• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN

2.3 Gambaran Umum Kebudayaan Masyarakat Nias

2.3.4 Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial

Masyarakat Nias sejak zaman dahulu telah terstruktur dalam sistem kemasyarakatan yang tersusun sedemikian rupa. Struktur masyarakat ini juga merupakan simbol dari kosmologis yang dipercaya masyarakat yang memiliki pola makna, baik itu berbentuk fisik maupun nonfisik, yang merupakan milik bersama dan memiliki tujuan tertentu, diantaranya melestarikan struktur masyarakat. Sistem struktur sosial masyarakat Nias umumnya mengenal tiga bagian kelompok, yaitu : kelompok bangsawan (si’ulu, si’ila, salawa), kelompok masyarakat biasa (sato), dan kelompok budak (sawuyu, harakana). Namun, dalam melaksanakan sistem pemerintahan tradisionalnya, masyarakat Nias membagi masyarakat atas empat bagian, yaitu : kelompok bangsawan (si’ulu, salawa), kelompok penasehat (si’ila), kelompok masyarakat biasa (sato), dan kelompok budak (sawuyu, harakana) . Sedangakan dalam kegiatan religi, masyarakat Nias memiliki empat struktur pelapisan masyarakat, yaitu : si’ulu

(bangsawan), ere (pemuka agama), ono mbanua/sato (rakyat biasa), dan sawuyu

(budak).

Beberapa kelompok menyatakan bahwa lapisan masyarakat si’ulu

38

(bangsawan kebanyakan). Ono mbanua juga terbagi menjadi dua golongan, yaitu

si’ila (para ahli dan pemuka rakyat), dan sato (rakyat kebanyakan). Sawuyu juga terbagi menjadi tiga golongan, yaitu binu (budak yang kalah perang atau diculik), sondrara hare (budak karena tak mampu bayar hutang), dan hölitö

(budak yang ditebus orang lain setelah mendapatkan hukuman mati)6. Lapisan-lapisan masyarakat tersebut diatas bersifat eksklusif, perubahan hanya terjadi pada lapisan antar golongan saja. Kalau masyarakat ingin menaikkan status sosialnya maka yang bersangkutan harus terlebih dahulu melaksanakan upacara

owasa/faulu yang tingkatannya disesuaikan dengan besaran upacara.

Dalam struktur masyarakat Nias zaman dahulu juga terdapat hukum adat yang menjadi pengatur setiap tatanan kehidupan masyarakat pada masa itu. Hukum adat ini disebut dengan fondrakö oleh masyarakat Nias. Menurut sejarahnya yang dilihat dari folklor yang berkembang pada masyarakat, fondrakö

pada awalnya ditetapkan oleh 2 orang raja yang wilayahnya ditengah-tengah Pulau Nias, yaitu Balugu Samono Bauwa Danö yang memerintah di Talu Idanoi (Marga Harefa), dengan Balugu Tuha Badanö yang memerintah di Laraga (Marga Zebua). Fondrakö ini sewaktu-waktu dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan, namun harus tetap berdasarkan peraturan lama yang sudah digariskan. Pada setiap akhir perubahan fondrakö selalu dilakukan pendirian bangunan batu (gowe).

Masyarakat Nias zaman dahulu juga memiliki beberapa upacara-upacara adat yang kerap dilakukan dan berhubungan dengan kehidupan

6 Informasi didapatkan pada saat wawancara dengan Ariston Manao, pada tanggal 28 Januari 2016 di Desa Bawomataluo, Nias Selatan. Ariston Manao merupakan kepala desa

39

hari. Upacara-upacara tersebut berisikan tahapan-tahapan yang memiliki ketentuan dan proses yang telah disusun sebelumnya pada masyarakat itu. Upacara yang kerap dilakukan berupa Upacara Kelahiran, Upacara Perkawinan, Upacara Kematian, Upacara Owasa/Fa’ulu, Upacara Fome’ana, dan Upacara

Fondrakö. Beberapa dari upacara tersebut dewasa ini sudah jarang kita temukan dikarenakan oleh perkembangan zaman, termasuk karena berubahnya sistem religi dan sistem kemasyarakatan yang dianut saat ini.

Masyarakat Nias zaman dahulu juga telah mengenal sistem organisasi sosial pada masyarakatnya. Didalam organisasi sosial terdapat serangkaian hubungan antara individu satu sama lainnya, yang masing-masing menduduki posisi-posisi tertentu. Posisi seseorang ditentukan oleh besaran upacara dan juga kedekatan garis keturunan dengan leluhur (Georges Balandier, 1986 dalam Ketut Wiradnyana, 2010). Dalam masyarakat Nias, kelompok organisasi sosial yang terkecil disebut gana. Kelompok organisasi tradisional ini terdiri dari beberapa keluarga batih dari satu marga, atau dapat juga dari beberapa marga yang di dalam desa itu tidak cukup banyak anggotanya dalam membentuk gana tersebut. Kumpulan dari beberapa gana disebut nafolu dan kumpulan dari beberapa nafolu

disebut banua, yang dapat diidentikkan dengan desa dengan pemimpinnya disebut salawa di Nias bagian Utara dan si’ulu di Nias bagian Selatan. Sedangkan kumpulan dari beberapa banua disebut öri (negeri) dan dipimpin oleh

tuhenöri. Dulu sebuah banua di Nias didasarkan atas genealogis teritorial, oleh karena itu sebuah desa hanya didiami oleh orang yang berdasarkan satu keturunan darah, namun masih dalam satu mado (marga).

40

Di Kota Medan sendiri, organisasi sosial masyarakat Nias saat ini banyak kita temui. Tetapi organisasi sosial yang terdapat di Kota Medan telah mengalami perubahan dari organisasi sosial yang ada pada masyarakat Nias zaman dahulu. Organisasi sosial masyarakat Nias yang terdapat di Kota Medan bermacam-macam bentuk organisasinya dan bermacam-macam pula acuan dasar pembentukannya. Ada terdapat organisasi sosial yang terbentuk didasarkan dari kampung asal nya di Pulau Nias, seperti PERMASGOM (Persatuan Masyarakat Gomo), STM Boronadu (Masyarakat Nias yang berasal dari desa Boronadu), dan organisasi lainnya. Ada juga terdapat organisasi sosial yang terbentuk berdasarkan marga (mado), seperti STM Marga Larosa, STM Marga Mendrofa, STM Marga Zalukhu, STM Marga Telaumbanua, dan organisasi lainnya. Selain itu ada juga organisasi sosial yang terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal mereka di Medan, seperti STM Saradödö, STM Faomakhöda, STM Sehati, STM Kasih Karunia, yang kesemuanya beranggotakan masyarakat Nias yang tinggal di daerah yang berdekatan. Organisasi sosial yang general dan bersifat umum dan dapat beranggotakan seluruh masyarakat Nias tanpa melihat dari marga, asal daerahnya, dan daerah tempat tinggalnya, seperti HIMNI (Himpunan Masyarakat Nias), FORMANI (Forum Masyarakat Nias), PMN (Persatuan Masyarakat Nias), dan organisasi sosial lainnya.

Kelompok mahasiswa Nias yang juga berada di Kota Medan tampaknya tidak mau ketinggalan dalam hal ini. Hal ini terlihat dengan adanya organisasi sosial diranah kampus yang dimana terdapat mahasiswa Nias yang belajar disana. Seperti ForMaN-USU (Forum Mahasiswa Nias USU), Kesatuan Mahasiswa Nias UDA, KAMNI UNIMED, KMN Nomensen, AMN Universitas

41

Sari Mutiara, Generasi Muda Nias (GEMA NIAS) dan organisasi mahasiswa Nias lainnya. Baru-baru ini juga telah dideklarasikan pembentukan organisasi masyarakat Nias yang berdasarkan bidang pendidikan dan profesi, yaitu PESTANI (Persatuan Sarjana Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Nias) yang berpusat di Kota Medan. Budaya berorganisasi ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Nias sejak dulu dan terbawa ketempat mereka berpindah dan menetap, walaupun dengan orientasi dan dasar pembentukan yang berubah, namun tujuannya tetap untuk wadah persatuan dan komunikasi.

Dokumen terkait