• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIPA Kedua; dan/atau 3) SIPA Ketiga

Dalam dokumen Rakerda PD IAI Kalimantan Barat (Halaman 95-107)

Penjelasan Surat Edaran

2) SIPA Kedua; dan/atau 3) SIPA Ketiga

Cukup jelas, merupakan penjabaran lebih lanjut dari yang tertulis pada

pasal 18 ayat 2 :

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.

d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki paling banyak 3 (tiga) SIPA.

Jelas pernyataannya,tetapi menambah substansi baru

Pengecualian ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 18 ayat 1 : SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.

Karena berdasarkan pemahaman kita selama ini apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah (gudang farmasi) atau yang sejenis gudang farmasi di instansi TNI/POLRI adalah sarana distribusi.

Meskipun butir 1.d tersebut bertentangan, beberapa pertimbangan dan alasannya adalah :

Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI adalah dalam rangka menjalankan tugas negara

sebagaimana halnya penugasan sejawat

Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah.

Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI biasanya dalam jangka waktu pendek karena terjadi proses mutasi dalam rangka pembinaan jenjang karir.

Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI kurang diminati dikarenakan kesejahteraannya belum diperhatikan pemerintah, sehingga di beberapa daerah jabatan ini di isi oleh tenaga selain Apoteker. Tentunya ini akan mengurangi peran dan fungsi Apoteker di Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat sebagimana diamanatkan pasal 108 UU 36/2009 tentang Kesehatan dan PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Pemerintah mempertimbangkan dan menerima/ mengakomodir aspirasi sejawat anggota IAI

yang bekerja di Instalasi Farmasi

Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI yang berdasarkan pekerjaannya memungkinkan memiliki waktu luang untuk melakukan pelayanan kefarmasian diluar jam kerjanya.

Meskipun dapat kita pahami aspirasi pemerintah tersebut, namun kita juga menyadari bisa saja terjadi, anggota IAI yang bekerja di sarana distribusi dan produksi meminta keadilan yang sama untuk dapat SIPA 2 dan 3, walaupun terlihat akan ada potensi konflik kepentingan terkait penjualan produk yang diproduksi di industrinya dan yang disalurkankan oleh distributor tempat apoteker bekerja.

Sehingga terkait masalah butir 1.d tersebut pembahasannya harus obyektif dan menyeluruh sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga kita harus cukup bijaksana untuk menyikapinya,apalagi sikap

pemerintah memandang perlu keberadaan

apoteker di instalasi farmasi

pemerintah/TNI/POLRI untuk dikecualikan

sebagaimana dalam butir 1.d

Berdasarkan hal tersebut,rasanya kita lebih perlu untuk mempertimbangkan menerimanya dari pada mempermasalahkannya.

Sebagai dasar pemerintah mengecualikan sebagaimana butir 1.d adalah Perpres No.35/2015 Tentang Kementerian Kesehatan Pasal 3 butir a tertulis :

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2, Kementerian Kesehatan

menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan kefarmasian dan alat kesehatan;

e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA). Dalam hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.

Cukup jelas, karena pada dasarnya surat izin apotek (SIA) hanya diberikan atas nama 1 (satu) apoteker yang bersangkutan. Meskipun apoteker tersebut masih dapat melakukan praktik kefarmasian pada 2 (dua) tempat praktik yang saling berbeda dengan mempertimbangkan keterjangkauan jarak yang masuk akal antar tempat praktik dengan jam praktik yang tidak saling tumpang tindih.

f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah harus memiliki SIPA.

Cukup jelas, sesuai dengan Permenkes 889/2011 pasal 17 ayat 1 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Contoh :

Kepala Instalasi Rumah sakit dan semua Apoteker IFRS

Kepala Instalasi Kab/Kota/TNI/Polri dan semua apoteker

Apoteker di Puskesmas

g. Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA, apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga.

Cukup jelas, hal ini dimaksudkan agar apoteker yang bersangkutan memiliki pilihan untuk menentukan SIA nya berdasarkan pertimbangannnya sendiri, apakah ingin di SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga. Dan hal ini juga untuk menjelaskan bahwa SIA dapat melekat pada salah satu SIPA, yaitu SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga

h. SIA bersifat melekat pada SIPA, dan memiliki masa berlaku sesuai dengan SIPA.

Cukup jelas, hal ini untuk menjelaskan bahwa masa berlaku SIA sama dengan masa berlaku SIPA yang melekat dengan SIA,sebagaimana selama ini telah berlangsung.

i. Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama praktik yang mencantumkan:

1) Nama Apoteker; 2) SIPA/SIA; dan

3) Waktu praktik (hari/jam).

Cukup jelas, Sesuai dengan UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 47 :Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.

Papan nama praktik juga sesuai dengan harapan IAI dan Pemerintah selama ini meskipun pada surat edaran ini tidak mengatur bentuk dan ukuran papan nama praktik, sehingga bentuk dan ukuran dapat mengacu pada Peraturan Organisasi IAI tentang papan Praktek Apoteker

j. Fasilitas pelayanan kefarmasian hanya dapat memberikan pelayanan kefarmasian sepanjang apoteker berada di tempat dan memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

Cukup jelas dan keren banget, Sesuai dengan PP 51/2009 pasal 1 butir 4 :

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

Dalam dokumen Rakerda PD IAI Kalimantan Barat (Halaman 95-107)

Dokumen terkait