• Tidak ada hasil yang ditemukan

pelajaran Agama. Keterampilan ditujukan untuk bekal kehidupan bagi seorang santri setelah tamat dari pesantren ini.

e. Pola V, yaitu Masjid. Rumah Kyai, Pondok, Madrasah, Tempat Keterampilan, Gedung Pertemuan, Tempat Olahraga, Sekolah Umum, dan Universitas

Dalam pola ini, pesantren ini telah berkembang dan bisa digolongkan sebagai Pesantren Mandiri. Pesantren seperti ini telah memiliki perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, toko, ruang penginapan tamu, dan sebagainya. Di samping itu, pesantren dalam pola ini juga mengelola SMP, SMA, dan kejuruan lainnya. Sistem kurikulumnya pada pola pesantren ini, materi yang diajarkan adalah sebagai berikut: pengajaran kitab-kitab klasik, menggunakan model madrasah dimana selain mengajarkan mata pelajaran agama juga mengajarkan mata pelajaran umum yang kurikulumnya dibuat oleh pondok sendiri atau juga mengikuti kurikulum pemerintah dengan modifikasi materi pelajaran agama, keterampilan juga diajarkan dengan berbagai bentuk kegiatan keterampilan, dilengkapi dengan sekolah umum dimana materi pelajaran seluruhnya berpedoman kepada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan materi pelajaran agamannya disusun oleh pesantren sendiri serta pada waktu-waktu terjadwal santri menerima pendidikan agama lewat membaca kitab-kitab klasik, dan mempunyai universitas atau perguruan tinggi.28

C. Sistem Pembelajaran Pesantren

Pendidikan bagi umat manusia adalah sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang dan sesuai dengan perkembangan zaman karena di masa ini, kita berada dalam era globalisasi yang seba canggih dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Sehingga untuk meningkatkan kualitas hidup, dalam hal ini kualitas hidup pondok pesantren, haruslah selalu berproses menuju ke arah yang lebih baik serta meningkatkan kualitasnya.

28

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia (Cet. I: Jakarta: Kencana, 2009), h. 68.

23

Sistem merupakan suatu keseluruhan komponen yang masing-masing bekerja dalam fungsinya serta erkaitan dengan fungsi dari komponen lainnya yang secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan. Komponen yang bertugas harus sesuai dengan fungsinya, yaitu bekerja antara satu dengan lainnya dalam rangkaian satu sistem. Sistem mampu bergerak secara terpadu bergerak ke arah tujuan sesuai dengan fungsinya. Sistem pendidikan adalah suatu keseluruhan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan yang lain untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan.29

Sedangkan dalam pondok pesantren dengan pola hidup bersama antara santri dengan kyai dan masjid sebagai pusat aktifitas merupakan suatu sistem pendidikan yang khas dan tidak ada dalam lembaga pendidikan lain. Keunikan lain yang terdapat dalam sistem pendidikan pesantren adalah tentang metode pengajarannya, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Nonklasikal

Sistem ini merupakan sistem yang pertama kali digunakan dalam pembelajaran pondok pesantren. Dalam sistem ini, tidak ditentukan teknik pengajaran yang dijabarkan dalam bentuk kurikulum dan tak ada jenjang tingkatan yang ditentukan. Sedangkan, banyak atau sedikitnya pelajaran yang diperoleh para santri menurut pembinaan kyai dan ketentuan oleh santri itu sendiri. Dalam sistem ini, santri mempunyai kebebasan dalam memilih mata pelajaran yang diinginkan dan menentukan kehadiran tingkat pelajaran, sikap dalam mengikuti pelajaran, dan waktu belajar.

Ada tiga metode yang digunakan dalam sistem nonklasikal ini, yaitu sebagai berikut:

a. Sorogan

29

H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 72. 24

Kata “sorogan” berasal dari bahasa Jawa yaitu “sodoran” atau yang disodorkan yang berarti suatu sistem belajar secara individu dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru dan terjadi interaksi saling menganal di antara keduanya.30 Seorang kyai atau guru mengadap santri satu persatu, secara bergantian. Sedangkan dalam pelaksanaannya, santri datang secara bersama-sama akan tetapi santri mengantri menunggu gilirannya.

Sistem ini menggambarkan bahwa dalam memberi pengajaran, kyai senantiasa berorientasi pada tujuan, selalu berusaha agar para santrinya dapat membaca, memahami, dan mendalami isi kitab. Dengan adanya sistem sorogan ini, seorang kyai mampu mengevaluasi langsung kemampuan belajar santri dan hubungan antara santri dengan kyai bisa lebih dekat.

b. Wetonan

Istilah “wetonan” berasal dari bahasa Jawa yang berarti berkala atau berwaktu. Sistem wetonan ini adalah suatu bentuk rutin harian, akan tetapi dilaksanakan pada saat-saat atau waktu-waktu tertentu, seperti pada setiap hari Jum‟at, ba‟da sholat subuh, dan semacamnya. Kyai membaca kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama dengan mendengar dan menyimak bacaan Kyai tersebut. Tidak ada ketentuan absensi sehingga santri boleh datang boleh tidak. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa sistem pembelajaran di pondok pesantren adalah bebas, bebas untuk belajar dan tidak belajar.31

Dalam sistem pembelajaran ini, kitab yang dibaca oleh Kyai tidak dapat dipastikan karena kadang kitab tidak ditentukan dan terkadang pula ditentukan.

30

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, h. 50.

31

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini (Cet. I; Jakarta Rajawali Press, 1987), h. 19.

25

Sedangkan dalam penyampaiannya, Kyai menggunakan metode bermacam-macam. Ada yang diberi makna dan ada juga yang diartikan bebas.32

c. Bandongan

Sistem bandongan ini biasa juga disebut dengan “holaqoh” yang dalam pengajarannya, kitab yang dibacakan oleh Kyai dan kitab yang dibawa oleh santri adalah sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak bacaan sang guru.33

Ketiga pola pembelajaran yang disebutkan di atas dapat berlangsung tergantung pada otoritas seorang Kyai baik yang berkaitan dengan waktu, tempat, serta materi pelajaran dalam proses belajar mengajar.

2. Sistem Klasikal

Dalam perkembangan selanjutnya, untuk mempermudah proses pembelajaran maka diterapkan suatu sistem madrasah dan klasikal sebagai bentuk pengembangan dan pembaharuan dari ketiga metode di atas. Perkembangan ini dapat dijumpai hampir di seluruh pesantren sekarang. Selain sistem madrasah, klasikal, diniyah, dengan perjenjangan dan evaluasi yang jelas dan terstrukstur. Di samping mempertahankan sistem tradisional, juga mengelola dan mengembangkan sistem pendidikan madrasah. Pengembangan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi pada masyarakat, serta untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan globalisasi yang semakin maju dalam bidang pendidikan. Perubahan itu bisa bersifat memperbaharui atau menyempurnakan sistem lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat pada saat itu.

Perubahan dalam sistem pendidikan dalam hal ini perubahan dari sistem nonklasikal (sorogan, wetonan, atau bandongan) ke sistem klasikal, yaitu madrasah dengan berbagai jenjang pendidikan mulai dari tingkat Ibtida‟iyah, Tsanawiyah, Aliyah sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Dengan melakukan perubahan

32

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, h. 52.

33

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, h. 51.

26

semacam itu, yakni dengan memasukkan sistem klasikal ke dalam pondok pesantren sudah pasti akan mempengaruhi sistem pendidikannya.

M. Habib Chirzin menjelaskan tentang sistem pendidikan nasional, yaitu: “Sistem madrasah atau klasikal yaitu dengan menggunakan alat peraga, evaluasi dengan berbagai variasinya dan juga terdapat latihan-latihan, prinsip-prinsip psikologi perkembangan pendidikan dan proses belajar mulai diterapkan, dan metode pengajaran baru pada masing-masing fakultas dipraktekkan. Kenaikan kelas atau tingkat, pembahasan masa sekolah atau belajar diadakan sembari administrasi sekolah pun dilaksanakan dalam organisasi yang tertib.”34

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas pada sistem klasikal ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Habib Chirzin yaitu, dalam sistem klasikal sudah menggunakan alat peraga sebagai penunjang proses belajar mengajarnya, evaluasi dilaksanakan secara terlaksana, menerapkan psikologi perkembangan dalam mengahadapi anak didik dengan berbagai metode mengajar dan pembatasan masa belajar dan tingkat penjenjangan yang sudah jelas, serta administrasi sekolah tertib dan teratur.

Pesantren yang menggunakan sistem klasikal ini sudah banyak mengadopsi sistem pendidikan modern meskipun masih nampak karakteristik asli pesantren sehingga masih bisa dibedakan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Variasi sistem pendidikan pesantren klasikal juga mengadopsi sistem umum atau modern dan memasukkan mata pelajaran umum sebagai pengetahuan bagi santri serta untuk memperluas wawasan keilmuannya.

34M. Dawan Rahardjo, Pesantren dan Pembaruan (Cet. IV; Jakarta: LP3S, 1985), h. 89.

27

Dokumen terkait