• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemurnian gliserol dilakukan dengan menggunakan reaktor pemurnian yang meliputi proses pengasaman (asidifikasi) dengan menggunakan asam fosfat teknis 85 % sebanyak 0,5 % (v/v) kemudian dilanjutkan dengan proses vakum filter dan vakum distilasi.

Proses pemurnian yang dilakukan adalah sebagai berikut: gliserol kasar dipanaskan mencapai suhu 50 oC kemudian ditambahkan asam fosfat teknis sebanyak 5 % (v/v). Selanjutnya reaksi dilakukan pada suhu 75-80 oC dan diaduk selama 4 jam. Produk yang terbentuk didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk tiga lapisan. Lapisan paling bawah berbentuk padatan merupakan garam kalium fosfat, lapisan tengah adalah gliserol dan lapisan atas adalah sisa asam lemak. Lapisan tengah dan atas dipisahkan dari lapisan paling bawah. Filtrat yang dihasilkan kemudian dipisahkan dengan vakum filter. Pemurnian dilanjutkan dengan destilasi vakum untuk menguapkan air dan sedikit metanol yang masih terkandung dalam gliserol. Distilasi vakum dilakukan dua tahap yaitu pada temperatur 95 oC dan 150 oC selama 3 jam dan dihasilkan gliserol murni dengan kadar 94 %.

Analisis Sifat Fisiko-kimia Sampel Gliserol dan Katalis MESA

Analisis sifat fisikokimia gliserol yang dilakukan mencakup kadar abu (SNI 06-1564-1995), kadar gliserol (SNI 06-1564-1995), densitas dengan menggunakan densitymeter DMA 4500M Anton Paar, viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield DV-III ultra, warna (visual), pH dengan menggunakan pH meter, bilangan asam (SNI 01-3555-1998), titik nyala (ASTM D 92 2005a), titik tuang (ASTM D 97 2009) dan kadar air (SNI 06-1564-1995).

Analisis sifat fisikokimia katalis MESA mencakup densitas dengan menggunakan density meter DMA 4500M Anton Paar, viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield DV-III ultra, pH dengan menggunakan pH meter, warna (visual), dan bilangan asam (SNI 01-3555-1998).

A. Sintesis Gliserol Ester

Pada tahap ini dilakukan esterifikasi gliserol 94 % dengan asam lemak oleat, asam lemak stearat, asam lemak palmitat dan asam lemak miristat menggunakan katalis MESA 0,5 % (w/w) dengan rasio mol gliserol terhadap asam lemak sawit 0,94:1. Proses esterifikasi berlangsung pada suhu 180 °C selama 90 menit, 120 menit dan 150 menit dengan kecepatan putar pengaduk 400 rpm dan dialirkan gas nitrogen 100 cc/menit untuk menciptakan kondisi inert sehingga dapat mencegah keberadaan oksigen serta mendorong keluarnya uap air yang terbentuk menuju kondensor.

11 Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap sintesis gliserol ester adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Model yang digunakan tersusun atas 2 faktor perlakuan, yaitu faktor pertama adalah jenis asam lemak sawit yang terdiri dari empat taraf yaitu A1 = asam lemak oleat, A2 = asam lemak stearat, A3 = asam lemak palmitat dan A4 = asam lemak miristat. Faktor kedua adalah perlakuan waktu dengan tiga taraf, yaitu B1 = 90 menit, B2 = 120 menit dan B3 = 150 menit. Setiap kombinasi faktor perlakuan diulang dua kali. Model matematis dari rancangan percobaan adalah sebagai berikut.

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j pada ulangan ke-k

 = nilai rata- rata

Ai = pengaruh jenis asam lemak taraf ke-i (i = 1, 2,3,4) Bj = pengaruh faktor perlakuan waktu taraf ke-j (j = 1, 2,3) (AB)ij = pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j

εijk = galat satuan percobaan taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, pada ulangan ke-k (k = 1, 2)

Analisis Gliserol Ester

Adapun analisis sifat fisikokimia gliserol ester mencakup bilangan asam (SNI 01-3555-1998), densitas dengan menggunakan density meter DMA 4500M Anton Paar, viskositas kinematis dengan menggunakan vikometer Otswald (ASTM D 445 2009), titik nyala dengan menggunakan Pensky-Martens closed cup tester (ASTM 92 2005a), titik tuang dengan menggunakan jar test (ASTM D 97 2009), titik anilin dengan aniline point apparatus (ASTM D 611–04) dan pencirian spektrum dengan spektrofotometer Fourier-Transformed Infra Red

(FTIR).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juni 2014 sampai dengan Januari 2015 di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (SBRC LPPM-IPB).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisiko-Kimia Sampel Gliserol

Gliserol kasar hasil samping industri biodiesel memiliki kualitas rendah akibat adanya zat impuirities seperti sisa metanol, sisa katalis, sabun, biodiesel, air dan bahan-bahan pengotor lainnya yang berasal dari bahan baku, sehingga harus dimurnikan agar dapat dimanfaatkan pada beragam industri. Pemurnian gliserol kasar dilakukan dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan asam fosfat teknis sebanyak 5 % (v/v). Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar. Pada penelitian ini setelah penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar menyebabkan terbentuknya tiga lapisan yaitu asam lemak, gliserol, dan endapan garam (Gambar 4.1).

Persentase distribusi massa masing-masing lapisan yang terbentuk adalah sebagai berikut :

a. Lapisan atas yaitu asam lemak sebanyak 20-25 %, berwujud padat di bawah suhu kamar

b. Lapisan tengah yaitu gliserol sebanyak 50-60 %, berwujud cair

c. Lapisan bawah yaitu endapan garam K3PO4 sebanyak 20-30 %, berwujud padat

Gambar 4.1. Tiga lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat Penambahan asam fosfat tersebut bertujuan untuk menetralkan sisa katalis KOH dan sabun kalium. Sabun kalium merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dengan basa kalium pada proses produksi biodiesel. Setelah penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar, ion kalium dari basa dan sabun akan berikatan dengan ion fosfat sehingga membentuk garam. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat (K3PO4) (Gambar 4.2a), berwujud padat yang dapat digunakan sebagai pupuk sedangkan reaksi antara sabun kalium dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak bebas dan garam (Gambar 4.2b). Garam yang terbentuk akan mengendap karena kelarutannya rendah dan dimurnikan melalui filtrasi vakum. Adapun sisa metanol, air dan bahan pengotor lainnya terpisah melalui distilasi vakum.

Asam lemak bebas

Gliserol Garam K3PO4

13 H3PO4 + 3KOH K3PO4 + 3H2O Asam fosfat Katalis Garam Air

(A)

3RCOOK + H3PO4 3RCOOH + K3PO4

Sabun Asam fosfat FFA Garam (B)

Gambar 4.2.(A) Reaksi pembentukan garam K3PO4;(B) Reaksi pembentukan FFA

Proses pemurnian tersebut berhasil meningkatkan kadar kemurnian gliserol dari 40-50 % menjadi 94 %. Peningkatan kadar gliserol yang dihasilkan dari proses pemurnian dapat dilihat dari perubahan sifat fisiko-kimianya. Pentingnya meningkatkan kadar kemurnian gliserol karena akan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan dan karakteristik produk gliserol ester yang dihasilkan. Tabel 4.1 berikut menyajikan perbedaaan sifat fisiko-kimia gliserol kasar dengan gliserol hasil pemurnian yang menjadi sampel pada penelitian. Tabel 4.1 Sifat fisikokimia gliserol kasar dan gliserol hasil pemurnian

Parameter uji Satuan Gliserol kasar Gliserol Hasil

Pemurnian Metode

Kadar abu % 14,18 2,75 SNI 06-1564-1995

Kadar gliserol % 45 94,45 SNI 06-1564-1995

Densitas (15 oC) g/cm3 1,0745 ± 0,0001 1,2858 ± 0,0001

Viskositas cP 405 460

Warna Coklat gelap Kuning kecoklatan

pH 9,32 6,07

Bilangan asam mg KOH/g sampel 6,72 5,37 SNI 01-3555-1998

Titik nyala °C > 90 > 140 ASTM D 92-05a

Titik tuang °C 3 -30 ASTM D 97-09

Kadar air % 0,63 0,03 SNI 06-1564-1995

Kadar abu merupakan salah satu faktor penting untuk menilai kualitas gliserol. Adanya abu di dalam gliserol membuat kualitas gliserol menjadi turun. Kadar abu menggambarkan jumlah senyawa anorganik yang terdapat di dalam gliserol. Kadar abu gliserol kasar sebesar 14,18 % yang berasal dari sabun, asam lemak, dan katalis KOH dari reaksi transesterifikasi. Hal ini disebabkan gliserol merupakan bahan organik yang terdiri atas atom C, H, dan O yang akan berubah menjadi gas CO2 dan uap H2O ketika diabukan. Oleh karena itu, salah satu tujuan pemurnian gliserol adalah menurunkan kadar abu gliserol. Kadar abu gliserol setelah proses pemurnian sebesar 2,75 %, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan gliserol sebelum proses pemurnian.

Gliserol hasil samping biodiesel mempunyai kadar gliserol sebesar 45-50 %. Setelah pemurnian gliserol, kadar gliserolnya berhasil ditingkatkan menjadi 94 %. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa pengotor pada gliserol kasar sudah berhasil

14

dihilangkan melalui proses pemurnian dengan menggunakan asam fospat, filtrasi vakum dan distilasi vakum.

Nilai densitas dan viskositas gliserol semakin meningkat dengan dilakukannya proses pemurnian. Densitas gliserol kasar sebesar 1,0745 g/cm3, setelah pemurnian meningkat menjadi 1,2858 g/cm3. Setelah pemurnian gliserol menjadi lebih kental sehingga nilai viskositasnya meningkat menjadi 460 cP.

Gliserol yang telah dimurnikan mengalami perubahan warna dari coklat gelap menjadi kuning kecoklatan (Gambar 4.3). Warna gliserol dipengaruhi oleh warna CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku biodiesel. CPO mengandung zat warna alami berupa α dan β-karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin yang menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Warna gelap pada gliserol kasar merupakan hasil degradasi zat warna alami dan suhu pemanasan yang tinggi sehingga minyak mengalami reaksi oksidasi (Ketaren 2008).

Gambar 4.3. (A) Gliserol kasar 45 %; (B) Gliserol hasil pemurnian 94 %

Uji pH menunjukkan bahwa gliserol hasil samping industri biodiesel mempunyai pH 9,32. Tingkat derajat keasaman (pH) gliserol kasar tersebut menunjukkan sifatnya yang basa. Hal ini disebabkan adanya kandungan KOH dan sabun kalium. Setelah diberi penambahan asam fosfat pada gliserol, nilai pH gliserol menjadi turun. Uji pH gliserol murni menunjukkan bahwa nilai pH sebesar 6,07. Reaksi asam fosfat di dalam gliserol akan menurunkan pH. Hal ini terjadi karena ion OH- yang menyebabkan tingginya pH telah berikatan dengan H+ dari asam mineral menghasilkan air.

Bilangan asam gliserol kasar menunjukkan penurunan setelah dimurnikan yaitu 6,72 mg KOH/g sampel menjadi 5,37 mg KOH/g sampel. Penurunan bilangan asam setelah pemurnian disebabkan karena penambahan asam fosfat sehingga asam lemak yang terkandung pada gliserol kasar telah berhasil dipisahkan. Hal ini terjadi melalui reaksi antara asam fosfat dengan sisa sabun yang akan membentuk asam lemak bebas pada akhir reaksi (Gambar 4.4).

15

Gambar 4.4 Reaksi pembentukan asam lemak bebas Sifat Fisiko-Kimia Katalis MESA (Methyl Ester Sulfonic Acid)

Reaksi esterifikasi berlangsung sangat lama, dapat berlangsung selama berjam-jam. Maka untuk mempercepat reaksi ditambahkan katalis MESA pekat. Menurut Hui (1996) tujuan penggunaan katalis adalah untuk menghindari kebutuhan temperatur yang tinggi, waktu reaksi yang lebih lama serta produk yang berwarna gelap. MESA merupakan senyawa aktif yang bersifat renewable

dan biodegradable sehingga ramah lingkungan. Katalis MESA adalah jenis surfaktan anionik, berwarna gelap dan bersifat sangat asam karena tidak dilakukan netralisasi. Keasaman MESA dibuktikan dengan nilai pH yang sangat rendah yaitu 2,18. MESA sebagaimana katalis asam lainnya, diduga dapat menciptakan protonisasi dari hidroksil asam lemak pada proses pembentukan ester. Sifat fisiko-kimia katalis MESA yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Sifat fisikokimia katalis MESA

Parameter Satuan Nilai

pH (28 oC) 2,18

Densitas (25 oC) g/cm3 0,9173 ± 0,0001

Viskositas cP 1380

Bilangan Asam mg KOH/g sampel 47,4

Warna Hitam

Sifat Fisiko-Kimia Gliserol Ester

Proses esterifikasi setiap asam lemak diawali dengan mencampurkan gliserol dan asam lemak dengan rasio mol 0,94:1 pada suatu reaktor, kemudian ditambahkan katalis MESA dengan konsentrasi 0,5 % (w/w). Selain dengan penambahan katalis, esterifikasi dilakukan pada suhu tinggi untuk mempercepat laju reaksi. Karena jika suhu semakin tinggi maka energi kinetik partikel akan bertambah besar dan laju reaksi akan semakin cepat. Penggunaan suhu tinggi tersebut disesuaikan dengan titik didih reaksi campuran yaitu pada suhu 180 oC selama 90 menit, 120 menit, dan 150 menit dengan kecepatan pengadukan 400 rpm. Sonntag (1982) menjelaskan penerapan temperatur pada reaksi esterifikasi tergantung pada stabilitas dari bahan baku yang digunakan. Temperatur biasanya dibatasi hingga 255 oC agar tidak terjadi perubahan warna pada produk. Pada penelitian digunakan gas nitrogen yang dialirkan secara berkesinambungan untuk menghindari terjadinya reaksi oksidasi dan mendorong uap air yang terbentuk ke kondensor sehingga produk yang diperoleh dapat optimal dan proses esterifikasi

16

tetap berjalan ke arah kanan. Untuk memperoleh produk yang maksimum, kesetimbangan reaksi harus digeser ke arah reaksi pembentukan produk dengan beberapa cara, yakni pemasokan energi ke dalam reaksi, pengumpanan reaktan dalam jumlah berlebih serta pengambilan produk reaksi secara kesinambungan selama reaksi (Kirk dan Othmer 1994; Fessenden & Fessenden 1982).

Produk gliserol ester yang dihasilkan dari keempat jenis asam lemak tersebut merupakan campuran antara gliserol monoester, diester, triester, sisa katalis, sisa gliserol, air dan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan gliserol ester disajikan pada Gambar 4.5.

(A)

(B)

(C)

Gliserol Asam Karboksilat Campuran Gliserol Ester Air Gambar 4.5. Reaksi pembentukan: (A) Gliserol monoester; (B) Gliserol diester

dan (C) Gliserol triester

Produk gliserol ester yang terbentuk pada akhir reaksi terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas merupakan campuran gliserol ester dan lapisan bawah sisa gliserol yang tidak ikut bereaksi (Gambar 4.6). Terbentuknya dua lapisan ini kemungkinan disebabkan karena gliserol yang diumpankan berlebih dan lama proses yang masih kurang sehingga pada akhir reaksi masih terdapat sisa gliserol yang belum bereaksi.

17

Gambar 4.6. Dua lapisan hasil esterifikasi

Secara umum karakteristik sifat fisiko-kimia keempat jenis gliserol ester yang dihasilkan berbeda tergantung dari jenis asam lemak yang digunakan sebagai reaktan. Sifat fisiko-kimia gliserol ester yang dihasilkan dipengaruhi oleh konfigurasi struktural asam lemak seperti panjang rantai, tingkat kejenuhan dan cabang rantai. Gliserol ester yang berasal dari asam lemak tak jenuh (asam oleat) berwujud cair pada suhu kamar, sedangkan gliserol ester yang berasal dari asam lemak jenuh (asam stearat, palmitat dan miristat) berwujud padat pada suhu kamar. Semakin panjang rantai asam karboksilat lemak jenuh maka ester yang dihasilkan berwujud padat dengan tekstur yang semakin keras. Jenis asam lemak dan hasil esterifikasi ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6. Jenis asam lemak dan hasil esterifikasi: (A) Asam lemak oleat, stearat, palmitat, miristat; (B) Gliserol ester oleat, stearat, palmitat, miristat

Setelah dilakukan esterifikasi gliserol hasil pemurnian, selanjutnya dilakukan perhitungan rendemen dan pengujian terhadap parameter bilangan asam,

Gliserol Ester

18

densitas, viskositas kinematis, titik nyala, titik tuang, dan titik anilin untuk mengetahui sifat fisiko-kimia produk gliserol ester.

Rendemen

Rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada suatu reaksi kimia atau persentase produk yang dihasilkan dibanding dengan bahan baku yang terolah sehingga dapat menunjukkan efektivitas dari prosedur. Pada proses esterifikasi rendemen tidak mungkin dapat mencapai 100 % karena reaksi esterifikasi bersifat reversibel sehingga konversi sempurna tidak mungkin tercapai. Uap air yang terbentuk merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi rendemen produk gliserol ester apabila tidak dipisahkan dari dalam reaktor karena dapat menghidrolisis gliserol ester menjadi gliserol dan asam karboksilat kembali. Persentase rendemen produk gliserol ester yang dihasilkan disajikan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Rendemen produk gliserol ester

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa peningkatan nilai rendemen terjadi pada seluruh gliserol ester yang dihasilkan dan peningkatannya berbanding lurus dengan lama proses esterifikasi. Berdasarkan hasil perhitungan, rendemen tertinggi diperoleh pada lama reaksi 150 menit dengan nilai rendemen hampir maksimal yaitu mencapai 98 %. Ini terjadi karena dengan adanya penambahan lama proses maka waktu untuk berlangsungnya reaksi esterifikasi menjadi lebih lama sehingga kesetimbangan dapat tercapai dan konversi reaktan menjadi gliserol ester semakin tinggi. Rendemen tertinggi dihasilkan dari gliserol ester oleat sebesar 98,1 %, sedangkan rendemen terendah dihasilkan dari gliserol ester miristat sebesar 96,0 %.

Tingginya nilai rendemen yang diperoleh dari penelitian ini selain dipengaruhi oleh lama proses yang optimal juga dipengaruhi oleh kadar kemurnian gliserol yang digunakan. Apabila dibandingkan dengan penelitian Putri (2014) yang menggunakan gliserol 84%, nilai rendemen yang diperoleh hanya

92,3 93,8 94,5 93,1 93,7 94,9 95,2 94,5 96 95,9 96,1 98,1 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

Miristat Palmitat Stearat Oleat

R endem en (% ) Gliserol Ester 90 120 150 Lama proses esterifikasi (menit)

19 mencapai 79,55 %. Semakin tinggi kemurnian gliserol maka semakin banyak terbentuk ikatan ester antara gliserol dengan asam lemak sehingga semakin meningkat pula nilai rendemen produk gliserol ester yang dihasilkan. Rendemen produk gliserol ester yang terbaik diperoleh pada lama proses 150 menit dengan nilai berturut-turut yaitu 96 % (miristat dan palmitat); 96,1 % (stearat) dan 98,1 % (oleat). Data nilai rendemen selengkapnya disajikan pada Lampiran 3a.

Hasil analisis varian terhadap nilai rendemen (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam lemak yang berbeda dan peningkatan lama proses esterifikasi dari 90 menit hingga 150 menit menunjukkan adanya peningkatan nilai rendemen yang signifikan pada α = 0,0η, akan tetapi tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai rendemen gliserol ester dari asam lemak palmitat (94,9 %) tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen gliserol ester asam lemak oleat (95,2 %) dan gliserol ester asam lemak stearat (95,3 %). Namun gliserol ester dari ketiga jenis asam lemak tersebut berbeda nyata dengan gliserol ester dari asam lemak miristat (93,5 %). Adapun lama proses 90 menit (93,4 %) tidak berbeda nyata dengan lama proses 120 menit (94,5 %), namun keduanya berbeda nyata dengan lama proses 150 menit (96,2 %). Uji Duncan terhadap nilai rendemen akibat perlakuan penggunaan jenis asam lemak yang berbeda dan lama proses dapat dilihat pada Lampiran 3c dan 3d.

Bilangan asam

Analisis bilangan asam dilakukan untuk mengetahui sisa asam lemak bebas yang terkandung dalam produk. Sisa asam lemak tersebut mempunyai korelasi dengan kandungan gliserol ester yang terbentuk selama reaksi. Selain itu juga memberikan informasi tingkat korosifitas produk. Hasil percobaan terhadap bilangan asam tersaji pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap bilangan asam gliserol ester

24,1 24,2 24,8 24,7 22,1 22,4 23,4 22,1 20,9 21,4 22,7 18,6 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Miristat Palmitat Stearat Oleat

B il angan A sam ( g K O H /m g sam pel ) Gliserol Ester 90 120 150 Lama proses estrifikasi (menit)

20

Secara umum pada Gambar 4.9 memperlihatkan adanya penurunan bilangan asam. Semakin lama proses esterifikasi maka bilangan asam yang dihasilkan semakin rendah. Penurunan bilangan asam ini menunjukkan adanya konversi asam lemak menjadi ester sehingga semakin sedikit kandungan asam lemaknya. Hal ini disebabkan dengan semakin meningkatnya lama proses esterifikasi maka semakin banyak asam lemak yang terkonversi menjadi gliserol ester. Selain itu semakin lama reaksi menyebabkan tumbukan antar molekul reaktan semakin sering terjadi sehingga konversi menjadi produk semakin besar.

Peningkatan lama proses menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap penurunan bilangan asam, semakin lama proses esterifikasi terlihat semakin kecil nilai bilangan asam gliserol ester. Konversi tertinggi terjadi pada lama proses 150 menit dengan rata-rata nilai penurunan bilangan asam keempat gliserol ester tersebut > 87 %. Sebagai perbandingan asam miristat memiliki nilai bilangan asam 244-248 mg KOH/g sampel, setelah esterifikasi pada produk campuran dihasilkan nilai bilangan asam sebesar 20,9-24,1 mg KOH/g sampel. Asam palmitat memiliki nilai bilangan asam 217-220 mg KOH/g sampel, setelah esterifikasi pada produk campuran dihasilkan nilai bilangan asam sebesar 21,4-24,2 mg KOH/g sampel. Asam stearat memiliki nilai bilangan asam 198-203 mg KOH/g sampel, setelah esterifikasi pada produk campuran dihasilkan nilai bilangan asam sebesar 22,7-24,8 mg KOH/g sampel. Asam oleat memiliki nilai bilangan asam 194-204 mg KOH/g sampel, setelah esterifikasi pada produk campuran dihasilkan nilai bilangan asam sebesar 18,6-24,7 mg KOH/g sampel. Kondisi terbaik reaksi esterifikasi pada penelitian ini dapat dilihat dari konversi tertinggi berdasarkan nilai bilangan asam terendah dari masing-masing produk gliserol ester. Konversi tertinggi produk gliserol ester terjadi pada lama proses 150 menit dengan nilai bilangan asam berturut-turut yaitu 20,9 mg KOH/g sampel (miristat); 21,4 mg KOH/g sampel (palmitat); 22,7 mg KOH/g sampel (stearat) dan 18,6 mg KOH/g sampel (oleat). Data analisa bilangan asam selengkapnya disajikan pada Lampiran 4a.

Secara umum produk gliserol ester yang dihasilkan memiliki bilangan asam yang rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa gliserol ester tidak mudah mengkorosi logam-logam yang dilaluinya. Ini penting mengingat korosi yang terjadi pada saat penyimpanan dan penggunaan berhubungan dengan banyak hal terutama keselamatan (safety).

Berdasarkan hasil analisis varian (Lampiran 4b) menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam lemak dan lama proses esterifiksi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bilangan asam gliserol ester, sedangkan interaksi antara

kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata (α = 0,0η). Hasil analisis varian

perlakuan jenis asam lemak dan lama proses terhadap bilangan asam gliserol ester dapat dilihat pada Lampiran 4b.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa bilangan asam gliserol ester dari asam lemak oleat (21,5 mg KOH/g sampel) tidak berbeda nyata dengan bilangan asam gliserol ester asam lemak miristat (22,4 mg KOH/g sampel) namun berbeda nyata dengan bilangan asam gliserol ester asam lemak palmitat (22,7 mg KOH/g sampel) dan asam lemak stearat (23,6 mg KOH/g sampel). Bilangan asam gliserol ester asam lemak miristat tidak berbeda nyata dengan asam lemak palmitat namun berbeda dengan asam lemak stearat, sedangkan antara asam lemak palmitat dan asam lemak stearat tidak berbeda. Adapun hasil uji Duncan terhadap faktor

21 perlakuan lama proses terhadap bilangan asam menunjukkan bahwa tiap taraf perlakuan memberikan hasil yang saling berbeda nyata. Bilangan asam dengan lama proses 90 menit (20,9 mg KOH/g sampel) berbeda nyata dengan lama proses 120 menit (22,2 mg KOH/g sampel) dan lama proses 150 menit (24,5 mg KOH/g sampel). Uji Duncan terhadap nilai rendemen akibat perlakuan penggunaan jenis asam lemak yang berbeda dan lama proses dapat dilihat pada Lampiran 4c dan 4d. Densitas

Pengujian densitas dilakukan untuk mengetahui berat jenis atau kerapatan antar molekul dalam gliserol ester yang dihasilkan. Hasil pengujian densitas gliserol ester disajikan pada Gambar 4.10. Pada Gambar 4.10 menunjukkan bahwa jenis asam lemak memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai densitas sedangkan lama proses esterifikasi tidak berpengaruh secara signifikan. Nilai densitas meningkat secara perlahan sejalan lama proses esterifikasi namun perubahannya sangat kecil.

Gambar 4.10. Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap densitas gliserol ester

Secara umum dapat dilihat nilai densitas gliserol ester yang dihasilkan berkisar antara 0,8-0,9 g/cm3. Densitas tetinggi diperoleh dari gliserol ester oleat yaitu 0,913 g/cm3, sedangkan densitas gliserol ester terendah diperoleh dari gliserol ester miristat yaitu 0,812 g/cm3. Hal ini diduga karena perbedaan bobot molekul jenis asam lemak yang digunakan. Phillps dan Mattamal (1978) menjelaskan bahwa nilai densitas ester dari asam lemak karboksilat dipengaruhi oleh bobot molekul. Menurut Ramirez et al. (2012) densitas akan berkurang dengan meningkatnya bobot molekul dan densitas meningkat seiring meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak. Data densitas gliserol ester disajikan

Dokumen terkait