudharabah

Mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak, satu pihak memberikan modal kepada lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan apa yang telah disepakati. Menurut Afzalur Rahman, mudharabah sebagai bentuk kontrak kerjasama yang didasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha. Modal yang dimaksud disini harus berupa uang dan tidak boleh berbentuk barang.

Menurut Dahlan (2012:135) jenis mudharabah ada dua, yaitu : 1. Mudharabah Muqayyadah addalah shahibul maal membatasi kepada

mudharib dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. 2. Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerja antara shahibul maal dan

mudharib yang cakupannya sangat luasdan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

Menurut Wiroso (2005:38) karakteristik Mudharabah adalah:

1. Kedua pihak yang mengadakan kontrak antara pemilik dana dan

mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad tercantum pernyataan yang harus dilakukan kedua belah pihak yang mengadakan kontrak dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengeni tujuan kontrak;

b. Penawaran permintaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut; dan

c. Maksud penawaran dan penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja berlangsung ditandatangani, melainkan bisa juga dilakukan melalui surat menyurat/koresponden dengan fax atau komputer yang telah disahkan oleh Cendekia Fiqih Islam dan Organisasi Konferensi Islam.

2. Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada mudhrib

untuk diinvestasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha mudharabah.

Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut.

a. Jumlah modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya;

b. Modal harus dalm bentuk tunai, seandainya berbentuk asset

menurut Jumhar Ulama Fiqih diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. Bila asset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, diperbolehkan sebagai modal mudharabah asalkan mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan

pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu;

c. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai tidak dalam bentuk piutang; dan

d. Modal mudharabah langsung dibayar kepada mudharabah.

Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencairan dana yaitu dibayar langsung dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut bagaimana pun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal dan pembayarannya kepada mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.

3. Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan mudharabah dengan syarat-syarat seperti berikut: a. Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak

ada satu pihak pun yang akan memilikinya;

b. Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangani. Bagi hasil

mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.

4. Jenis usaha/pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya kontribusi mudharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalah manajemen dari pembiayaan mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan mudharabah

adalah sebagai berikut :

a. Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus mudharib tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana, meskipun demikian menurut mahdzab Hambali membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut; b. Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan mudharib

agar tidak sukses dalam pencarian laba/keuntungan;

c. Mudharib tidak boleh melanggar hukum syariah Islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku; dan

d. Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik dana asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan kontrak

mudharabah tersebut.

Batasan kegiatan mudharib sehubungan dengan dana

mudharabah adalah sebagai berikut:

a. Harus benar-benar memiliki usaha sesuai dengan kontrak yang merupakan pekerjaan utama dan cabang kegiatannya;

b. Pekerjaan atau usaha yang dimiliki harus sesuai dengan surat kuasa umum. Kesemuanya ini merupakan pekerjaan yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha utama, namun merupakan penunjang dalam perlakuan investasi seperti perpaduan dengan dana mudharabah dan dananya sendiri; dan c. Pekerjaan atau usaha yang tidak akan dimiliki terkecuali dengan

suatu ijin tertulis dari pemilik dana tersebut. Pekerjaan atau usaha ini tidak mengarahkan kepada pengembangan dana atau pun pada kewajiban atau utang baru apapun di pihak pemilik atas dana tersebut seperti peminjaman account dan mudharabah.

5. Modal mudharabah tidak boleh dalam penguasaan pemilik dana, sehingga tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Penarikan dana

mudharabah hanya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati (periode yang telah ditentukan). Penarikan dana yang dilakukan setiap saat akan membawa dampak berkurangnya pembagian hasil usaha oleh nasabah yang menginvestasikan dananya. 6. Garansi dalam mudharabah untuk menunjukkan adanya tanggung

jawab mudharib dalam mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam semua pekerjaannya. Peraturan jaminan dalam mudharabah,

hal ini bahwa mudharib akan bertanggungjawab untuk mengembalikan modal kepada pemilik dana dalam hal apapun, dan tidak diperbolehkan pada waktu jatuh tempo, kenyataan bahwa kepemilikan mudharib akan dana tersebut dibuat sebagai suatu trust

dan dengan demikian tidak menjamin dana tersebut kecuali dalam hal pelanggaran.

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, dijelaskan karakteristik mudharabah sebagai berikut:

1. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara Shahibul maal (Pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbaj bagi hasil menurut kesepakatan di muka.

2. Jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditentukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

3. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah

(Investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (Investasi terikat) 4. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana

memberikan kebebasan kepada pengelola dana (mudharib) dalam pengelolaan investasinya.

5. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana (mudharib) mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana (mudharib)

dapat diperintahkan yakni:

b. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; dan

c. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri melalui pihak ketiga.

6. Bank dapat bertindak baik sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila banj sebagai pengelola dana maka dana yang diterima adalah sebagai berikut:

a. Dalam mudharabah muqayyadah disajikan dalam laporan perubahah investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah.

b. Dalam mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.

Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) karakteristik mudharabah muthlaqah atau investasi tidak terikat yaitu:

1. Mudharabah terdiri dari dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah

(investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Bab ini hanya membahas bank sebagai pengelola dana pihak ketiga yang dikelompokkan dalam unsur investasi tidak terikat. Untuk mudharabah muqayyadah bank sebagai agen dibahas dalam bagian tersendiri sedangkan bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dibahas dalam pembiayaan mudharabah.

2. Investasi tidak terikat bukan merupakan kewajiban atau ekuitas bank, karena bank tidak berkewajiban mengembalikan dana tersebut apabila

terjadi kerugian pengelola dana yang disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai mudharib.

3. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelola dana mudharabah sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah.

4. Jika bank menggunakan metode bagi laba (Profit Sharing) dan usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana

(shahibul maal), kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana (mudharib).

5. Kelalian atau kesalahan bank sebagai pengelola dana disebabkan, misalnya

a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad;

b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur)yang lazim dan atau yang telah ditentukan di dalam akad; dan

c. Hasil keputusan dari badan arbitrase atau pengadilan

6. Jika bank menggunakan metode bagi pendapatan (revenue sharing)maka pemilik dana (shahibul maal) tidak akan menanggung kerugian, kecuali bank di likuidasi dengan kondisi realisasi asset bank lebih kecil dari kewajiban.

a. Tabungan mudharabah yaitu investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati.

b. Deposito mudharabah adalah investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu dengan pembagian hasil usaha sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di muka antara nasabah dengan bank syariah yang bersangkutan.

Tabel 2.1 Tabel perbandingan tabungan mudharabah dan tabungan

wadiah No Transaksi Tabungan Mudharabah Tabungan Wadiah

1 Sifat dana Investasi Titipan

2 Penarikan

Hanya dapat dilakukan pada periode/ waktu tertentu

Dapat dilakukan sewaktu-waktu

3 Insentif

Bagi hasil Bonus (jika ada/ diberikan oleh penerima titipan) 4 Pengembalian dana Tidak dijamin dikembalikan semua Dijamin dikembalikan semua Sumber: Wiroso, 2005:20

Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitungan bagi hasil dimana dana rata-rata tersebut dihitung dengan menjumlahkan saldo harian setiap tanggal dibagi dengan hari periode perhitungan bagi hasil. Periode perhitungan bagi hasil tersebut tidak harus sama dengan jumlah hari dalam periode perhitungan bagi hasil dihitung mulai tanggal awal periode (satu hari setelah tanggal tutup buku/ perhitungan bagi hasil yang lalu) sampai dengan tanggal tutup buku atau perhitungan bagi hasil. Dalam melakukan perhitungan saldo rata-rata dapat dilakukan dengan komputerisasi tetapi dapat juga dilakukan secara manual atau secara tradisional (Wiroso, 2005:52).

Menurut Sumiyanto (2008:130) proses perhitungan bagi hasil dalam praktiknya terdapat mekanisme yaitu:

1. Profit Sharing yang berarti perhitungan bagi hasil yang didasarkan pada hasil net (bersih) dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

2. Revenue Sharing yang berarti perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total pendapatan yang diterima sebelum dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

3. Rukun dan Syarat

Menurut Sudirman, Mansyur, Sulhan, Zubair dan al-Hakim (2008:159) rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang

membentuknya. Dalam fiqh Islam, transaksi terbentuk karena adanya unsur-unsur atau rukun-rukun yang membentuknya. Menurut para ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, yaitu:

a. Para pihak yang membuat transaksi; b. Pernyataan kehendak para pihak; c. Objek transaksi; dan

d. Tujuan transaksi.

Dalam literatur fiqh Islam telah disebutkan bahwa syarat yang dapat membentuk sebuah transaksi dalam praktik mualamah dapat dikategorikan menjadi delapan syarat yaitu:

a. Tamyis;

b. Berbilang Pihak; c. Persesuaian ijab qobul; d. Kesatuan majelis transaksi;

e. Objek transaksi dapat diserah terimakan; f. Objek transaksi dapat ditentukan;

g. Objek transaksi dapat ditransaksikan; dan

h. Tujuan transaksi tidak bertentangan dengan syara’.

4. Dasar Hukum ...           ...

Artinya : ...sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...(QS. Al-Muzzammil: 20)

...       ...

Artinya : ...tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu... (QS Al-Baqarah: 198)

a. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas

Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah. Ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya (HR Thabrani dari Ibnu Abbas).

b. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah

Nabi bersabda “ada tiga hal yang mengandung berkah: jual

beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah), dan mencampur gandum dan jewawut untuk kepentingan rumah tangga, bukan untuk dijual (HR Ibnu Majah dari Shuhaib).

c. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf

Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

d. Ijma diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang

mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang

sebagai ijma’ (Zuhaily, Al Fiqh Al Islami wa Adituhu, 1989, 4/838)

e. Qiyas. Transaksi mudharabah yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari satu pihak (malik, shahibul maal) kepada pihak lain (Amil, mudharib) untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan, di qiyas-kan kepada transaksi musaqah.

f. Kaidah fiqh “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

g. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkan sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia memiliki kemampuan dalam memproduktikannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama diantara kedua pihak tersebut.

C. Pemasaran

Dokumen terkait