• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL CINTA DALAM 99 NAMA-MU

B. Sinopsis Novel

Cerita dalam novel ini dimulai dari seorang pemuda yang bernama Alif yang merindukan sosok perempuan yang menyejukkan hati Alif atas tutur kata yang lembut memberikan motivasi ialah Ibu yang tak lama

meninggalkan keluarga Alif. Bapak Alif yang bernama Kaharuddin biasanya duduk dengan menyeruput kopi sambil membaca Koran.

Memang mereka berdua jarang berbica satu dengan lainnya, kecuali bicara tentang bisnis, karena sepenuhnya sudah ditangani oleh Alif. Alif sebagai anak tunggal, ketika Ibu masih ada Alif jarang sekali keluar rumah seketika Ibu sudah tak ada akibat kecelakaan di tol Padalarang Alif sering sekali keluar rumah.

Entah berkumpul dengan temannya ataupun minum-minuman beralkohol. Karena disetiap kantong Alif menyimpan minuman beralkohol tersebut dari kelas pasaran sampai yang terbilang mahal.Mencium tangan, satu-satunya ritual yang masih dilakukan dikeluarga Alif yang masih menjadi pengikat batin mereka.

Bayangan Ibu dan nasehatnya selalu hadir difikiran Alif, karena ibu selalu mendengarkan curahan hati Alif dan ibu memberikan nasehat, diantaranya hormati teman-teman perempuanmu. Dengan itu kamu menghormati Ibu, nasehat itu diberikan Alif ketika banyak teman perempuannya yang bernain kerumahnya Alif. Alif dan Zubair masuk mal.

Perempuan dengan baju berbahan denim lalu kerudung berwarna salem, kemudian lengkap dengan sepatu kets nya, wajah cantik dengan balutan make up, tutur katanya yang lembut, dan tegas dalam menghadapi masalah yang dihadapinya, ialah Arum. Arum yang sejak kecil memang sakit-sakitan, orang tua Arum memiliki kesibukkan masing-masing.

Papa sebagai kepala lapas, sedangkan Mama seorang dokter umum. Akan tetapi Papa dan Mama selalu saja bertengkar. Ketika usia Arum empat belas tahun ia harus berada dikursi roda untuk proses penyembuhan. Selama ini bisa dibilang jarang sajadah terbentang dirumah mereka. Bik Nah yang mengajarkan Arum untuk sholat sejak mendapat haid pertama.

Ketika Arum bersama dengan sahabatnya yang bernama Tantri belanja ke mal untuk membelikan makanan fried chicken untuk anak-anak yang diasuh oleh Arum, bahagia ketika berbagi dengan anak-anak memberikan energy semangat hidup.

Allah, Al-Wakill… Yang Maha Memelihara.

Ar-Ro’uuf… Maha Pengasuh.

Setelah antrian panjang giliran Arum membeli beberapa paket nasi dan ayam serta french fries . Setelah keluar tak lama kemudian datang dua orang laki-laki yang menabrak Arum sambil membawa makanan yang ia beli barusan, sehingga makanan yang Arum beli jatuh. Dua laki-laki tersebut tak mau mengalah.

Allah, As-Shabuur… Yang Maha Sabar.

Setelah pertengkaran yang cukup lama sehingga para pengunjung melihat mereka bertengkar Tantri melerainya. Kedua laki-laki tersebut Alif dan Zubair. Tantri belajar dari Arum untuk saling berbagi dengan orang

yang membutuhkan, maka dari itu Tantri ingin berbagi dengan anak-anak asuh Arum, akan tetapi dengan rasa ikhlas Tantri berikan.

Sederet asama’ul husna yang kemudian diulangnya sepanjang pulang, meski mampu meredakan, namun belum sepenuhnya menghilangkan kemarahan.

Maafkan Ya Allah… baru sedangkal ini kesabaran hamba-Mu. Penyakit Arum kambuh lagi, ia harus berjuang untuk kesembuhannya. Osteosarcoma terdeteksi di tubuhnya, Dokter mengabarkan peluang hidup yang dimiliki hanya tersisa enam puluh persen. Penyakit tersebut merupakan kanker tulang yang umumnya menyerang anak usia remaja.

Dari penyakit tersebut Arum bangkit, ia sering berdoa, meminta kepada Allah, memohon Sang Maha. Do’a yang terus diucapkan di antara hari-hari operasi, kemoterapi, dan radiasi. Sembuh dari dua kali kanker tulang, hingga bisa berjalan normal, benar-benar sebuah keajaiban bagi Arum. Ia menyibukka untuk menghafal nama-nama Allah.

Arum dan Farah mencari kontrakan yang sesuai dengan kreteria yang diinginkan Arum, rumah yang besar dapat menampung anak-anak lebih banyak lagi, dengan taman yang indah didepan rumah. Setelah beberapa jam berkeliling komplek belum menemukan juga, dan akhirnya tiba di sebuah rumah dengan tulisan di kontrakan.

Arum dan Farah langsung tertuju pada rumah tersebut, setelah berbincang-bincang dengan pemilik rumah yang menyebutkan angka untuk sewa satu tahun cukup menguras kantong Arum, akan tetapi itu tidak menjadi masalah buat Arum. Yang terpenting mendapatkan rumah sesuai apa yang diinginkan Arum, rumah singgah untuk anak-anak jalanan.

Alif bergegas menuju rumah sakit, karena tadi ditelfon oleh Sarpin. Ketika Alif itu wajah Alif memucat ketika melihat Bapaknya terbaring

diruang ICU, Alif bertanya kepada mang Sarpin, “Bagaimana bisa terjadi mang?” mang Sarpin menjawab “Tadi siang Bapak mau tidur siang, lalu

nanti jam tiga disuruh bangunin Bapak ketika saya bangunin badan Bapak sudah panas, ketika saya mau ngasih air minum Bapak sudah pingsan.

Sebenarnya tadi Bapak mau nelfon Alif tapi ndak jadi. Terus saya

bawa Bapak kerumah sakit”. Tak lama kemudia Dokterpu mengabarkan

bahwa Bapaknya Alif sudah tidak ada. Memang Alif harus belajar untuk sendiri, mandiri, kenapa harus secepat ini Allah mengambil Bapak Alif setelah kepergian Ibu.

Setelah beberapa hari Alif merenungi nasibnya, ia bersama Zubair sebagai tangan kanannya untuk bisnisnya, menyelusuri jalan bertemu dengan kakek tua pemulung yang kemudian ditraktir oleh Alif dan Zubair dirumah makan Padang, karena pada saat itu masih pagi jadi belum banyak pelanggannya sehingga bisa berbincang-bincang dengan leluasa.

Kakek antusias ketika bercerita dari keluarganya, pekerjaannya, anak-anak, hingga impiannya. Alif bertanya kepada kakeknya “Kek, apa yang menjadi impian kakek, karena kakek dengan pembawaan ceria?”

sempat Alif tercengang mendengarkan impiannya, kakek pun menjawab

“Kakek hanya ingin meninggal dalam keadaan khusnul khotimah”.

Setelah kematian Bapak Alif, keluarga dari Bapak Alif mengincar seluruh harta yang dimiliki Alif sekarang, sampai-sampai Alif difitnah masuk penjara. Akan tetapi yang tersisa hanya rumah yang masih tersimpan kenangan bersama Bapak dan Ibunya, dan sebuah vila milik keluarganya yang tak semua orang tau.

Alif masuk penjara awalnya ditantang oleh laki-laki yang gagah, bertato tak lama kemudian ia menyerang Alif akan tetapi Alif mengalah. Duduk disudut penjara orang tua itu hanya menyaksikan pertengkaran. Jika Ibu masih ada, apa yang akan dikatakan Ibu dalam situasi seperti ini?

Al-Quddus dekat. Tak pernah jauh. Semoga anak Ibu tak pernah

lupa meminta pertolongan kepada-Nya.

Tak lama ditinggal oleh Bapaknya Alif berada dalam pengaruh alkohol, selain itu kalimat-kalimat Ibu di penghujung hidup perempuan itu yang kemudian terngiang.

Alif berusaha untuk menghidupkan semangat lagi dalam hatinya agar bisa menghidupkan nama-nama Allah yang indah, karena hanya kepada-Nya Alif meminta dan hanya kepada-Nyalah Alif memohon.Ketika para narapidana tidur terlelap Alif menggoreskan tangannya kedinding masjid penjara.

Menggoreskan nama-nama-Nya Alif sudah perlahan berubah, dari kebiasaannya mengonsumsi minuman beralkohol, dan sekarang menghabiskan waktunya di masjid, untuk mempercantik masjid dengan mengukir 99 nama-Nya dalam Asmaul Husna. Selain itu Alif sering merenungi dosa-dosanya yang terlalu banyak. Selain menghabiskan di masjid, Alif juga bertadarus untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Al-Ghaffar, Maha Pengampun.

At-Tawwaab, Maha Menerima Taubat.

Arum sudah lama tak menjenguk Ayahnya dikantor Lapas, Arum melihat-lihat keadaan sekitar masjid, tak lama kemudian mata Arum tertuju pada sosok laki-laki yang pernah ia temui waktu di mall. Dalam hati Arum apakah itu dia? Yang pernah ngerjain Arum, gak mungkin dia. Kenapa dia berada di tahanan ini? akhirnyaArum mengetahui bahwa laki-laki itu Alif yang pernah bertemu di Mall.

Mereka berdua berbincang-bincang, memang Alif tak seperti dulu lagi, Alif sudah berubah dari yang kurang baik menjadi baik. Disitu Alif meminta maaf atas kelakuannya ketika di Mall, Alif berjanji setelah Alif

keluar dari tahanan akan membantu apa yang diperlukan anak-anak, Mereka bersepakat untuk membantu anak-anak dalam kegiatan sehari-harinya tidak dihabiskan hanya di jalan raya.

Setelah masa tahanan Alif selesai akhirnya Alif bisa menghirup udara bebas, sesuai dengan janji Alif, ia akan membantu Arum untuk mengurusi anak-anak singgah. Tak lama Alif mengunjungi rumah singgah disana anak-anak masih binggung dengan sosok lelaki itu siapa, dan dari belakang Arum keluar untuk menemui Alif,

Akhirnya Alif menepati janjinya. Disana Alif mengajari anak-anak untuk melukis nama-nama indah-Nya ditembok rumah singgahnya agar terlihat hidup. Disana mereka semua mulai akrab dengan kedatangan Alif. Hari-hari sudah mereka lalui bersama dengan anak-anak, memang Arum suka dengan anak-anak, Arum kasihan dengan pergaulan diluar sana.

Tak lama kemudian Mama dan Papa Arum menemui Arum di rumah singgah yang baru, Mama seperti biasanya selalu saja marah-marah karena Arum memang jarang sekali pulang kerumah karena Arum menghabiskan waktunya dengan anak-anak di rumah singgahnya yang baru.

Matahari tenggelam hari menunjukkan sudah malam, setelah Arum pulang bekerja tinggal mobil Arum yang berada di parkiran, tiba-tiba datang dua orang laki-laki yang bertubuh besar lalu menyikap Arum masuk kedalam mobil Arum.

Dengan nada yang keras laki-laki tersebut meminta kunci mobil Arum, Arum yang sebelumnya komunikasi dengan Alif melalui pesan singkat, Arum yang mulai panik mengatasi situasi tersebut. Arum selalu menyebut nama-Nya, meminta pertolongan kepada Allah, semoga ada seseorang yang menolongnya.

Alif yang awalnya menunggu balasan Arum yang biasanya Arum kalau menyetir mobil tidak mungkin membalas chattingannya, akan tetapi ini hal yang aneh kenapa Arum membalas chatnya. Hati Alif tak tenang lalu Alif mencari mobil Arum sudah tidak ada. Penjahat itu meminta uang kepada Arum, Arum hanya memiliki uang didompet tiga ratus ribu saja.

Penjahat tersebut tidak percaya akhirnya Arum disiksa dalam mobil. Disisi lain Alif juga mencari mobil Arum sudah ketemu dengan ciri-ciri mobil Arum kemudian diikuti, akan tetapi ternyata salah bukan mobil Arum, kemudian Alif putar balik sepertinya yang ini tidak salah dengan ciri-ciri mobil Arum.

Arum mengetahui bahwa dibelakang mobilnya ada Alif yang mengikutinya tak lama kemudian Arum membanting stir mobil hingga menabrak. Arum keluar mobil, penjahat tersebut tak mau kalah sehingga Alif dan penjahat tersebut bertengkar, tak lama kemudian penjahat tersebut mengeluarkan pisau tajam sehingga melukai tubuh Arum.

Alif merasa bersalah darah yang berkecucuran, lalu cepat Alif menuju ke rumah sakit terdekat. Alif mengabari Farah sahabat Arum

kemudian Farah menyampaikan kepada Bik Nah, dan anak-anak rumah

singgah untuk mendo’akan Arum yang sedang kritis di ICU.

Tak lama kemudian anak-anak singgah datang untuk menjaga Arum, karena Arum berada di ruang ICU, maka tak semua orang bisa masuk untuk menjaga Arum. Jadi anak-anak tersebut membuat giliran untuk menjaga Arum di rumah sakit, ada juga yang pulang ke rumah

singgah untuk mendo’akan dari rumah.

Anak-anak setiap selesai menjalankan ibadah sholat mereka semua tak henti-hentinya mendo’akan untuk kesembuhan Arum, selalu menyebut

Asma-Nya yang indah. Alhamdulillah setelah beberapa hari koma di ICU, Arum sudah dipindahkan dari ruang ICU, anak-anak singgah sudah mulai senang mendapatkan kabar bahwa Arum sudah siuman dari koma, dan tak lama kemudian Arum boleh pulang kata dokter.

Dirumah singgah anak-anak menyiapkan kejutan buat Arum, setelah Arum sampai di rumah singgah merasakan rindu ingin berkumpul dengan anak-anak, akan tetapi kondisi harus banyak istirahat. Beberapa hari kemudian Arum sudah sembuh dari tusukan penjahat kemaren. Mereka semua berkumpul bersama tak lama kemudian Papa dan Mama Arum datang.

Karena kemaren sudah dikabari bahwa Arum sedang sakit, seperti biasa orang tua Arum masih sibuk dengan pekerjaannya. Tak lama

kemudian datang sosok lelaki gagah yang selama ini dekat dengan Arum. Yang sama-sama mendekap 99 nama Sang Pencipta dengan hangat.

Pemuda itu bersimpuh, tangannya menjulurkan sekuntum mawar putih dan kotak mungil berisi cincin. Arum mengatupkan kedua tangan ke wajah.

Duhai Pemilik 99 Nama, tuntun hamba melalui perkara pekik ini.

Arum tak yakin jika bersama Alif akan terasa singkat, “Kamu siap,

jika kebersamaan kita demikian singkat? Buat apa merencanakan masa depan jika tahu kita sama-sama akan hancur?” ujar Arum, lalu Alif menjawab, “Menikah denganmu, menjadi suamimu meski hanya sehari,

itu anugerah yang tak boleh kubiarkan lepas”.

Mereka saling berpandangan, jika salah, bearti aku hanya punya satu kesempatan yang tak boleh kulepaskan, meraih anugerah yang Allah sediakan buatku. Alif masih menunggu jawaban dari Arum. Lalu dari derai air mata, dua titik pada sepasang mata pemilik seraut wajah pasi, lambat laun berkerlip.

C. Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Adapun unsur-unsur untrinsik pada novel Cinta dalam 99 Nama-Mu adalah sebagai berikut :

1. Tema

Tema novel ini adalah menceritakan tentang kisah kecintaan anak manusia pada Tuhannya dan Ia senantiasa menyebut nama-Nya. Cinta dalam 99 asma Allah yang dapat menggugah inspirasi bagi para pembacanya.

2. Penokohan

Berikut ini adalah tokoh-tokoh utama adalam Novel Cinta dalam 99 Nama-Mu

a. Alif

Alif adalah tokoh utama atau sentral dalam novel Cinta dalam 99 Nama-Mu. Alif adalah anak tunggal dari pasangan suami istri, Kaharuddin bapaknya Alif yang sudah berumur enam puluhan, semenjak Ibu meninggal dalam kecelakaan di tol Padalarang, Alif sering keluar rumah bahkan hampir tak pernah betah di rumah.

Meski Kaharuddin dengan Alif tinggal satu rumah, keduanya hampir tak pernah berbincang lama. Akan tetapi mencium tangan, satu-satunya ritual yang masih menjadi pengikat hubungan batin mereka. Alif tak punya tempat untuk mencurahkan rindu, Alif hanya bisa menyibukkan diri dengan bisnis dan beberapa lahan parker sebagai berikut :

“Pagi hingga siang tadi, pemuda berambut gondrong sebahu

dan agak ikal itu tak keluar rumah. Sejak kemaren hingga menjelang Shubuh ia mengurus bisnis, beberapa lahan parker yang mulai mendapat gangguan dari ‘jagoan’ yang minta jatah.

Satu-dua dari mereka bahkan mulai kasar dan menggunakan backing.” (Nadia,2018: 4)

b. Kaharuddin

Kaharuddin adalah bapak Alif, memang mereka berdua tidak sering berbincang-bincang terlalu lama, walaupun hanya sekedar berbica tentang bisnis. Kelihatannya bapak Kaharuddin cuek tapi sebenarnya ia mengagumi Alif. Seperti ungkapan Kaharuddin sebagai berikut :

“Kaharuddin, sang bapak, cuma tertawa. Laki-laki berumur enam puluhan itu melirik anaknya. Sejak dulu diam-diam ia mengagumi sosok si anak semata wayang yang gagah, juga mewarisi penampilan dirinya yang kata orang mirip bintang

film Bollywood” (Nadia,2018: 5)

c. Zubair

Zubair adalah anak buah Alif, yang mengurus Alif mengurus beberapa lahan parker di wilayah Jakarta, dan menangani kontrakan yang berada di bilangan Kebon Baru, Tebet dan Manggarai. Sseperti yang dikatakan Zubair kepada Alif sebagai berikut :

“Anu Bos, biasa…,”Zubair, anak buah Alif melapor,”ada yang telat bayar kontrakan.”Alif memegang ponsel dengan tangan kiri, menekan loudspeaker, dan menempatkan di depan mulut,

“tinggal dihitung aja berapa dendanya, kan jelas peraturannya.”

d. Arum

Arum adalah anak semata wayang Arum dengan tubuh ringkihnya, Arum mampu melawan penyakit yang ada di tubuhnya. Ketika Allah sedang menguji Arum, Arum selalu bersandar kepada Allah, dan semua permasalahan selalu dikembalikan kepada-Nya. Ketika Arum kehilangan dompet ia juga bersandar kepada-Nya sebagai berikut :

“Arum menatap Adi hingga menghilang di kelokan jalan.

Senyum ramah tetap terulas di bibir. Gadis itu meraba resleting pinggir tas tangan. Lengkung bibir kian lebar. Dari awal ia tahu anak itu mengincar dompetnya. Dan barangkali itu satu-satunya alasan Adi melayani pertanyaannya. Menunggu kesempatan. Tak apa. Allah Ar-Rozaq. Dia Maha Pemberi Rezeki.”

(Nadia,2018: 19) e. Adi

Adi adalah seorang anak jalanan, karena kesehariannya yang selalu menghabiskan waktunya di jalan. Suatu hari bertemu dengan Arum di halte bus, sehingga mereka berdua berbincang-bincang cukup lama. Disela itu Adi memiliki sifat kurang baik, yaitu mengambil dompet Arum, sebagai berikut :

“Bocah itu memandang ragu. Tak lama, tangan dekilnya

menyambar kartu nama, sebelum akhirnya berlari cepat kilat meninggalkan Arum.

Terlambat sedikit, perempuan itu bisa tahu kalau dompetnya

sudah tak ada lagi di tas, piker si bandit kecil ketakutan.”

f. Papa

Papa adalah orang tua Arum, yang bekerja sebagai kepala lepas. Papa yang memiliki cambang lebat dengan dunia penjara yang keras. Sosok papa berbadan tinggi besar lalu berjenggot dan kumis tebalnya. Sebenarnya Papa lebih banyak diam, dan mengalah ketika bertengkar dengan Mama sebagai berikut :

“Nggak perlu jadi orang religius untuk tahu korupsi itu salah.

Papa menghela napas. Kalimat itu menghentikan pertengkaran, sebab Papa mengucapkannya sambil mendorong kursi roda

putrinya kekamar.” (Nadia,2018: 26)

g. Mama

Mama adalah ibu yang melahirkan Arum, Mama bukan tipikal perempuan yang mudah goyah pendirian, bisa dianggap Mama yang cerewet tapi sebenarnya dibalik itu semua pasti ada kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya sebagai berikut :

“Punya rumah sendiri, malaha tinggal di rumah orang lain.

sekarang Mama ngerti kenapa kamu pilih mengotrak dari pada kos atau di apartemen! Intonasi Mama semakin meninggi. Apa kata orang, Arum? Dikiranya Mama nggak becus mengurusmu. Punya anak perempuan satu saja nggak kerasan tinggal di

rumah.” (Nadia,2018: 43)

h. Bik Nah

Bik Nah adalah asisten rumah tangga Arum, Bik Nah seorang yang baik hati, selalu saja membantu apa yang dibutuhkan keluarga Arum, sampai-sampai yang mengajari Arum untuk sholat

sejak haid pertama, karena sholat bearti dekat dengan-Nya yaitu Bik Nah sebagai berikut :

“Kalau sudah haid, wajib sholat, Neng. Sholat itu pembeda

yang iman dan yang ingkar. Orang sholat dekat sama Allah, dan kalau dekat doa-doa kita bisa dikabulkan, Neng Ayu.”

(Nadia,2018: 26) i. Tantri

Tantri adalah sahabat Arum yang sempat menghilang dan baru sebulan belakangan muncul. Tantri yang selalu meledek Arum, karena Arum tidak memperdulikan laki-laki yang selalu mendekatinya, sebagai berikut :

“Kamu nggak suka cowok ya? Cetus Tantri yang penasaran. “Emang aku kelihatan abnormal?” Arum balik bertanya,

“Habis, kayak nggak butuh pacar. Nggak butuh dan nggak

prioritas itu dua hal berbeda,Non “ (Nadia,2018: 30)

j. Dito

Dito adalah salah satu anak jalanan, bekerja sebagai tukang semir. Keluar rumah karena diusir oleh orang tuanya, karena mencuri ayam. Kemudian tinggal bersama Arum di rumah singgah, sebagai berikut :

“Dito mencuri ayam karena…..” Arum menunggu. Wajah Dito

memerah. Malu campur sedih dengan kenangan masa lalu.

“Karena, ibu Dito yang sedang hamil bilang,” Dito

mengerjapkan matanya yang tiba-tiba berkaca, menghapus beberapa titik bening yang meluncur cepat di pipi. Ibu Dito bilang ingin sekali makan ayam. Bapak nggak punya uang. Jadi Dito ambil ayam Pak Ragil. Sayang ketahuan. Dito langsung

diarak keliling desa. Bikin malu Bapak sama Ibu.”

(Nadia,2018: 91) k. Umar

Umar adalah salah satu anak di rumah singgah Arum, Umar yang berumur sepuluh tahun menjajakan keripik buatan ibunya seperti berikut :

“Umar tak jauh berbeda. Bocah sepuluh tahun itu menjajakan

keripik singkong buatan ibunya, yang dibungkus kecil-kecil, di sekitar pusat perbelanjaan. Sering larut malam, Umar pulang ke

rumah mereka.” (Nadia,2018: 147)

l. Farah

Farah adalah teman kerjanya Arum, yang menemani Arum mencari tempat tinggal yang berada tak jauh dari kantor, Farah juga memikirkan laki-laki yang belum tentu juga bersama, akan tetapi Farah berkata bijak mengenai laki-laki kepada Arum sebagai berikut :

“Seperti yang sering kamu bilang. Jangan mencaci, tapi doakan orang yang kamu sebelin agar dapat hidayah,” Farah menenangkan, “Kalau benci jangan terlalu dimasukkan ke

dalam hati, kalau suka tak boleh membabi buta. Mana tahu

suaru saat kita malah deket dengan dia.” (Nadia,2018: 116)

m. Sarpin

Sarpin adalah laki-laki setengah baya yang biasa mengurus rumah Alif. Sarpin juga berusaha untuk menjaga Kaharuddin dan keluarga Alif sekuat dan sebisa Sarpin. Ketika Alif bertanya keadaan Bapaknya kepada Sarpin sebagai berikut :

“Apa yang terjadi, Mang?” Suara Alif berbisik di telinga

Sarpin, setelah melihat asisten Bapaknya mulai tenang. Sarpin mengucap istighfar pelan bicara,

“Tadi Bapak bilang, sehabis Dzuhur mau istirahat sebentar dan minta dibangunkan pas Ashar karena mau nelpon kamu,Lif

Dokumen terkait