• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk sistem Saluran cerna yang paling berperan sebagai sistem imunitas adalah neutrofil. Neutrofil merupakan leukosit granular yang memiliki nukleus dengan tiga hingga lima lobus yang dihubungkan oleh benang kromatin, dan sitoplasma yang mengandung granula yang sangat halus (Dorland, 1998). Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan terinfeksi dengan cepat dilengkapi dengan berbagai reseptor sepert Toll like Receptor (TLR) 2 dan TLR4 dan reseptor dengan pola lain. Neutrofil dapat mengenal patogen secara langsung. Ikatan dengan patogen dan fagositosis dapat meningkat bila antibodi atau komplemen yang berfungsi sebagai opsonin diikatnya. Tanpa bantuan antibodi spesifik, komplemen dalam serum dapat mengendapkan fragmen protein dipermukaan patogen sehingga memudahkan untuk diikat oleh neutrofil dan fagositosis. Netrofil segmen merupakan sel aktif dengan kapasitas penuh yang mengandung granuloma sitoplasmik (primer, sekunder atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Netrofil segmen berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan proses peradangan serta menjadi sel pertama yang hadir ketika terjadi infeksi (Bratawidjaja, 2009).

Dengan sifat fagositik yang mirip dengan makrofag, netrofil segmen menyerang patogen dengan serangan respiratorik dengan substitusi beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk Hidrogen peroksida, yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk Hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas dan hipoklorit.

1.5.1 Patogenesis

Penularan rotavirus adalah melalui feses yang mengering dan disebarkan melalui udara. Rotavirus menginfeksi sel pada vili usus halus. Virus ini bermultiplikasi didalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme transport. Salah satu protein yang dikode rotavirus yaitu NSP4 yang merupakan suatu enterotoksin virus dan merangsang sekresi dengan memicu suatu sinyal jalan pintas transduksi. Sel yang rusak dapat pecah kedalam lumen usus dan melepaskan banyak virus yang terlihat di feces (Jawetz, 2005; Mulcahy,

1982). Ekskresi virus biasanya berakhir 2 sampai 12 hari dengan kata lain pasien sehat, tetapi bisa berkepanjangan pada pasien dengan nutrisi buruk (Jawetz, 2005).

Meskipun infeksi rotavirus dapat muncul disetiap umur, gejala yang berat muncul hampir secara eksklusif pada anak berusia 3 sampai 24 bulan, dengan infeksi yang mengarah kepada diare akut yang sembuh sendiri (self limited). Diare terjadi karena absorbsi natrium dan glukosa rusak karena sel pada vili digantikan sel kripta imatur yang tidak melaksanakan fungsi absorbsi. Butuh waktu 3 sampai 8 minggu agar fungsi normal dapat kembali. Perubahan patologi yang paling utama terbatas pada usus halus dan diare terjadi dari beberapa mekanisme yang mengganggu fungsi epitel usus halus. Virus menginduksi kematian sel yang mengakibatkan semakin landainya vili dan proliferasi sel kripta sebagai responnya. Kapasitas absorbsi usus menurun, sementara cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus. Sementara enterosit juga terinfeksi, enzim-enzim pencernaan seperti sukrase dan isomaltase juga menurun. Ketika gula terakumulasi, gradien osmotik lebih semakin meningkatkan sekresi cairan kedalam lumen. Diare juga terjadi dari aktivitas enterotoksin virus, nonstruktural protein 4 (NSP4) (Jawetz, 2003). Pada tikus NSP 4 menginduksi diare yang tergantung dosis dan usia dengan cara memicu sinyal sel dan mobilisasi kalsium yang akhirnya mengakibatkan diare sekretori. Pada model binatang, NSP4 menginisiasi diare sekretori selama tahap awal infeksi, jadi mendahului terjadinya inflamasi atau kerusakan seluler. Akhirnya sistem saraf enterik berkontribusi dalam mempertahankan diare, menstimulasi sekresi cairan dan zat-zat (Brooks, 2007; Staat, 2005; halaihel, 2000).

Bahan toksik alami dari NSP4 dan properti antigen dari VP4 dan VP7 membuat protein ini paling memungkinkan sebagai penyebab faktor virus yang terlibat dalam perkembangan terjadinya invaginasi, dengan tambahan interaksi faktor host yang belum diketahui. NSP4 adalah sebuah glikoprotein transmembran retikulum endoplasma. Penelitian menunjukkan bahwa bagian terminal-C dari NSP4 bertindak sebagai reseptor intraselluler untuk partikel dua lapis Rotavirus, yang membutuhkan penempelan virus. Selama

morfogenesis virus, ekor dari terminal-C NSP4 memindahkan partikel dua lapis ke retikulum endoplasma, dimana VP4 dan VP7 bersatu dengan partikel-partikel ini membentuk tiga lapis keturunan virion. Penelitian terhadap NSP4 pada bayi kucing dan tikus menunjukkan bahwa daerah terminal-C bertindak sebagai enterotoksin. Dalam proses melemahkan rotavirus manusia, mutasi dari NSP4 terbatas pada daerah terminal-N. Observasi ini menunjukkan bahwa bahkan pada saat rotavirus manusia dilemahkan daerah toksik terminal-C kelihatannya selamat dari mutasi dan mempertahankan potensial enterotoksiknya. Sebagai tambahan untuk domain NSP4 yang selamat, virus yang virulen dan yang dilemahkan juga memiliki domain variabel yang berdekatan dengan domain enterotoksin. Proses patogen spesifik dimulai oleh interaksi rotavirus yang ditentukan oleh interaksi dari spesifik faktor host dengan enterotoksi NSP4. Pada kasus yang ekstrim, interaksi dengan tipe yang liar atau strain vaksin dapat menyebabkan terjadinya invaginasi (Parr, 2006; Golantsova, 2004; Kombo, 2001; Ball, 1996).

Rotavirus menyebabkan diare ketika NSP4 bertindak sebagai viral enterotoksin yang memacu sinyal jalut transduksi. NSP4 sebagai reseptor intraseluler yang memperantarai akuisisi membran envelope transien sebagai partikel kedalam retikulum endoplasma. Penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukkan adanya peran NSP4 yang menyebabkan diare. Tetapi hubungan antara NSP4 dengan kejadian intussusepsi masih belum diketahui (Kombo, 2001).

Meskipun peristaltik dalam usus halus secara normal bersifat sangat lemah, iritasi yang kuat pada mukosa usus, seperti yang terjadi pada beberapa kasus diare infeksi berat, dapat menimbulkan peristaltik yang sangat kuat dan cepat, disebut dengan desakan peristaltik (peristaltic rush). Keadaan ini sebagian dicetuskan oleh refleks saraf ekstrinsik ke ganglia saraf otonom dan batang otak yang kemudian kembali lagi ke usus, dan sebagian lagi oleh peningkatan refleks mienterikus secara langsung (Guyton, 2007).

Infeksi virus biasanya berlangsung selama 2 sampai 12 hari pada manusia yang sehat tetapi bisa lebih lama pada manusia yang kurang gizi (Puspita, 2007).

Dokumen terkait