• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masukknya agama islam : perang banjar pertama adalah perang antara pangeran tumenggung dengan keponakannya pangeran samudra. Perang ini merupakan perselisihan antar elit di kerajaan banjar yang akhirnya menyerat rakyat dan kerajaaan demak dari pulau jawa pada awal abad 16. Kekuatan besar pangeran tumenggung bukan tandingan pangeran samudra, tetapi pangeran samudra meminta batuan kerajaan demak untuk melawannya. Namun kerajaan demak bersedia membantu pangeran samudra, jika sudah menang mau masuk islam. Dan ketika perang tersebut berhasil di menangkan oleh pangeran samudra, ia menepati janjinya dengan masuk agama islamdan mengganti namnya menjadi sultan suriansyah. Masuknya agama islam dikesultanan banjar tersebut membuat agama islam berkembang dengan pesat dikalangan rakyat banjar. Peran seorang ulama yang bernama khatib dayyan dalam perkambangan agama islam cukup besar di masa sultan suriansyah tersebut. Perkembangan cepat agama islam juga tidak terlepas dari peran dan dukungan dari sultan suriansyah melalui kekuasaaanya.

Suku Banjar juga menjadi suku yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Menurut Alfani Daud dalam Fauzi (2006:13), agama Islam yang dianut oleh suku Banjar berasal dari agama yang dianut oleh suku Melayu dan suku Jawa yang datang ke Kalimantan Selatan. Pada waktu itu terjadi perkawinan campuran antara orang Melayu dan Jawa dengan penduduk sekitarnya, orang Dayak. Perkawinan campuran ini berlangsung terus-menerus hingga muncul

Kerajaan Banjar yang beragama Islam. Menurut Anwar (2004: 27), Kerajaan Banjar yang berpusat di Banjar Masin dan Martapura adalah kerajaan Islam yang menerapkan hukum Islam. Sejak saat itu, orang Banjar menyatakan diri Islam dan menerapkan kesenian bercorak Islam dalam kehidupannya, baik di Kalimantan Selatan maupun di daerah perantauannya.

Masyarakat yang mendiami kab. Langkat pada umumnya menganut agama Islam yang juga menjadi salah satu ciri dari suku Melayu yaitu Agama Islam. Menurut Wilkinson dalam Takari dan Dewi (2008: 46), “Seorang Melayu adalah beragama Islam. Misalnya masuk Melayu berarti masuk Islam.” Ciri kemelayuan yang identik dengan Islam ini masih dipertahankan hingga sekarang. Oleh karena itu, Kabupaten Langkat masih dipandang sebagai daerah Melayu karena mayoritas penduduknya beragama Islam (90%). Penduduk yang lain beragama Kristen Protestan (7,56%), Kristen Katholik (1,06%), Buddha (0,95%), Hindu (0,09%), dan lainnya (0,34%).

Di Kabupaten Langkat hampir semua desa ada orang Banjar yang menjadi guru agama, termasuk diperkebunan-perkebunan. Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan orang Banjar di Deli adalah orang-orang islam yang taat melaksanakan ajaran agama dan suku Banjar adalah gudangnya guru agama.

Dalam bidang seni baca Al Qur‟an banyak pula putera-puteri Banjar yang menjadi

Qori dan Qoriah, bahkan beberapa putera-puteri Banjar telah dinominasikan sebagai Qori Nasional karena telah berhasil menjadi MTQ Nasional. Pada saat musim haji cukup banyak warga Banjar yang berangkat mengerjakan ibadah haji ke Tanah suci dari Propinsi Sumatera Utara, untuk Kabupaten Langkat tiap

tahunnya diperkirakan lebih dari 15% dari jemaah hajinya adalah suku banjar. Aktifitas keagamaan di desa-desa yang penduduknya Suku Banjar dapat pula dilihat dari banyaknya Masjid-masjid dan Musholla, pengajian-pengajian, perwiritan-perwiritan dan madrasah-madrasah, juga seni yang bernafaskan Islam. Di setiap desa minimal terdapat satu buah masjid dan di dusun-dusun terdapat pula Musholla-musholla, demikian juga hampir setiap desa terdapat Madrasah baik Diniyah, TPA dan lain-lain. Pengajian perwiritan baik laki-laki maupun perempuan selalu mewarnai kegiatan keagamaan. Oleh karena itu, kesenian yang dilestarikan adalah kesenian yang Islami, seperti Madihin dan Barong Banjar. Madihin adalah syair yang dinyanyikan dengan iringan gendang yang menceritakan suka dan duka orang Banjar dan dipertunjukkan oleh pamadihin sewaktu acara perkawinan, terutama keluarga pemuka adat Banjar. Sebaliknya, Barong Banjar adalah tarian yang dipertunjukkan oleh orang Banjar yang telah turun temurun mengikuti acara adat Banjar dalam menyambut bulan Muharram dan perkawinan adat Banjar yang dilaksanakan oleh keluarga raja atau pemuka adat Banjar.

2.3.2 Kerajaan Banjar dan Hukum Islam

Menurut( Fauzi,2006: 118) dikutip dari buku sejarah Banjar, perang banjar pertama adalah perang antara pangeran tumenggung dengan keponakannya pangeran samudra. Perang ini merupakan perselisihan antar elit di kerajaan banjar yang akhirnya menyerat rakyat dan kerajaaan demak dari pulau jawa pada awal abad 16. Kekuatan besar pangeran tumenggung bukan tandingan pangeran

samudra, tetapi pangeran samudra meminta batuan kerajaan demak untuk melawannya. Namun kerajaan demak bersedia membantu pangeran samudra, jika sudah menang mau masuk islam. Dan ketika perang tersebut berhasil di menangkan oleh pangeran samudra, ia menepati janjinya dengan masuk agama islamdan mengganti namnya menjadi sultan suriansyah. Masuknya agama islam dikesultanan banjar tersebut membuat agama islam berkembang dengan pesat dikalangan rakyat banjar. Peran seorang ulama yang bernama khatib dayyan dalam perkambangan agama islam cukup besar di masa sultan suriansyah tersebut. Perkembangan cepat agama islam juga tidak terlepas dari peran dan dukungan

darisultansuriansyahmelaluikekuasaaanya. Hukum islam bersifat universal bahkan merupakan hukum yang sangat

konstekstual, dimana hukum Islam tidak terikat waktu dan tempat, yaitu dapat berlaku dimana saja dibelahan bumi ini, kapan saja dan dalam situasi bagaimanapun karena berdasarkan Al Qur‟an dan sunnah Rasulullah.

Sebelum Kerajaan Banjar terbentuk, Islam telah lama masuk kedaerah ini, artinya telah terbentuk masyarakat Islam di daerah-daerah Kalimantan Selatan termasuk disekitar Kerajaan. Oleh karena itu ketika dilaksanakan penerapan hukum Islam di Kerajaan sebelumnya beragama Hindu, maka tidak menimbulkan keresahan sosial.

Pada abad 17 dalam penerapan hukum Islam di Kerajaan Banjar ditandai dengan berkembangnya Ilmu Tasauf, yakni ilmu yang mempelajari Hakikat Keesaan Allah dalam rangka menjadikan manusia sebagai insan yang paripurna. Tokoh ulama Banjar yang berpengaruh ketika itu adalah Syekh Ahmad

Syamsuddin Al Banjari yang menulis buku “ Asal Kejadian Nur Muhammad

“ sebuah kita kajian Tasauf. Sementara kitab fiqih yang dipedomani masyarakat

pada waktu itu adalah kitab Shirathol Mustaqim karangan ulama besar dari Aceh Nuruddin Ar Raniri. Karena banyak yang memakai bahasa Aceh, orang Banjar kurang mengerti tetapi ini menandakan bahwa hubungan Kerajaan Banjar dengan Kerajaan Aceh sudah cukup baik.

Pada abad 18 dan 19 perkembangan hukum Islam sangat pesat karena peran Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang mampu mengintensifkan dakwah dan membina kader-kader ulama. Dakwah yang dilaksanakan Syekh Muhammad Arsyad tidak hanya melalui lisan, tetapi juga dakwah bil hal dan dakwah bil kitab. Beberapa kitab beliau dalam bidang fiqih ditulis dalam bahasa Melayu dan Banjar. Tulisan-tulisan beliau yang terkenal diantaranya Kitab Parukunan Besar, Fathul Jawad, Luatalul Ajlam, Kitabun Nikah, Kitab Faraid, dan yang paling populer sampai saat ini adalah Kitab Sabilal Muhtadin. Kitab- kitab tersebut telah disinggung dalam riwayat singkat Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Pengaruh lebih jauh dari pemikiran Syekh Muhammad Arsyad dalam penerapan hukum Islam tidak saja dalam mempelopori pembentukan lembaga Mufti dan Qadhi sebagai lembaga peradilan hukum Islam, tetapi juga ketika Sultan Adam Wasik Billah yang merupakan murid Syekh Muhammad Arsyad menetapkan suatu ketentuan hukum yang dikenal dengan Undang-Undang Sultan adam. Kemudian Undang-Undang Sultan Adam menjadi hukum tertulis dalam penerapan hukum Islam di Kerajaan Banjar. Pasal-pasal dalam Undang-Undang

Sultan Adam benar-benar memberi nuansa demokratis berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah, apakah dalam masalah tanah, jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. Misalnya tanah baik yang subur maupun yang tidak subur dikuasai oleh Kerajaan, tetapi siapapun yang menggarap tidak boleh ada orang yang melarangnya kecuali ada bukti tanah tersebut sedang digarap, dan siapa saja yang menggarap ialah yang memilikinya.

Sultan Adam memerintah Kerajaan Banjar tahun 1825-1857, beliau merupakan seorang Sultan yang sangat taat dan keras dalam menjalankan hukum Islam, dan termasuk seorang Sultan yang sangat serius memperhatikan perkembangan Islam. Ketika masih muda Sultan Adam banyak belajar kepada anak Syekh Muhammad Arsyad yang bernama Mufti Haji Jamaluddin.

Menurut sejarah, naskah asli Undang-Undang Sultan Adam ditulis dengan tulisan tangan dengan huruf Arab Melayu, dan oleh para peneliti sejarah naskah ditulis dengan huruf latin bahasa Melayu Banjar dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda tahun 1917.

Dokumen terkait