• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

Lebih dari setengah subjek berusia > 45 tahun dengan subjek terbanyak dari kelompok hipertensi. Sebagian besar tingkat pendidikan terakhir subjek hipertensi dan non-hipertensi adalah SMA/Sederajat. Secara keseluruhan subjek hipertensi dan non-hipertensi memiliki besar keluarga dalam kategori besar keluarga kecil (≤ 4 orang). Lebih dari 50% pendapatan per keluarga per bulan subjek hipertensi ataupun non-hipertensi adalah dibawah rata-rata. Sebagian besar subjek penelitian memiliki pengetahuan gizi dengan kategori pengetahuan gizi sedang (60-80%) dan sedikit yang memiliki pengetahuan gizi tinggi (>80%), tingkat pengetahuan gizi subjek hipertensi lebih tinggi dibandingkan tingkat pengetahuan gizi subjek non-hipertensi.

Sebagian besar subjek mengonsumsi batang rokok per hari pada kategori sedang (11-20 batang per hari), akan tetapi subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata jumlah konsumsi batang rokok per hari lebih tinggi daripada subjek non- hipertensi. Lebih dari setengah total subjek tidak mengonsumsi alkohol, namun konsumsi alkohol pada subjek hipertensi dan non-hipertensi tergolong kategori ringan (< 2 gls/hr). Sebagian besar frekuensi konsumsi alkohol per bulan subjek hipertensi maupun non-hipertensi tergolong kategori intensitas rendah (1- 2x/bulan). Lebih dari 50% subjek mengonsumsi kopi dengan jumlah konsumsi kopi (gelas/hari) tergolong kategori sedang (1-3 gelas), namun subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata jumlah konsumsi kopi (gelas/hari) lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Berdasarkan rata-rata jumlah kafein yang dikonsumsi per hari oleh subjek, diketahui subjek hipertensi mengonsumsi kafein per hari lebih tinggi dan berlebih daripada subjek non-hipertensi. Sebagian besar aktivitas fisik yang dilakukan subjek hipertensi dan non-hipertensi tergolong kategori ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69).

Lebih dari setengah subjek hipertensi maupun non-hipertensi memiliki frekuensi makan utama sehari ≥ 3 kali. Sebagian besar subjek mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis, dimana subjek hipertensi memiliki kebiasaan konsumsi makanan dan minuman manis lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Lebih dari 50% jumlah subjek mempunyai kebiasaan mengonsumsi jeroan, akan tetapi subjek hipertensi memiliki kebiasaan konsumsi jeroan lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Sebagian besar subjek mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan asin dan awetan, dan subjek hipertensi memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin dan awetan lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. secara keseluruhan subjek yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan fast food lebih sedikit dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan fast food, akan tetapi subjek hipertensi memiliki kebiasaan konsumsi fast food lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi.

Sebagian besar tingkat kecukupan energi terbanyak subjek berada pada kategori normal (90-119% AKG), namun subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Sebagian besar tingkat kecukupan protein subjek terbanyak berada pada kategori berlebih (≥ 120% AKG), subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata tingkat kecukupan protein lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Lebih dari seperempat subjek memiliki tingkat kecukupan lemak berlebih (>30% kecukupan energi), subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata tingkat kecukupan lemak lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. lebih dari seperempat subjek memiliki asupan natrium berlebih (> 2400 mg/hr), subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata asupan natrium lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi.

Berdasarkan tekanan darah, subjek hipertensi lebih banyak tergolong hipertensi grade 2 dibandingkan hipertensi grade 1, sedangkan pada subjek non- hipertensi secara keseluruhan tekanan darah berada pada kategori normal. subjek hipertensi yang memiliki riwayat pada orangtua lebih sedikit dibandingkan subjek hipertensi yang tidak memiliki riwayat hipertensi pada orangtua, sedangkan pada subjek non-hipertensi tidak memiliki riwayat hipertensi pada orangtua. Berdasarkan status gizi (IMT), lebih dari setengah subjek tergolong status gizi (IMT) berlebih (overweight dan obesitas), subjek hipertensi cenderung memiliki rata-rata indeks massa tubuh (IMT) lebih tinggi daripada subjek non-hipertensi. Berdasarkan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja), hampir semua subjek tergolong memiliki produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) efektif, namun jumlah subjek non-hipertensi dengan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) efektif lebih tinggi dibandingkan jumlah subjek hipertensi.

Hasil Uji korelasi Spearman tidak menunjukkan adanya hubungan antara gaya hidup, pola konsumsi pangan, tekanan darah dengan status gizi (IMT) subjek, tidak terdapat hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah diastolik subjek, dan tidak terdapat hubungan antara tekanan darah dengan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek. Namun, berdasarkan Uji korelasi Spearman terdapat hubungan antara gaya hidup (aktivitas fisik) dengan tekanan darah, serta antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik subjek. Hasil Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak adanya hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi (IMT) subjek dan hubungan antara status gizi (IMT) dengan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek.

Saran

Pada penelitian ini didapatkan tingginya faktor risiko hipertensi, sehingga diperlukan tindakan pencegahan seperti mengadakan edukasi gizi dan pengecekan kesehatan secara berkala oleh Urusan Kesehatan Polresta Bogor. Selain itu, perlu adanya tindakan pengendalian hipertensi yaitu dengan meningkatkan motivasi individu untuk mengatur gaya hidup dan pola makan yang baik serta mengurangi mengonsumsi makanan berisiko, khususnya pada anggota kepolisian Polresta Bogor. Tindakan ini merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi (IMT), kesehatan, dan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) anggota kepolisian Polresta Bogor.

Sebagian besar subjek diketahui memiliki pengetahuan gizi kategori rendah dan lebih dari setengah subjek melakukan aktivitas fisik tergolong kategori ringan, serta lebih dari 50% subjek memiliki status gizi (IMT) berlebih (overweight dan obesitas) yang berpotensi mudah terserang berbagai penyakit. Selain itu, secara keseluruhan subjek terbanyak diketahui mengonsumsi rokok (nikotin), kopi (kafein), dan konsumsi makanan yang berisiko (makanan dan minuman manis, makanan asin, makanan yang diawetkan, makanan berlemak, dan jeroan) tergolong berlebih dan berisiko meningkatkan kejadian hipertensi.

Disarankan subjek untuk menambah wawasan dan pengetahuan melalui media cetak, elektronik, maupun internet khususnya berkaitan dengan gizi dan kesehatan agar pengaturan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, berimbang dan sehat dapat diterapkan. Perlu adanya kesadaran, motivasi dan pengalokasian waktu oleh subjek maupun instansi baik per hari ataupun per minggu untuk berolahraga secara rutin untuk meningkatkan aktivitas fisik dan menurunkan kejadian status gizi (IMT) berlebih (obesitas dan overweight). Olahraga dianjurkan secara rutin minimal 30-45 menit per hari atau 3 kali per minggu untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh. Selain itu, perlu adanya pembatasan dengan mengurangi konsumsi secara bertahap sebagai upaya menurunkan risiko dan pengendalian kejadian hipertensi beserta komplikasinya.

Pengetahuan gizi, gaya hidup dan pola konsumsi pangan yang tepat dan baik merupakan faktor-faktor potensi untuk menjadikan sumberdaya manusia yang sehat dan produktif. Adanya pengaturan dan pengendalian pola hidup yang tepat dan baik pada anggota kepolisian Polresta Bogor akan mampu mempertahankan dan meningkatkan produktivitas kerja (faktor utilitas kerja) subjek untuk mencapai tujuan bersama dalam instansi, khususnya kesatuan Polresta Bogor.

Dokumen terkait