• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII 30 sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan

SPM pelayanan air limbah.

4. Kelembagaan

Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.

5. Pendanaan

Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.

Sedangkan isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah di Kota Bekasi meliputi:

1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan air limbah domestik

 Masyarakat Kota Bekasi sebagian besar menggunakan tangki septik untuk mengolah air limbah rumah tangga khususnya limbah tinja (black water), namun tangki septik yang dimiliki masyarakat sebagian besar masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Disamping itu, permintaan warga dalam pelayanan sedot tinja untuk melakukan pengurasan tangki septik juga masih rendah. Padahal tangki septik memerlukan pengurasan paling tidak sekali dalam 5 tahun, sehingga dindikasikan adanya kebocoran/meresapnya air di septic tank mencemari air tanah disekitarnya.

 Di daerah yang padat penduduk di wilayah Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Barat, Medan Satria jarak antar rumah/bangunan sangat berdekatan, sehingga dalam pengaturan jarak antara bidang resap buangan efluen dari tangki septik dengan sumur gali tidak sesuai sesuai standar teknis.

 Sebagian wilayah di kota Bekasi masyarakat telah memperoleh layanan MCK Umum maupun MCK plus (Sanimas) yang berbasis komunal, namun operasional dan pemeliharaannya belum berjalan optimal.

 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Sumur Batu Kecamatan Bantargerbang tidak berjalan optimal, hal ini dikarenakan kurangnya kapasitas IPLT disamping masih kurang optimalnya pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas tersebut.

 Masih banyak masyarakat yang membuang black water dan grey water secara langsung ke saluran drainase dan badan air tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan pencemaran air di badan air.

 Adanya program bantuan penyediaan sarana pengolahan air limbah domestik bagi masyarakat berpenghasilan rendah ( program MBR ), yaitu adanya program pengadaan jamban keluarga, MCK komunal bagi masyarakat miskin di wilayah kumuh.

 Adanya lembaga pelaksana teknis (operator) yaitu UPTD Pengolahan Limbah Tinja di Dinas Kebersihan, yang bertanggung jawab secara khusus untuk memberikan layanan pengolahan limbah tinja di IPLT Sumur Batu.

 Perda no. 7 .tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan kebersihan dan Perda No.7 tahun 2007 tentang Perijinan Pembuangan Limbah Cair. Namun substansinya belum mengatur tentang hak dan kewajiban serta pola tindak yang perlu dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik untuk memenuhi kaidah pengelolaan lingkungan secara baik. Peraturan tersebut hanya mengatur untuk pembuangan limbah cair industri, air limbah domestik jasa perdagangan. Selain itu penegakkan aturan tersebut masih belum optimal.

 Belum ada organisasi/lembaga pengelola layanan air limbah secara khusus yang melaksanakan fungsi operasi dan pemeliharaan di Kota Bekasi sehingga sektor air limbah masih belum tertangani secara optimal.

 Belum adanya pola kerjasama dengan swasta yang akan dijalankan oleh Pemerintah Kota Bekasi dalam pengelolaan air limbah domestik skala kota. 3) Isu keuangan

 Komitmen Pemkot Bekasi terhadap pembangunan sub sektor air limbah domestik belum adanya peningkatan yang signifikan dengan indikasi belanja publik dan trend alokasi anggaran sub sektor air limbah sangat kecil dari tahun ke tahun.

 Pendapatan kota Bekasi (termasuk dari retribusi sedot kakus) tahun 2010 sebesar 110 juta rupiah.

 Pendapatan dari retribusi sanitasi persampahan dan sedot tinja masih bisa dikembangkan, mengingat potensinya jauh melebihi realisasi yang ada saat ini.

 Tersedia sumber-sumber pendanaan sanitasi, yang berpotensi memfasilitasi dalam mengakses pendanaan dan bahkan menyediakan pendaanaan kepada masyarakat terkait pembangunan sarana air limbah domestik sederhana.

4) Isu komunikasi

 Belum ada hasil Media Mapping yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan program dan kegiatan komuniasi terkait pembangunan sub sektor air limbah.

 Untuk pengelolaan air limbah domestik sangat sedikit anggaran dan pembahasan regulasi di kalangan DPRD, SKPD dan Panitia Anggaran.

 Dalam penanganan pencemaran air akibat limbah cair belum ada keterlibatan forum komunikasi atau aliansi kemitraan dalam forum bersama di dalam sosialisasi.

VII - 32

 Kurangnya keterlibatan dan kerjasama antar sesama lembaga dan program yang terkait dalam pengelolaan air limbah domestik.

 Kesadaran akan bahaya pencemaran air limbah domestik sangat kurang, hal ini disebabkan dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran air limbah domestik .

 Sosialisasi yang kurang efektif dan mengena karena tidak menjangkau seluruh pemangku kepentingan.

5) Isu keterlibatan pelaku bisnis

 Armada truk sedot dan angkut lumpur tinja yang dimiliki oleh Pemerintah kota dan Swasta bisa dikembangkan lagi karena potensi pasar (pemakai tangki septik yang aman) masih dapat dikembangkan. Berdasarkan hasil survey EHRA sekitar 93,2 % masyarakat kota Bekasi menggunakan jasa layanan sedot tinja / truk tinja untuk mengosongkan isi septik tank.

 Perlu Pengaturan dalam Perda yang mengatur dengan tegas sanksi bagi pihak swasta usaha sedot kakus yang dengan sengaja membuang lumpur tinja ke badan air ( sungai ).

6) Isu peran serta masyarakat

 Masyarakat belum membentuk badan pengelola masyarakat secara mandiri untuk menjalankan pemeliharaan sarana pengolahan air limbah domestik yang telah dibangun, ketergantungan kepada pemerintah masih tinggi.

 Belum optimalnya pemeliharaan MCK Umum.

 Dari hasil study EHRA masyarakat kota Bekasi yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan menunjukkan angka 57,5 %.

 Saluran drainase dan badan air digunakan oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung untuk buangan air limbah domestik.

7.4.1.2 Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah A. Aspek Teknis

Pengolahan dan pengelolaan air limbah domestik di Kota Bekasi sampai saat ini kurang mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, dengan bertambahnya jumlah penduduk yang semakin meningkat akan menambah beban jumlah air limbah di Kota Bekasi, dimana air limbah domestik (air limbah rumah tangga) merupakan sumber pencemar tertinggi yang membebani air permukaan (sungai) di Kota Bekasi .

Dari hasil studi EHRA yang telah dilakukan terlihat tingkat

Dokumen terkait