• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAH PUSTAKA

A. Sindrom Metabolik

mengontrol sindrom metabolik didapat dengan usaha dalam jangka panjang dan kerja sama dengan penyedia pelayanan kesehatan (Anonim, 2007a). Di Indonesia, adanya peningkatan gaya hidup mewah dengan konsumsi makanan tinggi gula dan lemak semakin meningkatkan kejadian obesitas yang menjadi salah satu gejala sindrom metabolik. Penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Society for Study of Obesity (ISSO) pada tahun 2004, di Indonesia menunjukkan adanya kenaikan jumlah pria yang tergolong obesitas menjadi 9,16% dan pada wanita menjadi 11,02% (Anonim, 2007c).

Suatu penelitian di Makassar yang melibatkan 330 orang pria berusia antara 30-65 tahun dan menggunakan kriteria NCEP ATP III dengan ukuran lingkar pinggang yang disesuaikan untuk orang Asia menemukan prevalensi sebesar 33,9%. Prevalensi yang lebih tinggi yaitu sebesar 62,0%, ditemukan pada subyek dengan obesitas sentral. Suatu penelitian di Makassar pada tahun 2002 yang memeriksa pengunjung klinik untuk pemeriksaan kesehatan rutin ditemukan prevalensi sindroma metabolik sebesar 35,6%, jumlah pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu masing-masing sebesar 42,3% dan 29,8% (Anonim, 2007c).

Salah satu artikel yang dimuat pada harian Kompas, Yogyakarta, pada tanggal 13 Februari 2006 menyebutkan bahwa dalam satu dekade terakhir, tren penyakit di Yogyakarta telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif atau penyakit karena usia tua. Penyakit-penyakit degeneratif ini antara

3

lain hipertensi, diabetes, kolesterol, kanker, jantung, dan stroke. Pergeseran ini berkaitan erat dengan tingginya angka usia harapan hidup warga Yogyakarta yang mencapai 75 tahun. Seperti diketahui, semakin tua usia seseorang, maka akan semakin mudah terserang penyakit, karena daya tahan tubuh akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.

Dalam penelitian ini, dipilih dusun Krodan sebagai tempat penelitian dengan alasan karena berdasarkan analisis situasi yang peneliti lakukan, sebanyak 12 orang dari 63 orang (19,05%) masyarakat dusun ini mengalami penyakit degeneratif yang kemungkinan dapat mengarah ke sindrom metabolik.

Pemberian edukasi pada penelitian ini diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai sindrom metabolik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular. Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat ini diharapkan dapat mengubah perilakunya sehubungan dengan pandangannya terhadap sindrom metabolik. Masyarakat akan lebih memperhatikan kesehatannya dan kesadaran akan bahaya sindrom metabolik akan lebih meningkat.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ini.

1. Bagaimanakah profil responden secara keseluruhan terkait sindrom metabolik yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, BMI (Body Mass Index), lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-lingkar pinggul, tekanan darah, gula darah puasa, dan kadar kolesterol total?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Apakah ada pengaruh edukasi tentang sindrom metabolik terhadap perilaku masyarakat di dusun Krodan, Maguwoharjo-Sleman, Yogyakarta? c. Seperti apakah profil kadar kolesterol total sebelum dan sesudah

pemberian edukasi serta evaluasinya berdasarkan pengaruh umur, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan yaitu “ Prevalensi Sindrom Metabolik Non DM di RSUD KOJA, Jakarta Periode tahun 2000-2004” (Santoso, Ndraha, Jeffry, Gunarso, 2004). Penelitian tersebut menggunakan pasien penyakit dalam yang menderita sindrom metabolik non DM dan jenis penelitian yang digunakan adalah metode survei yang bersifat deskriptif potong lintang, retrospektif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kuisioner yang diberikan sebelum dan sesudah pemberian edukasi (informasi) tentang sindrom metabolik berupa leaflet, selain itu dilakukan wawancara terstruktur dengan responden. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini lebih menitikberatkan pengaruh edukasi tentang sindrom metabolik terhadap perilaku masyarakat dusun Krodan, Maguwoharjo-Sleman, Yogyakarta khususnya terkait dengan kadar kolesterol total selain itu peneliti menggunakan responden yang memiliki BMI ≥ 23, berumur ≥35-≤45 tahun dan belum pernah diterapi terkait dengan sindrom metabolik serta menggunakan jenis penelitian eksperimental semu (kuasi) dengan non-randomized pretest-posttest control group design.

5

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan gambaran atau referensi dan pengetahuan tentang pemberian edukasi sindrom metabolik khususnya yang terkait dengan kadar kolesterol total pada masyarakat di dusun Krodan, Maguwoharjo-Sleman, Yogyakarta.

b. Manfaat praktis

Data yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pihak-pihak terkait dalam masalah sindrom metabolik terkait dengan kadar kolesterol total dan dapat memberikan informasi mengenai sindrom metabolik sehingga diharapkan dapat mencegah penyakit-penyakit dan menekan angka kejadian sindrom metabolik.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi tentang sindrom metabolik terhadap perilaku masyarakat di dusun Krodan, Maguwoharjo-Sleman, Yogyakarta terkait dengan kadar kolesterol total.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

a. Untuk mengetahui profil responden secara keseluruhan terkait sindrom metabolik yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, BMI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(Body Mass Index), lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-lingkar pinggul, tekanan darah, gula darah puasa, dan kadar kolesterol total.

b. Untuk mengetahui pengaruh edukasi tentang sindrom metabolik terhadap perilaku masyarakat di dusun Krodan, Maguwoharjo-Sleman, Yogyakarta. c. Untuk mengetahui profil kadar kolesterol total sebelum dan sesudah

pemberian edukasi serta evaluasinya berdasarkan pengaruh umur, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan.

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sindrom Metabolik 1. Pengertian

Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001, sindrom metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik, baik lipid maupun non lipid, yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Kelainan metabolik tersebut meliputi obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat dan kadar kolesterol high density liporotein/HDL rendah), tekanan darah meningkat, dan resistensi insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa).

Gambar1. Pasien yang Terkena Sindrom Metaboli

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Faktor Risiko

Lima kondisi dibawah ini terdaftar sebagai faktor risiko metabolik gangguan jantung. Sindrom metabolik didiagnosis ketika seseorang mempunyai minimal tiga faktor risiko gangguan jantung dibawah ini.

a. Ukuran pinggang yang lebar. Hal ini disebut dengan kegemukan perut atau mempunyai perut bulat seperti apel (“having an apple shape”). Kelebihan lemak pada area perut sangat berisiko mengalami gangguan jantung dibandingkan dengan kelebihan lemak pada bagian tubuh lain, seperti pada pinggul.

b. Tingginya tingkat kadar trigliserida di dalam darah. Trigliserida merupakan jenis lemak yang ada di dalam darah.

c. Rendahnya HDL kolesterol di dalam darah. HDL adalah kolesterol yang “baik” dipertimbangkan karena rendahnya HDL kolesterol dapat menyebabkan gangguan jantung.

d. Tingginya tekanan darah. Tekanan darah diketahui dengan adanya dua angka, biasanya ditulis satu di atas dan satunya di bawah, contoh 120/80 mmHg. Nomor yang di atas menunjukkan tekanan darah sistolik, yang menggambarkan tekanan aliran darah ketika jantung kontraksi. Nomor yang di bawah menunjukkan tekanan darah diastolik yang menggambarkan tekanan aliran darah ketika jantung relaksasi.

e. Tingginya kadar gula (glukosa) puasa. Tingginya kadar gula dapat menjadi peringatan terkena diabetes.

9

3. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

Saat ini, ada dua kriteria diagnosis sindrom metabolik yang banyak digunakan, yaitu kriteria WHO 1998 dan kriteria NCEP ATP III 2001. Kriteria WHO 1998 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes melitus, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor risiko lain, yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral, dan mikroalbuminuria. Kriteria sindrom metabolik WHO lebih menekankan adanya toleransi glukosa dan resistensi insulin. Namun, hal ini sulit dipraktikkan di klinik karena diperlukan pemeriksaan resistensi insulin dengan teknik euglymic clamp yang mahal, invasif, dan umumnya tidak tersedia pada banyak pusat kesehatan, selain mikroalbuminuria yang memerlukan pemeriksaan khusus. Pada 2001, NCEP ATPIII membuat suatu kriteria yang lebih mudah digunakan di klinik. Kriteria diagnosis NCEP ATPIII menggunakan komponen kriteria dan parameter yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah dipraktikkan secara klinis dengan tujuan mempermudah penegakan diagnosis dan mempermudah tindakan pencegahan.

Tabel I. Kriteria Sindrom Metabolik Menurut WHO Tahun 1998 Toleransi glukosa terganggu atau diabetes melitus dan/atau resistensi insulin dengan dua/atau lebih keadaan berikut:

Tekanan darah meningkat ≥ 160/90 mmHg

Trigliserida plasma meningkat ≥ 150 mg/dl

Dan/atau Kolesterol high density lipoprotein rendah Pria Wanita

< 35 mg/dl < 39 mg/dl Obesitassentral

Pria ratio lingkar pinggang-pinggul Wanita ratio lingkar pinggang-pinggul

> 0,9 > 0,85

Indeks Massa Tubuh > 30 kg/m2

Mikroalbuminuria rerata ekskresi albumin urin Ratio albumin : kreatinin

> 20 g/menit ≥ 30 mg/gr

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel II. Kriteria Sindrom Metabolik Menurut NCEP ATP III Tahun 2001 Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan bila didapatkan 3 atau lebih faktor resiko tersebut dibawah ini:

Obesitasabnormal (lingkar pinggang): Pria Wanita > 90 cm > 80 cm Trigliserida ≥ 150 mg/dl Kolesterol HDL: Pria Wanita < 40 mg/dl < 50 mg/dl Tekanan Darah ≥ 130 / ≥85 mmHg

Glukosa plasma puasa ≥ 110 mg/dl

(Ardiansjah, Adam, 2004)

4. Patogenesis Sindrom Metabolik

Menurut Adult Treatment Panel III (ATP III), penyakit kardiovaskular merupakan outcome primer dari sindrom metabolik. Ada enam komponen sindrom metabolik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular menurut ATP III, yaitu sebagai berikut ini.

a. Obesitas abdominal, yang dapat dilihat dengan meningkatnya ukuran lingkar pinggang.

b. Dislipidemia aterogenik, yang manifestasinya berupa peningkatan trigliserida dan rendahnya konsentrasi HDL pada analisis lipoprotein rutin. c. Meningkatnya tekanan darah, yang dihubungkan dengan obesitas dan

umumnya terjadi pada orang yang mengalami resistensi insulin.

d. Resistensi insulin dengan atau tanpa intoleransi glukosa, yang terutama terjadi pada orang dengan sindrom metabolik.

e. Stadium proinflamasi, yang secara klinis dapat diperhatikan dengan adanya peningkatan C-reactive protein (CRP). Salah satu penyebabnya adalah obesitas, karena kelebihan jaringan adiposa akan mendatangkan sitokin inflamatori yang akan menyebabkan meningkatnya level CRP.

11

f. Stadium protrombotik, yang dikarakteristikkan dengan peningkatan plasma plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 dan fibrinogen, juga dihubungkan dengan sindrom metabolik. Fibrinogen, suatu fase akut reaktan seperti CRP, mengalami peningkatan sebagai respon terhadap tingginya stadium sitokin.

(Scott, Bryan, James, Sidney, Claude, 2004)

OVERNUTRISI, AKTIVITAS FISIK TIDAK ADA

AKUMULASI LIPID OBESITAS (ABDOMINAL) DISREGULASI FUNGSI ADIPOSITOKIN DAN PRODUKSINYA RESISTENSI INSULIN

HIPERLIPIDEMIA INTOLERANSI GLUKOSA

ATHEROSKLEROSIS

HIPERTENSI

Gambar 2. Patofisiologi Sindrom metabolik

( Anonim, 2007d ) Sekarang ini, tidak dijelaskan apakah sindrom metabolik hanya disebabkan

oleh suatu hal, namun hal ini dapat dipercepat dengan adanya banyak faktor risiko yang mendasar. Yang terpenting dari faktor risiko yang mendasar adalah obesitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada perut dan resistensi insulin. Kondisi lain yang dapat dihubungkan yaitu meliputi kondisi fisik yang inaktif, ketidakseimbangan sistem hormon dan faktor genetik atau kecenderungan etnis (Anonim, 2004).

5. Penatalaksanaan Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik terdiri atas dua komponen utama, yaitu obesitas sentral dan beberapa faktor risiko penyakit jantung koroner baik berupa kelainana lipid maupun non lipid. Oleh karena itu, NCEP membagi penatalaksanaan tersebut yang ditujukan pada penyebab utama sindrom metabolik (yaitu menurunkan berat badan dan meningkatkan aktivitas tubuh) dan terapi yang ditujukan kepada faktor risiko lipid dan non lipid yang didapatkan pada penderita. Walaupun obesitas merupakan masalah utama pada sindrom metabolik, sesuai kesepakatan NCEP ATP III, dalam penatalaksanaan sindrom metabolik tetap harus didahulukan mencapai sasaran kolesterol LDL yang diinginkan sesuai jumlah faktor risiko yang ditemukan pada penderita.

Terapi terhadap obesitas, pembatasan kalori, olah raga, obat penurun berat badan

Terapi terhadap faktor risiko Dislipidemia

Hipertensi Hiperglikemia

Gambar 3. Penatalaksanaan Sindrom Metabolik

(Ardiansjah, Adam, 2004)

Dokumen terkait