• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frasa membicarakan hubungan antara sebuah kata dan kata yang lain. Frasa terdiri atas frasa eksosentris dan frasa endosentris. Frasa eksosentris terdiri atas frasa eksosentris direktif (berpartikel) dan frasa eksosentris nondirektif (konektif dan predikatif). Frasa endosentris terdiri atas frasa endosentris berinduk tunggal dan frasa endosentris berinduk jamak. Frasa endosentris berinduk tunggal dapat dibedakan menjadi frasa nominal, frasa pronominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa numeral. Frasa endosentris berinduk jamak terbagi menjadi frasa koordinatif dan frasa apositif.

Frasa Eksosentris

Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya, baik dengan sumbu maupun dengan preposisi. Frasa eksosentris mempunyai dua komponen. Komponen yang pertama berupa perangkai dan perangkai itu berwujud preposisi partikel dan komponen kedua berupa sumbu. Frasa yang berperangkai preposisi disebut frasa preposisional atau frasa eksosentris direktif. Frasa yang berperangkai lain disebut frasa eksosentris nondirektif.

a. Frasa Eksosentris Direktif (Frasa Preposisional)

Pada dasarnya, frasa preposisional menunjukkan makna berikut: · Tempat, seperti di kampus, ke sekolah, dan pada lemari. · Asal arah, seperti dari rumah dan dari kampung.

· Asal bahan, seperti (cincin) dari emas dan (jaket) dari kulit. · Tujuan arah, seperti ke Lombok dan ke kampus.

· Perihal, seperti tentang bahasa dan (terkenang) akan kebaikannya. · Tujuan, seperti untukmu dan buatku

· Sebab, seperti karena, lantaran, sebab, gara-gara (kamu). · Penjadian, seperti oleh karena dan untuk itu.

· Kesertaan, seperti denganku dan dengan ibu. · Cara, seperti dengan baik dan dengan senang. · Alat, seperti dengan palu dan dengan penggaris.

· Keberlangsungan, seperti sejak kemarin, dari tadi, dan sampai nanti. · Penyamaan, seperti selaras dengan, sesuai dengan, dan sejalan dengan. · Perbandingan, seperti sebagai bandingan dan seperti dia.

b. Frasa Eksosentris Nondirektif

Frasa eksosentris nondirektif dapat dibedakan menjadi (a) frasa yang sebagian atau seluruhnya memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagiannya, seperti si kancil, si terdakwa, sang kancil, sang kekasih, kaum marginal, kaum pengusaha,para pemuda; (b) frasa yang seluruhnya berperilaku sama dengan salah satu unsurnya. Artinya, terdakwa dan kekasih memiliki perilaku sama dengan si terdakwa atau sangkekasih. Misalnya sama-sama dapat menduduki fungsi subjek atau objek. Berikut contohnya.

· Aku bertanya kepada (si) terdakwa.

· Ia tampak gusar menunggu kedatangan (sang) kekasih.

· (Si) terdakwa menembak rekannya yang justru ingin menolongnya.

· (Sang) kekasih rupanya kini telah berperan ganda, sebagai kekasih sekaligus sebagai manajer tim. Akan tetapi, ada juga frasa yang tidak memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagiannya, seperti yang mulya, yang besar, yang hebat, yang itu, yang muda,yang bercinta. Jadi, yang hebat tidak berperilaku sama dengan yang dan tidak berperilaku sama pula dengan mulya atau hebat.

Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang seluruhnya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan perilaku salah satu komponennya. Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi frasa endosentris berinduk tunggal (frasa modifikatif) dan frasa endosentris berinduk jamak.

Frasa endosentris berinduk tunggal terdiri atas induk yang menjadi penanda kategorinya dan modifikator yang menjadi pemerinya. Frasa endosentris berinduk tunggal dapat diperinci sebagai berikut.

· Frasa nominal adalah frasa yang terdiri atas nomina (sebagai pusat) dan unsur lain yang berupa adjektiva, verba, numeralia, demonstrativa, pronomina, frase preposisional, frasa dengan yang, konstruksi dengan yang ...-nya, atau frasa lain. Contoh: meja batu, kursi rotan, tukang septau, dokter mata, teman separtai, aturan setempat, anak manis, orang yang dicintainya.

· Frasa Pronominal adalah frasa yang terdiri atas gabungan pronomina dan pronomina atau gabungan pronomina dan adjektiva, adverbia, numeralia, atau demonstrativa. Contoh: kami berdua, engkau sendiri, mereka itu, kalian ini, tidak hanya kamu, kamu dan dia.

· Frasa verbal adalah frasa yang terdiri atas gabungan verba dan verba atau gabungan verba dan adverbia atau gabungan verba dan preposisi gabungan. Contoh: pergi kerja, berlari cepat, bernyanyi merdu, tidur dengan nyamuk.

· Frasa adjektival adalah frasa yang terdiri atas gabungan beberapa kata atau yang terdiri atas induk berkategori adjektiva dan modifikator berkategori apa pun, asalkan seluruhnya berprilaku sebagai adjektiva. Contoh: sedikit masam, agak pusing, cantik benar, gagah berani, panas terik, hitam kelam, sering tidak ingat, agak nakal juga.

· Frasa numeral adalah frasa yang terdiri atas numeralia sebagai induk dan unsur perluasan lain yang mempunyai hubungan subordinatif dengan nomina penggolong bilangan, dan nomina ukuran. Contoh: sembilan gelas, dua lusin, dua atau tiga, sudah lima, beribu-ribu lalat, beberapa sak semen. b. Frasa Endosentris Berinduk Banyak

Frasa endosentris berinduk banyak terdiri atas beberapa komponen yang sederajat dalam fungsi dan kategori. Frasa ini terbagi menjadi frasa koordinatif dan frasa apositif.

· Frasa Koordinatif adalah frasa endosentris berinduk banyak, yang secara potensial kompenennya dapat dihubungkan dengan partikel, seperti dan, ke, atau, tetapi,ataupun konjungsi korelatif, seperti baik ... maupun dan makin ...makin. Contoh:kaya atau miskin, untuk dan atas nama klien, baik merah maupun biru, makin tua makin bermutu.

Jika tidak menggunakan partikel, agbungan itu disebut frasa prataktis, seperti tua muda, besar kecil, ibu bapak, dan kaya miskin.

· Frasa Apositif adalah frasa endosentris berinduk banyak yang secara luar bahasa komponennya menunjuk pada maujud yang sama. Contoh: Megawati Soekarnoputri, salah seorang mantan Presiden Republik Indonesia.

Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat, dan berpotensi menjadi kalimat. Dengan kata lain, klausa membicarakan hubungan sebuah gabungan kata dan gabungan kata yang lain.

Klausa dapat dibedakan berdasarkan distribusi satuannya dan berdasarkan fungsinya. Berdasarkan distribusi satuannya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Berdasarkan fungsinya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa subjek, klausa objek, klausa keterangan, dan klausa pemerlengkapan.

1. Klausa Berdasarkan Distribusi Satuan

Berdasarkan potensinya untuk dibentuk menjadi kalimat, klausa dapat dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang berpotensi menjadi kalimat lengkap. Klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi menjadi kalimat lengkap, tetapi hanya berpotensi menjadi kalimat minor.

2. Klausa Berdasarkan Fungsi

Berdasarkan fungsinya, klausa ternyata dapat menduduki fungsi subjek, objek, keterangan, dan pelengkap.

a. Subjek

Subjek adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau frasa nominal yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara (penulis). Di dalam bahasa Indonesia, subjek biasanya mendahului predikat, seperti:

· Kami sekeluarga berlibur · Berenang itu menyehatkan

Kedua klausa itu disebut klausa inti karena terdiri atas subjek (kami sekelurga,berenang itu) serta predikat (berlibur, menyehatkan). Kedua klausa itu dapat menjadi inti kalimat, yang bagian-bagiannya juga tetap menduduki fungsi subjek dan predikat, seperti:

· Kami sekeluarga bulan yang lalu berlibur di Bali.

· Berenang itu ternyata dapat turut menyehatkan fisik dan mental. b. Objek

Objek adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau frasa nominal yang melengkapi verba transitif. Obje dikenai pebuatan yang disebutkan dalam predikat verbal. Objek dapat dibagi menjadi objek langsung dan objek tak langsung.

Objek langsung adalah objek yang langsung dikenai perbuatan yang disebut dalam predikat verbal; objek tak langsung adalah objek yang menjadi penerima atau yang diuntungkan oleh perbuatan yang terdapat dalam predikat verbal. Contoh objek langsung:

· Bibi sedang menanak nasi. · Ibu membawa minuman.

Nasi pada contoh di atas merupakan objek bagi verba menanak dan minumanmenjadi objek bagi verba membawa.

Contoh objek tak langsung:

· Bibi sedang menanakkan nasi untuk kita semua. · Ibu membawakan minuman untuk ayah.

Kita semua objek tak langsung bagi verba menanakkan, sedangkan ayah objek tak langsung bagi verba membawakan.

c. Keterangan

Klausa keterangan adalah klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi meluaskan atau membatasi makna subjek atau makna predikat. Contohnya:

· Keterangan akibat: penjahat itu dihukum mati · Keterangan sebab: karena sakit, ia tidak jadi ikut · Keterangan jumlah: bagai pinang dibelah dua

· Keterangan alat: dinaikkan dengan mesin pengangkat · Keterangan cara: diterima dengan baik

· Keterangan kualitas: berlari bagai kilat · Keterangan modalitas: mustahil ia berbohong

· Keterangan pewatas: keterangan lebih lanjut, diceritakan lebih detail · Keterangan subjek: guru yang baik, rumah yang bersih

· Keterangan syarat: angkatlah jika kuat · Keterangan objek: menjadi istri yang baik · Keterangan tujuan: bekerja untuk hidup

· Keterangan tempat: datang dari Lombok, pergi ke Solo

· Keterangan waktu: ditunggu sampai besok pagi, berangkat masih subuh · Keterangan perlawanan: meskipun lambat, selesai juga dikerjakannya d. Pelengkap

Klausa pelengkap adalah klausa yang terdiri atas nomina, frasaa nomina, ajektiva, atau frasa adjektiva yang merupakan bagian dari predikat verbal, seperti:

· Abangku menjadi pilot · Kami bermain bola

· Aku dianggap patungpaman berdagang kain · Negara kita berdasarkan pancasila

3. Klausa Berdasarkan Struktur a. Klausa Verbal

Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya verba. Contohnya: · Saya makan

· Ibu menyiapkan makanan

Klausa verbal terdiri atas klausa verbal aktif transitif dan klausa verbal aktif tak transitif. Klausa verbal aktif adalah klausa yang menunjukkan bahwa subjek melakukan pekerjaan seperti yang disebutkan dalam predikat verbalnya. Verba yang menjadi predikatnya berimbuhan meng- atau ber-. Contohnya: · Adik menangis

· Kami bermain bola

Klausa verbal aktif transitif adalah klausa yang predikat verbalnya mempunyai sasaran dan/atau mempunyai objek. Verba yang menjadi predikatnya berimbuhanmeng-, meng-/-i, meng-/-kan. Contohnya:

· Aku mengirimkan surat · Bibi menjual makanan

Selain itu ada juga verbal aktif yang tidak menyebutkan objek karena objek itu amat dipahami masyarakat pemakai bahasa. Misalnya, pemakai bahasa Indonesia dapat memahami bahwa klausa mereka makan bersama berarti ‘mereka makan nasi bersama’ dan kelakuannya sangat menarik berarti ‘kelakuannya sangat menarik hati’.

Klausa verbal aktif transitif resiprokal adalah klausa yang subjeknya melakukan pekerjaan yang disebut predikat verbalnya, tetapi secara berbalasan atau klausa yang subjeknya saling melakukan pekerjaan yang disebutkan predikat verbalnya.

Klausa jenis ini ada yang bersubjek tunggal dan ada juga yang bersubjek jamak. · Bersubjek tunggal: ia berpandangan dengan ibunya

· Bersubjek jamak: mereka berbantah, mobil bertabrakan, perusuh baku pukul

Klausa verbal pasif adalah klausa yang menunjukkan bahwa subjek dikenai pekerjaan atau sasaran perbuatan seperti yang disebutkan dalam predikat verbalnya. Verba yang menjadi predikatnya berimbuhan di-, ter-, atau ber-, ke-/-an atau diawali oleh kata kena.

· Dikenai pekerjaan, seperti kakak bercukur, korban tertembak, korban ditembak, kami kehujanan · Dikenai sasaran perbuatan, seperti melarikan diri, memperkaya diri

Klausa verbal aktif tak transitif adalah klausa yang predikat verbalnya tidak mempunyai sasaran dan tidak mempunyai objek. Contohnya:

· Kelakuannya menjadi-jadi · Pengetahuan kita bertambah · Para nelayan bersatu

b. Klausa Nonverbal

Klausa nonverbal adalah klausa yang predikatnya berupa nomina, pronomina, adjektiva, numeralia, atau frasa preposisional, seperti:

· Saya ke bandung · Ayahku guru · Dia sedang sakit

Klausa ekuatif adalah klausa nonverbal yang predikatnya menggunakan adalahatau merupakan, seperti: · Menjaga kebersihan kelas merupakan tugas kita bersama.

· Yang kuinginkan adalah hidup tenang dan damai. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah subjek dan predikat, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun

potensial terdiri atas klausa. Dapat dikatakan bahwa kalimat membicarakan hubungan antara sebuah klausa dan klausa yang lain.

Menurut bentuknya, kalimat dibedakkan menjadi kalimat tunggal, kalimat tunggal dan perluasannya, serta kalimat majemuk. Kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk setara, kaliamt majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.

1. Kalimat Menurut Bentuk a. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu subjek dan satu predikat. Dengan demikian, semua kalimat dasar adalah juga kalimat tunggal. Kalimat tunggal dapat diperoleh dari beberapa segi. · Kalimat tunggal adalah kalimat dasar murni.

Contoh: Rupiah menguat.

· Kalimat tunggal adalah kalimat dasar yang diperluas dengan berbagai keterangan. Contoh: Wisatawan asing berkunjung ke Indonesia.

· Kalimat tunggal adalah kalimat dasar yang berubah susunannya. Contoh: Berdiri aku di senja senyap.

Dalam bahasa Indonesia terdapat enam pola kalimat, yaitu: · Subjek (KB) + Predikat (KK): Pakar politik berdiskusi.

· Subjek (KB) + Predikat (KK) + Objek (KB): Mahasiswa mengikuti ujian.

· Subjek (KB) + Predikat (KK) + Objek (KB) + Pelengkap (KB): Dosen membawakan saya buku bahasa Indonesia.

· Subjek (KB) + Predikat (KS): Harga kertas mahal. · Subjek (KB) + Predikat (K. Bil): Komputernya dua buah. · Subjek (KB) + Predikat (KB): Temanku guru SMU 1.

Untuk menciptakan beragam kalimat tunggal, enam pola dasar di atas dapat diperluas unsur-unsurnya. · Pola 1 adalah pola kalimat yang hanya mengandung unsur subjek nomina dan unsur predikat verba. Contoh : Kami berjuang.

· Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina, berpredikat verba, dan berobjekkan nomina. Contoh: Kami mencairkan dana.

· Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina, berpredikat verba, berobjek nomina, dan berpelengkap nomina. Contoh: Surat kabar memberikan saya kepintaran.

· Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan yang berpredikat adjektiva. Contoh: Suku bunga bank sangat tinggi.

· Pola 5 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan yang berpredikat numeralia. Contoh: Panjang mobil itu empat meter.

· Pola 6 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan yang berpredikatkan nomina. Contoh: Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia itu seorang peneliti.

b. Perluasan Kalimat Tunggal

Keenam pola kalimat dasar itu dapat dapat diperluas dengan unsur keterangan. · Keterangan tempat, seperti di sini, ke Solo, dan sekitar kota.

· Keterangan waktu, seperti setiap tahun, pada pukul 14.00 WIB, dan minggu ketiga. · Keterangan alat, seperti dengan pensil, dengan keris, dan dengan kertas tebal. · Keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, mungkin, sering, sepatutnya. · Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, belum, telah, dan mau.

· Keterangan cara, seperti dengan berhati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, secara sepihak, dan dengan tergesa-gesa.

· Keterangan sebab, seperti sebab, karena, lantaran.

· Keterangan tujuan, seperti untuk, demi, guna, supaya, agar, demi, ke. · Keterangan akibat, seperti akibatnya, akhirnya, sehingga, maka.

· Keterangan pewatas, seperti yang luka, yang berdemonstrasi, yang pendek, dan yang peneliti. · Keterangan tambahan (aposisi), sepperti Kak Adi pada kalimat Penulis buku cerita anak-anak, Kak Adi, menyanyikan lagu daerah.

Setiap unsur dalam kalimat dapat diperluas dengan mempergunakan beberapa keterangan. Contoh: Presiden memerhatikan kepentingan masyarakat.

Dapat diperluas menjadi: Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, memerhatikan kepentingan masyarakat.

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu kesatuan (Hasan Alwi dkk, 2003: 40).

· Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih yang digabungkan dengan kata penghubung yang menunjukkan kesetaraan, seperti dan, atau, sedangkan, dan tetapi.

Contoh: Ayahnya pergi dan dia pun menangis. · Kalimat Majemuk Bertingkat (Taksetara)

Kalimat majemuk bertingkat terdiri atas unsur anak kalimat dan unsur induk kalimat. Induk kalimat merupakan inti gagasan, sedangkan anaka kalimat adalah gagasan yang dipertalikan dengan gagasan induk kalimat.

Contoh: Apabila ingin melihat Taman Mini Indodonesia Indah, tentu kamu harus datang ke Jakarta. Anak kalimatnya adalah Apabila ingin meihat Taman Mini Indonesia Indah;induk kalimat adalah kamu harus datang ke Jakarta.

· Kalimat Majemuk Taksetara Rapatan

Kalimat majemuk taksetara dapat juga dirapatkan jika terdapat unsur subjek sama. Contoh: Mereka sudah menyelesaikan tugas.

Mereka boleh mengambil tanda terima.

Kedua kalimat tunggal di atas dapat dijadikan kalimat majemuk taksetara rapatan, karena memiliki subjek yang sama.

Karena sudah menyelesaikan tugas, mereka boleh mengambil tanda terima. · Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemuk campuran terdiri atas kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara, atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

Contoh: Karena pembicaraan mengeni pemecahan atom belum rampung, kami terpaksa bekerja sampai malam dan melakukan pembagian kerja dengan lebih baik lagi.

2. Kalimat Menurut Fungsi a) Kalimat Pernyataan (Deklaratif)

Contoh: Para peneliti memperlihatkan alur perkembangan kehidupan ulat. b) Kalimat Pertanyaan (Interogatif)

Kalimat pertanyaan dipaki jika penulis ingin memperoleh informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan.

Contoh: Di mana mereka melakukan latihan? c) Kalimat Perintah atau Permintaan (Imperatif)

Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang melakukan (berbuat) sesuatu.

Contoh: Dilarang merokok di ruangan ini! d) Kalimat Seruan

Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan yang kuat atau yang mendadak. Contoh: Bukan main sulitnya soal itu.

D. WACANA

1. Pengertian wacana

Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.

Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

3. Struktur Wacana Bahasa Indonesia a) Elemen-elemen Wacana

Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama. Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.

b) Relasi Antarelemen dalam Wacana

Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan. Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan. c) Struktur Wacana Bahasa Indonesia

Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.

4. Referensi dan Inferensi Serta Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia a) Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia

Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik

maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

b) Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.

Dokumen terkait