• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Sistem Bretton Woods

Perjanjian Bretton Woods tahun 1944 ditujukan untuk menciptakan stabilitas dalam nilai tukar antara mata uang penting dunia. Dalam mengejar tujuan ini, Amerika Serikat berpatokan pada harga emas sebelum perang $35 per ons yang telah ditetapkan berdasarkan Gold Reserve Act tahun 1934. Dapat diperhatikan proses devaluasi dolar AS dari sebelumnya sebesar $20.67 per ons. Dengan implementasi nilai tukar yang disepakati antara mata uang yang terkait dan dolar AS, emas secara tidak langsung akan bersifat sebagai jangkar (patok) untuk menguatkan uang beredar internasional. Sebagai bagian dari perjanjian Bretton Woods, didirikanlah International Bank for Reconstruction and Development (World Bank) dan International Monetary Fund (IMF). Tujuan utama dari World Bank jelas untuk menyediakan dana-dana bagi negara sedang berkembang dengan suku bunga subsidi. Sementara itu, tujuan keberadaan IMF adalah untuk mempertahankan cadangan emas dan mata uang asing yang mencakup kontribusi negara-negara anggota IMF. Cadangan ini bisa dipinjamkan atas permintaan negara peminjam dan dengan pertimbangan IMF, dan digunakan untuk mempertahankan nilai tukar antara negara-negara terkait (El-Diwany, 2003:112).

20 Secara lebih rinci, sesuai dengan ayat-ayat persetujuan Bretton Woods, tujuan dari sistem moneter internasional yang baru tersebut adalah untuk:

a) meningkatkan stabilitas nilai tukar (kurs);

b) memberikan kepercayaan diri kepada negara-negara anggota dengan menyediakan sumber-sumber oleh IMF dengan jaminan yang seimbang;

c) meningkatkan kerjasama moneter internasional dengan konsultasi dan kolaborasi atas permasalahan moneter internasional;

d) memfasilitasi terciptanya pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional, kesempatan kerja dan pendapatan riil; e) membentuk sistem pembayaran multilateral transaksi berjalan; f) memperpendek jangka waktu dan mengurangi tingkat

ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran; (Hallwood and MacDonald, 2000:353).

Sistem kurs valuta asing yang dipakai IMF menurut peraturan mula-mulanya adalah kurs tetap dan tidak memperbolehkan negara anggota melakukan pengawasan devisa (exchange control) kecuali kalau suatu negara mengalami krisis moneter yang hebat atau defisit neraca pembayaran yang cukup besar. Kemudian semenjak 1944-1973 sistem ini menjadi apa yang disebut dengan adjustable peg dimana satu mata uang nilainya ditetapkan dalam perbandingan dengan mata

21 uang negara anggota lainnya. Perbandingan ini hanya boleh diubah apabila negara tersebut mengalami ketidakseimbangan neraca pembayaran setelah konsultasi dengan IMF (Nopirin, 1999:227).

Selama periode 1944-1973 tersebut dolar AS merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran internasional. Peranan dolar AS ini timbul sejak berakhirnya Perang Dunia II, dimana pada saat itu terjadi kekurangan dana. Negara-negara Eropa sangat memerlukan dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu- satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar AS banyak diminta konsekwensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar AS karena disamping mempunyai daya beli yang kuat di Amerika, cadangan (reserves) dalam bentuk dolar akan menghasilkan bunga. Dengan makin pentingnya fungsi dolar, maka setiap negara anggota menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas dengan perbandingan dolar:emas tertentu (ibid. 1999:227).

Dengan makin berkembangnya perdagangan internasional, maka makin besar pula kebutuhan alat-alat liquid untuk pembayaran transaksi. Untuk memenuhi tujuan ini IMF menciptakan apa yang disebut dengan surat emas (Special Drawing Rights, SDR). Penggunaan SDR diatur dengan menggunakan suatu rekening di IMF. Pada permulaannya SDR yang diciptakan sebesar US$ 10 milyar dan

22 dibagikan kepada negara anggota sesuai dengan kuota masing-masing. 1 SDR dinilai sama dengan US$ 1. Kemudian dilakukan devaluasi tahun 1971-1973, sehingga nilai SDR meningkat menjadi US$ 1,20. Pada pertengahan tahun 1974 SDR dinilai berdasarkan rata-rata tertimbang dari sejumlah 16 mata uang. Setiap negara anggota dapat menggunakan SDR untuk tujuan berikut:

a. Memperoleh mata uang asing untuk mengatasi kesulitan neraca pembayaran. Caranya dengan mentransfer rekening SDR kepada negara yang ditunjuk oleh IMF untuk menerimanya.

b. Memperoleh kembali mata uangnya yang dipegang oleh negara lain.

c. Membeli kembali mata uangnya yang ada pada IMF.

Dibawah sistem Bretton Woods, nilai tukar (kurs) diperkirakan akan berubah hanya ketika suatu negara mengalami "ketidakseimbangan yang fundamental" yaitu ketika terjadi defisit atau surplus neraca pembayaran dalam waktu yang lama. Untuk menjaga nilai tukar tetap ketika suatu negara mengalami defisit neraca pembayaran dan kehabisan cadangan internasionl, maka IMF akan meminjamkan cadangan internasional yang diambilkan dari negara anggota lainnya. Sebagai hasil dari kekuasannya untuk menentukan pinjaman, IMF dapat menekan negara-negara yang mengalami defisit untuk menjalankan kebijakan

23 moneter yang bersifat kontraksi yang dapat memperkuat mata uang mereka atau menghilangkan defisit neraca pembayaran. Apabila pinjaman IMF tidak cukup untuk menahan depresiasi dari mata uang bersangkutan, maka negara tersebut diperbolehkan untuk mendevaluasi nilai mata uangnya pada tingkat yang baru yaitu kurs yang makin rendah (Mishkin, 2006:437).

Meskipun defisit negara-negara yang kekurangan cadangan internasional dapat ditekan dengan cara mendevaluasi mata uangnya atau menjalankan kebijakan kontraksi, namun IMF tidak memiliki cara untuk mendorong negara-negara yang memiliki surplus untuk meningkatkan nilai tukar mata uang mereka atau menjalankan kebijakan yang lebih bersifat ekspansi. Hal ini menurut Mishkin (ibid), adalah kelemahan utama dari sistem Bretton Woods. Fakta yang sangat mengganggu dalam hal ini adalah negara yang mata uangnya menjadi cadangan mata uang dunia yaitu Amerika Serikat tidak dapat mendevaluasi mata uangnya dalam sistem Bretton Woods, walaupun dolar sudah dinilai terlalu tinggi (overvalued). Ketika Amerika Serikat mencoba untuk mengurangi tingkat pengangguran domestik pada tahun 1960-an dengan menjalankan kebijakan moneter yang bersifat inflasioner, maka terjadi ketidakseimbangan yang fundamental akibat overvalued dolar. Akibat surplus negara-negara tidak dapat mendorong peningkatan nilai tukar, maka penyesuaian dalam sistem Bretton Woods

24 tidak terlaksana, sehingga sistem ini jatuh pada tahun 1971. Upaya tambal sulam terhadap Sistem Bretton Woods dengan Smithsonian Aggreemen pada bulan Desember 1971 terbukti tidak sukses, dan semenjak 1973 Amerika Serikat dan negara-negara partner dagangnya telah sepakat untuk mengambangkan nilai tukar mata uang mereka.

Dokumen terkait