• Tidak ada hasil yang ditemukan

——————————————————————————————————————————- Sebelum Trans- Sesudah Transformasi

formasi

—————————————————————————————————————————— Perjuangan kelas

Skala Terhadap kelas- Terhadap sejumlah kecil kaum kelas penghisap kontra-revolusioner, unsur-un- keseluruhan sur penghisap baru, sisa-sisa Komplotan Empat, dan sejum- Lah kecil sekali sisa unsur-un- sur kelas penghisap yang be- lum direformasi

——————————————————————————————————————————- Bentuk Pada skala besar Diselesaikan sesuai undang-

dan massa ber- undang negara golak

——————————————————————————————————————————- Tipe Kekerasan Dengan berkurangnya jumlah, dan menyempitnya kalawasan, lebih santai daripada gawat. ——————————————————————————————————————————- Sumber: Xinhua, RMRB., 22 Juli 1979, JPRS., 74012, 15 Augustus 1979, hal. 34.

Dari Tabel 2.I dapat dilihat bahwa perjuangan kelas telah diberi suatu posisi sekonder karena ia tidak dapat menghancurkan sistem sosialis.

Hal itu kini terjadi di antara individu-individu yang, entah apa alasannya, mengancam atau menggerogoti sosialisme. Menurut definisinya percobaan-percobaan mereka pasti gagal. Di sini suatu isi yang ganjil diberikan pada kata “kediktaturan proletariat.” Kediktaturan itu tidak dimanifestasikan dalam mobilisasi massa ataupun dalam perjuangan politis secara kolektif, melainkan melalui lembaga- lembaga hukum sosialis yang diterapkan/di-berlakukan secara merata pada semua orang.5 6 Karena kediktaturan proletariat dianggap sama

dengan kediktaturan demokrasi rakyat dan karena barisan-barisan rakyat telah diperluas hingga meliputi hampir semua orang, maka makna teoritis istilah itu menjadi kediktaturan dari hampir setiap orang atas setiap orang lainnya. Ini tidak mempunyai hubungan apapun dengan proletariat, tetapi demikian pula halnya dengan perumusan yang berlaku selama Revolusi (Besar) Kebudayaan “Proletariat.” Dalam laporan- laporan resmi dikatakan bahwa tugas terpenting kediktaturan prole- tariat bukan lagi untuk menindas musuh-musuh kelas, tetapi untuk melindungi dan mengembangkan tenaga-tenaga produksi sosial. Marx pasti akan terheran-heran! Kediktyaturan proletariat telah menjadi sinonim dengan berkuasanya hukum. Posisi ini mengingatkan pada posisi yang diambil oleh Dong Biwu pada Kongres Ke VIII, yang kini dihormati.5 7 Kesinambungan sekali lagi telah ditegakkan.

Bab ini sudah menyebutkan bahwa penilaian resmi mengenai perjuangan kelas adalah yang paling ditentang dari semua perumusan ideologis baru. Penentangan itu seringkali mengingatkan pada penilaian-penilaian pra-1978. Sejumlah kader, demikian dikemukakan,

... mencemaskan bahwa apabila perjuangan kelas tidak dianggap sebagai mata-rantai kunci, kita tidak akan mampu menjamin arah sosialis dari pembangunan ekonomik ... Sejumlah kawan merasa bahwa jika kita tidak menjadikan perjuangan kelas sebagai mata-rantai kunci, maka tidak akan ada pekerjaan politik yang mesti dilakukan.5 8

Dalam jurnal-jurnal akademik ditekankan, misalnya, bahwa sekarang ini dan untuk waktu lama di masa mendatang, kita mesti tetap waspada terhadap revisionisme. “Proletariat mesti berteguh dalam perjuangan kelas untuk mencegah degenerasi negeri sosialis.”5 9 Semua ini sangat

bertentangan dengan posisi resmi yang menyatakan bahwa tidak ada perjuangan kelas dari tipe yang dimaksudkan, tidak ada kemungkinan bahaya “revisionisme” dan tidak ada kemungkinan bahaya degenerasi, selama sistem sosial masih utuh/lengkap.

Menjelang tahun 1982, pers resmi daerah memperingatkan akan bahaya-bahaya “evolusi damai” kembali pada kapitalisme dan tentang “berubahnya warna politis” PKT. Sekalipun Revolusi Kebudayaan itu telah merupakan suatu kesalahan, Partai,

... jangan pergi pada ekstrem lainnya, menegasi hal-hal yang benar dalam pendirian Mao Zedong bahwa bahaya evolusi damai masih terdapat di Tiongkok.6 0

Untuk menyanggah kritisisme di atas, Partai pada tahun 1982 menegaskan kembali mengenai sifat sekonder perjuangan kelas. Walaupun kontradiksi dasar masih tetap antara hubungan-hubungan produksi dan tenaga-tenaga produktif, itu tidak memanifestasikan dirinya sebagai perjuangan kelas. Ketika Partai melancarkan suatu serangan besar-besaran terhadap “polusi spiritual” pada tahun 1983, orang menduga bahwa perumusan resmi itu adalah, dan akan terus berada, dalam ketegangan berat.

Melangkah Mundur untuk Melangkah maju

Diskusi di muka mengenai kediktaturan proletariat dan penolakan garis Kongres Ke VIII mengenai “kontradiksi utama” mungkin tampak sebagai tidak lebih daripada suatu percekcokan soal-soal tetek-bengek belaka. Sebenarnya, sama sekali bukan begitu. Terdapat banyak akibat praktikal yang sangat penting dengan perumusan baru itu. Begitu telah diterima bahwa hubungan-hubungan produksi mungkin terlalu jauh majunya dari tenaga-tenaga produktif, maka menjadilah mungkin untuk kembali pada bentuk-bentuk sosial sebelumnya tanpa mengakui bahwa itu berarti memupuk kapitalisme. Perumusan-perumusan ideologis itu sebagian besar mungkin saja merupakan suatu rasionalisi kebijaksanaan- kebijaksanaan yang sudah diputuskan. Tetapi ideologi dan kebijaksanaan pasti lebih mempunyai suatu hubungan yang timbal-balik daripada Cuma yang satu-arah.

Argumen-argumen yang sudah kita jumpai dalam tulisan Su Shaozhi telah dikembangkan sesudah tahun 1979 menjadi teori-teori mengenai tahap-tahap perkembangan antara sosialisme belum berkembang dan sosialisme maju. Para ahli teori merasa akan diingat bahwa suatu sistem perencanaan dan pengelolaan telah diterima yang adalah terlalu maju bagi tingkat tenaga-tenaga produktif. Demikian, ketika kritik dilakukan mengenai “daya kebiasaan lama” yang menghalangi empat modernisasi itu, rujukan jelaslebih rujukan dengan sendiri dilakukan tidak saja pada endapan-endapan (residues) masyarakat lama, tetapi juga pada kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari suatu sistem “maju” yang tidak layak yang diterima pada tahun 1950-an.6 1 Dirasakan pada waktu

itu, bahwa kemajuan ekonomik yang pesat mungkin dapat dicapai bukan dengan sabar memperbaiki/meningkatkan tenaga-tenaga propduktif tetapi dengan terus-menerus memperbaiki sistem. Menurut veteran ekonomi politik Xu Dixin,

Kita sebetulnya telah menentukan bahwa propses transformasi mesti makan waktu kurang-lebih limabelas tahun. Namun, dikarenanya suatu hasrat subjektif untuk mempercepat segala sesuatu... transformasi itu dicapai dalam waktu empat tahun. Kita terutama terlalu tergesa-gesa dalam memaksakan ko-perasi pertanian dan transformasi kerajinan tangan dan bisnis-bisnis kecil. Peru- bahan-perubahan itu terlalu cepat.6 2

Dikarenakan penekanan pada kepesatan ini, kebijaksanaan ekonomi yang “pada dasarnya tepat” telah berubah menjadi kebijaksanaan yang menghambat/mengganggu perkembangan tenaga-tenaga produktif. Tetapi, bisa dipertanyakan, karena kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterima sejak sidang Pleno Ke III dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang berasal dari tahun 1950-an ketika Partai “terlalu ketat menutup pintu,” perbedaan apakah yang terdapat antara kebijaksanaan ekonomi pada awal 1980-an dengan kebijaksanaan awal 1950-an selama periode Demokrasi Baru? Xu menghindari masalah ini. Ia membedakan dua periode itu tidak dalam pengertian kebijaksanaan-kebijaksanaan konkret yang dilaksanakan, melkainkan dalam pengertian adanya suatu sistem sosialis yang dominan. Tetapi, jika sistem itu tidak layak, itu mungkin saja begitu sebagai suatu akibat kebijaksanaan. Bagaimanapun juga, sekali orang memisahkan

kebijaksanaan dari beroperasinya sistem, hanya tinggal satu langkah pendek untuk berargumentasi bahwa setiap kebijaksanaan yang mengembangkan produksi akan menyempurnakan sistemnya. Maka, dapatkah orang mendebat bahwa hubungan-hubungan produksi kapitalis akan memperbaiki/mening-katkan sistem sosialis jika disimpulkan bahwa itu memperlancar hasilnya (output)?

Argumen-argumen Xu Dixin mengingatkan pada suatu pidato yang tidak banyak dibicarakan, yang diucapkan Chen Yun pada Kongres Ke VIII. Pidato itu sangat berlainan dari yang terdapat dalam dokumen- dokumen Kongres. Pada waktu itu Chen Yun mengakui keberhasilan transisi pada sosialisme yang dilihatnya sepenuhnya dalam hubungan dengan suatu perubahan dalam kepemilikan formal. Namun ia memperingatkan terhadap ketergesaan yang tidak patut dalam mengubah aspek-aspek lain dari hubungan-hubungan produksi. Seba- liknya, ia menuntut suatu pelonggaran pembatasan-pembatasan yang telah diberlakukan pada hubungan-hubungan pasar selama periode “Demokrasi Baru.” Pembatasan-pembatasan itu telah memperlancar transisi pada sosialisme, tetapi kini sistem kepemilikan telah berubah, pembatasan-pembatasan itu tidak diperlukan lagi. Sesungguhnya, diteruskannya pembatasan-pembatasan itu dapat merintangi perkembangan lebih lanjut dari produksi dan menggerowoti sosialisme. Perusahaan-perusahaan kapitalis-Negara, yang dibatasi selama proses transisi itu, mesti dibebaskan dari pembatasan-pembatasan itu karena mereka telah menjadi sosialis. Menjelang akhir tahun 1970-an Chen tampaknya mengatakan: “Sudah kubilang begitu.” Ia, tentu saja, kini dipandang sebagai salah satu dari arsitek-arsitek utama perubahan- perubahan akhir-akhir ini.

Karena itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku sekarang, dipandang sebagai suatu “langkah mundur secukupnya” dari suatu bentuk perkembangan abnormal kepada suatu struktur yang lebih rasional. Pelanggaran abnormal terhadap yang sekarang dipandang sebagai “hukum ekonomik obyektif” bahwa tenaga-tenaga produksi harus sepenuh bersesuaian dengan tingkat tenaga-tenaga produktif sedang dilempangkan, dan hubungan-hubungan produksi sedang disusun kembali untuk mencapai kesesuaian itu. Inilah rasionale bagi

pembongkaran struktur komune di dalam pertanian dan dipromosikan- nya sistem pertanggung-jawaban pedesaan. Argumen-argumen serupa dipakai untuk mendukung perluasan otonomi perusahaan, peningkatan integrasi dengan lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan luar negeri, operasi-operasi gabungan (joint) dengan korporasi-korporasi transnasional dan ekonomi perseorangan yang bertumbuh. Telah dikedepankan, bahwa sekalipun ekonomi perseorangan dan “zona ekonomi khusus” tidak sosialis, mereka menyumbang pada peningkatan produksi dan dengan demikian menyumbang pada pengkonsolidasian sistem sosialis.

Langkah mundur pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikaitkan pada tahapan-tahapan awal dari transisi sosialis dibenarkan dengan kepatuhan pada “hukum ekonomik obyektif” bahwa hubungan-hubungan produksi mesti selalu bersesuaian dengan perkembangan tenaga-tenaga produktif. Tetapi, sekali itu dipandang sebagai suatu “hukum ekonomik obyektif,” lalu bagaimana itu dapat dipandang sebagai suatu “kontradiksi dasar” yang telah diselesaikan? Jelas, jika kebijaksanaan- kebijaksanaan dijalankan untuk kembali pada kemulusan operasi “hukum ekonomik obyektif,” maka itu belumlah terselesaikan. Tetapi dengan begitu, juga tidak dapat dikatakan bahwa itu telah diselesaikan pada waktu Kongres Partai Ke VIII. Ini jelas sekali dalam argumen- argumen yang dikemukakan oleh Su Shaozhi. Pada tahun 1956, masih dapat kita ingat, telah dinyatakan secara tidak langsung bahwa tuntutan- tuntutan sistem sosialis adalah sedemikian rupa sehingga hubungan- hubungan produksi mesti diturunkan skalanya agar bersesuaian dengan tingkat tenaga-tenaga produktif. Jelaslah kiranya, bahwa yang dimaksudkan oleh sistem sosialis itu adalah dari tatanan yang jauh lebih rendah daripada yang dari tahun 1950-an.

Salah satu dari pemaparan-pemaparan yang paling jelas mengenai tahap-tahap perkembangan telah dibuat pada tahun 1981 oleh Feng Wenbin, Wakil Presiden dari Sekolah Partai Pusat. Feng membedakan antara asaz-azas yang menentukan suatu sistem sosialis dan bentuk yang diambil oleh kepemilikan umum. Selama kepemilikan umum atas alat- alat produksi berdominasi, selama eksploitasi telah diakhir dengan tenaga kerja tidak lagi merupakan barang dagangan dan selama

distribusi adalah menurut kerja yang dilakukan, orang dapat berbicara tentang adanya suatu sistem sosialis. Namun, bentuk yang diambil oleh kepemilikan umum bergantung pada tingkat tenaga-tenaga produksi. Bentuk kepemilikan umum yang diterima/dijalankan di dalam pertanian ternyata tidak layak.

Sosialisasi pertanian di masa depan bergantung pada dinaikkannya tingkat tenaga-tenaga produktif, dengan de-kolektivisasi sekarang hingga derajat tertentu. Selama azas-azas menyeluruh yang menentukan sistem sosialis itu dipertahankan, ini tidak dapat dipandang sebagai kembali pada kapitalisme. Dengan memperluas argumen-argumen itu, karangan-karangan lain berbicara tentang “keadaan tenaga-tenaga produktif yang bertingkat-tingkat,” menuntut “bentuk-bentuk kepemilikan yang pluralistik.” Semua ciri-ciri sosialisme yang “tidak lengkap dan tidak murni” ini masih dikuasai oleh azas-azas menyeluruh. Sistem secara menyeluruh itu tidaklah kapitalis.

Namun jelas sekali, bahwa tidak semua orang diyakinkan oleh argu- men-argumen seperti itu. Seperti yang dapat dilihat dari Tabel 2.2, garis antara kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dicantumkan di sebelah kiri dan penyimpangan-penyimpangan di sebelah kanan tidaklah mudah ditarik.

Tabel 2.2: Kebijakan-kebijakan dan Penyimpangan-

Dokumen terkait