Keprofesian dan peraturan
terbaru kefarmasian
Disampaikan dalam
Rakerda PD IAI Kalimantan Barat
Pontianak,21 Mei 2017
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
Pertumbuhan Apoteker Baru
•
Jumlah Perguruan Tinggi Farmasi 150
•
Jumlah Apoteker baru sekitar 5000/tahun
•
Disparitas kualitas lulusan apoteker
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
PROFESI
Ornstein dan Levine (1984) menjelaskan bahwa Profesi merupakan jabatan yang sesuai dengan Pengertian Profesi sebagai Berikut:
Melayani Masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat
PROFESI
Otonomi dalam membentuk keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang
diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
Menggunakan administrasi untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga
PROFESI
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok 'elit' untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang
meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
CIRI PROFESI
1. Mempunyai keinginan yang kuat untuk selalu belajar
2. Mempunyai keinginan yang kuat untuk selalu bekerja secara independen / mandiri
3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk selalu
memelihara & mempertegas status profesi
4. Mempunyai keinginan yang kuat untuk selalu menolong sesama
PROFESIONAL
“
Seorang profesional
adalah
seseorang yang
memberikan jasa atau layanan atas kompetensi yang
dimiliki
, sesuai dengan
Standard Operating
Procedure
dan kode etik
serta peraturan dalam
bidang yang dijalaninya dan
menerima uang sebagai
imbalan atas jasanya.
Orang tersebut juga
merupakan anggota suatu entitas atau organisasi
yang didirikan sesuai dengan hukum di sebuah
negara atau wilayah”
Apoteker Praktek Profesional
Terimakasih bu
Apoteker,penjelasan
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
1. Tenaga kesehatan memiliki peranan penting.
2. Kesehatan sebagai hak asasi manusia.
3. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab,
4. Ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih belum menampung
kebutuhan hukum
UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan
FILOSOFI, SOSIOLOGI, DAN
YURIDIS
TUJUAN PENGATURAN
• memenuhi kebutuhan masyarakat
akan Tenaga Kesehatan;
• mendayagunakan Tenaga Kesehatan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
• memberikan pelindungan kepada
masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
• mempertahankan dan meningkatkan
mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan
• memberikan kepastian hukum
1. Tenaga medis
2. Tenaga Psikologi Klinis 3. Tenaga Keperawatan 4. Tenaga Kebidanan
5. Tenaga Kefarmasian
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat
7. Tenaga Kesehatan Lingkungan 8. Tenaga Gizi
9. Tenaga Keterapian Fisik 10. Tenaga Keteknisian Medis 11. Tenaga Teknik Biomedika
12. Tenaga Kesehatan Tradisional 13. Tenaga Kesehatan Lainnya
KELOMPOK DAN JENIS TENAGA KESEHATAN
TENAGA KEFARMASIAN
UU Tenaga Kesehatan No 36 TAHUN 2016
• PASAL 1 Butir 1 :
“Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
Pasal 58
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau
keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan
Pasal 61
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan langsung kepada Penerima
Pelayanan Kesehatan
harus melaksanakan upaya
terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan
Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
Mengingatkan kembali
Kompetensi, Sumpah dan Kode
Etik Apoteker
Standar Kompetensi
Apoteker
1. Praktik kefarmasian secara profesional dan etik 2. Komunikasi efektif
3. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
4. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan 5. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat
kesehatan
6. Formulasi dan produksi sediaan farmasi 7. Upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat
8. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan 9. Ketrampilan organisasi dan hubungan
interpersonal
TUJUAN SKAI
1. Memastikan bahwa seorang apoteker memiliki seluruh kompetensi yang relevan untuk mejalankan perannya dan mampu memberikan pelayanan kefarmasian
sesuai ketentuan tentang praktik kefarmasian. 2. Memberikan arah dalam pengembangan
pendidikan farmasi (a.l. identifikasi dan penetapan capaian pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan evaluasi hasil belajar ) dan pelatihan di tempat kerja . 3. Memberikan arah bagi apoteker dalam
•PERTAMA: SAYA AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUSIAAN, TERUTAMA DALAM BIDANG KESEHATAN
•
•KEDUA : SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA SEBAGAI APOTEKER
•
•KETIGA : SEKALIPUN DIANCAM SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN PENGETAHUAN SAYA KEFARMASIAN SAYA UNTUKSESUATU YAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM KEMANUSIAAN
•
•KEEMPAT : SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK-BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR JABATAN KEFARMASIAN
•KELIMA : DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH OLEH PERTIMBANGAN
KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN, POLITIK, KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL
•“SAYA IKRARKAN SUMPAH/JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DAN DENGAN PENUH KEINSYAFAN”
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktek kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
Apakah selama ini Apoteker telah
Praktek bertanggung jawab ?
Kompetensi Apoteker dari dahulu hingga
Kini Tidak terbentuk
• Tidak bisa Praktek • Tidak Mau Praktek
• Belum banyak ketemu role model Apoteker
Praktek
• Ketemunya sama sama Apoteker nggak
praktek
• Apoteker nya tidak paham harus praktek
• PTF tertentu,tidak cukup mengajarkan praktek
karena pengajarnya nggak praktek.
• IAI tidak cukup membina/memfasilitasi praktek
Jika kita jumpai Apoteker
“Penampakan”
Siapa
gurunya
? Siapa
Perceptor
nya ?
Lulusan dari Fakultas Farmasi
mana ?
Apakah
PTF nya telah memahami SKAI ?
Bagaimana caranya meracik SKAI menjadi
the state gives credence to the
pharmacist in Indonesia
Negara yang mewakili
seluruh
masyarakat
Indonesia melalui UU
Kesehatan no 36 tahun
2009 pasal 108 dan
PP51
tahun
2009
UU Kesehatan No. 36/2009 Pasal 108
Ayat (1) Pasca Judicial Review
Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian obat pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan
diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien;
Raw Material s Active Ingredients Inactive Ingredients Finished Drug Smaller Wholesaler s National Regional Wholesaler s Hospitals Pharmacie s Patients
Implementasi Quality Assurance sebagai
wilayah Praktek KefarmasianApoteker
GMP
MANUFACTURING & DISTRIB
GATEKEEPER
• Ensures the
implementation of GMP & GDP
REGULATIONS
LAW ENFORCER
• Formulates and
implements healthcare polices/regulations in Indonesia
ACADEMIC
Lecture & Research
• Play a pivotal role in educating future generations of pharmacies
• Engaging in research activities
RESEARCH
CLINICAL RESARCHER
• Find new cures for untreated illnesses or medicines with less side efects for the beneft of
patients
COMMUNITY
PARTNER IN HEALTHCARE
• Manage minor
ailments (cough, cold, gastric discomfort and fungal infections etc)
• Fill your prescriptions
• MARKETING
MEDICATION MARKETER
• Introduces and
educates healthcare providers on new treatment options
HOSPITAL
PATIENT-CARE TEAM PLAYER
• Provides professional advice on best choice of medicines for each patient
Kompetensi Utama Apoteker
di Pelayanan Kefarmasian
Pharma Klinik
Pharma Preuneur Pharma
Pharma
Klinik Pharma Sosial PreuneurPharma PHARMA SCORE
EXCELLEN T
TRADING
FROOZEN
FRUSTATIO N
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
Praktik Secara Legal
Memiliki dokumen yang masih berlaku meliputi :
1. Sertifikat Kompetensi
2. Surat Tanda Registrasi Apoteker
(Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja manjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,- / UU 36/2014 pasal 85 ayat 1))
3. Surat Ijin Praktik Apoteker
Melaksanakan Praktik Sesuai
Standar
1. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (
Perka BPOM
No.HK.03.1.33.12.12.8195 Thn 2012
)
2. Cara Distribusi Obat Yang Baik (Perka BPOM No. HK.03.1.34.11.12.7542 Thn 2012)
3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (PMK 74/2016)
4. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (PMK 73/2016)
Surat BPOM RI untuk PP IAI
Dukungan Pelayanan kefarmasian
Surat Kepala BPOM RI ke Ketum PP IAI tertanggal 22 Agust 2016
Poin-poin penting :
1. Hasil pengawasan BPOM menunjukkan bahwa terdapat peredaran obat palsu yang ditemukan di fasilitas pelayanan kefarmasian sebagai akibat kurang berperannya apoteker penanggung jawab dalam pengelolaan sediaan farmasi
2. Banyak ditemukan fasilitas pelayanan kefarmasian yang beroperasional tanpa adanya apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
Pesan Menko PMK Ibu Puan
Maharani
1) IAI tolong buat himbauan ke seluruh Apoteker di
Apotek agar hadir ke Apotek, menjalankan praktik bertanggung jawab
untuk melayani masyarakat
2) Para Apoteker jangan meninggalkan Apotek dan
menyerahkan kewenangannya ke
Asisten Apoteker
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
meliputi standar:
a. pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi klinik :
1) pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat;
2) Pelayanan Informasi Obat (PIO); 3) konseling;
4) ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); 5) pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
6) pemantauan terapi Obat; dan
7) evaluasi penggunaan Obat. Oleh APOTEKER
PERMENKES 74/2016 TENTANG
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar: a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi klinik :
a. pengkajian Resep; b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
Oleh APOTEKER
PERMENKES 73/2016 TENTANG
STANDAR PELAYANAN
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik. a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO); d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);Oleh APOTEKER
PERMENKES 72/2016 TENTANG
STANDAR PELAYANAN
Menjaga dan Meningkatkan
Kompetensi
Peer group,Seminar &
Workshop
Menggunakan Jas
Praktik
61 Jas Praktik
Praktik Apoteker di apresiasi oleh tenaga kesehatan lainnya dan masyarakat merasakan manfaat Apoteker
Praktik kolaborasi Apoteker dan Dokter
Rata-rata 100 pasien per hari
Praktik sesuai dengan kompetensi, etika dan perundang-undangan
Pharmacist Masaaki Goto
Spend time….
Spend cost...
Spend human
resources
But we know this is
Social request for
pharmacist
Following any rules
Following
accreditation
Following social
system
Even if no proft
AP T
AP T
DO K
DO K
MO H
MO H
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
PMK No.53 tahun 2016 tentang Pencabutan PMK 284/2007 tentang Apotek Rakyat
Dinas Kesehatan bersama-sama IAI dan
pihak terkait lainnya mensosialisasikan ke APA & Pemilik Modal Apotek Rakyat
Apotek Rakyat diberi waktu 6 (enam) bulan
untuk mengurus ijin baru sebagai Apotek atau Toko Obat (paling lambat 17 Mei
2017)
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017
TENTANG APOTEK
• BAB I
• KETENTUAN UMUM • Pasal 1
• Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
2. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan
SURAT IJIN APOTEK (SIA)
•
Berdasarkan Permenkes 9/2017 :
•
Surat Izin Apotek yang selanjutnya
disingkat SIA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada Apoteker
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 5
• Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat
mengatur persebaran Apotek di wilayahnya
dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
• Pasal 14
(1) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), maka penerbitannya bersama dengan
penerbitan SIPA untukApoteker pemegang SIA.
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 16
• Apotek menyelenggarakan fungsi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 17
(1) Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada:
a. Apotek lainnya; b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit; d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri; g. pasien; dan
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
(2) Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi; dan b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
(3)
Penyerahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e sampai dengan
huruf h hanya dapat dilakukan
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 18
(1) Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:
a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat; dan
b. papan nama praktik Apoteker, yang
memuat paling sedikit informasi mengenai
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipasang di dinding bagian depan
bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.
(3) Jadwal praktik Apoteker sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berbeda dengan jadwal praktik Apoteker yang
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
• Pasal 19
• Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien dan
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
• Pasal 21
(1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
(2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
(3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam
PERMENKES NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
•
Pasal 28
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri,
kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2)
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana
TATA CARA PERMOHONAN SIA
(PASAL 12-15 PERMENKES NO.9/2017)
KEGIATAN PERSYARATAN Pengajuan permohonan tertulis oleh Apoteker kepada
Pemda Kabupaten/Kota FC STRA, KTP, NPWP, Peta lokasi dan denah bangunan, daftar sarana, prasarana, dan
peralatan.
Pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek oleh Tim pemeriksa Dinas Kesehatan Kab/Kota
Pelaporan hasil pemeriksaan oleh Tim pemeriksa Dinkes
Kab/Kota kepada Pemda Kab/Kota BAP
Penerbitan SIA oleh Pemda Kab/Kota dengan tembusan Direktur Jenderal, Kadinkes Provinsi, Ka. Balai POM, Kadinkes Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi
• Penerbitannya SIA bersamaan dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
• SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan
PERAN IAI TERKAIT IMPLEMENTASI PERMENKES TENTANG APOTEK
IAI
PERSYARATAN SIA : STRA
PERIZINAN APOTEK
Mendapatkan tembusan ketika SIA diterbitkan oleh Pemda Kab/Kota (Pasal 13 ayat (6))
PENGAWASAN IMPLEMENTASI
PERMENKES TENTANG APOTEK
Terlibat dalam pengawasan pelaksanaan Permenkes (Pasal 28 ayat (2))
- Memberikan sertifkat kompetensi profesi. - Mengeluarkan surat
rekomendasi untuk nantinya dilampirkan dalam
permohonan SIPA/SIPTTK
Perubahan Pada PMK 31/2016
Nomenklatur yang berbunyi
SURAT IZIN KERJA
dalam PMK
No. 889/2011, harus dibaca dan
dimaknai sebagai
SURAT IZIN
PRAKTIK
Surat Izin bagi Tenaga Kefarmasian
SIPA
bagi
Apoteker
PMK 889/2011 PMK 31/2016
Pasal 17 Pasal 17
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker
penanggungjawab di fasilitas pelayanan kefarmasian.
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran.
d.SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.SIPA bagi Apoteker; atau b.SIPTTK bagi Tenaga Teknis
PMK 889/2011 PMK 31/2016
Pasal 18 Pasal 18
(1) SIPA bag Apoteker
penanggungjawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA
hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas
kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggungjawab di
fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
(2) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas
pelayanan kefarmasian dapat
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping
dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
PMK 889/2011 PMK 31/2016
Pasal 19 Pasal 19
SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan
SIPA atau SIPTTK sebagaimana
SIPA
atau
SIPTTK
diberikan
oleh
Pemerintah Kab/Kota
atas rekomendasi
pejabat kesehatan yang berwenang di
Kab/Kota tempat Tenaga Kefarmasian
menjalankan praktiknya.
Pemerintah Kab/Kota
dapat berbentuk:
- Dinas Kesehatan,
- Badan Perizinan Terpadu
- Lembaga lain yang ditetapkan oleh
Bupati/Wako
Rekomendasi IAI tetap harus ada,sesuai Pasal 21 Permenkes 889
(2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik
profesi atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi
/penyaluran;
c. surat rekomendasi dari organisasi profesi
;
dan
Surat Edaran terkait
Permenkes 889
SURAT EDARAN NOMOR
HK.02.02/MENKES/24/2017 TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN
MENTERI KESEHATAN NOMOR 31 TAHUN
2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG
A. Surat Izin Praktik
1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
a. Setiap apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai tempat fasilitas kefarmasian.
Cukup jelas, sesuai dengan yang tertulis dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN,
b. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Produksi atau Fasilitas Distribusi/Penyaluran hanya dapat diberikan 1 (satu) SIPA sesuai dengan tempatnya bekerja.
Cukup jelas, sesuai dengan yang tertulis dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 :
Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
c. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) SIPA, berupa:
1) SIPA Kesatu;
2) SIPA Kedua; dan/atau 3) SIPA Ketiga.
Cukup jelas, merupakan penjabaran lebih lanjut dari yang tertulis pada
pasal 18 ayat 2 :
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki paling banyak 3 (tiga) SIPA.
Jelas pernyataannya,tetapi menambah substansi baru
Pengecualian ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian pasal 18 ayat 1 : SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
Karena berdasarkan pemahaman kita selama ini apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Pemerintah (gudang farmasi) atau yang sejenis gudang farmasi di instansi TNI/POLRI adalah sarana distribusi.
Meskipun butir 1.d tersebut bertentangan, beberapa pertimbangan dan alasannya adalah :
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi
Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI adalah dalam rangka menjalankan tugas negara
sebagaimana halnya penugasan sejawat
Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah.
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi
Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI biasanya dalam jangka waktu pendek karena terjadi proses mutasi dalam rangka pembinaan jenjang karir.
• Penugasan Apoteker sebagai Kepala Instalasi
Farmasi Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI kurang diminati dikarenakan kesejahteraannya belum diperhatikan pemerintah, sehingga di beberapa daerah jabatan ini di isi oleh tenaga selain Apoteker. Tentunya ini akan mengurangi peran dan fungsi Apoteker di Instalasi Farmasi Kab/Kota/Pusat sebagimana diamanatkan pasal 108 UU 36/2009 tentang Kesehatan dan PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
• Pemerintah mempertimbangkan dan menerima/
mengakomodir aspirasi sejawat anggota IAI
yang bekerja di Instalasi Farmasi
Kab/Kota/Pusat/ TNI/POLRI yang berdasarkan pekerjaannya memungkinkan memiliki waktu luang untuk melakukan pelayanan kefarmasian diluar jam kerjanya.
Meskipun dapat kita pahami aspirasi pemerintah tersebut, namun kita juga menyadari bisa saja terjadi, anggota IAI yang bekerja di sarana distribusi dan produksi meminta keadilan yang sama untuk dapat SIPA 2 dan 3, walaupun terlihat akan ada potensi konflik kepentingan terkait penjualan produk yang diproduksi di industrinya dan yang disalurkankan oleh distributor tempat apoteker bekerja.
Sehingga terkait masalah butir 1.d tersebut pembahasannya harus obyektif dan menyeluruh sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga kita harus cukup bijaksana untuk menyikapinya,apalagi sikap
pemerintah memandang perlu keberadaan
apoteker di instalasi farmasi
pemerintah/TNI/POLRI untuk dikecualikan
sebagaimana dalam butir 1.d
Berdasarkan hal tersebut,rasanya kita lebih perlu untuk mempertimbangkan menerimanya dari pada mempermasalahkannya.
Sebagai dasar pemerintah mengecualikan sebagaimana butir 1.d adalah Perpres No.35/2015 Tentang Kementerian Kesehatan Pasal 3 butir a tertulis :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, dan kefarmasian dan alat kesehatan;
e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek (SIA). Dalam hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
Cukup jelas, karena pada dasarnya surat izin apotek (SIA) hanya diberikan atas nama 1 (satu) apoteker yang bersangkutan. Meskipun apoteker tersebut masih dapat melakukan praktik kefarmasian pada 2 (dua) tempat praktik yang saling berbeda dengan mempertimbangkan keterjangkauan jarak yang masuk akal antar tempat praktik dengan jam praktik yang tidak saling tumpang tindih.
f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah harus memiliki SIPA.
Cukup jelas, sesuai dengan Permenkes 889/2011 pasal 17 ayat 1 Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Contoh :
Kepala Instalasi Rumah sakit dan semua Apoteker IFRS
Kepala Instalasi Kab/Kota/TNI/Polri dan semua apoteker
Apoteker di Puskesmas
g. Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA, apoteker dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga.
Cukup jelas, hal ini dimaksudkan agar apoteker yang bersangkutan memiliki pilihan untuk menentukan SIA nya berdasarkan pertimbangannnya sendiri, apakah ingin di SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga. Dan hal ini juga untuk menjelaskan bahwa SIA dapat melekat pada salah satu SIPA, yaitu SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA Ketiga
h. SIA bersifat melekat pada SIPA, dan memiliki masa berlaku sesuai dengan SIPA.
Cukup jelas, hal ini untuk menjelaskan bahwa masa berlaku SIA sama dengan masa berlaku SIPA yang melekat dengan SIA,sebagaimana selama ini telah berlangsung.
i. Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama praktik yang mencantumkan:
1) Nama Apoteker; 2) SIPA/SIA; dan
3) Waktu praktik (hari/jam).
Cukup jelas, Sesuai dengan UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 47 :Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.
Papan nama praktik juga sesuai dengan harapan IAI dan Pemerintah selama ini meskipun pada surat edaran ini tidak mengatur bentuk dan ukuran papan nama praktik, sehingga bentuk dan ukuran dapat mengacu pada Peraturan Organisasi IAI tentang papan Praktek Apoteker
j. Fasilitas pelayanan kefarmasian hanya dapat memberikan pelayanan kefarmasian sepanjang apoteker berada di tempat dan memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Cukup jelas dan keren banget, Sesuai dengan PP 51/2009 pasal 1 butir 4 :
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
Pasal 58 UU 36 /2014
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
Pasal 61 UU 36/2014
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil.
Berdasarkan Peraturan perundang-undangan tersebut diatas tersurat bahwa tenaga kesehatan yang melakukan praktik, melakukan tugasnya tanpa diwakilkan tetapi melakukan pelayanan langsung dengan upaya terbaik.
k. Apoteker yang telah memiliki SIPA atau SIKA berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, SIPA atau SIKA yang bersangkutan berlaku sebagai SIPA sampai habis masa berlakunya.
Cukup jelas
Kaitannya dengan rekomendasi IAI
:1. IAI hanya memberikan rekomendasi yang
bersifat administratif sesuai dengan Peraturan
Organisasi, urusan jumlah apoteker yang
berpraktik di setiap sarana adalah urusan
Dinas Kesehatan/Kantor Perijinan Terpadu.
2. IAI
akan
memberikan
rekomendasi
sebagaimana
PO
No.
002/PP-IAI/1418/IX/2016
tentang
Rekomendasi Rakornas 2017
Untuk Internal
1. Disepakati bahwa Apoteker yang dapat melakukan pengadaan sedian farmasi ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah :
a) Apoteker yang memiliki Surat Izin Apotek (SIA) di Apotek tersebut
b) Apoteker yang memiliki Surat Izin Apotek (SIA) sebagaimana dimaksud pada poin (a) jika cuti/sakit/melahirkan/tugas dinas, mendelegasikan kepada apoteker yang memiliki SIPA di sarana yang sama dengan memberitahukan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat.
c) Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) di Rumah Sakit (RS) yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RS sebagai Apoteker yang berwenang dalam pengadaan sediaan farmasi
d) Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) di Klinik dan Surat Keputusan Direktur/Pimpinan Klinik sebagai Penanggungjawab Ruang Farmasi
e) Apoteker yang memiliki SIPA di PUSKESMAS dan SK Kepala Dinas Kesehatan sebagai Penanggungjawab Ruang Farmasi
Rekomendasi Rakornas 2017
2. Pada dasarnya Rekomendasi IAI hanya berpedoman pada PO No.002/PP-IAI/ 1418/IX/2016 tentang Rekomendasi Surat Izin Praktik Apoteker, dengan penyempurnaan rekomendasi berdasarkan lokasi praktik sebagai berikut:
a) Biaya rekomendasi setiap Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) berpedoman pada PO.No.002/PP-IAI/1418/IX/2016 tentang Rekomendasi Surat Izin Praktik Apoteker (maksimal 100 ribu rupiah)
b) Iuran anggota antar cabang didalam PD 100% + 50 % (Penjelasan : Bagi Apoteker yang memiliki SIPA kedua atau Ketiga di wilayah PC IAI yang berbeda dengan PC IAI dimana SIPA Kesatu berada, tetapi masih dalam satu wilayah PD IAI, maka selain membayar kewajiban Iuran Anggota sebagaimana diatur dalam PO.No.002/PP-IAI/1418/V/2015 tentan Iuran Anggota, juga dikenakan iuran anggota tambahan sebesar 50% iuran anggota untuk PC IAI dimana SIPA kedua atau SIPA ketiga berada)
Rekomendasi Rakornas 2017
Untuk Eksternal
• Diharapkan kepada Ditjen Farmalkes Kemenkes dalam melakukan
Sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/
Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian dan Surat
Edaran NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017 Tentang Petunjuk
Outline
Pendahuluan
Profesionalisme
Tenaga Kesehatan
Apoteker Praktek bertanggungjawab
Permenkes 9/2017 tentang Apotek
dan Implementasi permenkes
31/2016 tentang 3 SIPA
Penutup
• Dimulai dari pembenahan kurikulum Pendidikan • Tidak mengingkari Sumpah/Janji Apoteker
• Selalu ber pedoman pada Kode etik dan pedoman disiplin Apoteker
Indonesia dalam melakukan Praktek kefarmasian.
• Melaksanakan Praktek Kefarmasian bertanggungjawab
• Selalu meningkatkan kompetensi Apoteker (CPD) sesuai dengan
kebutuhan di tempat prakteknya
Jenis & Jenjang
Pendidikan
JENJANG PROFESI AKADEMIK VOKASI KKNI
Strata-3
Apoteker Spesialis
Doktor Ilmu
Farmasi 98
Strata-2
Internship* Magister Ilmu
Pola Pendidikan Terintegrasi
Domain Akademi
k
Tahun % Muatan
Pembelajaran Domain
Rencana UKAI OSCE
Perguruan Tinggi farmasi harus
mampu menghasilkan Apoteker
sebagai Tenaga Kesehatan yang
kompeten dan dapat melakukan
Praktek Kefarmasian yang
profesional, bertanggung
jawab,sesuai dengan etika dan
perundang undangan.
Menjadikan SKAI sebagai
3-T
T A T A P
Praktik bersama Apoteker dan Dokter
Rata-rata 100 pasien per hari Omzet Apotek rata-rata 25
Jt/hari
Mau SIPA berapapun : Apoteker tetap
praktek bertanggung jawab…….
Apoteker “antara ada dan tiada”
Thank You
08121094448