Segera setelah neuron menyelesaikan migrasinya, akson dan dendrit mengalami perpanjangan ke pasangan sinaptik yang tepat. Struktur sel dan gradien molekuler merupakan faktor penting dalam penyusunan koneksi sinaptik ini. Sambungan sinapsis di antara neuron berkembang pertama kali pada usia gestasi 5 minggu, dan neuron yang terbentuk terletak di lapisan korteks, disebut preplate. Istilah alternatif terhadap lapisan plexiform primordial, disebut juga neuron pioner karena membentuk koneksi dengan sel presinap secara temporal dan bertindak sebagai tempat target sampai neuron post sinaps terbentuk dan siap membentuk koneksi matang. Preplate selanjutnya membentuk subplate, akson, dan neuron thalamus dorsal yang ditunjukkan oleh interaksi molekuler dengan sejumlah populasi migrasi neuron disebut sel koridor, yang mirip dengan sel glia radial, merupakan kelas sel penyusun (Zeisel, 2006).
Neuron di dalam preplate bertindak sebagai target sinapsis untuk proyeksi neuronal dari thalamus dan batang otak yang sedang berkembang. Neuron di dalam preplate membentuk sirkuit kortikal primitif yang secara fungsional aktif.
Glikoprotein akson, molekul adhesi sel L1 neuron memediasi interaksi antara sitoskleleton dan matriks ekstraseluler dan memiliki fungsi penting dalam migrasi neuronal dan diferensiasi (Tau & Peterson, 2010).
Gray matter korteks terus tumbuh selama beberapa tahun kehidupan, meskipun kecepatannya tidak sama saat tahun pertama kehidupan. Perluasan di gray matter menunjukkan dendrit, tulang belakang dan sinapsis terus tumbuh dan berkembang selama 350–400 hari pasca kelahiran. Pada 2 tahun pertama usia anak, terbentuk struktur bercabang sel piramida dan interneuron GABAergic penghambat, serta ekspansi lapisan korteks II dan III (Tierney & Nelson, 2009).
NEUROTRANSMITER
Neurotransmiter merupakan messenger kimia yang dilepaskan ke dalam bibir sinaptik oleh neuron. Neurotransmiter berfungsi menjaga sinyal dalam sistem saraf dengan berikatan pada reseptor di neuron postsinaps dan memicu impuls elektrik serta mengaktifkan respons oleh organ efektor, misalnya kontraksi otot atau pelepasan hormon oleh kelenjar endokrin. Neurotransmiter bisa berefek merangsang (excitatory) yang memicu depolarisasi atau menghambat (inhibitory) yang memicu hiperpolarisasi (Deutch, 2012).
Neurotransmitter
- Specialised functions on hypothalamus
- From acetyl CoA (pyruvate oxidation) and choline (transported across BBB)
Terminated stimulation
Gambar 5. Klasifikasi neurotransmiter (Humphries et al., 2008).
Keterangan: neurotransmiter mengandung asam amino, peptida, biogenik amin, dan asetil kolin, neurotransmiter berinteraksi dengan reseptor yang terlertak di permukaan sel target.
Berikut hal yang dibutuhkan dalam proses neurotransmisi.
1. Sintesis neurotransmiter di bagian terminal sel saraf presinap
Agar neurotransmiter dapat disintesis, prekursor harus tersedia pada daerah yang tepat di dalam neuron. Enzim yang mengubah prekursor menjadi transmiter harus ada dalam bentuk aktif dan terdapat pada kompartemen yang tepat di dalam neuron (Deutch, 2012).
2. Penyimpanan di dalam vesikel presinap
Transmiter klasik, seperti asetilkolin dan peptida disimpan di dalam vesikel sinaptik, di mana transmiter disendirikan dan terlindungi dari degradasi enzimatis dan siap untuk dilepaskan. Pada beberapa transmiter klasik,
Gambar 6. Representasi skematik neurotransmiter klasik (Deutch, 2012).
Keterangan: 1. Setelah pengumpulan prekursor asam amino terakumulasi di dalam neuron, asam amino dimetabolisme. 2. Agar terbentuk neurotransmiter matang, transmiter dikumpulkan di dalam transporter vesikular. 3. Ketika tersedia dalam jumlah yang adekuat, transmiter siap dilepaskan. Sekali dilepas, transmiter dapat berinteraksi dengan reseptor post sinaps. 4. Atau autoreseptor. 5. Autoreseptor meregulasi pelepasan transmiter, menyintesi atau menembakkan. Aksi transmiter diakhiri oleh transporter membran dengan afinitas tinggi. 6. Yang berhubungan dengan neuron (neuron yang melepaskan transmiter).
Terminasi transmitter dapat berlangsung secara difusi pada sisi aktif. 7. Atau terakumulasi di dalam glia melalui transporter membran. 8. Ketika transmiter diambil oleh neuron, berarti menonaktifkan metabolisme.
vesikel sinaptik berukuran kecil dengan diameter ~50 nm, sedangkan pada transmiter kompleks, diameter vesikel dapat berukuran ~100 nm. Vesikel sering ditemukan berdekatan dengan membran presinaptik, di mana vesikel siap untuk dilepaskan dalam merespons rangsangan neuron. Kebanyakan neurotransmiter disintesis di dalam sitosol neuron (Deutch, 2012).
3. Regulasi pelepasan neurotransmiter ke dalam celah sinaps
Vesikel di mana transmiter disimpan mengalami fusi dengan membran sel dan melepaskan transmiter. Neuron menggunakan dua jalur untuk melepaskan protein. Pelepasan kebanyakan protein neurotransmiter diatur oleh jalur yang dikontrol oleh sinyal ekstraseluler (Deutch, 2012).
4. Ikatan dengan reseptor spesifik di permukaan neuron post-sinap
Reseptor transmiter dibagi menjadi 2 kelas, yaitu protein membran yang disebut reseptor metabotropik yang berpasangan dengan protein G intraseluler dan reseptor ionotropik yang membentuk saluran ion, seperti Na+ dan Ca2+. Reseptor juga ditemukan di neuron yang melepaskan transmiter dan dapat merespons transmiter yang dilepaskan oleh jenis sel yang sama sebagai bagian dari proses timbal balik terhadap neuron presinaps, disebut autoreseptor (Deutch, 2012).
5. Terminasi aksi neurotransmiter yang dilepaskan
Sebuah sel, jika tidak dapat menghentikan aksi lanjutan neurotransmiter, maka akan terjadi kekacauan terhadap aliran informasi dan menghasilkan kerusakan sel. Aksi neurotransmiter mungkin diakhiri (terminasi) secara aktif ataupun pasif, di antara terminasi aktif terjadi proses pengambilan kembali neurotransmiter melalui protein transporter spesifik di dalam neuron presinaps atau di sel glia. Mekanisme lain adalah dengan degradasi enzimatik untuk inaktif. Bentuk pasif berupa difusi transmiter dari bagian sinaptik (Deutch, 2012).
MIELINASI
Mielinasi adalah proses penyelubungan serabut saraf oleh selubung mielin.
Mielinasi dimulai pada akhir trimester ke-2 dan puncaknya terjadi pasca-kelahiran, serta berlanjut hingga dewasa muda. Proses mielinasi dipengaruhi oleh faktor nutrisi seperti asupan kolin, asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang, zat
besi, yodium, seng, piridoksin, dan kobalamin. Gangguan proses mielinasi dapat menyebabkan hipoplasia serebral, leukomalasia periventrikuler, hipotiroidisme, dan sindrom deletion 18q (Carter et al., 2009).
Seiring dengan pertumbuhan sistem saraf yang kompleks, terjadi peningkatan white matters, yang menyusun sekitar 40% otak manusia, komponen otak 50-60%
mengandung mielin. Selubung mielin adalah perluasan plasma membran yang tersusun secara teratur dengan segmen-segmen sepanjang akson sistem saraf.
Proses pembentukan mielin melibatkan perubahan ekstensif terhadap bentuk sel oligodendrosit dan susunan membran. Akson tanpa selubung mielin dengan diameter ~500 μm untuk menyampaikan rangsangan dengan kecepatan 25 m/s dibutuhkan energi 5000 kali akson dengan selubung mielin (Snaidero & Simons, 2014).
Gambar 7. Sel saraf dan mielinasi (Lagercrantz, 2016).
Keterangan: sel saraf imatur (kanan) dengan sedikit selubung mielin yang menghantarkan impuls lebih lambat daripada sel saraf dewasa (kiri), di mana terjadi aksi potensi lompatan antar nodus.
Mielin dibentuk oleh oligodendrosit di susunan saraf pusat, sedangkan di susunan saraf tepi mielin dibentuk oleh sel Schwann. Mielinasi terjadi pada akhir perkembangan otak. Pada manusia puncak proses mielinasi terjadi dalam tahun pertama kehidupan, dan berlanjut pada masa dewasa (Clarke & Sokoloff, 1999;
Snaidero & Simons, 2014).
Pada peripheral nervous system (PNS), hanya akson dengan diameter 1 μm atau lebih yang dapat mengalami mielinasi, namun tidak terdapat ketentuan ukuran akson di central nervous system (CNS). Oligodendrosit yang berukuran antara 0,2–0,8 μm bisa mengalami mielinasi atau pun tidak, hal ini tergantung faktor intrinsik akson yang mengontrol mielinasi secara in vivo (Snaidero &
Simons, 2014).