• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Hasil

4.1.5 Simulasi Model Dinamik

4.1.5.6 Simulasi Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan hasil simulasi pertumbuhan penduduk dan daya dukung pemukiman bagi penduduk di Pulau Pramuka pada bulan Mei 2012 hingga Mei 2022 maka terlihat pada awal simulasi jumlah penduduk yang ada masih berada dibawah daya dukung pemukiman. Pada simulasi ke-39 (Agustus 2015) terlihat jumlah penduduk mendekati daya dukungnya hingga akhir simulasi. Berdasarkan simulasi terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Pulau Pramuka dibatasi oleh luasan pemukiman yang ada hingga akhir simulasi (Mei 2020) dimana jumlah penduduk mencapai 2 585 orang atau sekitar 187 % dari jumlah penduduk saat ini (Gambar 66).

Gambar 66. Simulasi pertumbuhan penduduk dan daya dukung pemukiman di Pulau Pramuka pada Mei 2012 hingga Mei 2022.

4.2 Pembahasan

Tidak adanya upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang menyebabkan tutupan karang hidup akan semakin berkurang dan tutupan alga akan semakin tinggi dalam 10 tahun ke depan. Hal ini selain disebabkan tidak adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang dan juga disebabkan tidak adanya pengolahan limbah BOD sebelum dibuang ke sehingga nilainya mencapai 25 320.53 mg/l yang mendekati ambang batas nilai BOD untuk kesehatan karang yang berdasarkan simulasi yaitu sebesar 26 821.44 mg/l.

3:22 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1500 3000

1: Penduduk 2: Day a dukung pemukiman

1 1 1 1 1 2 2 2 2 2

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka juga akan semakin berkurang. Penurunan kualitas tutupan karang dan kualitas lingkungan perairan membuat penilaian wisatawan terhadap ekosistem terumbu karang (WTP) menjadi yaitu sebesar Rp. 271 000,- pada 10 tahun yang akan datang yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai saat ini sebesar Rp. 343 000,-.

Pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Pengurangan atau pembatasan aktifitas perikanan muroami yang hingga saat ini masih berlangsung, meskipun dengan jumlah armada yang telah jauh berkurang, dimana berdasarkan data dari Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupataen Administrasi Kepulauan Seribu jumlah unit muroami pada tahun 2009 berjumlah 29 unit menjadi 8 unit pada akhir tahun 2011;

b. Pengelolaan sampah yang berasal dari penduduk setempat agar tidak dibuang langsung ke perairan yaitu dengan mengaktifkan kembali unit pembakaran sampah yang saat ini tidak beroperasi di Pulau Pramuka; c. Sampah dari luar Pulau Pramuka sangat sulit untuk dihindari mencapai

perairan Pulau Pramuka terutama pada musim hujan sampah relatif lebih banyak mencapai perairan Pulau Pramuka dibandingkan pada musim lainnya. Sampah tersebut diduga berasal dari sungai-sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta. Pengelolaan sampah ini sangat terkait dengan lembaga pemerintah daerah lainnya seperti DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten;

d. Pembuatan tambatan kapal permanen sangat diperlukan untuk menghidari

kerusakan karang akibat jangkar kapal terutama kapal nelayan yang melakukan aktifitas di sekitar perairan Pulau Pramuka;

e. Sosialisasi dan pelatihan tentang teknik menyelam dan snorkeling yang ramah lingkungan bagi para wisatawan yang tidak merusak ekosistem terumbu karang;

f. Kegiatan perikanan tradisional seperti memancing dan ikan hias menggunakan metode yang ramah lingkungan dan tidak menginjak langsung karang yang dapat mengancam ekosistem terumbu karang;

100

g. Pelarangan penggunaan bom dan potasium atau sianida, dimana kegiatan ini sudah berlangsung pada akhir tahun 1970-an hingga saat ini masih berlangsung terutama untuk menangkap ikan konsumsi dan ikan hias. Penggunaan bom hingga saat ini masih berlangsung dan menurut masyarakat pelakunya diduga berasal dari daerah di luar Kepulauan Seribu. Pengawasan dari Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Pemerintah Administrasi Kepeulauan Seribu harus ditingkatkan untuk menghindari ancaman dari perikanan yang merusak tersebut;

h. Secara alami sedimentasi yang tinggi masih terjadi, baik karena adanya pola arus musiman yang membawa kandungan sedimen yang tinggi dan juga sedimentasi yang terjadi di dalam pelabuhan kabupaten yang apabila terbawa arus akan menutupi karang hidup di sekitar pelabuhan tersebut.

Pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang membuat tutupan karang menjadi lebih baik dibandingkan saat ini. Pada stasiun 2 tutupan alga cenderung semakin tinggi pada akhir simulasi. WTP wisatawan lebih rendah yaitu sebesar Rp. 255 000,- pada akhir simulasi. Jumlah wisatawan menjadi lebih tinggi hingga mencapai 9 363 orang pada akhir simulasi dimana pada awal simulasi melebihi daya dukung penginapan yang ada. Limbah yang dibuang ke perairan mencapai 27 758.07 mg/l yang berada diatas ambang batas yaitu 26 821.44 mg/l yang menyebabkan tutupan alga pada stasiun 2 cenderung meningkat dibandingkan stasiun lainnya.

Pengelolaan melalui biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka sebesar Rp. 36 000,- tidak mampu untuk memperbaiki kondisi tutupan karang hidup. Nilai WTP wisatawan lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya pengelolaan yaitu sebesar Rp. 310 000,- akan tetapi jumlah wisatawan yang berkunjung lebih sedikit hingga mencapai 367 orang pada akhir simulasi. Limbah yang dibuang ke perairan mencapai 24 778.97 mg/l yang masih berada dibawah ambang batas.

Berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat maka sejumlah 68% limbah domestik masyarakat diendapkan dan kemudian menguap atau terserap ke tanah dan hanya sejumlah 32% dibuang langsung ke perairan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dulu. Adanya pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan sangat penting dilakukan untuk menghindari pencemaran perairan yang

semakin tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang dapat mengancam tutupan karang hidup.

Skenario pengolahan air limbah yang dibuang ke perairan sebesar 30% hanya membuat tutupan karang hidup pada stasiun 1 dan stasiun 2 menjadi lebih baik hanya pada awal simulasi dan setelah 10 tahun akan semakin berkurang, sedangkan pada stasiun 3 tutupan karang hidup cenderung semakin baik pada akhir simulasi. Pada stasiun 4 dan stasiun 5 tutupan karang hidup cenderung menurun hingga akhir simulasi. Jumlah kandungan limbah mencapai 18 837.92 mg/l yang masih berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi. Jumlah wisatawan yang berkunjung lebih banyak dibandingkan tanpa pengelolaan yaitu sebanyak 6 949 orang dan nilai WTP hanya sebesar Rp. 282 000,- yang lebih rendah dibandingkan awal simulasi.

Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang menyebabkan tutupan karang hidup untuk semua stasiun menjadi lebih baik dan tutupan alga menjadi berkurang. Limbah yang dibuang langsung ke perairan sejumlah 20 135.22 mg/l yang berada dibawah ambang batas bagi kesehatan tutupan karang hidup hasil simulasi.

Berdasarkan hasil simulasi pengelolaan terpadu maka diperoleh sebaran WTP berdasarkan kelompok pendapatan seperti pada Tabel 15. WTP tiap kelompok dan rerata pada akhir simulasi lebih kecil dibandingkan pada awal simulasi. Semakin besar pendapatan wisatawan maka keinginan untuk membayar kualitas ekosistem terumbu karang juga akan semakin besar.

Tabel 15. Simulasi kelompok WTP (dalam ratusan ribu rupiah) berdasarkan pendapatan. Kelompok WTP Awal simulasi (Mei 2012) Akhir simulasi (Mei 2022)

WTP0 1.80 1.60 WTP1 2.48 2.28 WTP2 3.16 2.96 WTP4 4.52 4.32 WTP5 5.20 5.00 rerata 3.43 3.23

Sumber : data hasil olahan (2012)

Pengelolaan terpadu menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung menjadi lebih banyak hingga mencapai 13 478 orang dan berada diatas daya dukung penginapan yang ada sebanyak 13 436 orang. WTP wisatawan sebesar Rp. 323 000,- per orang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya tetapi lebih kecil dibandingkan awal simulasi sebesar Rp. 343 000,-. Nilai

102

total benefit yang diperoleh mencapai Rp. 4 353 394 000,- dimana nilai total benefit tersebut belum didiskon dan hanya untuk mengetahui aliran nilai

multiyears (Hutabarat et al. 2009a). Nilai perhitungan WTP dan total benefit

dapat dilihat pada Tabel 16 berikut :

Tabel 16. Nilai WTP individu dari wisatawan dan total benefit kegiatan wisata di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.

Simulasi WTPi individu Jumlah wisatawan Total benefit*

Awal (Mei 2012) Rp. 343 000,- 3 598 Rp. 1 234 114 000,- Akhir (Mei 2022) Rp. 323 000,- 13 478 Rp. 4 353 394 000,- Sumber : Data hasil olahan

Keterangan : * = nilai sebelum didiskon

Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa pada akhir simulasi bulan Mei 2022 masih terdapat lahan kosong yang belum dimanfaatkan seluas 1.47 hektar (Tabel 17). Harus ada kebijakan pemanfaatan lahan untuk tetap menjaga agar lahan kosong tersebut tetap terjaga dan tidak dimanfaatkan. Hal ini disebabkan apabila lahan kosong tersebut ditanami dengan vegetasi dan tidak dialihfungsikan sebagai bangunan maka akan cukup bermanfaat sebagai daerah resapan air untuk menjaga kualitas sumber air tawar di Pulau Pramuka.

Tabel 17. Pemanfaatan lahan untuk pemukiman penduduk dan fasilitas penginapan.

Pemanfaatan lahan Luas awal simulasi Mei 2012

(hektar)

Luas akhir simulasi Mei 2022 (hektar)

Luas pemukiman 4.78 6.70

Luas penginapan 1.55 4.03

Luas lahan kosong 5.87 1.47

Sumber : Data hasil olahan

Pengelolaan sektoral, seperti pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang (sub-model biologi), tidak cukup untuk menjaga keberlanjutan ekosistem terumbu karang. Demikian juga halnya pengelolaan biaya masuk kawasan konservasi (sub-model sosial ekonomi) tidak dapat membuat kondisi lingkungan perairan dan ekosistem terumbu karang menjadi berkelanjutan. Pengelolaan pengolahan air limbah (sub-model lingkungan perairan) juga tidak dapat membuat ekosistem terumbu karang menjadi berkelanjutan.

Berdasarkan analisis kriteria ganda menggunakan analisis trade-off maka skenario pengelolaan terpadu dari sub-model biologi, sub-model lingkungan perairan dan sub-model sosial ekonomi merupakan strategi pengelolaan yang

paling tepat dibandingkan dengan skenario pengelolaan lainnya yang tidak menitikberatkan pengelolaan hanya pada sektor-sektor tertentu. Secara umum pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 67.

Pengelolaan Terpadu Ekosistem Terumbu Karang di P. Pramuka, Taman Nasional Kep. Seribu Sub-sistem Biologi Sub-sistem Sosial Ekonomi Sub-sistem Lingkungan Perairan Ekosistem terumbu karang - Kunjungan wisatawan - Aktifitas wisatawan limbah (BOD) - Kunjungan wisatawan - Pemanfaatan lahan Kualitas lingkungan perairan

Gambar 67. Pengelolaan terpadu ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.

Dokumen terkait