V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Status Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Transmigras
Keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang dianalisis dengan model MDS. Nilai indeks keberlanjutan yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap semua atribut tercakup dalam enam dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, kelembagaan, dan aksesibilitas). Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pakar disepakati 48 atribut yang tersebar dalam enam dimensi pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering seperti tertera pada Tabel 15, 16, 17, 18, 19, 20, dan 21.
Tabel 15. Dimensi ekologi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Ekologi
1 Tingkat pemanfaatan kesuaian kondisi permukaan tanah untuk berbagai
komditas pertanian sehingga dapat mengurangi erosi.
2 Tingkat kesuburan tanah di kawasan transmigasi untuk kegiatan usahatani
3 Pemanfaatan pupuk organik dari limbah pertanian untuk usahatani transmigran
4 Pemanfaatan pupuk anorganik (kimia) untuk usahatani transmigran
5 Luasan lahan (LP+ LU-I+LU-II = 2 ha) yang ditanami dengan komoditi pertanian 6 Jenis dan sumber air (disamping air hujan, air tanah dan air permukaan) yang
dapat dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga dan usahatani.
Tabel 16. Dimensi ekonomi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Ekonomi
1 Pendapatan transmigran dari usahatani (on farm) tanaman pangan dan
tanaman perkebunan untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup
2 Pendapatan transmigran dari usaha non tani (off farm) untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup
3 Konstribusi terhadap peningkatan penghasilan rata-rata transmigran dari aktifitas usahatani transmigran
4 Kontribusi penghasilan dari usahatani transmigran terhadap pendapatan asli daerah
5 Lembaga keuangan (makro dan mikro) sebagai pendukung pendanaan bagi
kegiatan usahatani transmigran
6 Sumber pendanaan sebagai pendukung kegiatan usahatani transmigran
7 Mitra kerja perorangan atau lembaga yang bekerjasama dan berusaha saling menguntungkan dengan transmigran
8 Tata niaga pemasaran hasil pertanian mulai dari produsen, pasar lokal hingga pasar regional
Tabel 17. Dimensi sosial budaya pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Sosial Budaya
1 Pengaruh (respon) program transmigrasi terhadap nilai-nilai sosial budaya masyarakat lokal
2 Pola, cara dan persyaratan rekruitmen calon transmigrasi terhadap
keberhasilan transmigran dalam usahatani
3 Pelatihan kegiatan usahatani transmigran secara rutin dan berkelanjutan
4 Latar belakang, pengalaman, pendidikan dan keterampilan transmigran
dibidang pertanian
5 Pembinaan sosial, budaya, mental dan spiritual transmigran di lokasi permukiman oleh instansi terkait dan LSM
6 Transmigran swakarsa mandiri (TSM) yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya (transmigran) yang berhasil
7 Tingkat pendidikan formal dan nonformal rata-rata transmigran
8 Kondisi kesehatan warga transmigran selama berada di permukiman
transmigrasi
9 Tenaga kerja yang ikut dalam usahatani transmigran
10 Frekuensi konflik yang terjadi di kawasan transmigrasi baik antar sesama warga atau dengan warga sekitar kawasan permukiman.
Tabel 18. Dimensi teknologi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Teknologi
1 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang konsevasi lahan di lahan kering
2 Teknik dan metode penyiapan lahan lokasi transmigrasi lahan kering
3 Pengetahuan transmigran tentang pengelolaan dan pengolahan lahan kering
4 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang teknologi pembibitan untuk
komoditi-komoditi pertanian di lahan kering
5 Ketersediaan teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dapat dengan mudah dan murah dipergunakan oleh transmigran
6 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang komoditi pertanian dengan
kesesuaian lahan di lahan kering
7 Ketersediaan teknologi pasca panen yang dapat dengan mudah dan murah dipergunakan oleh transmigran
8 Pengetahuan transmigran tentang informasi pasar lokal untuk memasarkan komoditi pertanian
Tabel 19. Dimensi kelembagaan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Kelembagaan
1 Juklak dan juknis mulai dari perencanaan, pembangunan dan pemberdayaan/
pembinaan permukiman transmigrasi
2 Kelengkapan lahan (LU-I, LU- II) yang di terima transmigran baik luasan maupun sertifikat lahan
3 Status sertifikasi lahan (LP, LU-I, LU-II) yang diberikan pada transmigran dan masa pemberian sertifikat tanah
4 Ketersediaan personil pembinaan dari instansi intern, instansi terkait dan LSM di lokasi transmigrasi
5 Keberadaaan lembaga atau kelompok tani transmigran dan aturan-aturannya yang ada di lokasi transmigrasi
6 Keberadaaan lembaga koperasi di lokasi transmigrasi dalam mendukung
usahatani transmigran
7 Keberadaaan lembaga adat dari masyarakat
8 Adanya tokoh panutan yang disegani di lokasi transmigrasi yang berasal dari warga transmigran maupun dari masyarakat lokal
Tabel 20. Dimensi aksesibilitas dan fasilitas umum pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Aksesibilitas dan Fasilitas Umum
1 Kondisi kualitas jalan penghubung/ poros yang dapat dilalui dengan kendaraan roda empat dan roda dua dengan mudah
2 Kemudahan mendapatkan alat transportasi terutama untuk melakukan aktifitas
usahatani
3 Ketersediaan sarana pemasaran hasil usahatani transmigran yang dengan mudah dapat dilakukan oleh transmigran dan masyarakat
4 Ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga
5 Ketersediaan air untuk usahatani dan industri
6 Kelengkapan sarana fasilitas umum di lokasi transmigrasi (pasar, tempat ibadah, balai desa, puskemas, sekolah)
7 Ketersediaan sarana telekomunikasi yang dengan mudah dapat dipergunakan
oleh transmigran dan masyarakat
8 Ketersediaan sarana listrik yang dengan mudah dapat diperoleh dan
dipergunakan transmigran dan masyarakat
Hasil analisis menunjukkan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang belum berkelanjutan. Dari enam dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan pembangunan kawasan, terdapat tiga dimensi yang tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) yakni dimensi ekologi
dengan nilai indeks 55,0; dimensi sosial (57,7), dan dimensi kelembagaan (62,0). Faktor pengungkit pada dimensi ini perlu ditingkatkan untuk mencapai kondisi berkelanjutan. Dimensi yang tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50) adalah dimensi ekonomi dengan nilai indeks 41,5; dimensi teknologi (46,0), dan dimensi aksesibilitas (48,5). Untuk mencapai keberlanjutan pembangunan kawasan maka kinerja atribut-atribut yang tergolong dimensi teknologi, ekonomi, dan aksesibilitas perlu didorong secara optimal dan terpadu. Menurut Serageldin (1996), pembangunan yang berkelanjutan itu adalah jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dimensi aksesibilitas, ekonomi, dan teknologi menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kegiatan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang karena memiliki skor yang paling rendah dan masih relatif jauh dari kondisi keberlanjutan. Status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang disajikan pada Gambar 14.
Status Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang 48.5 62.0 46.0 57.7 41.5 55.0 - 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas
Gambar 14. Status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang
Dimensi yang memiliki indeks keberlanjutan tergolong tidak berkelanjutan adalah dimensi ekonomi, aksesibilitas, dan teknologi. Ketiga dimensi ini memiliki skor indeks keberlanjutan < 50. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
ekonomi, aksesibilitas, dan teknologi belum diperhatikan dalam proses pembangunan yang dilakukan selama ini. Dengan demikian, di masa mendatang ketiga dimensi ini perlu mendapat perhatian. Dimensi kelembagaan, sosial, dan ekologi tergolong belum berkelanjutan (nilai indeks 50 – 75).
Parameter statistik digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di kawasan transmigrasi Kaliorang adalah nilai stress dan koefisien determinasi. Nilai stress dan r2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai stress dan r2 hasil MDS tertera pada Tabel 21.
Tabel 21. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering Kaliorang
Nilai
Statistik Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas
Stress 0.16 0.15 0.13 0.16 0.13 0.14
r2 0.89 0.94 0.94 0.87 0.95 0.95
Jumlah
iterasi 3 2 3 3 2 2
Sumber: Hasil analisis (2007)
Berdasarkan Tabel 21 setiap dimensi memiliki nilai stress yang lebih kecil dari 0,25. Nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai kurang dari 25% (Kavanagh, 2001). Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi (r2) semakin baik jika nilainya semakin
besar (mendekati 1). Kedua parameter menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang sudah cukup baik dalam menerangkan keenam dimensi pembangunan yang dianalisis.
Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks masing-masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis keberlanjutan pembangunan kawasan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS,
kesalahan memasukan data atau ada data yang hilang, dan nilai stress yang terlalu tinggi.
Hasil analisis Monte Carlo yang dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks masing-masing dimensi. Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang pada selang kepercayaan 95% memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
Tabel 22. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai masing-masing dimensi pengelolan kawasan transmigrasi Kaliorang
Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan Dimensi Ekologi 55,0 55,0 0,0 Dimensi Ekonomi 41,5 41,0 0,5 Dimensi Sosial 57,7 57,6 0,2 Dimensi Teknologi 46,0 46,3 -0,3 Dimensi kelembagaan 62,0 62,1 -0,1 Dimensi Aksesibilitas 48,5 48,3 -0,2
Sumber: Hasil Analisis (2007)
Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4) kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari.
Pembangunan dimensi ekologi kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang menjadi faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat enam atribut yang menentukan keberlanjutan ekologi pembangunan kawasan Kaliorang dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (root mean square) yang di atas nilai tengah (> 2,75). Atribut ekologi yang merupakan faktor pengungkit adalah pemanfaatan pupuk organik dari limbah pertanian untuk
usahatani transmigran, pemanfaatan pupuk kimia untuk usahatani transmigran, dan luas lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian. Menurut Mastur (2002) bahwa lahan kering marjinal memiliki produktivitas yang rendah jika tidak diberi input seperti kapur dan pupuk. Secara visual disajikan pada Gambar 15.
Leverage of Attributes 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Kesesuaian kondisi permukaan tanah dengan usahatani Tingkat kesuburan tanah Pemanfaatan pupuk organik Pemanfaatan pupuk kimia Luasan lahan yang
ditanami Ketersediaan air A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 15. Atribut ekologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Ketersediaan lahan merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan. Lahan kering di wilayah kecamatan Kaliorang cukup luas, namun kesesuaian lahan untuk beberapa komoditi pertanian yang memiliki keunggulan komparatif di Kaliorang menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan untuk budidaya pertanian pada umumnya sesuai marginal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sema’un et al. (1991) bahwa ciri utama lahan kering lainnya yang menonjol dalam sistem usahatani lahan kering adalah terbatasnya air, makin menurunnya produktivitas lahan, tingginya variabilitas kesuburan tanah dan jenis tanaman yang ditanam serta variabilitas kondisi sosial ekonomi dan budaya usahatani yang dilaksanakan sangat tergantung pada curah hujan.
Ketersediaan lahan baik jenis dan kesesuaian untuk pengembangan komoditi agribisnis di Kaliorang meliputi lahan sesuai untuk pengembangan sawah irigasi, tanaman lahan kering baik tanaman semusim maupun tahunan serta budidaya tambak udang. Berdasarkan potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan di kawasan kecamatan Kaliorang terdapat 23.066 hektar untuk pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kaliorang terdiri atas padi seluas 1.840 hektar, kakao seluas 6.826 hektar, perkebunan kelapa sawit seluas 11.920 hektar, dan tambak udang seluas 2.900 hektar (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Beberapa komoditi tanaman pangan yang telah banyak dikembangkan di kawasan Kaliorang adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau. Keragaan komoditi tanaman pangan yang dikembangkan di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan sentra produksi padi. Hal tersebut terlihat dari luas tanam maupun produksi padi dan ubi kayu di kawasan ini menyumbang 69% luasan dan produksi Kabupaten Kutai Timur. Tingkat produktivitas komoditi di wilayah kawasan Kaliorang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas yang dicapai rata-rata di kabupaten Kutai Timur. Budidaya padi berkembang di kecamatan Kaliorang.
Hasil penelitian Nurharyadi (2007) di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang yang laju pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai. Hasil perhitungan location quotient (LQ) terhadap luas tanam komoditas perkebunan menunjukkan bahwa komoditas kopi, kelapa, kakao, dan panili mempunyai nilai lebih dari 1. Namun demikian jika dilihat kontribusinya terhadap luasan tanam kawasan, tanaman kopi dan vanili kurang dari 5%. Karena itu komoditas yang mempunyai indikasi sebagai komoditas basis adalah kakao dan kelapa. Pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang yang pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas panili, kelapa sawit, dan kakao.
Komoditi kakao dan kelapa merupakan komoditi yang cukup menonjol bila dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Kutai Timur. Luas tanaman kelapa (kelapa hibrida) mencapai 5.497 ha namun hampir separuhnya rusak karena gagal dalam pengembangannya. Lahan bekas pengembangan
kelapa hibrida tersebut saat ini umumnya terlantar dan berupa padang alang- alang. Tanaman kakao cukup cepat berkembang di wilayah ini. Total luas pengembangan telah mencapai 2.067 ha yang kebanyakan di tumpangsarikan dengan tanaman pisang sebagai tanaman pelindung.
Tingkat kesuburan tanah di wilayah ini tergolong rendah sampai sedang. Ketersediaan lahan baik jenis dan kesesuaian untuk pengembangan komoditi agribisnis di Kaliorang meliputi lahan sesuai untuk pengembangan sawah irigasi, tanaman lahan kering baik tanaman semusim maupun tahunan serta budidaya tambak udang. Berdasarkan potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan di kawasan kecamatan Kaliorang terdapat 23.066 ha untuk pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kaliorang terdiri atas padi seluas 1.840 ha, kakao seluas 6.826 ha, perkebunan kelapa sawit seluas 11.920 ha, dan tambak udang seluas 2.900 ha (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Dimensi ekonomi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong tidak berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 50,0. Dengan demikian pembangunan dimensi ekonomi kawasan transmigrasi Kaliorang harus dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat delapan atribut ekonomi yang menentukan keberlanjutan program dan empat diantaranya yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 2,25). Atribut ekonomi yang merupakan faktor pengungkit adalah sumber modal untuk kegiatan usahatani, tersedianya mitra usaha, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, dan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan transmigran dari usaha di bidang ekonomi. Secara visual disajikan pada Gambar 16.
Sumber modal untuk kegiatan usahatani masih dari modal sendiri. Kemampuan petani untuk mengakses sumber permodalan masih rendah. Di samping itu, belum ada regulasi yang khusus untuk memudahkan petani memanfaatkan sumber-sumber permodalan bagi usahataninya. Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa salah satu model strategi pengembangan dan pembangunan transmigrasi adalah supply side yang mengupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuannya adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya di proses dari sumberdaya alam lokal. Adanya peningkatan penawaran akan meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah ini.
Leverage of Attributes
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Pendapatan transmigran dari usahatani (on farm) untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup Pendapatan transmigran dari non-usahatani (off farm) untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup
Kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan transmigran dari usahatani di bidang ekonomi
Kontribusi terhadap PAD Tersedianya lembaga keuangan pendukung
program usahatani transmigran Sumber modal untuk kegiatan usahatani
Tersedianya mitra usaha (investor) Tataniaga hasil pertanian
A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 16. Atribut ekonomi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Minat masyarakat untuk terlibat dalam usahatani perkebunan yang padat modal relatif tinggi. Namun terkendala dengan terbatasnya modal usaha dan kondisi infrastruktur jalan yang masih belum memadai. Masyarakat membutuhkan suatu kemitraan antara kelompok usaha tani, pemerintah dan swasta dalam bentuk cooperative business, yang mendorong peningkatan nilai tambah, efisiensi dan perbaikan produktivitas.
Pengusaha pertanian dan perkebunan di Kabupaten Kutai Timur sudah banyak. Namun jalinan kemitraan usaha dengan petani di kawasan transmigrasi Kaliorang belum terbina. Kegagalan usahatani pisang dan kelapa hibrida menyebabkan petani kurang percaya terhadap kemitraan usaha yang akan dilakukan. Diperlukan fasilitasi pemerintah untuk memberikan jaminan kepada pengusaha dan petani akan pentingnya kemitraan usaha tersebut.
Landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian dalam Undang- Undang No.12 tahun 1992 telah ditetapkan: badan usaha diarahkan untuk kerjasama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam melalukan usaha
budidaya tanaman, pemerintah dapat menugaskan badan usaha untuk pengembangan kerjasama dengan petani. Mitra usaha bagi petani di Kaliorang saat ini masih sebatas oleh pemerintah. Sebagian besar petani masih berusaha sendiri atau bermitra dengan pemerintah, belum dengan investor.
Kontribusi kegiatan ekonomi kawasan transmigrasi terhadap pendapatan asli daerah masih terbatas pada sektor pertanian. Beberapa komoditi tanaman pangan yang telah banyak dikembangkan di kawasan Kaliorang adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau. Keragaan komoditi tanaman pangan yang dikembangkan di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan sentra produksi padi. Hal tersebut terlihat dari luas tanam maupun produksi padi dan ubi kayu di kawasan ini menyumbang 69% luasan dan produksi Kabupaten Kutai Timur. Komponen laju pertumbuhan total pengembangan komoditas tanaman pangan di Kutai Timur sebesar 16,5%. Pengembangan komoditi tanaman pangan di Kaliorang yang laju pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai (Nurharyadi, 2007).
Berdasarkan nilai differensial pengembangan komoditas padi sawah, padi ladang dan kedelai tersebut mempunyai nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai mempunyai daya saing yang tinggi dalam pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang. Namun demikian, hanya padi sawah yang merupakan komoditas basis dan jika dilihat kontribusinya dari luasan panen mencapai 52,4% (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Dimensi sosial budaya memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi sosial budaya kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat sepuluh atribut sosial budaya yang menentukan keberlanjutan program dan dua diantaranya yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 3,0). Atribut sosial budaya yang merupakan faktor pengungkit adalah jumlah transmigran swakarsa yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya dan pola rekruitmen calon transmigran terhadap keberhasilan transmigrasi. Secara visual disajikan pada Gambar 17.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6
Pengaruh program transmigrasi terhadap nilai- nilai sosial budaya lokal
Pola rekruitmen calon transmigran terhadap keberhasilan transmigrasi Pelatihan kegiatan usahatani transmigran
Pengalaman dan ketrampilan di bidang pertanian
Pola pembinaan transmigran di lokasi permukiman
Jumlah transmigran swakarsa (TSM) yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi Tingkat penyerapan tenaga kerja dari
usahatani transmigran Status kesehatan warga transmigran
Tingkat pendidikan rata-rata Frekuensi konflik A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 17. Atribut sosial budaya yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Jumlah transmigran swakarsa yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Jumlah penduduk di Kecamatan Kaliorang pada tahun 2006 sebanyak 13.907 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 20 jiwa/km2. Dengan angka kepadatan penduduk tersebut, kecamatan Kaliorang merupakan wilayah terpadat di Kabupaten Kutai Timur. Rata-rata pertumbuhan penduduk sekitar 2% (BPS Kabupaten Kutai timur, 2005). Pertumbuhan penduduk yang cukup besar tersebut umumnya diakibatkan oleh adanya mobilisasi penduduk dan bukan semata-mata dari kelahiran.
Pendapatan utama penduduk bersumber pada pertanian yang mengusahakan lahan sawah atau lahan kering. Beberapa desa seperti Cipta Graha dan Bumi Rapak mengandalkan perekonomiannya pada padi karena memiliki lahan sawah beririgasi. Beberapa desa lain mengandalkan pada padi gogo (lahan kering), tanaman palawija atau pisang dan kakao.
Angkatan kerja di Kaliorang sekitar 42% (sekitar 5.841 orang) sebagian besar desa-desa di wilayah ini adalah transmigrasi yang basis usahanya adalah pertanian, sehingga lebih dari 90% angkatan kerja tersebut bekerja di bidang pertanian. Desa Bumi Sejahtera dan Bukit Permata seluruh penduduknya bekerja atau bersumber penghidupan utama dari pertanian (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Untuk mengatasi kekurangan SDM, diperlukan program transmigrasi melalui mekanisme seleksi para transmigran. Menurut Anharudin et al. (2003), pembangunan transmigrasi di kawasan timur Indonesia diarahkan untuk: (1) mendukung pembangunan wilayah yang masih tertinggal, (2) mendukung pembangunan wilayah perbatasan, dan (3) mengembangkan permukiman transmigrasi yang telah ada, pembangunan permukiman baru secara selektif, dan pengembangan desa-desa/permukiman transmigrasi potensial. Untuk mendorong suatu hubungan interkoneksitas antara wilayah (spatial connection) dan integrasi kegiatan agribisnis/agroindustri yang efisien serta mengeliminir dampak negatif yang mungkin timbul; maka perlu disiapkan suatu pola-pola