F. Sensitivitas Hasil Analisis AHP
5.4. Analisa Pengembangan Hutan Kota
5.4.1. Analisis Analiytical Hierarchy Proses
5.3.1.4. Sintesis Strategi menurut Aktor
Berdasarkan hasil analisis strategi menurut aktor diketahui bahwa prioritas strategi yang akan dikembangkan dalam kerangka pengembangan hutan kota dalam mendukung pembangunan berwawasan lingkungan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1) Prioritas Pertama: Hutan Kota Pemukiman
Hutan kota dapat memberikan keteduhan dan keindahan, juga dapat memberi manfaat dalam mengurangi dampak negatif pencemaran udara, dan mengatasi masalah erosi tanah. Hutan kota pemukiman, hutan yang berada di sekitar pemukiman, bentuknya antara lain: taman bermain anak- anak , taman tepi jalan, tanaman pekarangan, tanaman pelengkap gedung bertingkat. Taman bermain anak-anak berfungsi sebagai keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatkan kenyamanan, tanaman tepi jalan didisain untuktujuan tujuan meredam suara, menyimpan air, meningkatkan kenyamanan serta menahan silau sinar kendaraan di malam hari. Tanaman pekarangan berfungsi sebagai penghasil oksigen dan tujuan lain sangat tergantung kepada pemilik pekarangan. Tanaman pelengkap gedung dirancang dengan pertimbangan karena terbatasnya lahan yang tersedia di perkantoran maka pada setiap lantai dan pada lokasi tertentu dari lantai tersebut tersedia tanaman yang membawa nuansa alami serta nyaman ruangan gedung.
Penerapan konsep hutan kota tersebut dapat memberikan 4 jenis manfaat yaitu : 1) perbaikan iklim, 2) pemanfaatan bidang keteknikan, 3) pemanfaatan di bidang arsitektur,4) pemanfaatan dibidang estetika. Oleh karena itu harus dilakukan perencanaan yang bertahap yaitu: 1) jangka pendek yang memuat gambaran tentang hutan kota pemukiman yang dibangun, serta target dan tahapan pelaksanaannya, 2) rencana detail yang memuat desain fisik atau rancang bangun untuk masing-masing komponen fisik hutan kota pemukiman yang hendak dibangun serta tata letaknya, 3) rencana tahun pertama kegiatan, meliputi rencana fisik dan biaya.
Bupati Belu mencanangkan hutan keluarga sebagai salah satu kebijakan yang dikeluarkan pada saat pembukaan Bulan Bakti LKMD di Desa Lasiolat Kecamatan Tastim. Ketetapan yang berlaku saat ini di Kabupaten Belu adalah bahwa setiap wilayah mengharuskan seluruh masyarakat agar
menanam pohon sebanyak 4 pohon di sekitar pekarangan masing-masing sebagai sumber oksigen, penyerap debu, dan peredam kebisingan.
2). Prioritas ke 2 : Hutan Kota Pusat Komunitas Sosial
Hijaunya kota menjadikan suasana indah, sejuk, dan nyaman. Kota mempunyai pusat-pusat komunitas sosial/kegiatan seperti: pusat pertokoan, gedung–gedung pertemuan, perkantoran dan lain-lain. Hutan kota yang berada di wilayah ini bertujuan untuk memberikan sentuhan estetika, sebagai pelindung, produsen oksigen dan sebagainya. Didalam pusat komunitas, hutan juga dapat dijadikan sebagai alat sosialisasi penduduk kota.
Menurut Dahlan (2005) peranan dari hutan kota yaitu : 1) sebagai identitas kota, 2) pelestarian plasmanutfah, 3) penahan dan penyaring partikel padat dari udara, 4) peyerap dan penjerap partikel timbal, 5) peredam kebisingan, 6) mengurangi stres, 7) meningkatkan keindahan.
Hijaunya kota memang indah, namun dalam pelaksanaannya masih banyak mengalami kendala, karena terkadang bangunan yang ada tidak disesuaikan dengan tata ruang sehingga akan membuat tata kota akan semakin kurang indah atau kurang bagus. Oleh karena itu pengelolaannya perlu memperhatikan organisasi pengelolaannya yang melibatkan sosialisasi individu, masyarakat, serta pemerintah, dengan pusat-pusat komunitas sosialnya agar dapat memahami manfaat adanya hutan kota di sekitar wilayahnya. Selain itu diperlukan suatu kebijakan yang dapat membantu menyukseskan program yang akan dituangkan dalam Renstra, selanjutnya untuk diaplikasikan.
3). Prioritas ke 3: Hutan Kota Konservasi
Hutan konservasi bertujuan untuk mencegah kerusakan, perlindungan dan pengawetan terhadap objek tertentu dalam alam. Hutan kota konservasi tujuannya mencegah kerusakan, melindungi dan melestarikan sumberdaya alam di perkotaan. Jika di suatu kota memiliki bentuk topografi pegunungan dengan kelerengan yang curam atau tepi-tepi sungai perlu diupayakan agar tidak terjadi longsor yang bisa membahayakan pemukiman dan melindungi satwa-satwa yang merupakan endemik di Daerah tersebut.
Dalam pengelolaannya hutan kota konservasi menjadi tanggung jawab atau wewenang dari Dinas Kehutanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Belu berpedoman kepada Renstra. Namum implementasinya kurang mencapai apa yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena: 1)
musibah yang dialami oleh Kabupaten Belu dengan adanya evakuasi penduduk dari Timor-Timur menyebabkan lahan-lahan konservasi dialih fungsikan untuk kebun, pemukiman dan pemanfaatan untuk kayu bakar, 2) kurang adanya rasa tanggung jawab untuk memelihara dan memliki sehingga terjadi penebangan secara liar, 3) kondisi iklim di Kabupaten Belu dengan kecenderungan musim kemarau relatif lebih panjang, dibandingkan musim hujan. Keadaan tersebut dapat memicu terjadinya fenomena seperti kebakaran di musim kemarau dan longsor dimusim hujan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan keadaan tersebut perlu suatu kebijakan yang membantu keberhasilan pelaksanaan Renstra, dan perlunya insentif bagi masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah atau hutan itu agar masyarakat dapat terlibat dalam pengelolaan hutan konservasi, khususnya melibatkan masyarakat adat yang masih memiliki kearifan lokal yang sangat membantu pemerintah.
4). Prioritas ke 4: Hutan Kota Rekreasi
Hutan kota rekreasi mempunyai peranan sebagai tempat bermain anak-anak, tempat istirahat orang dewasa, perlindungan dari gas dan debu, serta sebagai produsen oksigen. Lokasi yang diharapkan dari hutan kota rekreasi diusahakan dapat memenuhi fungsi sebagai rekreasi “jam“ artinya didatangi dan dinikmati tidak lebih dari satu jam dari ujung Daerah pemukiman dengan kendaraan bermotor. Hutan kota rekreasi untuk wilayah kabupaten Belu dalam Renstra yang ada akan dibangun di kawasan lapangan umum sebagai taman kota yang merupakan pusat ibu kota kabupaten dan pusat seluruh aktifitas untuk kabupaten Belu.
Pengelolaannya merupakan tanggung jawab dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Dinas Kehutanan dengan berpedoman kepada apa yang direncanakan oleh BAPPEDA sesuai dengan program yang ada. Dalam pengelolaan Retribusi Daerah diserahkan kepada Dinas Pendapatan dan Dinas Pariwisata. Pengelolaan selanjutnya harus memperhatikan kaidah-kaidah yang terdapat dalam ekologi agar taman tersebut tetap terpelihara dan dapat dinikmati sepanjang waktu.
5). Prioritas ke 5 : Hutan Kota Industri
Hutan kota kawasan industri adalah hutan yang berada: 1) di taman kawasan industri, dibuat dengan tujuan untuk istirahat para pekerja sebagai tempat yang terlindungi secara alami dari kebisingan, debu dan gas buangan
industri, 2) tanaman penyangga. Pada umumnya kawasan industri merupakan kawasan yang tidak terlepas dari kawasan berpenduduk, baik dalam bentuk pemukiman, pertokoan, pertanian dan sebagainya. Tanaman penyangga ini ditata berdasarkan perhitungan gerakan angin yang bisa bergerak di sekitar kawasan. Oleh karena itu penanaman pohon ini harus memperhatikan tinggi gerakan angin serta jarak dari daerah yang perlu dilindungi.
Dalam pengelolaannya perlu adanya keterlibatan dari Industri atau masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah itu dengan didampingi oleh pemerintah sebagai perencana dan pelaksana program, masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi sebagai pemberi informasi kepada pemerintah demi tercapainya Renstra tersebut dengan tidak lupa SDM pengelola yang menunjang program tersebut.
Jenis tanaman yang ada di RTH kabupaten Belu ada 31 jenis, baik yang berupa pohon, perdu maupun tanaman hias. Jenis tanaman yang khas kabupaten Belu yaitu ampupu ( Eucalyptus Urophilla ) yang secara alami banyak tumbuh hampir di seluruh kabupaten Belu. Inventarisasi jenis tanaman yang ada di RTH kabupaten Belu dapat dilihat pada lampiran 13.
Menurut Dahlan (2005), guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan, jenis tanaman yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di kota tersebut.
Pertumbuhan tanaman yang baik serta manfaat hutan kota yang maksimal dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa informasi yang perlu di perhatikan 7 persyaratan (Dahlan ,2005) diantaranya yaitu persyaratan edaphis, persyaratan meteorologis, persyaratan silvikultur, persyaratan umum tanaman, persyaratan untuk pohon peneduh jalan, persyaratan estética dan persyaratan untuk pemanfaatan khusus.
Hal ini tergantung kepada fungsi dari tanaman yang ditanam sebagai hutan kota. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) dalam Septriana (2005) bahwa jenis- jenis asli adalah jenis-jenis yang terbaik, jika di tinjau dari ekologi untuk ditanam didaerah yang bersangkutan baik dalam reboisasi maupun penghijauan. Jika didatangkan jenis-jenis ekologi baik dari luar daerah maupun
dari luar pulau, maka jenis-jenis tersebut harus menyesuaikan diri dengan iklim dan lingkungan hidup yang baru.
Jenis-jenis tersebut tidak memungkinkan untuk ditanam bila tidak tersedianya biji yang cukup untuk jenis-jenis asli, atau jenis asli tidak sesuai dengan pola perencanaan industri daerah yang bersangkutan maka dapat dipilih jenis yang cocok baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti ekologi
Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan untuk pengembangan RTH ataupun hutan kota ada 31 jenis yang tdd 8 jenis untuk perkarangan,3 untuk jalar hijau dan 20 jenis untuk taman hutan. Ada jenis-jenis tanaman yang dipilih untuk pengembangan RTH/hutan di kabupaten Belu dapat dilihat pada Lampiran 13.