• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 SIMPULAN DAN SARAN

1. Untuk mencapai target mandatori biodiesel diperlukan paket kebijakan yang terintegrasi berupa mandatori penggunaan biodiesel, pemberian disinsentif CPO yang diekspor, pemberian insentif CPO sebagai bahan baku biodiesel, peningkatan kapasitas biodiesel, peningkatan produktivitas sebesar 13 %, pemberian subsidi kepada produsen biodiesel minimal sebesar Rp1 250 /l dan Rp1 350 /l untuk tingkat suku bunga 7 % dan 9 %.

2. Rumusan kebijakan dapat diimplementasikan karena selaras dengan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015, didukung oleh pemangku kepentingan terkait, dan secara empiris diterapkan di beberapa negara lain.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kebijakan pendukung atau kondisi yang ada saat ini untuk mengimplementasikan kebijakan mandatori biodiesel meliputi disinsentif CPO, kemudahan atau keringan investasi pabrik biodiesel, pemberian subsidi sebesar Rp1 000 /l untuk produk campuran diesel dan biodiesel.

2. Kebijakan tambahan yang dapat diimplementasikan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan mandatori biodiesel adalah pemberian insentif bahan baku biodiesel (CPO), pemberian subsidi kepada produsen biodiesel hingga minimal memenuhi kelayakan ekonomi, peningkatan produktivitas kelapa sawit.

3. Skenario yang dirancang untuk mencapai tujuan dari model sistem dinamis yang dibangun meliputi kondisi yang telah ada, skenario 1 adalah kondisi yang telah ada ditambah dengan intervensi kebijakan peningkatan kapasitas produksi biodiesel, skenario 2 merupakan skenario 1 yang ditambah dengan kebijakan insentif bahan baku biodiesel, skenario 3 merupakan skenario 2 yang ditambah

kondisi peningkatan produktivitas lahan kelapa sawit, skenario 4 merupakan skenario 3 yang produktivitas lahan kelapa sawitnya ditingkatkan dengan nilai yang lebih tinggi sehingga target kewajiban biodiesel memungkinkan tercapai. 4. Simulasi model dinamis terhadap kebijakan yang telah ada saat ini, skenario 1,

2, dan 3 menghasilkan penggunaan biodiesel kelapa sawit sebagai bahan campuran diesel tidak akan dapat memenuhi target mandatori biodiesel sebagai bahan campuran diesel dari tahun 2015 sampai 2025

5. Untuk mencapai target mandatori biodiesel diperlukan paket kebijakan yang terintegrasi berupa mandatori penggunaan biodiesel, pemberian disinsentif CPO yang diekspor, pemberian insentif CPO sebagai bahan baku biodiesel, peningkatan kapasitas biodiesel, peningkatan produktivitas sebesar 13 %, pemberian subsidi kepada produsen biodiesel minimal sebesar Rp1 250 /l dan Rp1 350 /l untuk tingkat suku bunga 7 % dan 9 %.

6. Rumusan kebijakan dapat diimplementasikan karena selaras dengan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015, didukung oleh pemangku kepentingan terkait, dan secara empiris diterapkan di beberapa negara lain.

Saran

1. Pencapaian mandatori penggunaan biodiesel akan dapat tercapai apabila ada paket kebijakan dari hulu sampai hilir yang bersifat lintas departemen yang terintegrasi, yang perlu diimplementasikan dengan pengendalian yang ketat. Oleh karena itu diperlukan kajian disain implementasi kebijakan yang melibatkan departemen-departemen pemerintahan terkait serta pemangku kepentingan yang terlibat.

2. Peningkatan produktivitas kelapa sawit merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku biodiesel, oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyediaan bibit/varitas unggul tanaman kelapa sawit, peningkatan SDM usaha budidaya kelapa sawit, diberikannya insentif bagi usaha penelitian bibit kelapa sawit.

3. Memerlukan kajian variabel-variabel yang mempengaruhi besaran ekspor CPO, produk refineri, dan biodiesel, sehingga dapat memperbaiki keakuratan nilai ekspor yang dimasukan dalam model sistem dinamis yang dibangun.

Daftar Pustaka

Arifin B. 2012. Bioenergi : Status Saat Ini dan Perspektif Ke Depan [internet]. [diacu 2014 Febuari 10]. Tersedia dari http://pse.litbang.deptan.go.id Ciaian P, Kancs A. 2011. Food, Energy and Environment : Is Bioenergy The

Missing Link?. Food Policy 33:326–348, doi : 10.1016/j.reseneeco.2010. 07.004

Coyle RG. 1995. System Dynamic Modelling-Practical Approach. London (GB) : Chapman & Hall

Crabbe E, Cirilo NH, Genta K, Kenji S, Ayaaki I. 2001. Biodiesel Production form Crude Palm Oil and Evaluation of Butanol Extraction and Fuel

Properties. Process Biochem. 37(1) : 65–71. doi : 10.1016//S0032-9592(01)00178-9

[DEN] Dewan Energi Nasional. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014 [internet]. [diacu 2015 Janurai 24]. Tersedia dari repositori.bppt.go.idi/ndex.php?... Denny EM, Nunung K, Mangara T, M Firduas. 2011. Dampak Kebijakan

Pengembangan Bahan Bakar Nabati Terhadap Dinamika Harga Komoditas Pangan Dan Energi Nasional Dengan Pendekatan Model Sistem Dinamis. IJAE 2 (2) : 109-122

Fig D, Franco J, Goldfarb L, David F, Levidow L, Honicke M, Mendonca ML. 2010. Assumptions in the European Union Biofuels Policy: Frictions with Experiences in Germany, Brazil and Mozambique. J Peasant Stud. 37(4) : 661-698. doi: 10.1080/03066150.2010.512454

[GAIN] Global Agriclutural Information Network. 2014. E-U28 Biofuels Annual EU Biofuels Annual 2014. GAIN report number : NL4025, Date : 7/3/2014 [GAIN] Global Agriclutural Information Network. 2013. Brazil Biofuels Annual

2013. GAIN report number : BR13005, Date : 9/12/2013

[GAIN] Global Agriclutural Information Network. 2014. Indonesia Biofuels Annual 2014. GAIN report number : ID1420, Date : 7/1/2014

[GAIN] Global Agriclutural Information Network. 2014. Malaysia Biofuels Annual. GAIN report number : MY4011, Date : 6/25/2014

[GAIN] Global Agriclutural Information Network. 2014. Thailand Biofuels Annual 2014. GAIN report number : TH4057, Date : 6/27/2014

Gray C, Payaman S, Lien KS, PFL Maspaitella, RCG Varley. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama

Haema S. 2012. Renewable Energy in Thailand. Department of Alternative Energy Development and. Efficiency (DEDE), Ministry of Energy, Thailand. In Stakeholder Workshop on Renewable Energy and Experience Sharing [Internet]. Worshop; 2012 August 15. The Sukosol Hotel, Bangkok; [diunduh 2015 Jan 7]. Tersedia pada : eeas.europe.eu/../thailand/

…/thailande…/…

Hambali E, Arfie T, Aan K. 2010. The Potential of Oil Palm and Rice Biomass as Bioenergy Feedstock. Biomass Asia Workshop; 2010 November 29

December 01; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID) : SBRC

Handoko H, EG Sa’id, Yusman S. 2012. Permodelan Sistem Dinamik

Ketercapaian Kontribusi Biodiesel dalam Bauran Energi Indonesia 2025. J Man Teknol. 11 (1) : 15-27

Jeffers RF, Jacobson JJ, Searcy EM. 2013. Dynamic Analysis of Policy Drivers for Bioenergy Markets. Energy Policy 52 : 249 – 263. doi : 10.1016/ j.enpol.2012.08.072

[KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Tanggal 18 Maret 2015. Jakarta (ID)

Kumar S, Pujan S, PA Salam. 2013. A Review of Biofuel Policies in The Major Biofuel Producing Countries of ASEAN: Production, Targets, Policy

Drivers and Impacts. Renew Sustain Energy Rev. 26 : 822–836. doi : 10.10.16/j.rser.2013.06.007

Lembito H, Kudang BS, Nunung K, Yandra A. 2013. Designing a Supply Chain System Dynamic Model for Palm Oil Agro-Industries. JITBM. 12 (1):1-8 Lima MGB. 2012. An Institutional Analysis of Biofuel Policies and Their Social

Implications Lesson from Brazil, India, and Indonesia. United Nations Research Institute for Social Development, Geneva (CH): UNRISD

Makridakis S, ST Wheelwrigth, VE McGee. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi Kedua. Untung SA, A Basith, penerjemah. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Forecasting 2nd Edition.

Masjuki HH, Kalam MA. 2013. An Overview of Biofuel as a Renewable Energy Source: Development and Challenges. Procedia Eng. 56 : 39–53. doi: 10.1016/j.proeng. 2013.03.087

Masjuki HH, Kalam MA, M Mofijur, M Shahabuddin. 2013. Biofuel: Policy, Standardization and Recommendation for Sustainable Future Energy Supply. Energy Procedia 42 : 577–586. doi: 10.1016/j.egypro.2013.11.059 [OECD] Organitation for Economic Cooperation and Development. 2008.

Building an Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis, Guidance for Policy Maker.

Prambudia Y, M Nakano. 2012. Integrated Simulation Model for Energy Security Evaluation. Energies 5 : 5086-5110. doi :10.3390/en5125086

Panoutsou C. 2008. Bioenergy in Greece : Policies, Diffusion Framework and Stakeholder Interactions. Energy Policy 36 : 3674–3685. doi:10.1016/ j.enpol.2008.06.012

Popp J, Lakner Z, Rákos MH, Fári M. 2014. The effect of bioenergy expansion: food, energy, and environment. Renew Sustain Energy Rev. 32 : 559-578. doi : 10.1016/j.rser.2014.01.056.

Richardson GP. 2008. The Core of System Dynamics. Meyers RA, editor. Newyork (US) : Springer

Sadewo, H. 2012. Analisis Kebijakan Mandatory Pemanfaaatan Biodiesel di Indonesia. [Tesis]. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia

[SBRC]. Surfactant and Bioenergy Research Center. 2010. Studi Kelayakan Pengembangan Industri Biodiesel. Bogor (ID) : SBRC

Schnepf R, Yacobucci BD. 2013. Renewable Fuel Standard : Overview and Issues . Congressional Research Service [internet]. [diacu 2015 Apr 14]. Tersedia pada : http://www.amazon.com/.../B005XOW4GG?...

Soerawidjaja TH. 2011. Rintangan-rintangan Percepatan Implementasi Bioenergi. Didalam : Kadin. Memasuki Era Energi Baru dan Terbarukan untuk Kedaulatan Energi Nasional [Internet]. Seminar ; 2011 Jul 14; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID) : Kadin; [diunduh 2014 Jul 2]. Tersedia pada : http://www.kadin- indonesia.or.id/.../4%20-....pdf

Sorda G, Martin B, Claudia K. 2010. An overview of Biofuel Policies Across The World. Energy Policy 38 : 6977–6988. doi:10.1016/j.enpol.2010.06.066 Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta

(ID): Agromedia Pustaka

Sutabutr T. 2012. Renewable Energy R&D Trend in Thailand. General Department of Alternative Energy Development and Efficiency (DEDE)

Hotel Beijing, PR China. [diunduh 2015 Jan 7 ]. Tersedia pada : https://www.iea.org/.../WEBEGRDT warat...

Tasrif M . 2006. Analisis Kebijaksanaan Menggunakan Model System Dinamics. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung.

Timilsina GF, Mevel S, Shrestha A. 2011. Oil Price, Biofuels and Food Supply. Energy Policy 39 : 8098 – 8105, doi : 10.1016/j.enpol.2011.10.004

Thacker BH, Doebling SW, Hemez FM, Anderson MC, Pepin JE, Rodriguez EA. 2004. Concepts of Model Verivication and Validation. California (US) : Los Alamos

Thammanomai A. 2014. Thailand Biofuel Policy. Department of Alternative Energy Development and Efficiency. Bangkok (TH) : DEDE

Thornley P, Deborah C. 2008. The Effectiveness of Policy Instruments In Promoting Bioenergy. Biomass Bioenergy 32 : 903 – 913. doi : 10.1016/ j.biombioe.2008.01.011

Turcksin L, Macharis C. 2010. Biodiesel in Belgium: a System-Dynamics model. Report for Task 4.2 Study performed under the authority of Belgian Federal Science Policy, Programme, Science for a Sustainable Development

Yugistiantoro P. 2000. Ekonomi Energi : Teori dan Praktik. Jakarta (ID) : Pustaka LP3ES

Zhou A, E Thomson. 2009. The development of biofuels in Asia. Appl Energy 86 : S11–S20.doi:10.1016/j.apenergy.2009.04.028

Lampiran 1. Formulasi model dinamis pencapaian kewajiban biodiesel

Sub model produksi TBS menggunakan acuan Handoko (2012). Persamaan produksi TBS adalah sebagai berikut :

FFB_PROD = (AREA_MAT U_YOUN x YOUN_PRDV) + (AREA_MAT U_GROU x GROU_PRDV)+ (AREA_MAT U_OLD x OLD_PRDV)

AREA_MAT U_YOUN(t+1) = (AREA_INMA(t) x YOUN_GROW) + AREA_MAT U_YOUN(t)

– (AREA_MAT U_YOUN(t) x GROU_GROW)

AREA_MAT U_GROU(t+1) = (AREA_MAT U_YOUN(t) x GROU_GROW) +

AREA_MAT U_GROU(t) – (AREA_MAT U_GROU x OLD_GROW)

AREA_MAT U_OLD(t+1) = (AREA_MAT U_GROU x OLD_GROW(t)) + AREA_MAT U_OLD(t) – (AREA_MAT U_OLD(t) x ALOC_GROW)

AREA_INMA(t+1) = (AREA_MAT U_OLD(t) x ALOC_GROW)+ AREA_CONV(t) + AREA_INMA(t) – (AREA_INMA(t) x YOUN_GROW)

AREA_CONV(t+1) = AREA_CONV(t) +(AREA_CONV(t) x AREA_CONV_GROW)

dimana : FFB_PROD adalah jumlah produksi TBS (ton); AREA_MAT U_YOUN adalah luas area tanaman sawit muda yang sudah menghasilkan (ha); AREA_MAT U_GROU adalah luas area tanaman sawit dewasa yang sudah menghasilkan (ha); AREA_MAT U_OLD adalah luas area tanaman sawit tua yang sudah menghasilkan (ha); YOUN_PRDV adalah produktivitas tanaman sawit muda yang sudah menghasilkan (ton ha-1); GROU_PRDV adalah produktivitas tanaman sawit dewasa yang sudah menghasilkan (ton ha-1); OLD_PRDV adalah produktivitas tanaman sawit tua yang sudah menghasilkan (ton ha-1); AREA_INMA adalah luasan tanaman sawit yang belum menghasilkan (ha); YOUN_GROW adalah pertumbuhan luasan tanaman sawit muda (%); GROU_GROW adalah pertumbuhan luasan tanaman sawit dewasa (%); OLD_GROW adalah pertumbuhan luasan tanaman sawit tua (%); ALOC_GROW adalah pertumbuhan luasan tanaman sawit yang dialokasikan untuk ditanami kelapa sawit kembali (%); AREA_CONV adalah luasan lahan bukan kelapa sawit yang dikonversi menjadi lahan tanaman sawit (ha); AREA_CONV_GROW adalah pertumbuhan luasan lahan bukan kelapa sawit yang dikonversi menjadi lahan tanaman sawit (%).

Tanaman sawit yang sudah menghasilkan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tanaman sawit muda, tanaman sawit dewasa, dan tanaman sawit tua. Produktivitas tanaman sawit muda adalah 8 ton ha-1, tanaman dewasa adalah 26.167 ton ha-1, dan tanaman tua adalah 21.10 ton ha-1 (diolah dari Sunarko 2007)

Sub model produksi CPO merupakan fungsi dari produksi TBS, rendemen buah, rendemen mesocarp. Persamaan produksi CPO adalah sebagai berikut :

CPO_PROD = FFB_PROD xFRUIT S_YIEL xMSOC_YIEL x CPO_YIEL

dimana : CPO_PROD adalah jumlah produksi CPO (ton); FRUIT S_YIEL adalah rendemen buah dari CPO (%); MSOC_YIEL adalah rendemen mesocarp dari buah (%); CPO_YIEL adalah rendemen CPO dari mesocarp. Rendemen buah dari CPO adalah 64.5 %, rendemen mesocarp dari buah adalah 81.5 %, dan rendemen CPO dari mesocarp adalah 44 % (Hambali et al. 2010).

Sub model refineri disusun untuk menentukan jumlah RPO, Stearin, Olein, PFAD, dan gliserol yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Jumlah RPO sebagai bahan baku biodiesel didapatkan dengan persamaan sebagai berikut :

RPO_BIOD = (CPO_PROD - CPO_Expo) x RPO_YIEL xRPO_Prop CPO_Expo (t+1) = CPO_Expo(t) + (CPO_Expo (t) x CPO_Expo_GROW)

dimana : RPO_BIOD adalah jumlah RPO yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel (ton); CPO_Expo adalah jumlah CPO yang diekspor (ton); RPO_YIEL adalah rendemen RPO dari CPO (%); RPO_Prop adalah proporsi CPO yang diolah menjadi RPO (%); CPO_Expo_GROW adalah pertumbuhan ekspor CPO setiap tahun (%). Rendemen RPO dari CPO adalah 95 % (Hambali et al. 2010). Proporsi CPO yang diolah menjadi RPO diasumsikan sebesar 15 % dari jumlah produksi CPO.

Jumlah stearin yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel didapatkan melalui proses perhitungan dengan persamaan sebagai berikut :

RPOFRA_PROD = (CPO_PROD - CPO_Expo) x RPOFRA_YIEL x RPOFRA _Prop RBDPS_PROD = RPOFRAC_PROD X RBDPS_YIEL

MARG_DEMA = MARG _CONS

MARG _CONS(t+1) = MARG _CONS(t) + (MARG _CONS(t) x MARG _CONS_GROW) ST EA_ MARG = MARG _DEMA : MARG_YIEL

ST EA_BIOD = ((RBDPS_PROD – RBD_ST EA_EXPO) xST EA_YIEL)

ST EA_MARG

RBD_ST EA_EXPO(t+1) = RBD_ST EA_EXPO(t) + (RBD_ST EA_EXPO(t) x RBD_ST EA_EXPO_GROW)

dimana : RPOFRA_PROD adalah jumlah produksi RPO fraksinasi (ton); RPOFRA_YIEL adalah rendemen RPO fraksinasi dari CPO (%); RPOFRA_Prop adalah proporsi CPO yang diolah menjadi RPO fraksinsi (%); RBDPS_PROD adalah jumlah produksi RBDPS (ton); RBDPS_YIEL adalah rendemen RBDPS dari RPO

fraksinasi (%); MARG_DEMA adalah permintaan margarin (ton); MARG_CONS adalah jumlah margarine yang dikonsumsi di dalam negeri (ton); MARG_CONS_GROW adalah pertumbuhan margarin yang dikonsumsi di dalam negeri setiap tahun (%); ST EA_ MARG adalah jumlah stearin yang dibutuhkan untuk memproduksi margarin; MARG_YIEL adalah rendemen margarin dari stearin (%); ST EA_BIOD adalah jumlah stearin yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel (ton); ST EA_YIEL adalah rendemen stearin dari RBDPS (%); RBD_ST EA_EXPO adalah jumlah RBD stearin yang diekspor (ton); RBD_ST EA_EXPO_GROW adalah pertumbuhan ekspor RBD stearin setiap tahun (%).

Proporsi CPO yang diolah menjadi RPO fraksinasi adalah 85 % dari jumlah produksi CPO. Rendemen RPO fraksinasi dari CPO adalah 95 %. Rendemen RBDPS dari RPO fraksinasi adalah 20 % (Hambali et al. 2010). Rendemen margarin diasumsikan sebesar 75 % dari RBDPS. Rendemen stearin dari RBDPS diasumsikan 99 %. Jumlah olein yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel didapatkan melalui proses perhitungan dengan persamaan sebagai berikut :

RBDPO_PROD = RPOFRA_PROD X RBDPO_YIEL CO_DEMA = CO_CONS + CO_Expo

CO_CONS(t+1) = CO_CONS(t) + (CO_CONS(t) x CO_CONS_GROW)

IF(CO_CONS < CO_CAPC)THEN (CO_CONS)ELSE (CO_CAPC)

CO_EXPO (t+1) = CO_EXPO(t) + (CO_EXPO(t) x CO_EXPO_GROW)

OLEI_CO = CO_DEMA : CO_YIEL

OLEI_BIOD = ((RBDPO_PROD –RBDPO_EXPO –RBD_OLEI_EXPO) x OLEI_YIEL)

–OLEI_CO

RBDPO_EXPO(t+1) = RBDPO_EXPO(t) + (RBDPO _EXPO(t) x RBDPO_EXPO_ GROW)

RBD_OLEI_EXPO(t+1) = RBD_OLEI_EXPO(t) + (RBD_OLEI_EXPO(t) x RBD_OLEI_ EXPO_GROW)

dimana : RBDPO_PROD adalah jumlah produksi RBDPO (ton); RBDPO_YIEL adalah rendemen RBDPO dari RPO fraksinasi (%); CO_DEMA adalah permintaan minyak kelapa sawit (ton); CO_CONS adalah jumlah minyak goreng yang dikonsumsi di dalam negeri (ton); CO_Expo adalah jumlah minyak goreng yang diekspor (ton); CO_CONS_GROW adalah pertumbuhan minyak goreng yang dikonsumsi di dalam negeri setiap tahun (%); CO_CAPC adalah kapasitas produksi minyak goreng (ton); CO_EXPO_GROW adalah pertumbuhan minyak goreng yang diekspor setiap tahun (%); OLEI_CO adalah jumlah olein yang dibutuhkan untuk memproduksi minyak goreng; CO_YIEL adalah rendemen minyak goreng dari olein (%); OLEI_BIOD adalah jumlah olein yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel (ton); OLEI_YIEL adalah rendemen olein dari RBDPO (%);

RBDPO_EXPO adalah jumlah RBDPO yang diekspor (ton); RBDPO_EXPO_GROW adalah pertumbuhan ekspor RBDPO setiap tahun (%); RBD_OLEI_EXPO adalah jumlah RBD olein yang diekspor (ton); RBD_OLEI_ EXPO_GROW pertumbuhan ekspor RBD olein setiap tahun (%).

Rendemen RBDPO dari RPO fraksinasi adalah 80 % (Hambali et al. 2010). Rendemen minyak goreng dari olein diasumsikan sebesar 94 %. Rendemen olein dari RBDPO diasumsikan sebesar 99 %. Jumlah PFAD yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel diperoleh melalui persamaan :

PFAD_PROD = CPO_PROD X PFAD_YIEL

PFAD_BIOD = (PFAD_PROD X PFAD_BIOD_Prop)+ GLYC_BIOD GLYC_PROD = RPO_PROD X GLYC_YIEL

GLYC_BIOD = GLYC_PROD –GLYC_EXPO –GLYC_CONS GLYC_EXPO = GLYC_PROD x GLYC_EXPO_Prop

GLYC_CONS(t+1) = GLYC_CONS(t) + (GLYC_CONS(t) x GLYC_CONS_GROW)

dimana : PFAD_PROD adalah jumlah produksi PFAD (ton); PFAD_YIEL adalah rendemen PFAD dari CPO (%); PFAD_BIOD adalah jumlah PFAD yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel (ton); PFAD_BIOD_Prop adalah proporsi PFAD yang digunakan menjadi bahan baku biodiesel (%); GLYC_BIOD adalah jumlah gliserol yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel (ton); GLYC_PROD adalah jumlah produksi gliserol (ton); GLYC_YIEL adalah rendemen gliserol dari RPO (%); GLYC_EXPO adalah jumlah gliserol yang diekspor (ton); GLYC_CONS adalah jumlah gliserol yang dikonsumsi di dalam negeri (ton); GLYC_EXPO_Prop adalah proporsi gliserol yang diekspor (%); GLYC_CONS_GROW adalah pertumbuhan konsumsi gliserol di dalam negeri setiap tahun (%).

Rendemen PFAD dari CPO adalah 4 % (Hambali et al. 2010). Proporsi PFAD yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel diasumsikan sebesar 20 % dari jumlah produksi PFAD. Rendemen gliserol dari RPO diasumsikan sebesar 10 %. Proporsi gliserol yang diekspor diasumsikan sebesar 50 % dari jumlah produksi gliserol.

Sub model produksi biodiesel disusun untuk menghasilkan potensi biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan campuran diesel. Masukan sub model produksi biodiesel adalah jumlah RPO, stearin, olein, PFAD, dan gliserol yang telah dihasilkan dalam sub model refineri.

Jumlah bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel diperoleh melalui persamaan :

BIOD_MAT E = (RPO_BIOD X RPO_BIOD_YIEL + OLEI_BIOD x OLEI_BIOD_YIEL +

ST EA_BIOD x ST EA_BIOD_YIEL + PFAD_BIOD x PFAD_BIOD_YIEL) x BIOD_CONV

dimana : BIOD_MAT E adalah jumlah produksi biodiesel berdasarkan ketersediaan bahan baku (kl); RPO_BIOD_YIEL adalah rendemen biodiesel dari RPO (%);

OLEI_BIOD_YIEL adalah rendemen biodiesel dari olein (%); ST EA_BIOD_YIEL adalah rendemen biodiesel dari stearin (%); PFAD_BIOD_YIEL adalah rendemen biodiesel dari PFAD (%); BIOD_CONV adalahkonversi biodiesel dari satuan ton menjadi kl.

Rendemen biodiesel dari bahan baku hasil turunan CPO (RPO, olein, stearin, PFAD) diasumsikan sebesar 97 % (Crabbe et al. 2001). Konversi biodiesel dari satuan ton ke kl adalah sebesar 1.176 (berat jenis biodiesel sebesar 0.85 g/ml sesuai batas SNI 04-7182-2006).

Produksi biodiesel di industri dihitung dengan persamaan : BIOD_PROD(t+1) = BIOD_MAT E(t) + BIOD_PROD(t) – BIOD_DEMA(t) +

BIOD_MAT E_ST OC(t)

IF(BIOD_PROD < BIOD_CAPC)THEN (BIOD_PROD)ELSE (BIOD_CAPC) BIOD_CAPC(t+1) = BIOD_CAPC(t) + (BIOD_CAPC(t) x BIOD_CAPC_GROW) BIOD_MAT E_ST OC = BIOD_PROD – BIOD_CAPC

dimana : BIOD_PROD adalah jumlah biodiesel yang dapat dihasilkan di industri (kl); BIOD_DEMA adalah jumlah penjualan biodiesel (kl); BIOD_CAPC adalah kapasitas produksi biodiesel di industri (kl); BIOD_CAPC_GROW adalah pertumbuhan kapasitas produksi biodiesel di industri setiap tahun (%); BIOD_MAT E_ST OC adalah potensi jumlah biodiesel yang belum diolah akibat keterbatasan kapasitas produksi (kl).

Sub model permintaan biodiesel sebagai campuran bahan bakar diesel disusun untuk mengetahui kebutuhan biodiesel yang akan dicampurkan dalam bahan bakar diesel. Permintaan bahan bakar diesel dihitung dengan persamaan :

DIES_CONS(t+1) = DIES_CONS(t) +DIES_CONS(t) xDIES_CONS_GROW

BIOD_DEMA_MAND = (DIES_CONS_TRAN x BIOD_TRAN_MAND) + (DIES_CONS_INDU x BIOD_INDU_MAND) + (DIES_CONS_POWE

x BIOD_POWE_MAND)

dimana : DIES_CONS adalah jumlah konsumsi diesel (kl); DIES_CONS_GROW adalah pertumbuhan konsumsi diesel setiap tahun (%); BIOD_DEMA_MAND adalah jumlah kebutuhan biodiesel yang diperlukan sebagai bahan campuran diesel (kl); DIES_CONS_TRAN adalah jumlah konsumsi diesel di sektor transportasi (kl); DIES_CONS_INDU adalah jumlah konsumsi diesel di sektor industri (kl); DIES_CONS_POWE adalah jumlah konsumsi diesel di sektor pembangkit listrik (kl); BIOD_TRAN_MAND adalah prosentase kewajiban penggunaan biodiesel untuk sektor transportasi (%); BIOD_INDU_MAND adalah prosentase kewajiban penggunaan biodiesel untuk sektor industri (%); BIOD_POWE_MAND adalah prosentase kewajiban penggunaan biodiesel untuk sektor pembangkit listrik (%).

Jumlah pasokan biodiesel yang digunakan sebagai bahan campuran bahan bakar diesel dihitung dengan persamaan :

BIOD_SUPP_MAND = BIOD_PROD – BIOD_EXPO + BIOD_ST OC

BIOD_ST OC = BIOD_SUPP_MAND – BIOD_DEMA_MAND

dimana : BIOD_SUPP_MAND adalah jumlah pasokan biodiesel yang digunakan sebagai bahan campuran diesel (kl); BIOD_EXPO adalah jumlah ekspor biodiesel (kl); BIOD_ST OC adalah persediaan biodiesel sebagai campuran bahan bakar diesel (kl); BIOD_EXPO_GROW adalah pertumbuhan ekspor biodiesel setiap tahun (%).

Sub model keekonomian biodiesel dihitung untuk menghitung biaya bahan baku dan transportasi. Jumlah biaya bahan baku pasokan biodiesel dihitung dengan persamaan :

RAWM_COST = { ( [RPO_BIOD x CPO_PRIC] / RPO_YIEL)+ (ST EA_BIOD x

ST EA_PRIC) + (OLEI_BIOD x OLEI_PRIC)+ (PFAD_BIOD x PFAD_PRIC) } / ( [RPO_BIOD/ RPO_YIEL] + ST EA_BIOD + OLEI_BIOD + PFAD_BIOD )

TC_ RAWM_COST = (BIOD_PROD / [BIOD_CONV x BIOD_YIEL] ) x RAWM_COST

dimana : RAWM_COST adalah biaya bahan baku biodiesel (Rp ton-1); CPO_PRIC adalah harga CPO (Rp ton-1); ST EA_PRIC adalah harga stearin (Rp ton-1); OLEI_PRIC adalah harga olein (Rp ton-1); PFAD_PRIC adalah harga PFAD (Rp ton-1); TC_

RAWM_COST adalah total biaya bahan baku untuk memproduksi biodiesel (Rp);

BIOD_YIEL adalah rendemen biodiesel dari bahan baku (%); TC_ RAWM_COST adalah total biaya bahan baku untuk memproduksi biodiesel (Rp).

Selain biaya bahan baku, dihitung juga biaya transportasi, hal tersebut karena penetapan biaya HIP dan HPE biodiesel belum memasukan biaya transportasi. Jumlah biaya transportasi biodiesel dengan persamaan :

TC_ TRAN_COST = BIOD_PROD x TRAN_COST

dimana : TC_ TRAN_COST adalah total biaya transportasi biodiesel (Rp); TRAN_COST adalah biaya transportasi biodiesel (Rp kl-1).

Lampiran 2 Diagram stockflow model sistem dinamis pencapaian target kewajiban biodiesel sebagai campuran bahan bakar diesel

Palm area grow n up mature plant Palm area old mature plant New palm area old

mature plant

New palm area re-planting New palm area

inmature plant

Palm Area inmature plant New palm area young mature plant

Palm area young mature plant New palm area grow n up mature

plant

Total palm area

FFB production Productivity of young

palm

Productivity of grow n up

Productivity of old palm new palm area

conversion

palm area conversion

Productivity palm areFFB production

Palm Area Replanting

Diagram Stockflow Sub Model Produksi TBS

Condensat Fruits EFB Nut Mesocarp Shell Kernel PKM Fiber POME FFB produced milling industries Condensat yield Fruits yield EFB yield Nut yield Shell yield Kernel yield PKO PKO yield PKM yield Mesocarp yield Fiber yield POME yield CPO production CPO yield

Yield CPO from FFB FFB production

PFAD production

Olein for biodiesel RBDPS yield

Olein yield CPO Export grow th CPO Export

RPO production RPO yield Glycerol production Glycerol yield RPO fractionation production

Dokumen terkait