• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PEMBAHASAN

A. Sintesis 4-(2-klorofenil)but-3-en-2-on

Senyawa 4-(2-klorofenil)but-3-en-2-on merupakan suatu senyawa analog kurkumin yang dapat disintesis dari starting material 2-kloro-benzaldehida dan etil 3-oksobutanoat dengan katalis dimetilamin melalui reaksi kondensasi Knoevenagel. Senyawa 2-kloro-benzaldehida tidak memiliki hidrogen alfa dan bertindak sebagai suatu elektrofil sedangkan etil 3-oksobutanoat merupakan senyawa yang memiliki hidrogen alfa yang dapat bertindak sebagai suatu nukleofil dalam kondisi menggunakan katalis suatu asam atau basa. Reaksi berlangsung saat etil 3-oksobutanoat yang memiliki hidrogen alfa dengan diubah menjadi ion enolat dengan adanya katalis basa.

Gambar 15. Etil 3-oksobutanoat memiliki lima hidrogen alfa dan dua gugus karbonil

Etil 3-oksobutanoat memiliki lima hidrogen alfa (gambar 15) dimana hidrogen alfa yang berada diantara 2 gugus karbonil memiliki reaktivitas paling tinggi, hal ini dikarenakan efek tarikan elektron dari atom oksigen yang menyebabkan atom karbon karbonil kekurangan elektron sehingga atom hidrogen pada posisi alfa akan mudah dilepas membentuk suatu ion enolat pada penggunaan

katalis basa. Penggunaan katalis basa akan menghasilkan suatu intermediet ion enolat sedangkan katalis asam akan menghasilkan suatu enol. Penggunaan katalis basa lebih dipilih dibandingkan dengan katalis asam, hal ini dilihat dari reaktivitas dari suatu intermediet ion enolat yang lebih besar dibandingkan dengan suatu enol. Reaktivitas enolat lebih tinggi dari pada enol karena suatu ion enolat memiliki karbon yang bermuatan negatif di posisi alfa dari karbonil sedangkan enol bersifat netral. Adanya muatan negatif pada karbon dari ion enolat akan meningkatkan reaktivitas sebagai suatu nukleofil. Katalis basa seperti dimetilamin digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan membentuk ion enolat dari etil 3-oksobutanoat sehingga reaksi akan berjalan lebih cepat.

Proses sintesis senyawa 4-(2-klorofenil)but-3-en-2-on diawali saat starting material 2-kloro-benzaldehida ditambahkan pelarut etanol bebas air. Penambahan etanol bebas air berfungsi untuk melarutkan antara 2-kloro-benzaldehida dan etil 3-oksobutanoat serta meningkatkan volume untuk membantu dalam pengadukan. Proses sintesis selanjutnya ditambahkan etil 3-oksobutanoat dan sejumlah katalis dimetilamin. Alur penambahan starting material harus diperhatikan dikarenakan etil 3-oksobutanoat memiliki hidrogen alfa dan gugus karbonil yang memungkinkan terjadinya self condensation. Pemilihan pelarut juga menjadi hal penting dalam proses sintesis dari starting material suatu ester. Etil 3-oksobutanoat merupakan suatu ester yang mudah terhidrolisis saat adanya air dalam suasana basa ataupun asam menjadi senyawa asam 3-oksobutanoat.

Berdasarkan program Marvin Sketch 5.11.4, etil 3-oksobutanoat memiliki dua bentuk molekul pada rentang pH 1-14. Kedua bentuk molekul etil 3-oksobutanoat tersebut ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 16. Macam-macam bentuk molekul etil 3-oksobutanoat pada pH 0 -5,6 (1) dan pH 5,8

– 14 (2)

Bentuk molekul (1) merupakan bentuk utuh dari senyawa etil 3-oksobutanoat pada pH 0-5,6 sebanyak 100 %. Bentuk molekul (1) akan semakin menurun pada suasana pH basa dan bentuk molekul (2) akan semakin meningkat hingga mencapai 92,14 % pada pH 11. Hal ini membuktikan bahwa semakin basa suatu katalis, maka karbanion dari etil 3-oksobutanoat akan semakin meningkat dan pembentukan reaksi kondensasi Knoevenagel antara etil 3-oksobutanoat dengan 2-kloro-benzaldehida akan berlangsung dan menghasilkan rendemen yang lebih baik.

Gambar 17. Macam-macam bentuk molekul asam 3-oksobutanoat pada pH 0-8,2 (1) , pH 0-14 (2), dan pH 11-14 (3)

Berdasarkan program Marvin Sketch 5.11.4, suatu asam 3-oksobutanoat yang merupakan hasil hidrolisis dari etil 3-oksobutanoat memiliki tiga bentuk molekul (Gambar 17). Bentuk molekul (1) merupakan bentuk utuh dari senyawa

asam 3-oksobutanoat yang banyak terdapat pada pH 0-3 dan akan menurun hingga 9,58 % pada pH 5. Pada saat bentuk molekul (1) mulai menurun pada pH netral, bentuk molekul (2) meningkat dan mencapai 100 % dari pH 8,4 hingga 10,8. Bentuk molekul (3) mulai sedikit bertambah hingga mencapai angka tertinggi yaitu 5,64 % pada pH 14. Hal ini membuktikan bahwa pencegahan suatu etil 3-oksobutanoat mengalami hidrolisis menjadi sangat penting karena karbanion dari asam 3-oksobutanoat hanya terdapat 5,64 % pada pH 14, sedangkan karbanion yang terbentuk oleh etil 3-oksobutanoat mencapai 92,14 % pada pH 11.

Gambar 18. Gugus hidroksil pada asam 3-oksobutanoat mudah diserang oleh suatu basa

Dilihat dari strukturnya, sedikitnya karbanion yang terbentuk dari asam 3-oksobutanoat dikarenakan terdapat gugus hidroksil yang bersifat asam yang lebih kuat dari pada hidrogen pada posisi alfa, sehingga suatu basa lebih cenderung untuk menyerang gugus hidroksil (Gambar 18), akibatnya jumlah karbanion yang terbentuk jauh lebih sedikit dibandingkan dengan etil 3-oksobutanoat. Penggunaan asam 3-oksobutanoat sebagai suatu nukleofil akan mengurangi rendemen yang dihasilkan dalam proses adisi nukleofilik, sehingga penggunaan etanol bebas air menjadi sangat penting untuk menghindari terhidrolisisnya etil 3-oksobutanoat dan menghasilkan rendemen yang lebih baik.

Tahap awal proses sintesis senyawa 4-(2-klorofenil)but-3-en-2-on dimulai pada pengadukan antara etil 3-oksobutanoat dengan 2-kloro-benzaldehida dengan katalis basa. Pengadukan dibantu dengan magnetic stirrer untuk meningkatkan pergerakan molekul sehingga tumbukan antar molekul menjadi lebih banyak dan meningkatkan hasil rendemen. Adapun perubahan warna terjadi dari tidak berwarna menjadi kuning ketika etil 3-oksobutanoat ditambahkan. Hal tersebut menandakan bahwa reaksi kimia telah berlangsung. Suatu nukleofil yaitu karbanion dari etil 3-oksobutanoat akan menyerang karbon karbonil dari 2-kloro-benzaldehida yang menyebabkan putusnya ikatan rangkap (sp2) C=O menjadi ikatan tunggal (sp3) membentuk ion alkoksida. Ion alkoksida akan mengambil hidrogen dari katalis atau pelarut membentuk gugus hidroksil. Suatu beta hidroksi keton yang terbentuk mudah sekali mengalami dehidrasi melepaskan air membentuk suatu α,β -unsaturated keton.

Aquadest sebanyak 80 mL ditambahkan ke hasil pengadukan yang telah berlangsung selama 12 jam, kemudian HCl 1N ditambahkan hingga pH 1-2. Aquadest ditambahkan berlebih dengan tujuan untuk mendesak kesetimbangan bergeser kearah produk yaitu senyawa yang sudah terhidrolisis (Fessenden and Fessenden, 1986). Pada saat penambahan HCl 1N hingga pH 1-2 terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning berkabut, setelah itu dilakukan proses pemanasan selama 2 jam pada suhu 90⁰C. Hasil sintesis dari berwarna kuning berkabut menjadi dua fase yaitu fase aquadest yang berwarna bening dan fase cair yang berwarna kuning yang tidak bercampur dengan fase aquadest. Pelarut seperti etanol dan aquadest dalam proses pemanasan akan menguap, dan pentingnya

penambahan aquadest yang berlebih dalam proses pemanasan adalah untuk mencegah senyawa target yang berwarna kuning menjadi kering dan lengket pada dasar erlenmeyer. Hasil sintesis dikeluarkan dari waterbath dan ditambahkan natrium bikarbonat 10% hingga pH netral dan didinginkan dalam kulkas selama 24 jam. Setelah 24 jam, fase yang berwarna kuning dipisahkan dengan fase aquadest. Fase kuning yang didapatkan kemudian dipekatkan didalam desikator hingga didapatkan senyawa yang pekat.

Pengaruh waktu pengadukan terhadap hasil rendemen dapat dilihat dari data pengujian selama 0,5 jam (Lampiran 8), 12 jam (Lampiran 9) dan 24 jam (Lampiran 10). Pemilihan 0,5 jam, 12 jam dan 24 jam dilihat berdasarkan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi kuning hingga kuning gelap. Perubahan warna menandakan terbentuknya senyawa lain dari starting material.

Pada pengadukan selama 0,5 jam, warna yang dihasilkan saat pengadukan adalah tidak berwarna dan hasil GC-MS didapatkan puncak nomor 1 dengan waktu retensi 10,807 menit, % area sebesar 0,83 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z

sebesar 130 (Lampiran 11), puncak nomor 2 dengan waktu retensi 17,145 menit, % area sebesar 20,16 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 138 [M.+] atau 141 [M+2]+ (Lampiran 12), dan puncak nomor 3 dengan waktu retensi 35,195 menit, % area sebesar 54,97 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 217 (Lampiran 13). Pada pengadukan selama 12 jam, warna yang dihasilkan saat pengadukan adalah warna kuning muda dan hasil GC-MS didapatkan puncak nomor 1 dengan waktu retensi 7,229 menit, % area sebesar 1,9 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z

menit, % area sebesar 65,96 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 217 (Lampiran 15). Pengadukan selama 24 jam, warna yang dihasilkan adalah kuning tua dan hasil GC-MS didapatkan puncak nomor 1 dengan waktu retensi 7,229 menit, % area sebesar 2,96 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 139 (Lampiran 24), dan puncak nomor 2 dengan waktu retensi 16,065 menit, % area sebesar 61,79 % yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 217 (Lampiran 25). Ringkasan perbandingan antara waktu pengadukan 0,5 jam, 12 jam dan 24 jam tertera dalam tabel II.

Tabel II. Pengaruh waktu terhadap jumlah % area hasil sintesis

Waktu % area dari nilai m/z = 130 % area dari nilai m/z = 139

% area dari nilai

m/z = 217 Gambar

0,5 jam 0,83 20,16 54,97

12 jam - 1,9 65,96

24 jam - 2,96 61,79

Keterangan : nilai m/z =130 merupakan starting material etil 3-oksobutanoat nilai m/z= 139 merupakan starting material 2-kloro-benzaldehida nilai m/z= 217 merupakan produk target

Berdasarkan data yang telah dipaparkan, suatu reaksi berjalan optimal jika reaktan yang digunakan semakin berkurang dan jumlah produk target yang dihasilkan semakin bertambah. Pada pengadukan 0,5 jam, masih terdapat starting material etil 3-oksobutanoat dengan bobot molekul 130 gram/mol sebanyak 0,83%, juga terdapat starting material 2-kloro-benzaldehida dengan bobot molekul 140 gram/mol sebanyak 20,16 % dan jumlah produk target sebanyak 54,97 %. Pada waktu pengadukan 0,5 jam masih terdapat banyak starting material yang digunakan. Hal ini menyatakan bahwa reaksi belum berjalan dengan waktu yang optimal, sehingga perlu ditingkatkan waktu pengadukan. Pada pengadukan 12 jam dan 24 jam, starting material etil 3-oksobutanoat tidak ditemukan lagi, artinya bahwa etil 3-oksobutanoat sudah habis bereaksi membentuk senyawa lain. Pada pengadukan 12 jam dan 24 jam, 2-kloro-benzaldehida masih ditemukan dengan persentase 1,9 % pada waktu 12 jam, dan 2,96 % pada waktu 24 jam.

Adanya gugus klor yang tersubtitusi pada posisi orto dari suatu benzaldehida meningkatkan halangan sterik suatu senyawa yang menyebabkan semakin sulit diserang oleh suatu nukleofilik. Hal ini terlihat pada data waktu pengadukan hingga 24 jam, masih terdapat sekitar 2,96 % starting material 2-kloro-benzaldehida. Senyawa dengan persentase terbesar pada ketiga kondisi 0,5 jam, 12 jam dan 24 jam yaitu ion molekul dengan nilai m/z sebesar 217. Berdasarkan data yang telah dipaparkan, waktu pengadukan selama 12 jam mendapatkan produk target dengan % area tertinggi yaitu 65,96 % dibandingkan dengan 24 jam yaitu 61,79 % dan 0,5 jam 54,97 %. Berdasarkan prinsip dari suatu reaksi berjalan dengan baik yaitu starting material semakin berkurang dan jumlah

target produk semakin bertambah, dipilih waktu pengadukan 12 jam sebagai waktu optimum reaksi sintesis yaitu didapatkan 65,96 % senyawa target, 1,9 % senyawa 2-kloro-benzaldehida dan tidak ditemukan adanya etil 3-oksobutanoat. Berdasarkan hasil penelitian, berat produk target yang diperoleh berdasarkan hasil replikasi pertama, kedua dan ketiga pada waktu pengadukan 12 jam yaitu sebesar 0,612 gram; 0,759 gram; dan 0,55 gram. Hasil sintesis yang berbentuk cair perlu dianalisis lebih lanjut untuk memastikan apakah cairan yang didapat merupakan senyawa target yaitu 4-2-(klorofenil)but-3-en-2-on.

B. Analisis Pendahuluan

Dokumen terkait