V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.5 Sintesis Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigras
Kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi secara berkelanjutan perlu dilakukan dengan melibatkan stakeholder, memperhatikan kondisi dan permasalahan wilayah, serta dilaksanakan secara terpadu. Pelibatan stakeholder dilakukan secara substansial dalam proses pembangunan.
Model kebijakan pengembangan kawasan dimulai dengan melakukan kajian mendalam terhadap kondisi dan potensi pengembangan kawasan transmigrasi. Kondisi lahan di kawasan transmigrasi Kaliorang tergolong marjinal, namum memiliki potensi pengembangan untuk beberapa komoditi pertanian yakni padi, kakao, kelapa sawit, dan ternak sapi. Luas lahan yang dimanfaatkan oleh petani belum optimal sehingga masih memungkinkan pengembangan kawasan dalam pemanfataaan lahan usahatani.
Tinjauan terhadap kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi yang telah ditetapkan dan diimplementasikan dalam kaitan dengan substansi kebijakan dan prosedur perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. Tinjauan kebijakan ini melibatkan pakar. Kebijakan pembangunan di kawasan Kaliorang adalah gerdabangagri, agropolitan Sangsaka, dan KTM Kaliorang. Kebijakan yang telah dirumuskan tersebut pada dasarnya masih bersifat umum dan belum terintegrasi dengan kebijakan lainnya. Selain itu, belum ada penentuan prioritas
pembangunan yang harus dilakukan terlebih dahulu guna mendorong percepatan pembangunan kawasan. Strategi implementasi kebijakan tidak dirumuskan secara jelas dan proses penyusunannya tersebut belum secara partisipatif sehingga mengalami berbagai kendala. Pihak pengusaha dan masyarakat belum dilibatkan secara substansial sehingga partisipasi masyarakat dan pengusaha dalam pembangunan belum optimal.
Aspek lain yang belum tercermin dari kebijakan saat ini adalah pengembangan teknologi yang dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan. Hal ini merupakan kebutuhan masyarakat dan pengusaha dalam usahatani guna mencapai efisiensi dan efektivitas usaha. Pengembangan teknologi ini akan membutuhkan sumberdaya manusia yang sesuai dan alokasi anggaran serta sistem kemitraan. Keterpaduan seluruh aspek ini diperlukan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di kawasan transmigrasi.
Program pengembangan kawasan Kaliorang adalah: pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan sistem informasi dan promosi usaha, pengembangan komoditi unggulan berdasarkan kesesuaian lahan dan kondisi daerah, pengembangan sistem dan usaha agribisnis melalui penyesuaian regulasi, peningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum, pengembangan teknologi yang sesuai lokalita, penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan kemitraan, dan pelayanan jasa pemerintahan.
Tingkat keberhasilan kebijakan yang telah diterapkan perlu diukur kinerjanya. Pengukuran kinerja kebijakan dilakukan dengan teknik multi dimensional scaling. Berdasarkan kondisi kawasan, kebijakan pembangunan kawasan, dan preferensi stakeholder disepakati dimensi-dimensi pembangunan yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan pembangunan yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan, dan aksesibilitas. Selanjutnya untuk setiap dimensi tersebut ditentukan atribut yang terukur dan skala pengukurannya secara jelas sehingga memudahkan memberi penilaian untuk setiap atribut tersebut. Jumlah atribut yang digunakan adalah 48 atribut. Kemudian dilakukan pemberian skor untuk setiap atribut dengan melibatkan stakeholder yang terkait dengan pengembangan kawasan transmigrasi lahan kering. Selanjutnya dilakukan kalkulasi dengan software Rapfish. Hasil simulasi berupa skor status keberlanjutan setiap dimensi. Dimensi yang memiliki indeks keberlanjutan tergolong tidak berkelanjutan adalah dimensi ekonomi,
aksesibilitas, dan teknologi (nilai indeks < 50). Dimensi kelembagaan, sosial, dan ekologi tergolong belum berkelanjutan (nilai indeks 50 – 75).
Selain itu, dilakukan analisis ordinasi untuk mengetahui faktor pengungkit dari setiap dimensi yang merupakan faktor paling sensitif mempengaruhi status keberlanjutan dimensinya. Untuk mengetahui sensitivitas faktor, dilakukan analisis Monte Carlo dengan berbagai iterasi. Faktor pengungkit yang diperoleh melalui analisis ordinasi ada 19 faktor. Faktor ini diseleksi melalui analisis prospektif untuk menentukan faktor kunci pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering Kaliorang berdasarkan faktor pengungkit. Diperoleh 3 faktor kunci pengembangan kawasan.
Kebutuhan stakeholder diperoleh melalui analisis kebutuhan stakeholder. Diperoleh 17 kebutuhan stakeholder yang diwakili oleh unsur pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan pakar. Dari 17 kebutuhan tersebut perlu ditentukan faktor pemenuhan kebutuhan yang memberikan pengaruh yang tinggi terhadap faktor lainnya dengan menggunakan analisis prospektif. Diperoleh 4 faktor kunci pemenuhan kebutuhan stakeholder.
Perumusan arahan kebijakan pengembangan kawasan dilakukan dengan mengembangkan 7 faktor kunci dan memperhatikan kebijakan pembangunaan saat ini serta kondisi dan potensi kawasan Kaliorang. Faktor kunci pengembangan kawasan Kaliorang adalah: luas lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian unggulan; kemitraan usahatani dalam mendukung kegiatan agribisnis komoditi pertanian unggulan, sarana jalan penghubung, iklim investasi, prasarana dan sarana kawasan, teknologi budidaya pertanian, dan kualitas sumberdaya manusia.
Tahap selanjutnya adalah melakukan proses penentuan prioritas kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering berdasarkan aspirasi stakeholder. Model analisis yang digunakan adalah AHP. Kebijakan yang terpilih adalah pengembangan dan penguatan kemitraan usaha dalam mendukung kegiatan agribisnis komoditi pertanian unggulan. Kebijakan ini merupakan prioritas utama yang perlu dilakukan guna mencapai pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering yang optimal dan berkelanjutan. Selanjutnya dirumuskan strategi implementasinya bersama dengan semua stakeholder terkait. Strategi implementasi berupa upaya-upaya strategis untuk mewujudkan kebijakan terpilih. Proses ini merupakan jaminan kemudahan
implementasi kebijakan dan keberlanjutan pembangunan. Model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Ikhtisar model kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi di lahan kering
Tahap Proses Analisis Hasil Analisis Implikasi I Tinjauan terhadap kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang: Gerdabangagri, agropolitan Sangsaka, dan KTM Kaliorang. Diskusi dengan pakar
Kebijakan berupa arahan dan program pengembangan kawasan Kaliorang.
Mekanisme pengambilan keputusan belum partisipatif dan kurang mempertimbangkan karaktersitik kawasan. Sebagai masukan dalam proses perumusan arahan kebijakan Kajian mendalam terhadap kondisi dan potensi pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang.
Menggunakan dokumentasi
Kondisi kawasan Kaliorang mencakup aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi,
kelembagaan, aksesibilitas dan fasilitas umum. Dari aspek lahan masih memungkinkan
pengembangan kawasan. Komoditi pertanian unggulan adalah padi, kakao, kelapa sawit, dan sapi
Digunakan sebagai data untuk analisis
keberlanjutan. Sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan pengembangan kawasan dan strategi implementasi kebijakan II Penentuan status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering
Diskusi dengan pakar
Disepakati 6 dimensi
pembangunan yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan pembangunan yaitu: ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan, aksesibilitas dan fasilitas umum
Dimensi dalam menentukan atribut untuk penentuan keberlanjutan
Penentuan atribut dari setiap dimensi. Diskusi dengan pakar
Diperoleh 48 atribut yakni 6 ekologi, 8 ekonomi, 10 sosial budaya, 8 teknologi, 8
kelembagaan, dan 8 aksesibilitas dan fasilitas umum
Sebagai dasar analisis keberlanjutan dan penentuan faktor pengungkit (analisis ordinasi)
Analisis keberlanjutan dan faktor pengungkit Analisis MDS
Dimensi ekonomi, aksesibilitas, dan teknologi tergolong tidak berkelanjutan. Dimensi
kelembagaan, sosial, dan ekologi tergolong belum berkelanjutan Diperoleh 19 faktor pengungkit keberlanjutan pengembangan kawasan
Sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dan strategi implementasi
Penentuan faktor kunci keberlanjutan kawasan Analisis prospektif
Diperoleh 3 faktor kunci pengembangan kawasan
Sebagai dasar dalam perumusan arahan kebijakan
III Analisis kebutuhan
stakeholder
need assesment
Diperoleh 17 kebutuhan
stakeholder yaitu: 6 kebutuhan pemerintah, 3 kebutuhan masyarakat, 5 kebutuhan pengusaha, dan 3 kebutuhan peneliti dan LSM.
Penentuan faktor kunci pemenuhan kebutuhan
stakeholder Analisis prospektif
Diperoleh 4 faktor kunci pemenuhan kebutuhan: minat investasi, sarana dan prasarana kawasan, teknologi, dan kualitas SDM.
Tabel 25 (Lanjutan)
Tahap Proses Analisis Hasil Analisis Implikasi IV Penentuan faktor kunci
pengembangan kawasan transmigrasi lahan kering
Diperoleh 7 faktor kunci: luas lahan yang ditanami, mitra usaha, kondisi jalan, minat investasi, sarana dan prasarana kawasan, teknologi, dan kualitas SDM
Sebagai dasar dalam perumusan arahan kebijakan V Perumusan arahan kebijakan pengembangan kawasan FGD
Rumusan arahan kebijakan berdasarkan 7 faktor kunci pengembangan kawasan, kebijakan pembangunan saat ini, dan kondisi serta potensi
pengembangan kawasan Kaliorang
Merupakan alternatif arahan kebijakan yang sesuai untuk pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang. Penentuan prioritas kebijakan AHP
Arahan kebijakan terpilih sebagai prioritas utama adalah:
pengembangan dan penguatan kemitraan usahatani dalam mendukung kegiatan agribisnis komoditi pertanian unggulan
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan status keberlanjutan pengembangan kawasan Kaliorang Perumusan strategi implementasi arahan kebijakan FGD
Tiga strategi utama untuk mewujudkan kebijakan prioritas yaitu: mengembangkan sistem kemitraan usahatani dan sumber modal yang dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, pembangunan dan pemeliharaan sarana jalan untuk mendukung peningkatan kemitraan usaha dan investasi, dan
mengembangkan sistem
rekruitmen transmigrasi yang dapat menjaring petani yang memiliki keterampilan usahatani lahan kering
Jaminan kemudahan implementasi kebijakan karena dilakukan secara partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan stakeholder