• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) saat ini lebih sering diterapkan ke pengertian informasi geografis yang berorientasi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup juga pengertian sebagai prosedur yang dipakai untuk menyimpan dan memanipulasi data yang bereferensi geografis (Barus dan Wiradisastra 2000).

Aronoff (1989) mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi- informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisa obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan yang penting atau kritis untuk dianalisa. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis, yaitu : masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), serta analisis dan manipulasi data.

Prahasta (2004) menjelaskan bahwa konsep-konsep SIG mudah untuk dipahami dan aplikasi-aplikasinya pun tidak terlepas dari persoalan realitas kehidupan sehari-hari, setiap individu mempunyai kesempatan untuk menggunakan SIG sebagai tool untuk pengambilan keputusan. Pengguna dapat lebih memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang, dan pemodelan spasial secara mudah. Selain itu, pengguna dapat membawa, meletakkan, dan menggunakan data-data yang menjadi miliknya sendiri ke dalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau dianalisis baik secara tekstual, secara spasial, maupun kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial) hingga akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhannya.

Menurut Prahasta (2002) sistem informasi diartikan sebagai suatu sistem manusia dan mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam organisasi

geografis diartikan sebagai bagian dari spasial (keruangan). SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis. Istilah informasi geografis mengandung pengertian tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui. SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi.

3.2.2Komponen SIG

Komponen SIG meliputi perangkat keras, perangkat lunak, data dan sumberdaya manusia. Perangkat keras meliputi komputer, digitizer, scanner,

plotter, dan printer; sedangkan perangkat lunak dapat dipilih baik yang komersil maupun yang tersedia dengan bebas, antara lain : ArcInfo, ArcView, IDRISI, ErMapper, GRASS, dan MapInfo (Puntodewo et al. 2003).

Beberapa cara memasukkan data ke dalam SIG adalah melalui keyboard,

digitizer, scanner, sistem penginderaan jauh, survei lapangan, dan GPS. Sumberdaya manusia sebagai komponen SIG bukan hanya meliputi staf teknikal, yang bertugas dalam hal pemasukan data maupun pemrosesan dan penganalisian data, tetapi juga koordinator yang bertugas untuk mengontrol kualitas dari SIG. Adapun elemen fungsional SIG meliputi : pengambilan data, pemrosesan awal, pengelolaan data, manipulasi dan analisa data, serta pembuatan output akhir (Puntodewo et al. 2003).

3.2.3Subsistem SIG

Menurut Prahasta (2002) subsistem SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem, yaitu :

a. Input Data

Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

20

b. Output Data

Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy ataupun hardcopy, seperti : tabel, grafik, dan peta.

c. Manajemen Data

Subsistem ini mengorganisasikan data spasial dan atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate, dan diedit.

d. Manipulasi dan Analisa Data

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Gambar 2 Subsistem-subsistem SIG.

3.3 Hasil Hutan

3.3.1 Pengertian Hasil Hutan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan, dijelaskan bahwa :

1. Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang berupa hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) selain tumbuhan dan satwa liar.

2. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan selain kayu, termasuk komoditas hasil perkebunan yang dipungut dari Hutan Negara.

Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati, dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.

Manipulasi dan Analisa Data

Input Data Output Data

Manajemen Data

SIG

Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Pengertian kayu adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan, baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri, maupun kayu bakar (Dumanauw 2001).

Menurut proses produksinya, hasil hutan kayu di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok hutan, terdiri dari : kayu bulat, kayu bakar, limbah kayu, dan lain-lain. Kedua, kelompok produk primer, terdiri dari : kayu gergajian, panel-panel kayu, dan pulp kertas. Panel-panel kayu yang banyak diproduksi dan dipasarkan adalah kayu lapis, blockboard, dan venir. Ketiga, kelompok produk sekunder, terdiri dari : barang-barang meubel, produk penggergajian/penyerutan kayu (woodworking), kertas kayu, dan lain-lain (Departemen Kehutanan 1991).

Pada dasarnya semua kayu bulat dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk lanjutan. Namun demikian, produk lanjutan tertentu menuntut kualitas dan spesifikasi khusus bahan baku, agar diperoleh hasil yang berkualitas dan berharga jual tinggi. Spesifikasi bahan baku yang tepat akan menghasilkan produk yang bernilai tinggi, memudahkan proses produksi dan dapat meningkatkan rendemen kayu olahan (Budiaman 2001).

3.3.2Pengelompokan Jenis Kayu

Pengelompokan jenis kayu didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003, tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan.

Pengelompompokan jenis kayu tersebut, terdiri dari : 1 Kelompok Jenis Kayu Meranti/Komersial Satu

Jenis kayu yang termasuk pada kelompok ini terdiri dari 31 jenis kayu perdagangan.

22

2 Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/Komersial Dua

Jenis kayu yang termasuk pada kelompok ini terdiri dari 55 jenis kayu perdagangan.

3 Kelompok Jenis Kayu Ebony/Kelompok Indah Satu

Ada 3 jenis kayu perdagangan yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu : jenis kayu Ebony Bergaris, Ebony Hitam, dan Ebony.

4 Kelompok Jenis Kayu Indah/Kelompok Indah Dua

Jenis kayu yang termasuk pada kelompok ini terdiri dari 32 jenis kayu perdagangan.

Pengelompokan ini sebagai dasar untuk pengenaan iuran kehutanan yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR), karena masing- masing jenis kayu/kelompok kayu dikenai iuran yang berbeda-beda. Iuran PSDH berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal BPK Nomor 02/VI-BIKPHH/2005, penetapan harga patokan PSDH berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 436/MPP/Kep/7/2004, sedangkan tarif PSDH berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 1999. Petunjuk teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan penyetoran PSDH diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-II/2003. Penentuan tarif DR berdasarkan PP Nomor 92 Tahun 1999, sedangkan petunjuk teknis tentang tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran, dan penyetoran DR diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-II/2003.

3.4 Peredaran Hasil Hutan

Dokumen terkait