• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Hubungan Indeks Nilai Penting Mangrove dengan

Untuk mengetahui keadaan penguasaan spesies vegetasi dalam suatu masyarakat tumbuhan di habitatnya, dipergunakan Indeks Nilai Penting (INP). Semakin tinggi nilai INP suatu spesies maka semakin besar peran spesies tersebut dalam komunitasnya. Indeks Nilai Penting tertinggi mangrove pada stasiun I (Nurussalam), stasiun III (Idi Rayeuk) posisi A (Depan), B (Tengah) dan D (Transisi), stasiun II (Darul Aman) posisi A (Depan), C (Belakang) dan D (Transisi) untuk srata pohon dan belta adalah famili Rhizophoraceae. Sedangkan untuk stasiun I (Nurussalam), stasiun III (Idi Rayeuk) posisi C (Belakang), stasiun II (Darul Aman) posisi B (Tengah) untuk srata pohon dan belta adalah famili Sonneratiaceae.

Tabel 14. Indeks Nilai Penting tertinggi famili mangrove srata pohon dan belta pada masing-masing posisi di ketiga stasiun penelitian.

Stasiun Posisi Srata Pohon Srata Belta Famili

I (Nurussalam) A (Depan) Rhizophoraceae Rhizophoraceae B (Tengah) Rhizophoraceae Rhizophoraceae C (Belakang) Sonneratiaceae Sonneratiaceae D (Transisi) Rhizophoraceae Rhizophoraceae II (Darul Aman) A (Depan) Rhizophoraceae Rhizophoraceae B (Tengah) Sonneratiaceae Sonneratiaceae C (Belakang) Rhizophoraceae Rhizophoraceae D (Transisi) Rhizophoraceae Rhizophoraceae III (Idi Rayeuk) A (Depan) Rhizophoraceae Rhizophoraceae B (Tengah) Rhizophoraceae Rhizophoraceae C (Belakang) Sonneratiaceae Sonneratiaceae D (Transisi) Rhizophoraceae Rhizophoraceae

Berdasarkan analisis vegetasi pada srata pohon dan belta hanya terdapat tiga famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae dan Euphorbiaceae. Famili Rhizophoraceae paling mendominasi dalam hutan mangrove tersebut. Dalam pengkajian suatu vegetasi, kerapatan populasi seringkali merupakan ciri populasi yang pertama kali mendapatkan perhatian. Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas dan ekosistem tidak hanya bergantung kepada spesies dari organisasi yang terlibat tetapi bergantung juga pada jumlah atau kerapatan populasi (Odum, 1993). Dalam hal ini, dapat diketahui bahwa pada pertumbuhan srata pohon dan belta, Rhizophoraceae memberikan pengaruh yang besar terhadap komunitasnya jika dibandingkan Sonneratiaceae dan Euphorbiaceae. Kerapatan vegetasi srata pohon ini dapat dikatakan rendah karena jumlah spesies sangat sedikit. Demikian halnya dengan frekuensi relatif, nilai frekuensi relatif yang besar pada Rhizophoraceae menunjukkan bahwa famili ini memiliki penyebaran yang paling luas pada srata pohon dan belta dibandingkan dengan famili lainnya.

Keanekaragaman mangrove di daerah penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang paling berpengaruh dalam keanekaragaman adalah faktor-faktor pembatas fisika-kimia dan kompetisi interspesies. Keanekaragaman spesies cenderung akan rendah dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendalli (yakni yang menjadi sasaran faktor pembatas fisika-kimia yang kuat) dan tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Keanekaragaman kecil terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrem. Pada ketiga daerah penelitian terdapat adanya indikasi kerusakan habitat mangrove akibat kegiatan manusia, hal ini diperkuat oleh banyaknya lahan-lahan mangrove di daerah

penelitian yang sudah ditebang dan tidak dimanfaatkan dengan baik terlebih adanya lahan-lahan bekas tambak yang dibiarkan begitu saja. Dengan memperhatikan keanekaragaman dalam komunitas dapat diperoleh gambaran tentang kedewasaan organisasi suatu komunitas, makin tinggi organisasi di dalam suatu komunitas maka keadaannya juga lebih mantap, selain itu dengan keanekaragaman yang stabil, masing-masing jenis akan berkesempatan untuk dapat melangsungkan daur kehidupan yang lebih teratur, efisien dan produktif.

Keseragaman di stasiun I (Nurussalam) dan II (Darul Aman) menunjukkan bahwa komposisi spesies mangrove lebih seragam dibandingkan dengan stasiun III (Idi Rayeuk). Hal ini nampak lebih jelas bahwa di stasiun I (Nurussalam) dan II (Darul Aman) sebarannya lebih merata dilihat dari banyaknya spesies yang ditemukan di jalur tersebut bila dibandingkan dengan stasiun III (Idi Rayeuk). Semakin kecil nilai keseragaman akan semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies mendominasi populasi tersebut. Semakin besar keseragaman maka populasi menunjukkan keseragaman, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda.

Dominasi suatu spesies berbanding terbalik dengan keanekaragaman suatu spesies. Jika keanekaragaman mangrove tinggi maka dominasinya rendah oleh karena itu keanekaragaman di stasiun I (Nurussalam) dan II (Darul Aman) yang tinggi mempunyai dominasi yang rendah bila dibandingkan dengan stasiun III (Idi Rayeuk). Keberadaan hutan mangrove yang ada di lokasi penelitian sangatlah mempunyai fungsi dan manfaat yang besar bagi keberadaan masyarakat pesisir. Fungsi bioekologi adalah dengan adanya hutan mangrove maka rantai pakan dan keberadaan komponen ekosistem hutan mangrove akan tetap terjaga. Hasil-hasil lain yang diharapkan dari keberadaan hutan mangrove yang sebagai produsen dalam rantai pakan memberikan kontribusi dalam mempertahankan keberadaan populasi ekosistem lainnya. Keberadaan fauna akuatik yang terdapat di ekosistem hutan mangrove akan tetap terjaga kelestariannya. Namun, bila keberadaan hutan mangrove tersebut rusak maka akan terputuslah rantai akan yang ada di ekosistem hutan mangrove tersebut. Dari segi fungsi fisik maka keberadaan hutan mangrove adalah sebagai perlindungan garis pantai dan pencegah abrasi terhadap garis pantai.

5.5. Hubungan antara Sifat Kimia Tanah dengan Ekosistem Mangrove.

Hasil analisis sifat-sifat tanah dari ketiga stasiun penelitian merupakan gambaran tentang kesuburan dan potensi wilayah yang diteliti. Sifat-sifat tanah tersebut merupakan parameter untuk diuji pengaruhnya terhadap terbentuknya posisi mangrove. Analisis dilakukan terhadap 8 sifat kimia tanah. Sifat-sifat tanah tersebut meliputi C-organik, N, P tersedia, K tersedia, Mg, Na, KTK dan salinitas. Hasil pengukuran parameter sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 2.

5.5.1. C-organik

Gambar 11 menunjukkan grafik nilai rata-rata C-organik pada masing- masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa stasiun penelitian dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi berbeda sangat nyata dalam hal nilai C-organik. Sedangkan posisi terhadap laut berbeda nyata dalam hal nilai C-organik.

Gambar 11. Nilai rata-rata C-organik pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian.

Nilai rata-rata C-organik tertinggi terdapat pada stasiun II posisi A sebesar 2,47 % dan terendah pada stasiun I posisi C sebesar 0,81 %, termasuk dalam kriteria sangat rendah sampai sangat tinggi. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai C-organik disajikan pada Tabel 15.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

C -o r gan ik ( % )

Tabel 15. Uji beda rata-rata C-organik Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 1.46 d 1.36 e 0.81 f 1.94 c II (Darul Aman) 2.47 a 1.31 de 2.17 b 2.38 a III (Idi Rayeuk) 2.18 b 2.05 bc 1.60 cd 1.19 e

BNJ 5 % 0.17

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 15 menunjukkan bahwa stasiun III posisi A mempunyai rata-rata P-tersedia paling tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan stasiun III posisi B dan D. Sedangkan stasiun III posisi A berbeda nyata dengan stasiun I dan II posisi A, B, C, D dan stasiun III posisi C

Tingginya kandungan C-organik pada stasiun III posisi A, B dan D disebabkan pada posisi ini vegetasi mangrove yang menyusunnya adalah famili Rhizophoraceae dan famili Soneratiaceae yang kaya akan bahan organik. Tingginya C-organik di posisi ini juga dipengaruhi oleh akumulasi sedimen dan bahan organik baik dari daratan maupun lautan. Menurut Foth (1978) faktor- faktor yang mempengaruhi jumlah dan penyebaran bahan organik antara lain mencakup iklim, vegetasi, kondisi drainase, pengerjaan tanah dan tekstur tanah.

Menurut Wiradinata (1992) kandungan C-organik pada kawasan mangrove sangat dipengaruhi oleh kondisi vegetasinya. Hasil penelitian Wiradinata (1992) menemukan kadar C-organik yang sangat rendah pada posisi Avicennia yang vegetasinya tumbuh jarang.

5.5.2. N-total

Gambar 12 menunjukkan grafik nilai rata-rata N-total pada masing- masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa stasiun penelitian, posisi dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi terhadap laut berbeda sangat nyata dalam hal nilai N-total.

Gambar 12. Nilai rata-rata N-total pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian

Nilai rata-rata N-total tertinggi terdapat pada Stasiun II posisi D sebesar 0,61 % dan terendah pada stasiun I posisi C sebesar 0,08 %. Nilai ini termasuk dalam kriteria sangat rendah sampai sedang. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai N-total disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji beda rata-rata N-total

Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 0.12 b 0.12 b 0.08 b 0.15 b II (Darul Aman) 0.16 b 0.16 b 0.14 b 0.61 a III (Idi Rayeuk) 0.16 b 0.14 b 0.12 b 0.09 b

BNJ 5% 0.05

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 16 menunjukkan bahwa stasiun II posisi D mempunyai rata-rata N- total paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan Stasiun I dan III Posisi A, B, C, D dan Stasiun II posisi A, B dan C.

Tingginya N-total pada stasiun II posisi D berkorelasi dengan tingginya C-organik pada posisi ini. Serasah mangrove memiliki kontribusi potensi unsur hara C, N dan P yang lebih besar bila dibandingkan dengan serasah pada posisi yang lain. Hal ini disebabkan oleh tingginya produktivitas serasah di stasiun II posisi D dibandingkan dengan stasiun dan posisi yang lainnya serta diduga karena substrat mangrove di stasiun II posisi D juga lebih banyak mendapatkan unsur hara dari kolom air melalui mekanisme pasang yang selanjutnya akan dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove hingga terjadinya guguran serasah. Eong et al., 1982, menyatakan bahwa unsur-unsur hara yang ada didalam kolom

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

N-to

ta

l (%

air juga dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove melalui penetrasi air laut yang juga mengandung unsur hara di saat pasang.

Ketersediaan unsur N-total sangat terpengaruh oleh kualitas bahan organik yang masuk ke dalam tanah. Jumlah N-total di dalam tanah tinggi karena tingginya kandungan C-organik yang merupakan sumber N (Wiradinata, 1992). Ketersediaan N tanah sangat tergantung dari bahan organik tanah sebagai sumber utamanya. Tanah-tanah di daerah pantai mempunyai pH yang tinggi, hal ini karena adanya pengaruh dari air laut. Jasad renik yang menjalankan penyematan N udara dan nitrifikasi bekerja dengan baik dalam suasana basa.

5.5.3. P-tersedia

Gambar 13 menunjukkan grafik nilai rata-rata P-tersedia pada masing- masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa stasiun penelitian dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi berbeda sangat nyata dalam hal nilai P-tersedia. Sedangkan posisi terhadap laut tidak berbeda nyata dalam hal nilai P-tersedia.

Gambar 13. Nilai rata-rata P-tersedia pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian

Nilai rata-rata P-tersedia tertinggi terdapat pada stasiun III posisi A sebesar 8,95 ppm dan terendah pada stasiun I posisi B sebesar 4,28 ppm. Nilai ini termasuk dalam kriteria sangat rendah sampai rendah. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai P-tersedia disajikan pada Tabel 17.

0 2 4 6 8 10

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

P -te rs e d ia (p p m )

Tabel 17. Uji beda rata-rata P-tersedia Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 4.63 e 4.28 e 5.18 d 5.15 d II (Darul Aman) 7.28 b 6.25 c 6.50 c 6.14 c III (Idi Rayeuk) 8.95 a 8.33 a 6.58 c 8.53 a

BNJ 5 % 0.68

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 17 menunjukkan bahwa stasiun III posisi A mempunyai rata-rata P- tersedia paling tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan stasiun III posisi B dan D. Sedangkan stasiun III posisi A berbeda nyata dengan stasiun I dan II posisi A, B, C, D dan Stasiun III posisi C.

Menurut Moormann dan Pons (1974), kadar fosfat tersedia biasanya rendah sampai sangat rendah pada tanah-tanah mangrove. Hal ini berhubungan dengan kadar bahan organik yang rendah, sehingga cadangan P tersedia juga rendah. Sanchez (1976) menyatakan tinggi rendahnya tingkat ketersediaan P dalam tanah mineral dikendalikan oleh komposisi mineral dan sifat-sifat kimia tanah seperti : pH tanah, kadar Fe dan Al-terlarut, Ca-tersedia, bahan organik, aktivitas mikroorganisme tanah dan status lengas tanah.

Menurut Kim (1982) jerapan P tidak terbatas hanya pada kondisi masam, tetapi terjadi juga dengan mudah pada tanah yang bereaksi alkalin. Banyak tanah alkalin mengandung Ca2+ dalam jumlah yang tinggi dan dapat dipertukarkan dan sering mengendap sebagai Ca3(PO4)2.

5.5.4. K-tersedia

Gambar 14 menunjukkan grafik nilai rata-rata K-tersedia pada masing- masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa stasiun penelitian dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi berbeda sangat nyata dalam hal nilai K-tersedia. Sedangkan posisi terhadap laut berbeda nyata dalam hal nilai K-tersedia.

Gambar 14. Nilai rata-rata K-tersedia pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian

Nilai rata-rata K-tersedia tertinggi terdapat pada stasiun I posisi B sebesar 1.34 me/100g dan terendah pada stasiun I dan II posisi C sebesar 0,77 me/100g. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai K- tersedia disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji beda rata-rata K-tersedia

Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 0.92 d 0.90 d 0.77 e 1.03 c II (Darul Aman) 0.92 d 0.90 d 0.77 e 1.03 c III (Idi Rayeuk) 1.34 a 0.98 c 1.18 b 1.21 b

BNJ 5 % 0.07

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 18 menunjukkan bahwa stasiun III posisi A mempunyai rata-rata K-tersedia paling tinggi. Stasiun II posisi C tidak berbeda nyata dengan Stasiun II posisi D. Sedangkan stasiun I posisi D tidak berbeda nyata dengan stasiun II dan III posisi D dan B. Air laut yang selalu mengenanggi posisi mangrove pada saat pasang surut terjadi akan mempengaruhi kation tertukar dalam tanah. Karena kation bawaan air laut didominasi oleh Na dan K, maka tanah mangrove kaya kedua unsur hara tersebut.

5.5.5. Mg-dd

Gambar 15 menunjukkan grafik nilai rata-rata Mg-dd pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7)

0 0.5 1 1.5

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

K -te r se d ia (m e /1 0 0 g )

menunjukkan bahwa stasiun penelitian dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi berbeda sangat nyata dalam hal nilai Mg-dd. Sedangkan posisi terhadap laut berbeda nyata dalam hal nilai Mg-dd.

Gambar 15. Nilai rata-rata Mg-dd pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian

Nilai rata-rata Mg-dd tertinggi terdapat pada stasiun II posisi A (paling dekat dengan laut) sebesar 10,39 me/100 g dan terendah pada stasiun III posisi D (paling dekat dengan darat) sebesar 5,68 me/100 g. Hasil uji lanjut hubungan

stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai Mg-dd disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Uji beda rata-rata Mg-dd

Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 7.96 c 7.55 c 6.16 de 7.79 c II (Darul Aman) 10.39 a 9.07 b 9.12 b 10.24 a III (Idi Rayeuk) 9.08 b 6.93 d 6.71 d 5.68 e

BNJ 5 % 0.66

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 19 menunjukkan bahwa stasiun II posisi A mempunyai rata-rata Mg tanah paling tinggi namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan stasiun II posisi D. Sedangkan stasiun II posisi A berbeda nyata dengan stasiun I dan III posisi A, B, C, D dan Stasiun II posisi B dan C. Tingginya Mg-dd pada stasiun ini disebabkan oleh letak posisi A yang lebih dekat dari arah datangnya arus pasang air laut yang menjadi sumber Mg.

0 2 4 6 8 10 12

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

M g -d d ( m e /100 g )

5.5.6. Na-dd

Gambar 16 menunjukkan grafik nilai rata-rata Na-dd pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara stasiun penelitian dan posisi berbeda sangat nyata dalam hal nilai Na-dd. Sedangkan stasiun penelitian dan posisi terhadap laut tidak berbeda nyata dalam hal nilai Na-dd.

Gambar 16. Nilai rata-rata Na-dd pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian

Nilai rata-rata Na-dd tertinggi terdapat pada Stasiun II posisi C sebesar 20,04 me/100 g dan terendah pada stasiun I posisi B sebesar 10,36 me/100 g. Tergolong sangat tinggi. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai Na-dd disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Uji beda rata-rata Na-dd

Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 14.78 a 10.36 b 15.56 a 19.69 a II (Darul Aman) 16.87 a 16.26 a 20.04 a 19.43 a III (Idi Rayeuk) 13.22 a 12.57 b 10.52 b 15.41 a

BNJ 5 % 7.83

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 20 menunjukkan bahwa stasiun II posisi C mempunyai rata-rata Na tanah lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dengan stasiun I posisi A, C, D, stasiun II posisi A, B, D dan stasiun III posisi A dan D. Sedangkan stasiun II posisi C berbeda nyata dengan stasiun I posisi B dan stasiun III posisi B dan C. Air laut merupakan sumber Na, tingginya kandungan Na-dd pada semua posisi didaerah penelitian disebabkan adanya pengaruh pasang surut air laut.

0 5 10 15 20 25

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

Na -d d (m e /1 0 0 g )

Janes (2005) menyatakan bahwa timbunan dari air asin dan endapan yang asin pada daerah yang dekat pantai telah meninggalkan tanah dengan garam yang larut dalam jumlah yang banyak dan ion Na+ yang tertukarkan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

5.5.7. KTK

Gambar 17 menunjukkan grafik nilai rata-rata KTK pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa stasiun penelitian, posisi dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi terhadap laut berbeda sangat nyata dalam hal nilai KTK.

Gambar 17. Nilai rata-rata KTK pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian.

Nilai rata-rata KTK tertinggi terdapat pada Stasiun I posisi B sebesar 26.79 me/100 g dan terendah pada stasiun III posisi D sebesar 10.52 me/100 g. Tergolong sangat rendah sampai sedang. Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai KTK disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji beda rata-rata KTK

Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 25.48 a 26.79 a 12.64d 11.69de II (Darul Aman) 17.84c 16.87c 16.26c 20.04 b III (Idi Rayeuk) 19.43 bc 13.22d 12.57d 10.52e

BNJ 5 % 1.94

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

0 5 10 15 20 25 30

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

K T K ( m e/ 1 00 g )

Tabel 21 menunjukkan bahwa stasiun I posisi B mempunyai rata-rata KTK paling tinggi namun tidak berbeda nyata dengan stasiun I posisi A. Sedangkan stasiun I posisi B berbeda nyata dengan Stasiun I posisi C dan D, stasiun II dan III Posisi A, B, C dan D.

KTK tergolong rendah, hal ini disebabkan tekstur tanah pada semua posisi di ketiga stasiun penelitian didominasi fraksi pasir. Frasksi pasir umumnya mempunyai KTK rendah karena muatan negatif pada fraksi ini lebih kecil sehingga kemampuannya untuk mempertukarkan kation juga lebih rendah. Rendahnya KTK menunjukkan bahwa tanah mangrove di lokasi penelitian mempunyai kemampuan memegang hara rendah.

5.5.8. Salinitas

Gambar 18 menunjukkan grafik nilai rata-rata salinitas pada masing- masing stasiun dan posisi penelitian. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa stasiun penelitian, posisi dan interaksi antara stasiun penelitian dan posisi terhadap laut berbeda sangat nyata dalam hal nilai salinitas.

Gambar 18. Nilai rata-rata salinitas pada masing-masing stasiun dan posisi penelitian.

Nilai rata-rata salinitas tertinggi terdapat pada stasiun I dan II posisi A sebesar 11.78 %o dan terendah pada stasiun III posisi D sebesar 5.88%o . Hasil uji lanjut hubungan stasiun penelitian dan posisi mangrove terhadap nilai salinitas disajikan pada Tabel 22.

0 2 4 6 8 10 12 14

IA IB IC ID IIA IIB IIC IID IIIA IIIB IIIC IIID

Stasiun dan Posisi

S a lin it a s ( 0 /0 0 )

Tabel 22. Uji beda rata-rata salinitas Stasiun Posisi A (Depan) B (Tengah) C (Belakang) D (Transisi) I (Nurussalam) 11.78 a 10.29 bc 8.14d 10.48 b II (Darul Aman) 11.78 a 10.29 bc 8.14d 10.48 b III (Idi Rayeuk) 10.15bc 8.96c 7.68d 5.88e

BNJ 5 % 0.75

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 22 menunjukkan bahwa stasiun I dan II posisi A mempunyai rata- rata salinitas paling tinggi dan berbeda nyata dengan stasiun I dan II posisi B, C dan D dan stasiun III posisi A, B, C dan D.

Tingginya salinitas pada stasiun I dan II posisi A disebabkan letak stasiun ini paling dekat dengan datangnya air laut pada waktu pasang surut terjadi. Sebaliknya posisi D pada semua stasiun penelitian merupakan posisi paling belakang dan terjauh dari laut. Meskipun begitu pengaruh pasang surut air laut masih ada.

Dokumen terkait