• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN LUARANAN YANG TELAH DICAPAI

B. Sintesis HAp

Serbuk CaO dari hasil kalsinasi cangkang telur bebek direaksikan dengan air untuk membentuk larutan Ca(OH)2 (persamaan 5.4). Larutan Ca(OH)2 ditambah H3PO4 setetes demi setetes agar pH tidak turun secara drastis. Laju penambahan asam fosfat sangat terkait dengan pH yang diperoleh pada akhir sintesis. Penurunan pH dibawah 7 menyebabkan H3PO4 terdisosiasi tidak sempurna sehingga menghasilkan β–Ca3(PO4)2 dan CaO (Angelescu et al., 2011). Larutan H3PO4 yang ditambahkan secara perlahan juga berfungsi meningkatkan homogenitas larutan (Agrawal et al., 2011).

Reaksi kalsium oksida dengan akuademin:

CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq) ... (5.4)

Pada penelitian ini, sintesis HAp dipilih pada suhu 60 oC untuk memaksimalkan kristal yang terbentuk dan menghindari terbentuknya struktur monoklinik yang disintesis pada suhu dibawah 60 oC (Suryadi, 2011). HAp yang disintesis, diharapkan memiliki struktur yang sama dengan tulang yaitu heksagonal (Spiers, 1968). Ketika H3PO4 ditambahkan pada Ca(OH)2 maka secara perlahan larutan menjadi bersifat asam, sedangkan proses kristalisasi berlangsung efektif pada suasana basa (Malina et al, 2013). Larutan selanjutnya ditambahkan NaOH agar proses kristalisasi dapat maksimal. Penambahan basa hingga pH 10 karena larutan HAp stabil pada pH tersebut (Dorozhkin, 2010).

Penambahan NaOH pada konsentrasi kecil membuat pH mengalami kenaikan secara perlahan hingga mencapai pH 10. Kenaikan pH secara drastis membuat kristal terbentuk tidak maksimal, akibatnya tidak terbentuk senyawa apatit melainkan β–Ca3(PO4)2

(Angelescu et al., 2011). Setelah pH mencapai pH 10, larutan didiamkan (aging) pada suhu kamar untuk memaksimalkan pertumbuhan kristal (kristalisasi) HAp (Byrappa and Ohachi, 2003). Laju kristalisasi ini dapat dipercepat dengan mengantisipasi masuknya penghambat (Setyopratomo dkk, 2003) yaitu karbonat. Pembentukan karbonat dapat terjadi karena

38

adanya reaksi antara gas CO2 di udara dengan larutan pada sampel. Berdasarkan alasan tersebut, sampel ditutup rapat menggunakan aluminium foil untuk meminimalkan kontak dengan udara.

Senyawa kalsium fosfat hasil pengendapan dapat berada dalam fase kristal maupun fase amorf. Pada awal proses aging, terjadi pembentukan fasa kalsium fosfat intermediat yang amorf. Kalsium fosfat amorf (KFA) memiliki rumus kimia bervariasi (seperti oktakalsium fosfat dan dikalsium fosfat dihidrat) dengan Ca dan P yang rendah serta tidak stabil dalam lingkungan berair (aqeuous) (Blumenthal dalam Indrani, 2012; Betts dalam Ahmiatri, 2002).

KFA akan berubah menjadi fasa intermediat dikalsium fosfat anhidrat dengan Ca/P 1,00 kemudian membentuk calcium deficient HAp (Ca10-x(PO4)6-2x(HPO4)2x(OH)2) dengan 0<x<2 atau Ca10-x(HPO4)x(PO4)6-x(OH)2-x (H2O)x x<1 (Siddarthan et al., 2005). Peningkatan Ca/P terus berlanjut secara perlahan dan cenderung membentuk fasa kristal yang paling stabil pada Ca/P 1,67 yaitu kristal HAp. Proses peningkatan Ca/P secara perlahan karena ion fosfat (PO43-) mengalami pengendapan secara perlahan dengan ion kalsium (Ca2+). Pengendapan ini berkaitan dengan kelarutan larutan kalsium dan larutan fosfat (Byrappa, 2003; Blumenthal dalam Indrani, 2012; Betts dalam Ahmiatri dkk., 2002; Betts dalam Soejoko dkk., 2002).

Di akhir sintesis, NaOH dihilangkan dengan cara pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan HAp (Setyopratomo dkk, 2003). Akuademin digunakan sebagai cairan pencuci karena dapat menghilangkan NaOH tanpa melarutkan HAp. HAp selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 110 oC untuk mengoptimalkan proses sintering dan mempermudah pemindahan sampel dari kertas saring ke dalam cawan porselin (Pinangsih dkk., 2014). HAp yang telah di oven, ditambahkan HNO3 yang berfungsi menguraikan keberadaan karbonat (Ningsih dkk., 2014) yang terdeteksi dari data FTIR (Gambar 5.7). Keberadaan karbonat perlu dihilangkan karena dapat menghambat sintesis HAp. Senyawa HNO3 akan bereaksi dengan karbonat membentuk NO32-, gas CO2, dan air (persamaan 5.3). Reaksi antara Ca(OH)2 dengan H3PO4 akan menghasilkan HAp dan air (persamaan 5.8).

Reaksi kalsium karbonat dengan HNO3:

CaCO32-(s) + 2HNO3(aq)  NO32-(aq) + CO2(g) + H2O(l) (5.3) Reaksi ionisasi asam fosfat:

39 H3PO4 → H+ + H2PO4 ... ... (5.4) H2PO4 → H+ + HPO42− ... ... (5.5) HPO42− → H+ + PO43− ... ... (5.6) Reaksi Pembentukan HAp:

10 Ca2+ +6PO43- + 2OH- → Ca10(PO4)6(OH)2 ... ... (5.7) 10 Ca(OH)2(aq) + 6H3PO4(aq) → Ca10(PO4)6(OH)2(s)+ 18H2O(l) ... (5.8)

Berdasarkan persamaan reaksi 5.8, setiap pembentukan 1 molekul Ca10(PO4)6(OH)2

akan menghasilkan 18 molekul air. HAp setelah pengeringan menggunakan oven merupakan apatit yang tidak stabil (Dorozhkin, 2010). HAp yang digunakan sebagai implan diharapkan memiliki kestabilan fasa sehingga perlu dilakukan sintering sampai suhu tertentu (Naik, 2014).

Pada proses sintering terdapat tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap pertengahan/intermediet, dan tahap akhir. Pada tahap awal terbentuk titik kontak antar partikel HAp membentuk leher (neck) dan bertambah luas menjadi batas butir (grain

boundary) (Gambar 5.2). Pada saat batas butir HAp semakin membesar, maka densitas

meningkat (Naik, 2014; Dorozkhin, 2010).

Gambar 5.2. Perubahan Partikel Ketika Sintering (Dorozhkin, 2010).

Pada tahap pertengahan sintering, batas butir membesar dan porinya mengecil dengan cepat sehingga terjadi penyusutan (shringkage) dan peningkatan densitas. Pada tahap ini terdapat pori yang terkoneksi satu dengan yang lain. Pada tahap akhir sintering, pemadatan/densifikasi berlangsung lambat dan pori semakin kecil dan terisolasi. Partikel menjadi terikat kuat, sehingga kepadatan, dan kekuatan meningkat (Dorozhkin, 2010) sampai akhirnya pori semakin mengecil dan memadat tanpa adanya pori.

Selama proses sintering terjadi proses penguapan asam nitrat menjadi gas NO2

(persamaan 5.9). Sebagian HAp dapat bereaksi dengan CO2 di udara bebas membentuk apatit karbonat (persamaan 5.10). Selama proses sintering, apatit karbonat akan terurai membentuk HAp dan melepaskan gas CO2 (persamaan 5.11).

40 Persamaan reaksi asam nitrat ketika sintering:

4HNO3(aq)  2H2O(g) + 4NO2(g) + O2(g) ... ... (5.9) Persamaan reaksi HAp menjadi apatit karbonat:

Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g)

Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s) + H2O(g) ... (5.10) Persamaan reaksi apatit karbonat menjadi HAp selama proses

sintering:

Ca10(PO4)6(OH)2−2x(CO3)x(s)  Ca10(PO4)6(OH)2(s) + xCO2(g) ... (5.11)

Ketika terjadi waktu tunggu (holding time) pada suhu 800, 900, dan 1000 oC, butir

mengalami masa pemulihan (recovery) untuk menyusun sistem kristal dan menghindari terbentuknya cacat kristal dengan membentuk struktur yang lebih rapat (Rohaya, 2015). Setelah proses sintering, sampel didinginkan secara perlahan di dalam tanur. Tujuan dari proses pendinginan secara perlahan karena HAp yang merupakan jenis dari material keramik (seperti pada CaO) yang dapat mengalami thermal shock. HAp yang telah disintesis dari CB-K yaitu HAp tanpa sintering, sintering 800, 900, dan 1000 oC (HAp-TS, HAp-800, HAp-900, dan HAp-1000).

Tabel 5.1. Rendemen HAp dari CaO Cangkang telur bebek dan H3PO4. Kode Sampel Massa CaO (gram) Massa H3PO4 (gram) Massa (gram) Rendemen (%) HAp-TS 3,700 3,670 5,176 70,230 HAp-800 4,752 64,477 HAp-900 4,741 64,328 HAp-1000 4,635 62,890

Pada Tabel 5.1 menunjukkan HAp-TS menghasilkan rendemen HAp sebesar 70,230%, sedangkan pada HAp yang telah disintering menghasilkan rendemen HAp pada rentang 62,890 hingga 64,477%. Pada penelitian Putri (2012), sintesis HAp dari cangkang telur dengan metode pengendapan basah menghasilkan rendemen sebesar 54,700%. Pada proses

41

menguap seperti nitrat dan air menjadi fase gas. Adanya nitrat berasal dari penambahan asam nitrat sebelum HAp disintering.

Dokumen terkait