Sistem merupakan kumpulan dari bagian atau komponen baik fisik maupun non fisik, yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan distribusi merupakan penyaluran atau pembagian sesuatu kepada pihak yang berkepentingan. Untuk ini sistem pendistribusian zakat berarti kumpulan atau komponen baik fisik atau non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mendistribusikan zakat yang terkumpul dari muzaki kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya dalam meraih tujuan sosial ekonomi.23
2. Sistem pendistribusian zakat pada zaman klasik a. Zakat pada masa Rasulullah
Pelaksanaan zakat di zaman Rasulullah dan yang kemudian diteruskan para sahabatnya, yaitu para petugas mengambil zakat dari para muzaki, atau muzaki sendiri secara langsung menyerahkan zakatnya pada baitulmal, lalu oleh para petugasnya didistribusikan kepada para mustahik.
Satu hal yang paling substansial dalam penyaluran zakat masa Rasulullah adalah Rasulullah tidak pernah menunda penyaluran zakat. Bila zakat diterima pagi hari, maka sebelum siang hari tiba Rasulullah telah membagikanya. Bila zakat diterima siang hari maka sebelum malam hari, zakat yang diterima tersebut langsung dibagikan kepada para asnaf. Sehingga sifat penyaluran zakat masa Rasulullah adalah segera dan dibagikan tanpa sisa.
b. Zakat pada masa Abu Bakar Aṣ-ṣiddiq
Pada masa Abu Bakar, selama dua tahun sepeninggal wafatnya Rasulullah saw, sebenarnya belum terjadi perubahan mendasar tentang kebijkan dalam pengelolaan zakat dibandingkan dengan masa Rasulullah saw, karena kebijakan yang diambil oleh Abu Bakar secara garis besar sama dengan kebijakan pada masa Rasulullah.
23 Mutstidi, Akutansi Zakat Konteporer, (Bandung: PT Remaja Posda Karya, 2006), hlm 169.
Namun pada periode ini terjadi sebuah pristiwa penting menyangkut zakat, yakni menjamurnya para pembangkang zakat diberbagai wilayah Islam. Abu Bakar kemudian menyatakan perang kepada mereka, karena mereka dinilai telah murtad. Setelah dilakukan pembersihan terhadap semua pembangkan zakat, Abu Bakarpun memulai tugasnya dengan mendistribusikan dan mendayagunakan zakat bagi orang orang yang berhak menerimanya, menurut cara yang dilakuan oleh Rasulullah dalam penyaluran zakat, yaitu dibagikan segera dan tanpa sisa. Ia sendiri mengambil harta dari baitul maal menurut ukuran yang wajar, Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta baitulmal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, dan selebihnya dibelanjakan untuk persediaan bagi angkatan bersenjata yang berjuang dijalan Allah. Dalam soal pemberian, Abu Bakar tidak membedakan antara terdahulu dan kemudian masuk Islam. Sebab kesemuanya berhak menerima harta zakat apabila kondisi kehidupannya membutuhkan serta termasuk kedalam kelompok delapan asnaf yang terdapat dalam surat At Taubah ayat 60. Kebijkan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregat demand dan aggregat suplly yang pada akhirnya menaikan total pendapatan nasional.
c. Zakat pada masa Umar Bin Khatab
Ketika Abu Bakar meninggal, Umar Bin Khatab memanggil sahabat terpercaya, antara lain Abdurahman bin Auf dan Ustman bin Affan untuk masuk dalam baitul maal. Pada masa Umar menjadi Khalifah, penaklukan wilayah semakin meluas, situasi Jazirah Arab relatif lebih stabil dan tentram. Semua Khabilah menyambut seruan zakat dengan sukarela. Umar melantik Amil-amil untuk bertugas mengumpulkan zakat dari orang-orang dan kemudian mendistribusikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Sisa zakat itu kemudian diberikan kepada khalifah, untuk mengelola wilayah yang semakin luas dan dengan persoalan yang semakin kompleks.
Ada perkembangan menarik tentang implementasi zakat pada periode Umar ini, yaitu Umar membatalkan pemberian zakat kepada muallāf. Disini Umar melakukan Ijtihād, Umar saat itu memahami bahwa sifat muallāf tidak melekat
selamanya pada diri seseorang. Pada situasi tertentu memang dipandang perlu menjinakan hati seseorang agar menerima Islam dengan memberikan tunjangan, namun bila ia telah diberi cukup kesempatan untuk memahami Islam dan telah memeluknya dengan baik, maka lebih baik tunjangan itu dicabut dan diberikan kepada orang lain yang jauh lebih memerlukan.
Pada masa Kekhalifahan Umar bin Khatab mulai diperkenalkan sistem cadangan devisa, yaitu tidak semua dana zakat yang diterima langsung didistribusikan sampai habis seperti yang dilakukan pada masa Abu Bakar Shidiq dan Rasulullah Saw, namun ada pos cadangan devisa yang dialokasikan apabila terjadi kondisi darurat seperti bencana alam atau perang.
Terobosan lain dalam distribusi zakat pada masa Umar adalah beliau memungut zakat dua kali lipat bagi muzaki yang belum membayar zakat pada tahun sebelumnya (piutang negara) dan memberikan zakat dua kali lipat pada mustahik yang tidak menerima zakat pada tahun sebelumnya (utang negara).
Selain itu dalam hal bentuk-bentuk penyaluran zakat, beliau telah mencotohkan pemberian zakat produktif dengan memberikan seekor anak unta beserta dua induknya untuk dapat diternakan.
d. Zakat pada masa Usman Bin Affan
Pengelolaan zakat pada periode Ustman bin Affan pada dasarnya melanjutkan dasar-dasar kebijakan yang telah ditetapkan dan dikembangkan oleh Umar bin Khatab.
Dalam pendistribusian harta baitul maal, khalifah Ustman bin Affan menerapakan prinsip keutamaan seperti halnya Umar bin Khatab. Khalifah Ustman bin Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Ustman bin Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.
Oleh karena itu, khalifah Ustman bin Affan membuat beberapa perubahan adimistrasi tingkat atas dan penggantian beberapa gumbenur.
Pada masa Utsman kondisi ekonomi umat sangat makmur, bahkan diceritakan Ustman sampai harus mengeluarkan zakat dari harta Khārāj dan Jizyh yang diterimanya. Harta zakat pada periode Ustman mencapai rekor tertinggi dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Ustman melantik Zaid bin Sabit untuk mengelola dana zakat. Pernah satu masa, Ustman memerintahkan Zaid untuk membagi-bagikan harta kepada yang berhak namun masih tersisa seribu dirham, lalu Ustman menyuruh Zaid untuk membelanjakan dana tersebut untuk membangun dan memakmurkan Masjid Nabawi.
e. Zakat pada masa Ali bin Abi Thalib
Imam Ali bin Abi Thalib menggantikan khalifah Ustman dalam situasi politik yang kacau balau, meskipun mekanisme pengelolaan zakat dan baitulmal tidak terganggu, jaminan sosial berjalan terus.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kondisi Baitul Maal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari baitul maal, seperti disebutkan oleh Ibnu Katsir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separuh kakinya, dan sering bajunya itu terdapat dengan adanya tambalan.
Kebijakan Ali tentang zakat juga mengikuti kebijakan pengelolaan zakat seperti pada masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar. Bahkan Ali terkenal sangat berhati-hati dalam pengelolaan dan pendayagunaan dana hasil zakat. Ali bin Khatab mendistribusikan seluruh harta zakat yang ada di Baitul Maal selalu didistribusikan untuk kepentingan umat Islam. Ia tidak pernah mengambil harta tersebut untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Beliau kembali menerapkan kebijakan sesuai dengan kebijakan seperti masa Rasulullah dan Abu Bakar yang langsung mendistribusikan keseluruhan dana zakat sampai habis, dan meninggalkan sistem cadangan devisa yang telah dikembangkan pada masa Umar bin Khatab. Meski masa kekhalifahannya menghadapi persoalan berat, akibat peristiwa terebunuhnya Ustman yang rentan dengan masalah politik, Ali tidak pernah mengabaikan tugasnya sedikit pun sebagai Khalifah, termasuk dalam pengelolaan zakat. Ali sangat memerhatikan fakir miskin dan sangat bersimpati kepada nasib mereka. Karena beliau memandang penting zakat sebagai suatu
instrumen fiskal yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan sosial dan mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di masyarakat.
Ali meyakini bahwa kesejahtraan sosial berdampak positif pada keamanan. Umat sejahtera, negara aman. Sedang keamanan adalah kunci keadilan. Jika keadilan ditegakkan dan hukum jadi panglima, maka dengan sendirinya kemanan akan tercipta.
f. Zakat pada masa Umar bin Abdul Azis.
Sepeninggalnya Ali bin Abi Thalib (661 M) terdapat krisis kepemimpinan dikalangan umat muslimin. Hingga pada tahun 717 Masehi kegemilangan Islam datang kembali dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz dari bani Umayah.
Ketika dunia Islam berada dibawah kepemimpinan Bani Umayah, kondisi baitul maal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya baitul maal dikelola dengan kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayah baitulmal berada sepenuhnya dibawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau di kritik oleh rakyat.
Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahik, sesungguhnya mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya mendorong meningkaykan supply.
Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tetapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi ditingkat makro.
Itulah yang kemudian terjadi di masa Umar bin Abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus mengurang, bahkan habis sama sekali. Para amil zakat berkeliling dipelosok Afrika untuk membagikan harta zakat, tetapi tak seorangpun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahik zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga
negara mengalami surplus. Maka distribusi kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan.
Periode pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang berjalan tiga tahun di catat sejarah sebagai masa kegemilangan umat islam di dalam keadilan dan kesejahtraan, karena kepemimpinan yang bersih dan taqwa.24
3. Sistem pendistribusian zakat kontemporer
Sistem pendistribusian zakat kontemporer sudah melakukan pendistribusian zakat secara produktif. Sebagaimana yang telah terjadi di zaman Rasulullah saw yang dikemukakan dalam sebuah hadis Imam Muslim dan Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw, telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Dalam kaitan dengan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang menarik sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf al Qaradhawi dalam fiqih zakat bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntunganya bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Peganti pemerintah, pengelola zakat bisa juga dilakukan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang kaut, amanah dan profesional. BAZ ( badan amil zakat ) atau LAZ, jika memberikan zakat yang bersifat produktif harus pula melakukan pembinaan atau pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan ushanya dapat berjalan dengan baik, dan agar para mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keIslamanya.25
Hingga saat ini, tidak terdapat keseragaman dalam pengelolaan dan penyaluran zakat diberbagi negara. Masing-masing negara memiliki model pengelolaan dan distribusi zakat yang berbeda-beda. Untuk negara-negara yang menganut prinsip syariah seperti Arab Saudi, Iran, Kuwait maka pengelolaan zakat dilakukan oleh negara. Disebagian negara yang berpenduduk mayoritas muslim
24 Nurul Huda Dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 173-179.
25 Nurul Huda Dkk, Keuangan Publik Islam, hlm 180.
namun tidak melandaskan aturan syariah dalam pemerintahan, maka pengelolaan zakat dilakukan oleh pihak swasta atau badan yang ditunjuk oleh negara.
a. Pengeluaran zakat di Indonesia
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, yaitu berdasarkan data tahun 2004 adalah sebesar 210 juta dari 1.254 miliar jiwa dari seluruh penduduk Islam dunia, indonesia menempatkan hukum Islam sebagai salah satu hukum yang hidup berdampingan dimasyarakat di samping hukum nasional dan hukum adat.
Pemberlakuan hukum Islam di Indonesia dianggap mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh umat beragama. Selain itu, hukum Islam juga dapat menciptakan suatu masyarakat egalitarian tanpa adanya eksploitasi manusia berdasarkan suku, ras, bahasa, agama, dan golongan. Dalam mewujudkan dan menciptakan hal tersebut tidak dengan menerapkan hukum Islam secara mutlak tetapi dengan cara yang lebih optimal dan efesien, yaitu melalui penyerapan nilai-nilai moral positif yang terkandung dalam hukum Islam yang diimplementasikan melalui hukum positif nasional Republik Indonesia.
Dalam mengimplementasikan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat penduduk Indonesia, pemerintah Indonesia juga menyadari akan pentingnya peranan serta fungsi zakat dalam kehidupan sosial ekonomi bagi seluruh rakyat indonesia demi mewujudkan kesejahtraan sosial dalam setiap lapisan masyarakat, oleh karena itu disahkan pengelolaa zakat yang diatur dalam UUD no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat serta peraturan pelaksanaannya sesuai keputusan menteri agama RI No 581 Tahun 1999. Sesuai perundang-undangan tersebut maka pemerintah wajib memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada para muzaki, mustahik dan amil zakat.26
Undang-undang no 38 Tahun 1999 terdapat beberapa persoalan-persoalan yang justru menghambat terciptanya pemerataan dan kesejahteraan, maka oleh karena itu negara mengatur kembali mngenai pengelolaan zakat yaitu dengan disahkan dan di undangkan nya Undang-undang No 23 Tahun 2011. Dengan
26 Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm 410-411.
adanya perubahan undang-undang yang baru tentang pengelolaan zakat ada beberapa hal yang wajib digaris bawahi antara lain:
1) Bahwa pengelolaan zakat di Indonesia meliputi tiga aspek yang antara lain:
proses perencanaan, pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
2) Bahwa pengelolaan zakat di Indonesia dlaksanakan oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut BAZNAS dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat) dan UPZ (Unit Pengumpul Zakat) demi memepermudah dan memperlancar pelaksanaaan pengelolaan zakat tersebut.
3) Bahwa pengelolaan zakat di Indoensia zakat di Indonesia memiliki asas-asas yang antara lain syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.
4) Pengelolaan zakat dalam Undang-undang Zakat yang baru bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat serta mneningkatnkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyrakat dan penanggulangan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan maqasid syariah dari zakat itu sendiri, yaitu untuk mengetaskan kemiskinan dan sebagai pendorong kesejahteraan secara sosial dan ekonomi.
5) Jenis zakat yang dikelola berdasarkan undang-undang pengelolaan zakat ini adalah zakat mal dan zakat fitrah, hal ini sebagaimana yang daitur dalam Pasal 4 ayat 1.
6) Dalam praktiknya BAZ dan LAZ tidak hanya mengelola zakat saja namun juga dapat menerima infaq dari pihak ketiga.
7) BAZNAS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta hak amil, begitu pula dengan BAZNAS di kabupaten atau kota yang dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah dan hak amil. Sementara itu LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayai segala kegiatannya.
8) Pengawasan BAZNAS dilakukan oleh Menteri Agama.
9) Dalam undang-undang pengelolaan zakat yang baru ada penambahan sanksi, administrasi dan ada perubahan terhadap ketentuan sanksi pidana, sehingga ancaman piadana dalam undang-undang pengelolaan zakat yan baru ini menjadi lebih berat dari ketentuab sebelumnya.27
Demikianlah perubahan-perubahan yang terjadi di Indonesia dalam pengelolaan zakat oleh pemerintah, dengan disahkanya Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan peranan serta fungsi zakat di Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara umat Muslim Indonesia khususnya dan seluruh rakyat Indonesia umumnya.
Sesuai dengan maqoshid al syariah dari zakat tersebut, yaitu untuk mengentaskan kemiskinan maka peran dan fungsi dari zakat sekarang ini untuk mewujudkan kesejahtraan secara sosial dan ekonomi adalah suatu cita-cita hukum yang hendak dicapai dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, dalam undang-undang tersebut telah diatur dengan jelas bahwa pada hakekatnya pengelolaan zakat yang dilakukan oleh pemerintah meliputi tiga aspek penting yaitu: pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat yang telah diatur dalam keputusan menteri yaitu:
1) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan peryaratan sebagai berikut:
a) Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik 8 asnaf, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin, shabilillah dan ibnu shabil.
b) Mendahullukan orang-orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c) Mendahulukan mustahik dalam wilayah masiang-masing.
2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dialkukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
27 Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm 412.
a) Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud dalam poin 1 sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapata kelebihan, maka dapat disalurkan untuk pengusaha yang kekurangan modal.
b) Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c) Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Prosedur pendayagunaan zakat yang disalurkan untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut:
Melakukan studi kelayakan mustahik 1) Menetapkan jenis uusaha produktif 2) Melakukan bimbingan dan penyuluhan
3) Melakukan pemantuan, pengendalian dan pengawasan.
4) Mengadakan evaluasi 5) Membuat pelaporan b. Pengeluaran zakat diluar negri
1) Pengeluaran zakat di Malaysia.
BM (baitul mal) merupan lembaga yang dimiliki oleh pemerintah Malaysia dimana zakat yang diterima pusat pungutan zakat dari 14 negeri bagian disetorksn kepada BM. Pemerintah mengizinkan PPZ (pusat pungutan zakat) untuk mengambil 1/8 zakat yang diterimanya untuk membayar gaji para pegawai PPZ. Namun operasionalnya dan gaji pegawai baitul mal dibiayai oleh negara dan zakat yang dikumpulkan di BM keseluruhannya adalah untuk kesejahteraab mustahik. Bila pengumpulan zakat di Indonesia pada tahun 2006 adalah Rp 800 Miliar (0,045 persen dari total PDB), maka Malaysia mencapa RM 600 ringgit atau Rp 1,5 triliun atau sekitar 0,16 persen dari total PDB (produk domestik bruto).
2) pengeluaran zakat di brunei.
Brunei Darussalam merupakan negeri tetangga terdekat Indonesi yanng memiliki tingkat kemakmuran yang sangat tinggi. Tidak ada kemiskinan absolut dalam negara tersebut, yang ada hanyalah kemiskinan relatif. Apabila kita melihat tuntunan (guidelines) dari MUBIB dalam pemberian zakat bagi fakir dam miskin Brunei Darusslam maka standar kehidupan bagi kebutuhan
sebuah keluarga miskin di negara tersebut sangat jauh dari kemiskinan absolut yang ditetapkan bank dunia.28
Dalam penyaluran zakat beberapa negara Muslim maka penyaluran zakat untuk golongan fakir dan miskin mendapatkan porsi yang paling banyak dari pmerintah atau lembaga zakat. Pakistan pada tahun 2002, 90% dan zakat disalurkan kepada golongan fakir miskin. Adapun kuwait, menyalurkan lebih dari 85% dan zakatnya pada golongan fakir dan mmiskin. Pola pemberdayaan zakat dilakukan melalui berbagai program baik yang berdiafat konsumtif dan produktif.29
Apabila kelebihan zakat (surplus) di Kuwait dimana tidak ada lagi asnaf dan apabila ada semuanya telah mendapatkan jatah zakat maka upaya untuk melakukan sinergi zakat internasional telah menjadi sebuah kebuutuhan yang sangat urgen. Apalagi persoalan kemiskinan dunia saaat ini, sebagian besar terjadi di dunia Islam. Sinergi ini terletak pada dua hal utama. Pertma, dari sisi penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Negara-negaea yang memiliki surplus dan xakat diharapkan dapat menyalurkan zakatnya ke negara-negara yang kekurangan. Lalu lintas dana zakat ini perlu diatur sedemikian rupa sehingga pemanfaatannya betul-betul efektif.
Sebetulnya sinergio penyaluran zakat telah dilakukan oleh beberapa negara Muslim, namun demikian hanya bersfiat bilateral atau hanya melibatkan dua negara saja. Contohnya adalah kerja sama bilateral antara Indonesia dan Malaysia dalam pemberian beasiswa masyarakat Indosia yang sedang belajar di luar kota. Oleh karena itu, bentuk kerja sama penyaluran zakat antara negara sanagat berpotensi untuk dikembangkan dan dapat menjadi model dalam sinergi penyaluran zakat secara internasional di masa depan.
Secara garis besar, prinsip yang harus diterapkan dalam pendistribusian zakat adalah Alokasi zakat merupakan kewenangan Allah, bukan kewenangan amil atau
28 Nurul Huda Dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 183.
29 Nurul Huda Dkk, Keuangan Publik Islam, hlm 184.
pemerintah. Amil hanya berfungsi menjalankan menejemen zakat sehingga dapat dicapai pendistribusianya yang sesuai ajaran Islam.30
Pendistribusian zakat dalam sebuah negara berfungsi membengun pajak kekayaan negara, karena mendayagunakan semua bentuk kekayaan yang ada. Tidak seperti halnya dalam pajak modern, pengaturan pengumpulan zakat begitu sederhana dan tidak memerlukan pengetahuan khusus. Pelaksanaan pendistribusian zakat secara semestinya, secara ekonomi, dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Selain perkembnagan tak menentu dari predaran uang didalam negeri, kekurangan barang dan kecepatan predaran uang,tetapi
Pendistribusian zakat dalam sebuah negara berfungsi membengun pajak kekayaan negara, karena mendayagunakan semua bentuk kekayaan yang ada. Tidak seperti halnya dalam pajak modern, pengaturan pengumpulan zakat begitu sederhana dan tidak memerlukan pengetahuan khusus. Pelaksanaan pendistribusian zakat secara semestinya, secara ekonomi, dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Selain perkembnagan tak menentu dari predaran uang didalam negeri, kekurangan barang dan kecepatan predaran uang,tetapi