• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

2.1. Sistem Pakar

Secara umum sistem pakar adalah Sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer yang dirancang untuk memodelkan kemampuan menyelesaikan masalah seperti layaknya seorang pakar. Seorang pakar adalah orang memiliki keahlian dalam bidang tertentu, yaitu pakar yang mempunyai pengetahuan atau kemampuan khusus yang orang lain tidak mengetahui atau mampu dalam bidang yang dimilikinya. Dengan sistem pakar ini, orang biasa pun dapat meyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para pakar. Ada beberapa definisi tentang sistem pakar (Hartati & Iswanti 2008), antara lain:

1. Menurut Giarratano & Riley: Sistem pakar merupakan cabang dari kecerdasan buatan (Artificial Intelegence) yang menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus yang dimiliki oleh seseorang ahli untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.

2. Menurut Ignizio: Sistem pakar adalah suatu model dan prosedur yang berkaitan, dalam suatu domain tertentu, yang mana tingkat keahliannya dapat dibandingkan dengan keahlian seorang pakar.

3. Menurut Martin dan Oxman: Sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah, yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar dalam bidang tertentu.

2.1.1. Arsitektur dan Komponen Sistem Pakar

Sistem pakar disusun oleh dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan

(development environment) dan lingkungan konsultasi (consultation environment)

(Turban, 1995). Lingkungan pengembangan digunakan untuk memasukkan pengetahuan pakar ke dalam sistem pakar, sedangkan lingkungan konsultasi digunakan untuk pengguna sistem pakar. Komponen-komponen sistem pakar pada dua bagian tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut ini:

Gambar 2.1. Arsitektur Sistem Pakar (sumber: Turban, 1995)

Menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati & Iswanti 2008) Untuk membangun sistem pakar diperlukan komponen-komponen yang harus dimiliki yaitu sebagai berikut:

1. Antar muka pengguna (Userinterface) 2. Basis pengetahuan (Knowlegdebase) 3. Mesin inferensi (Inferencemachine) 4. Memori kerja (Workingmemory)

Sedangkan untuk menjadikan sistem pakar lebih menyerupai seorang pakar yang berinteraksi dengan pemakai, maka dilengkapi dengan fasilitas berikut:

1. Fasilitas penjelasan (Explanationfacility)

2. Fasilitas akuisisi pengetahuan (Knowledgeacquisitionfacility)

Penjelasan masing-masing komponen-komponen sistem pakar tersebut adalah sebagai berikut (Hartati & Iswanti 2008):

1. Antar muka pengguna (User interface) adalah komunikasi antara sistem dan pemakainya yang menggantikan seorang pakar.

2. Basis pengetahuan (Knowlegde base) adalah kumpulan pengetahuan bidang tertentu pada tingkatan pakar pada format tertentu.

3. Mesin inferensi (Inference machine) adalah otak dari sistem pakar, berupa perangkat lunak yang melakukan tugas inferensi penalaran sistem pakar, biasa dikatakan sebagai mesin pemikir (Thingkingmachine).

4. Memori kerja (Working memory) adalah bagian dari sistem pakar yang menyimpan fakta yang diperoleh saat dilakukan proses konsultasi.

5. Fasilitas penjelasan (Explanation facility) adalah informasi yang diberikan kepada pemakai mengenai jalannya penalaran sehingga dihasilkan suatu keputusan.

6. Fasilitas akuisisi pengetahuan (Knowledge acquisition facility) adalah pengetahuan pada sistem pakar yang diperoleh atau saat pengetahuan yang sudah ada tidak berlaku lagi.

2.1.2. Ciri-Ciri Sistem Pakar

Sistem pakar merupakan program-program praktis yang menggunakan strategi heuristik yang dikembangkan oleh manusia untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang spesifik (khusus), disebabkan oleh keheuristikannya dan sifatnya yang berdasarkan pada pengetahuan sehingga umumnya sistem pakar mempunyai ciri- ciri sebagai berikut (Turban, 1995):

1. Terbatas pada domain keahlian tertentu. 2. Berdasarkan pada kaidah/rule tertentu.

4. Mudah dimodifikasi, yaitu dengan menambah atau menghapus suatu kemampuan dari basis pengetahuannya.

5. Sistem dapat mengaktifkan kaidah secara searah yang sesuai, dituntun oleh dialog dengan pemakai.

2.1.3. Manfaat dan Kelemahan Sistem Pakar

Secara garis besar, banyak manfaat yang dapat diambil dengan adanya sistem pakar, antara lain ( Kusuma, 2003):

1. Membuat seorang yang awam bekerja seperti layaknya seorang pakar.

2. Meningkatkan produktivitas akibat meningkatnya kualitas hasil pekerjaan, meningkatnya kualitas pekerjaan ini disebabkan meningkatnya efisiensi kerja. 3. Menghemat waktu kerja.

4. Menyederhanakan pekerjaan.

5. Merupakan arsip terpercaya dari sebuah keahlian, sehingga bagi pemakai sistem pakar seolah-olah berkonsultasi langsung dengan sang pakar, meskipun mungkin sang pakar telah tiada.

6. Memperluas jangkauan, dari keahlian seorang pakar. Di mana sebuah sistem pakar yang telah disahkan, akan sama saja artinya dengan seorang pakar yang tersedia dalam jumlah besar (dapat diperbanyak dengan kemampuan yang persis sama), dapat diperoleh dan dipakai di mana saja.

Di samping memiliki beberapa manfaat, sistem pakar juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain ( Kusuma, 2003):

1. Biaya yang diperlukan untuk membuat dan memeliharanya sangat mahal. 2. Sulit dikembangkan. Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan ketersediaan

pakar di bidangnya.

3. Sistem pakar tidak 100% bernilai benar.

2.1.4. Representasi Pengetahuan

Representasi pengetahuan merupakan metode yang digunakan untuk mengkodekan pengetahuan dalam sebuah sistem pakar yang berbasis pengetahuan. Perepresentasian dimaksudkan untuk menangkap sifat-sifat penting masalah dan membuat informasi itu

dapat diakses oleh prosedur pemecahan masalah (Kusrini, 2006). Beberapa model representasi pengetahuan yang penting (Kusrini, 2006) adalah:

1. Logika (logic) yaitu Logika merupakan suatu pengkajian ilmiah tentang serangkaian penalaran, sistem kaidah, dan prosedur yang membantu proses penalaran. Bentuk logika komputasional ada dua macam yaitu logika proposional dan predikat.

2. Jaringan semantik (Semantic nets) yaitu Representasi jaringan semantik merupakan penggambaran grafis dari pengetahuan yang memperlihatkan hubungan hirarkis dari objek-objek yang terdiri atas simpul (node) dan penghubung (link).

3. Object-Atributte-Value (OAV) yaitu Objek dapat berupa bentuk fisik atau

konsep, Atribut adalah karakteristik atau sifat dari objek tersebut, Value (nilai besaran spesifik dari atribut tersebut yang berupa numeric, string atau

boolean).

4. Bingkai ( Frame) yaitu Bingkai berupa ruang (slots) yang berisi atribut untuk mendeskripsikan pengetahuan yang berupa kejadian. Bingkai memuat deskripsi sebuah objek dengan menggunakan tabulasi informasi yang berhubungan dengan objek.

5. Kaidah Produksi (Production rule) yaitu Kaidah menyediakan cara formal untuk merepresentasikan rekomendasi, arahan, atau strategi dalam bentuk jika-maka (If-Then) yang menghubungkan anteseden dengan konsekuensi.

2.1.5. Metode Inferensi

Bagian mesin inferensi merupakan bagian yang mengatur proses penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar serta mengarahkannya menuju solusi yang terbaik yang dapat dilakukan berdasarkan basis pengetahuan. Metode inferensi (Hartati & Iswanti 2008 ) antara lain:

1. Pelacakan ke depan (Forwardchaining)

Pada metode forward chaining merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan data atau fakta yang meyakinkan menuju akhir konklusi. Forward chaining disebut juga pencarian yang di motori data (data

dahulu kemudian menuju konklusi atau derived information (then) atau dapat dimodelkan sebagai berikut:

IF (informasi masukan) THEN (konklusi)

Proses pelacakan pada forward chaining dapat ditunjukkan oleh gambar 2.2. berikut ini:

Gambar 2.2. Proses Forward Chaining (Sumber: Arhami, 2005)

2. Pelacakan ke belakang (Backwardchaining)

Runut balik merupakan proses perunutan yang merupakan kebalikan dari runut maju. Proses penalaran runut balik dimulai dengan tujuan/goal kemudian merunut balik kejalur yang akan mengarahkan ke goal tersebut, mencari bukti-bukti bahwa bagian kondisi terpenuhi. Jadi secara umum runut balik itu diaplikasikan ketika tujuan atau hipotesis yang dipilih itu sebagai titik awal penyelesaian masalah. Disebut juga goal-driven search. Runut balik dimodelkan sebagai berikut:

TUJUAN, IF (kondisi)

Proses pelacakan pada backward chaining dapat ditunjukkan oleh gambar 2.3. berikut ini:

Gambar 2.3. Proses Backward Chaining (Sumber : Arhami, 2005)

Dokumen terkait