• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. SIMPULAN

Kandungan terbesar dari biji bintaro adalah minyak (kadar lemak) dengan nilai 58.73%. Minyak biji bintaro didapatkan melalui proses ekstraksi dengan metode hot pressing

(pengempaan dengan suhu 60-70oC) dan menghasilkan rendemen 43.79%. Proses degumming

dilakukan dengan larutan asam fosfat 20% sebanyak 0.3% (v/w) untuk memisahkan minyak dari komponen pengotor minyak. Setelah dilakukan proses ini, minyak memiliki kualitas mutu yang lebih baik terlihat dari nilai bilangan asam, kadar asam lemak bebas dan viskositas yang menurun.

Pada proses transesterifikasi, penambahan rasio molar metanol terhadap minyak berpengaruh nyata dalam menurunkan viskositas, menurunkan densitas dan meningkatkan rendemen. Sedangkan penambahan konsentrasi katalis NaOH berpengaruh nyata dalam menurunkan rendemen. Proses transesterifikasi yang optimal diperoleh pada kondisi rasio molar metanol terhadap minyak 9:1 dan konsentrasi katalis NaOH 0.5%, dengan nilai bilangan asam 0.50 mg KOH/g, nilai kadar asam lemak bebas 0.25%, nilai bilangan iod 37.09 g I2/100 g, nilai bilangan peroksida 5.13 mg O2/g, nilai bilangan penyabunan 195.30 mg KOH/g, nilai viskositas 3.69 cSt, nilai densitas 0.86 g/cm3, nilai kadar abu 0.01%, nilai kadar air dan sedimen 0% dan rendemen 96.22%. Kemudian dilakukan pengujian flash point dan analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectromatry) untuk mengetahui komposisi metil ester dari biodiesel biji bintaro. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa nilai flash point

sebesar 108.5oC dengan komposisi metil ester penyusun biodiesel biji bintaro antara lain metil oleat sebesar 51.15%, metil palmitat 23.31%, metil stearat 9.43%, metil palmitoleat 0.97% dan lain-lain.

6.2. SARAN

Hal-hal yang disarankan dari penelitian ini antara lain :

1. Perlu ditentukan secara lebih rinci tingkat kematangan dan umur dari buah bintaro untuk menghasilkan karakteristik minyak yang seragam.

2. Perlu dilakukan analisis sifat fisiko-kimia yang lain seperti angka setana, titik kabut dan total gliserol untuk mengetahui kelayakan biodiesel yang dihasilkan dan kesesuaiannya dengan SNI.

3. Perlu pengkajian pengembangan proses produksi biodiesel dari minyak biji bintaro melalui metode in-situ.

4. Perlu pengkajian mengenai tekno-ekonomi terhadap biodiesel dari minyak biji bintaro sampai digunakan sebagai bahan bakar.

34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/02/110221_libyaoilprice.shtml. [30 April 2011].

Azam M.M, Waris A. and Nahar N.M. 2005. Prospect and potential of fatty acid methyl esters of some non-traditional seed oils for use as biodiesel in India. Biomass and Bioenergy, 29, 293-302.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 04-7182:2006 tentang Biodiesel. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Canakci M. and Van Gerpen J. 2001. Biodiesel from oil and Fat with high Free Fatty Acid. Trans. ASAE 44, 1429-1436.

Darnoko, H.T. and Guritno P. 2001. Biodiesel Production Technology and its Developments Prospect Indonesia. Warta PPKS 9 : 17-27.

Desrial. 2011. Minyak Genset dari Biji Bintaro Sebagai Bahan Bakar Nabati. http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/256780/Minyak-Genset-dari-Biji-Bintaro-BAHAN-BAKAR-NABATI. [13 Juli 2011].

Endriana D. 2007. Sintesis Biodiesel (Metil ester) dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera Odollam Gaertn) hasil ekstraksi. Kimia MIPA-UI. Universitas Indonesia, Depok.

[ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral . 2011. Pusat Data dan Informasi Konsumsi BBM berdasarkan Produk. Di akses pada tanggal 30 April 2011. http://dtwh2.esdm.go.id/dtwh3/mod_fin/index.php?page=page_zx_og_tf_51_tahun_produk. [ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral . 2011. Pusat Data dan Informasi Konsumsi BBM

berdasarkan Sektor. Di akses pada tanggal 30 April 2011. http://dtwh2.esdm.go.id/dtwh3/mod_fin/index.php?page=page_zx_og_tf_51_tahun_sektor. Freedman B, E.H. Pryde and T.L. Mounts. 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty Ester from

Transesterified Vegetable Oil. JAOCS, 61:1638-1643

Gaillard Y, Krishnamoorthy A. and Bevalot F. 2004. Cerbera odollam: a „suicide tree‟ and cause of

death in the state of Kerala, India. Journal of Ethnopharmacology 95: 123–126.

Hambali E, S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Hidayatullah, M.R. 2009. Pembuatan Metil Ester Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn.) Serta Karakterisasinya Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Kimia Fakultas MIPA-UNAND. Universitas Andalas, Padang.

35 Imahara H, Minami E, Hattori M, Murakami H, Matsui N. and Saka S. 2006. Current Situation and

Properties of Oils/Fat Resources for Biodiesel Production. The 2nd Join International

Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE 2006)”. p.1-5. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Kinast J.A. and Tyson K.S. 2003. Production of Biodiesel from Multiple Feedstocks and Properties of Biodiesel and Biodiesel/Diesel Blends. NREL US Department of Energy Laboratory.

Knothe G. 2005. Introduction : What is biodiesel ?. In Knothe G. Gerpen, J. V., Krahl J. editors. The biodiesel handbook. Champaign Illinois: AOCS Press, p: 1-3.

Lee K.T, Foglia T.A. and Chang K.S. 2002. Production of alkyl ester as biodiesel from fractioned lard and restaurant grease. JAOCS 79, 191-195.

Lele S. 2005. Biodiesel in India. http://www.svlele.com/biodiesel [27 Juli 2005].

Ma F. and M.A. Hanna. 1999. Biodiesel Production: A Review. Bioresource Technology, 1999; 70:1-15.

Mittelbach M. and Remschmidt C. 2004. Biodiesel. Boersedruck Ges.m.b.H., Viena Austria.

Mittelbach M. 1996. Diesel fuel derived from vegetable oils, VI: Specifications and quality control of biodiesel. Bioresource Technology 56 (1996) 7-11.

Mulyani E. dan Ratnasih R. 2007. Bioprospek Cerbera odollam Gaertn yang Diambil dari Tiga Lokasi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Oesman F, Murniana, M. Khairunnas dan N. Saidi. 2010. Antifungal Activity Of Alkaloid From Bark Of Cerbera odollam. Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia.

Setiawan A.I. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak Solusi Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soerawidjaja T.H. 2006. “Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan

Biodiesel”. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan”

UGM Yogyakarta.

Soerawidjaja T.H, T. Adrisman, U.W. Siagian, T. Prakoso, I.K. Reksowardojo dan K.S. Permana. 2005. Studi Kebijakan Penggunaan Biodiesel di Indonesia. Di dalam: P Hariyadi, N. Andarwulan, L. Nuraida, Y. Sukmawati. Editor. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penelitian Biodiesel. Kementerian Ristek dan Teknologi RI-MAKSI IPB Bogor.

Sonntag N.O.V. 1982. Fat Splitting, Esterification and Interesterification. Di dalam. Bailey’s

36 Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. 2nd vol. 4th ed. John Wiley and Sons. New

York.

Syah A.N.A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Tapasvi D, Wiesenborn D. and Gustafson C. 2005. Process Model for Biodiesel Production from Various Eedstocks. Transaction of the ASAE 48 (6) : 2215-2221.

Tyson K.S. 2004. Energy Efficiency and Renewable energy. U.S. Department of Energy. http://www.osti.gov/bridge [24 May 2006]

Pakpahan A. 2001. Palm Biodiesel Its Potency, technology, Business Prospect and Environmental Implication in Indonesia. Proceeding of the International Biodiesel Workshop, Enhanching Biodiesel Development an Use. Ministry of Agriculture RI. Jakarta. Medan, 2-4 Oktober 2001. Prihandana R, R. Hendroko dan M. Nuramin. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah, Mengatasi Polusi

dan Kelangkaan BBM. Agromedia pustaka, Jakarta.

Purwanto A. 2011. RAPP Kembangkan Buah Bintoro jadi Energi Alternatif di Teluk Meranti. http://www.kenmi.itb.ac.id/artikel.html. [15 Juli 2011].

Yusuf R. 2002. Preparasi Karakteristik Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit. Teknik Gas dan Petrokimia, FT-UI. Universitas Indonesia, Depok.

37

Lampiran 1. Berbagai peralatan yang digunakan pada penelitian

Alat kempa hidrolik panas

Proses Transesterifikasi

Alat pengujian flash point

(metode mangkuk tertutup)

38

Lampiran 2. Diagram alir tahapan pembuatan biodiesel

Karakterisasi biodiesel

Karakterisasi minyak bintaro hasil degumming

Minyak bintaro hasil degumming

Pemisahan

Biodiesel Biji bintaro kering

Ekstraksi dengan hot pressing

Minyak bintaro

Degumming

Suhu 70oC-75oC, dengan pengadukan 10 menit H3PO4 0.3%; Air hangat 60oC Gum, kotoran dan air Transesterifikasi (suhu 60oC, pengadukan 400 rpm selama 60 menit) Rasio molar metanol

3:1; 6:1; 9:1 Katalis NaOH 0.5%; 1% dan 1.5%

Pencucian Gliserol + Air Air hangat 60oC

Karakterisasi biji bintaro dengan uji proksimat

Karakterisasi minyak bintaro

Pengeringan Air FFA > 2 %

Esterifikasi

(rasio molar metanol 20:1, suhu 60oC, pengadukan 300 rpm selama 60 menit) Tidak

39

Lampiran 3. Prosedur analisis sifat fisiko kimia biji bintaro (segar

dan kering)

1. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984)

Cawan alumunium kosong dipanaskan dengan oven 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang sampai didapatkan bobot tetap. Contoh sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan. Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

m = Bobot contoh (gram)

m1 = Bobot contoh sebelum dikeringkan (gram) m2 = Bobot contoh setelah dikeringkan (gram)

2. Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984)

Contoh sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

m = Bobot contoh basah (gram)

m1 = Bobot cawan berisi abu contoh (gram) m2 = Bobot cawan (gram)

3. Penetapan Kadar Protein (Nitrogen) dengan Metode Kjedhal

Contoh sebanyak 0.1-0.5 gram, ditambahkan dengan 1 gram katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dan 2.5 larutan H2SO4 pekat dan didekstruksi dalam labu kjeldhal sampai berwarna hijau bening. Kemudian bahan dimasukkan ke dalam tabung dan alat destilat selama 4 menit. Bahan akan bercampur dengan larutan NaOH 6 N, asam borat dan indikator mensel. Larutan hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan H2SO4 0.02 N. Penentuan kadar nitrogen berdasarkan volume larutan H2SO4 0.02 N yang digunakan untuk titrasi.

Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar nitrogen dengan metode kjeldhal. Penentuan kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

40 Keterangan : FP = Faktor Pengenceran FK = Faktor Konversi (6.25)

4. Penetapan Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Langsung dengan Alat

Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 1-2 gram contoh, dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dilapisi dengan kapas. Kemudian selongsong kertas saring berisi contoh disumbat dengan kapas lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama kurang lebih 1 jam. Lalu selongsong kertas yang telah dioven dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Kemudian diekstraksi dengan heksan atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Selanjutnya heksan disuling dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya tetap. Didinginkan dan ditimbang. Penentuan kadar lemak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W = Bobot contoh (gram)

W1 = Bobot labu lemak kosong (gram) W2 = Bobot labu lemak dan lemak (gram)

5. Penetapan Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)

Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 105oC. Didinginkan lalu ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml. Hidrolisis kembali ke dalam autoklaf selama 15 menit. Selanjutnya contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobot tetapnya. Contoh dicuci berturut-turut dengan air panas, kemudian dengan 25 ml H2SO4 0.325 N, lalu dicuci lagi dengan air panas dan terakhir dicuci dengan alkohol 25 ml. Kertas saring dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya tetap. Penentuan kadar serat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W = Bobot contoh (gram) W1 = Bobot kertas (gram)

41

6. Penetapan Kadar Karbohidrat (by different)

Penentuan kadar karbohidrat (by different) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

a = Kadar air (%) b = Kadar abu (%) c = Kadar lemak (%) d = Kadar serat kasar (%)

42

Lampiran 4. Prosedur analisis sifat fisiko kimia minyak biji bintaro

(sebelum dan setelah degumming) dan biodiesel yang

dihasilkan

1. Kadar Air dan Sedimen dalam Biodiesel (ASTM D 1160)

Prinsip kadar air dan sedimen dalam biodiesel adalah berdasarkan perbedaan berat jenis antara air dan minyak serta kotoran sehingga terpisah dengan putaran tinggi. Prosedur ini digunakan untuk menganalisis kandungan air dan sedimen bebas dalam biodiesel menggunakan alat sentrifugasi. Metode ini terutama digunakan untuk menentukan kejernihan dan kebersihan biodiesel. Analisis ini penting untuk dilakukan karena kandungan air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam-asam lemak bebas dan mendukung pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Contoh sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan diputar dalam alat sentrifugasi dengan kecepatan 500-800 rcf selama 10 menit. Kadar air dan sedimen yang terlihat dapat dibaca sampai ketelitian 0.005 ml. Contoh dengan jumlah air dan sedimen kurang dari 0.005 ml dapat dinyatakan sebagai tak terdeteksi atau nol. Nilai standar untuk kadar air dan sedimen adalah 0.05% (v/v).

2. Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984)

Contoh sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

m = Bobot contoh basah (gram)

m1 = Bobot cawan berisi abu contoh (gram) m2 = Bobot cawan (gram)

3. Bilangan Asam (AOAC, 1995)

Prinsip analisis bilangan asam adalah pelarutan contoh lemak atau minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol netral 96%) dilanjutkan dengan penitaran dengan basa (NaOH atau KOH). Contoh yang akan diuji, ditimbang sebanyak 5-10 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ke dalam contoh ditambahkan alkohol netral 96% sebanyak 25 ml dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan ditambahkan 2 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N hingga berwarna merah muda (konstan selama 15 detik).

43 Keterangan :

V = Volume KOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml) T = Normalitas larutan KOH

m = Bobot contoh (gram) 56.1 = Bobot molekul KOH

4. Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995)

Prinsip analisis bilangan asam lemak bebas adalah pelarutan contoh lemak atau minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol netral 96%) dilanjutkan dengan peniteran dengan basa (NaOH atau KOH). Contoh yang akan diuji, ditimbang sebanyak 5-10 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ke dalam contoh ditambahkan alkohol netral 96% sebanyak 25 ml dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan ditambahkan 2 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N hingga berwarna merah muda (konstan selama 15 detik).

Keterangan :

V = Volume KOH yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml) T = Normalitas larutan KOH

M = Bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat yaitu 282) m = Bobot contoh (gram)

5. Bilangan Iod (AOAC, 1995)

Prinsip penentuan bilangan iod adalah penambahan larutan iodium monoklorida dalam campuran asam asetat dan karbontetrakhlorida ke dalam contoh. Setelah melewati waktu tertentu dilakukan penetapan halogen yang dibebaskan dengan penambahan kalium iodida (KI). Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat dan indikator kanji. Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0.25 gram di dalam erlenmeyer 500 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan di atas dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15% sambil terus dikocok. Selanjutnya aquades yang telah dididihkan ditambahkan sebanyak 100 ml. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sampai larutan tersebut berwarna kuning pucat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji 1% dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak.

Keterangan :

T = Normalitas larutan Na2S2O3 0.1 N

V1 = Volume larutan Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan dalam titrasi blanko (ml) V2 = Volume larutan Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml) m = Bobot contoh (gram)

44

6. Bilangan Penyabunan (SNI 01-2891-1992)

Prinsip bilangan penyabunan adalah asam lemak terikat (trigliserida) dan asam lemak bebas (FFA) bereaksi dengan basa (KOH/NaOH) membentuk sabun, gliserol dan air. Sebanyak dua gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH alkohol 0.5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau penangas listrik selama satu jam. Lalu ditambahkan 0.5-1 ml fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan dititer dengan HCl 0.5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Lakukan juga untuk blanko.

Keterangan :

T = Normalitas larutan HCl 0.5 N

Vo = Volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) V1 = Volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada peniteran contoh (ml) m = Bobot contoh (gram)

56.1 = Bobot molekul KOH

7. Bilangan Peroksida (AOAC, 1995)

Prinsip bilangan peroksida adalah ditentukan berdasarkan pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam asetat kloroform. Minyak sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer berpenutup. Ditambahkan 30 ml CH3COOH-CHCl3 dan diaduk sampai larut. Selanjutnya ditambah KI jenuh 0.5 ml dari pipet mohr, biarkan kadang-kadang diaduk selama 1 menit dan ditambahkan 30 ml H2O. Perlahan-lahan titrasi dengan 0.1 N Na2S2O3 sambil diaduk kuat hingga warna kuning mulai menghilang. Tambahkan kira-kira 0.5 ml larutan amilum 1% dan titrasi kembali. Aduk kuat-kuat untuk melepas semua I2 dari lapisan CHCl3 sampai warna biru menghilang. Jika kurang dari 0.5 ml 0.1 N Na2S2O3 digunakan, kita ulangipenentuan dengan 0.01 N Na2S2O3. Prosedur yang sama kita lakukan untuk blanko. Bilangan peroksida dinyatakan dengan mmol O2/2 kg sampel atau sebanding dengan mg O2/kg sampel.

Keterangan :

S = Volume Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan pada peniteran sampel (ml) B = Volume Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) N = Normalitas Na2S2O3

m = Bobot contoh (gram)

8. Viskositas (Metode Ostwald)

Prinsip viskositas (metode Ostwald) adalah nilai viskositas suatu bahan merupakan perbandingan antara flow time bahan dengan flow time air terhadap viskositas air. Alat yang digunakan adalah tabung Ostwald. Tabung Ostwald dibersihkan dengan cairan pembersih, kemudian dibilas dengan hati-hati dengan air suling dan dikeringkan dengan aseton di udara

45 terbuka. Sampel dimasukkan ke dalam tabung Ostwald dan dicelupkan ke dalam thermostat air yang bertemperatur 40oC agar tercapai ekuilibrium. Sampel dipompa ke dalam kapiler dan dibiarkan sampel turun serta dihitung waktu sampai tanda tera. Hal yang sama dilakukan pada sampel air.

Keterangan :

Flow time air = 8.655 detik Viskositas kinematik air = 0.7138 cSt

9. Densitas Metode Piknometer (AOAC, 1995)

Prinsip penentuan densitas adalah menentukan massa contoh tanpa udara pada suhu dan volume tertentu dibandingkan dengan massa aquades pada suhu dan volume yang sama. Piknometer dicuci dengan air kemudian dengan etanol dan dietileter lalu dikeringkan dengan oven. Piknometer ditimbang (m) kemudian diisi dengan aquades yang telah dididihkan dan bersuhu 40oC dihindari adanya gelembung-gelembung udara dan permukaan air diatur sampai penuh atau tanda tera. Piknometer dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 40oC selama 30 menit. Suhu penangas air diperiksa dengan termometer. Apabila terdapat air di bagian luar maka keringkan dengan menggunakan kertas saring sampai benar-benar kering. Piknometer yang berisi aquades ditimbang (m1). Piknometer dikosongkan dan dicuci dengan etanol dan dietileter kemudian dikeringkan. Piknometer diisi dengan bahan yang akan diukur bobot jenisnya dan dihindari terjadinya gelembung udara. Permukaan bahan diatur sampai tanda tera kemudian ditimbang (m2). Densitas atau bobot jenis dihitung dengan rumus berikut :

Keterangan :

m = bobot piknometer (gram)

m1 = bobot piknometer berisi aquades (gram) m2 = bobot piknometer berisi minyak (gram)

= densitas air (0.992215 gr/ml)

10. Rendemen Biodiesel

Rendemen biodiesel dihitung dengan cara membandingkan volume metil ester akhir yang diperoleh dengan volume awal minyak.

11. Titik Nyala (mangkok tertutup) (ASTM D93)

Titik nyala adalah suhu terendah dengan tekanan barometrik 101.3 kPa (760 mmHg) dimana dengan menggunakan suatu sumber penyalaan akan menyebabkan uap contoh menyala pada kondisi uji. Mangkok uji diisi contoh uji hingga tanda batas. Cahaya nyala dihidupkan dan

46 sumber nyala elektrik diatur intensitasnya. Digunakan panas sesuai dengan kecepatan pengaturan suhu 5-6oC/menit. Alat pengaduk dihidupkan dengan kecepatan 90-120 rpm dengan arah pengadukan langsung ke bawah. Dicatat hasil pembacaan titik nyala yang dilakukan pada alat pengukur suhu pada waktu sumber penyalaan dipergunakan.

47

Lampiran 5. Data rata-rata bilangan asam dan hasil analisis

keragaman

A. Data Rata-Rata Bilangan Asam

Sampel Bilangan Asam Sampel Bilangan Asam Sampel Bilangan Asam

A1B1 0.7306 A2B1 0.7271 A3B1 0.5014

A1B2 0.7104 A2B2 0.7361 A3B2 0.4001

A1B3 0.6301 A2B3 0.6647 A3B3 0.3219

Keterangan:

A = Rasio Molar Metanol : Minyak B = Konsentrasi Katalis NaOH A1 = Molar Metanol : Minyak = 3 : 1 B1 = Konsentrasi Katalis NaOH 0.5% A2 = Molar Metanol : Minyak = 6 : 1 B2 = Konsentrasi Katalis NaOH 1% A3 = Molar Metanol : Minyak = 9 : 1 B3 = Konsentrasi Katalis NaOH 1.5%

B. Analisis Sidik Ragam

Source DF SS MS F Value Pr > F Keputusan

Model 8 0.39195352 0.04899419 1.09 0.4454 Tidak nyata

Error 9 0.40403403 0.04489267

Total 17 0.79598755

Source DF Type I SS MS F Value Pr > F Keputusan

MolarMetanol 2 0.34217414 0.17108707 3.81 0.0632 Tidak nyata

Katalis 2 0.04063611 0.02031806 0.45 0.6497 Tidak nyata

48

Lampiran 6. Data rata-rata kadar asam lemak bebas dan hasil

analisis keragaman

A. Data Rata-Rata Kadar Asam Lemak Bebas

Sampel FFA (%) Sampel FFA (%) Sampel FFA (%)

A1B1

0.3672

A2B1

0.3655

A3B1

0.2520

A1B2

0.3571

A2B2

0.3700

A3B2

0.2011

A1B3

0.3167

A2B3

0.3341

A3B3

0.1618

Keterangan:

A = Rasio Molar Metanol : Minyak B = Konsentrasi Katalis NaOH A1 = Molar Metanol : Minyak = 3 : 1 B1 = Konsentrasi Katalis NaOH 0.5% A2 = Molar Metanol : Minyak = 6 : 1 B2 = Konsentrasi Katalis NaOH 1% A3 = Molar Metanol : Minyak = 9 : 1 B3 = Konsentrasi Katalis NaOH 1.5%

B. Analisis Sidik Ragam

Source DF SS MS F Value Pr > F Keputusan

Model 8 0.09905882 0.01238235 1.09 0.4452 Tidak nyata

Error 9 0.10206756 0.01134084

Total 17 0.20112638

Source DF Type I SS MS F Value Pr > F Keputusan

MolarMetanol 2 0.08648245 0.04324122 3.81 0.0632 Tidak nyata

Katalis 2 0.01026975 0.00513487 0.45 0.6496 Tidak nyata

49

Lampiran 7. Data rata-rata bilangan iod dan hasil analisis

keragaman

A. Data Rata-Rata Bilangan Iod

Sampel Bilangan Iod Sampel Bilangan Iod Sampel Bilangan Iod

A1B1 32.4280 A2B1 35.5332 A3B1 37.0918

A1B2 33.0222 A2B2 32.8546 A3B2 36.6349

A1B3 30.4247 A2B3 31.3221 A3B3 33.7560

Keterangan:

A = Rasio Molar Metanol : Minyak B = Konsentrasi Katalis NaOH A1 = Molar Metanol : Minyak = 3 : 1 B1 = Konsentrasi Katalis NaOH 0.5% A2 = Molar Metanol : Minyak = 6 : 1 B2 = Konsentrasi Katalis NaOH 1% A3 = Molar Metanol : Minyak = 9 : 1 B3 = Konsentrasi Katalis NaOH 1.5%

B. Analisis Sidik Ragam

Source DF SS MS F Value Pr > F Keputusan

Model 8 85.2996547 10.6624568 0.96 0.5178 Tidak nyata

Error 9 99.9978386 11.1108710

Total 17 185.2974933

Source DF Type I SS MS F Value Pr > F Keputusan

MolarMetanol 2 46.63642422 23.31821211 2.10 0.1786 Tidak nyata

Katalis 2 32.61972404 16.30986202 1.47 0.2807 Tidak nyata

50

Lampiran 8. Data rata-rata bilangan peroksida dan hasil analisis

keragaman

A. Data Rata-Rata Bilangan Peroksida

Sampel Bilangan Peroksida Sampel Bilangan Peroksida Sampel Bilangan Peroksida

Dokumen terkait