• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat

Dalam dokumen 5. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 63-77)

KOMODITAS PERTANIAN

3. Strategi Yang Diperlukan

5.7 Sistem Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat

Sistem pengembangan merupakan kebutuhan dasar dalam upaya meningkatkan kinerja agrowisata berbasis masyarakat. Metode Interpretative Structural Modeling (ISM) digunakan untuk menganalisis hubungan struktural dan keterkaitan elemen sistem pengembangan agrowisata. Hasil analisis sistem pengembangan agrowisata dari aspek pelaku terkait dan kebutuhan program dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Kendala Pengembangan Agrowisata

Berdasarkan hasil analisis, terdapat 10 kendala utama dalam pengembangan agrowisata. Hubungan dan keterkaitan antar kendala dalam pengembangan agrowisata dapat digambarkan dalam bentuk model struktural yang disajikan pada Gambar 24.

Gambar 24 menunjukkan bahwa kendala utama dalam pengembangan agrowisata adalah minimnya kualitas SDM pengelola terkait pengembangan agrowisata. Kuswidiati (2008) pengembangan agrowisata membutuhkan dukungan kualitas sumberdaya manusia yang memadai dari seluruh pihak terkait. Pertama, SDM dari dinas terkait pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan teknis terkait dengan budidaya, aktivitas kebun, penanganan panen dan agroindustri dalam mendukung pengembangan agrowisata. Kedua, petani sebagai pelaku utama dalam pengembangan sistem pertanian terutama tanaman apel dan hortikultura yang mendukung agrowisata, sekaligus juga berperan dalam penumbuhan agroindustri dan produk sovenir. Ketiga, pelaku usaha swasta yang berperan dalam pengembangan agrowisata terutama dalam pengembangan fasilitas seperti hotel dan pengelolaan agrowisata secara keseluruhan.

Minimnya kualitas SDM menjadi elemen kunci kendala pengembangan yang mengandung makna bahwa SDM menjadi faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kinerja usaha agrowisata.

Lemahnya Orientasi Bisnis Pengelolaan agrowisata Jumlah dan kualitas obyek agrowisata rendah Lemahnya kualitas SDM Minimnya dukungan Kelembagaan

Gambar 24. Model struktural dari kendala utama dalam pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

Selain kualitas SDM, kendala lainnya yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah lemahnya orientasi bisnis pengelola juga merupakan kendala kunci dalam pengembangan agrowisata. Beberapa usaha agrowisata belum dikelola profesional karena kurang kuatnya kemampuan pengelola serta kurang kuatnya motivasi dan orientasi bisnis pengelolanya. Faktor motivasi dan orientasi bisnis pengelola akan menjadi pemacu dan penggerak roda bisnis secara lebih progresif.

Lemahnya orientasi bisnis pengelola usaha agrowisata menjadi salah satu kendala dalam pengembangan agrowisata. Kuswidiati (2008) menyatakan promosi sebagai aspek penting dalam pengelolaan agrowisata belum dikelola secara baik, dan bahkan belum terlihat adanya koordinasi antara pengelola dengan pemerintah daerah dalam hal promosi.

Selain kendala minimnya kualitas SDM dan lemahnya orientasi bisnis pengelola, kendala lainnya seperti daya beli masyarakat, dukungan kelembagaan, jumlah dan kualitas fasilitas obyek wisata, dan infrstruktur perlu diperhatikan. Hal ini ditunjukkan dengan kurang dikenalnya produk lokal di kalangan masyarakat luar.

Dukungan kelembagaan terutama dari instansi terkait sangat dibutuhkan sehingga perlu ada upaya khusus yang dapat meningkatkan sinergi program dalam pengembangan agrowisata. Selama ini pengembangan agrowisata masih sebatas tanggung jawab Dinas Pariwisata atau Dinas Pertanian semata. Regnier (2006) menyatakan pengembangan agrowisata membutuhkan figur wirausaha yang handal sebagai agen penggerak pembangunan di perdesaan untuk menumbuhkan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.

Selanjutnya, yang tidak kalah pentingnya adalah upaya mengatasi kendala minimnya kerjasama, minimnya minat investor dan lemahnya promosi. Menurut dampaknya adalah lemahnya daya saing usaha agrowisata dalam mendukung perekonomian daerah.

Gambar 25 menunjukkan bahwa kendala minimnya kualitas SDM dan lemahnya orientasi bisnis dalam pengelolaan agrowisata berada di sektor IV yakni memiliki kemampuan mempengaruhi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketergantungannya pada kendala sistem secara keseluruhan. Dengan demikian kendala tersebut harus diusahakan dapat diatasi sesegera mungkin, karena dapat berpengaruh terhadap upaya menyelesaikan kendala lainnya.

7

Gambar 25. Matriks dependence–power driver kendala utama dalam

pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

b). Analisis Kelembagaan dan Pelaku Terkait

Berdasarkan hasil analisis terhadap pelaku yang terlibat, terdapat sebelas pelaku yang terkait dalam pengembangan agrowisata. Hubungan dan keterkaitan antar pelaku pengembangan agroindustri dapat digambarkan dalam bentuk model struktural disajikan pada Gambar 26 dan Gambar 27.

Gambar 26 menunjukkan bahwa pelaku kunci dalam pengembangan agrowisata adalah pengusaha agrowisata. Peranan pengusaha agrowisata sangat dominan karena terkait dengan kejelian dalam

merumuskan peluang dan memanfaatkan peluang, kemampuan mengendalikan dan mengelola risiko usaha serta membangun jaringan pemasaran yang kuat.

Menurut Santoso (2006), dalam era persaingan usaha yang makin ketat, kemampuan dan kecermatan pengusaha dalam memperhatikan dan memanfaatkan peluang menjadi faktor penting. Termasuk juga dalam kemampuan mengelola risiko dan ketidakpastian usaha yang cukup besar.

Pengusaha hotel dan restoran Konsumen Dinas Perindustrian/ Perdagangan Dinas Pariwisata Masyarakat Setempat Biro Perjalanan Pengusaha wisata non agro Dinas Kimpraswil Dinas Pertanian Dinas Koperasi dan PM Pengusaha Agrowisata

Gambar 26. Model struktural dari lembaga terkait dalam pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

Dalam melakukan aktivitas yang terkait dengan pengembangan agrowisata, peranan konsumen sangat besar. Berbagai perusahaan agrowisata berupaya untuk dapat menarik perhatian konsumen melalui berbagai upaya terkait dengan fasilitas, layanan, dan pengembangan

obyek-obyek agrowisata yang sehat. Menurut Yoeti (1997) perkembangan selera dan permintaan konsumen yang demikian cepat termasuk juga dalam bidang jasa wisata harus diperhatikan.

7 8 9 10 11 6 5 4 3 2 1 7 8 9 10 11 5 4 3 2 1 DRIVER POWER DEPENDENCE Sektor III Linkage Sektor II Dependent Sektor IV Independent Sektor I Autonomous LBG_2 LBG_1, LBG_10 LBG_3, LBG_4, LBG_6, LBG_7, LBG_11 LBG_8, LBG_9 LBG_5

Gambar 27. Matriks dependence–power driver lembaga terkait dalam

pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

Gambar 27 menunjukkan Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata, termasuk dalam sektor independent yang berarti bahwa sejumlah lembaga ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan pengembangan agrowisata. Dengan demikian lembaga inilah yang seyogyanya berperan penting dalam mendorong dan memfasilitasi berkembangan usaha agrowisata.

Lembaga lainnya yang juga berperan penting adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kimpraswil dan Dinas Koperasi ditunjang oleh pengusaha penunjang seperti Biro Perjalanan dan pengusaha hotel dan restoran. Seperti terlihat pada Gambar 26, lembaga-lembaga tersebut merupakan peubah linkages dalam pengembangan agrowisata. Artinya, setiap kegiatan yang dikelola oleh lembaga tersebut harus ditelaah secara hati-hati karena akan berpengaruh besar terhadap upaya pengembangan agrowisata. Eriyatno (1999) menyatakan, peubah linkage dalam kajian menggunakan metode ISM menunjukkan bahwa elemen tersebut harus dikelola secara hati-hati karena berperan cukup penting dalam mendorong bekerjanya sistem secara keseluruhan.

Sementara itu, sejalan dengan pengembangan kawasan agrowisata melalui konsep pendekatan wilayah maka konsep pendekatan pemberdayaan sumber daya manusia/masyarakat juga harus seiring dan sejalan. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas maka pengembangan kawasan agrowisata dengan pendekatan wilayah akan kurang bisa mencapai hasil yang optimal.

Pengembangan sumber daya manusia dapat terlaksana dan sesuai dengan harapan, jika setiap komponen dan fungsi organisasi baik di pusat maupun di daerah memandang upaya pengembangan sumber daya manusia bukan sebagai unsur penunjang, melainkan merupakan bagian integral dari masing-masing fungsi organisasi (integrative linkages). Sumber daya manusia pertanian menyangkut tenaga kerja pertanian terdiri dari petani, petugas serta jutaan stakeholders pembangunan pertanian dengan segenap kompleksitas permasalahan pada setiap segmen sumber daya manusia pertanian.

Masalah utama sumber daya manusia pertanian yaitu tingkat pendidikan rendah, produktivitas rendah dan sebaran yang tidak merata. Oleh karena itu, diperlukan acuan yang menjadi kebijakanaan makro pengembangan sumber daya manusia pertanian baik di pusat maupun di daerah, salah satunya melalui program pemberdayaan masyarakat atau

pemberdayaan sumber daya manusia. Menurut Bryant dan White (1982) pemberdayaan adalah pemberian kesempatan untuk secara bebas memilih berbagai alternatif dan mengambil keputusan sesuai dengan tingkat kesadaran, kemampuan dan keinginan mereka serta memberi kesempatan kepada mereka belajar dari keberhasilan serta kegagalan dalam merespon terhadap perubahan sehingga mampu mengendalikan masa depannya.

Sebagai pembanding Scott dan Jaffe (1994) mencirikan pemberdayaan sebagai upaya :

1) Meningkatkan kepuasan kerja.

2) Memperluas pengetahuan dan ketrampilan meningkatkan kualitas kerja.

3) Memberikan kebebasan berkreasi serta mengembangkan hal-hal baru. 4) Pengawasan dilakukan melalui keputusan bersama.

5) Pemberian tugas lengkap tidak parsial.

6) Berorientasi pada kepuasan orang yang dilayani. 7) Memenuhi kebutuhan pasar.

Mengacu pada konsep-konsep tersebut, pemberdayaan masyarakat atau sumber daya manusia ke arah kemandirian dalam berusaha tani merupakan kondisi yang dapat ditumbuhkan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan dalam bentuk perubahan perilaku, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat menentukan sendiri pilihannya, dan memberikan respon yang tepat terhadap berbagai perubahan sehingga mampu mengendalikan masa depannya dan dorongan untuk lebih mandiri.

Pemberdayaan ini penting karena sumber daya manusia berperan sebagai pelaku utama dalam keberhasilan pengembangan kawasan agrowisata. Secara umum strategi pengembangan SDM dalam Konsep Agrowisata Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dititikberatkan pada usaha-usaha :

1) Meningkatkan peran serta aktif masyarakat di kawasan agrowisata mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian. Perencanaan disusun secara partisipatif dan hasilnya digunakan untuk

bahan master plan atau program pengembangan kawasan agrowisata. Dengan melibatkan masyarakat, mereka akan merasa memiliki program-program yang akan dikembangkan pada kawasan agrowisata. Peran pemerintah di sini hanya sebatas memfasilitasi apa yang sebenarnya diperlukan masyarakat.

2) Meningkatkan kemampuan masyarakat pada kawasan agrowisata dalam pengelolaan usaha pertanian yang tidak hanya terbatas pada aspek produksi (budidaya) tetapi juga pada aspek agribisnis secara keseluruhan. Peningkatan kemampuan masyarakat ini dilakukan salah satunya melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) secara berjenjang dari pusat, propinsi, kabupaten/kota dan kawasan agrowisata. Tujuan dari diklat tersebut adalah untuk menciptakan : a) Manajer profesional skala usaha kecil dan menengah yang mempunyai wawasan global, b) Tenaga terampil di bidang teknis untuk mengoperasionalkan alat dan mesin pertanian, finansial, pembukuan, pengolahan hasil, pemasaran dan promosi dan c) Tenaga ahli hukum (corporate lawyer) sebagai konsultan dalam mengembangkan mitra antara perusahaan nasional dengan perusahaan asing.

3) Mengembangkan kelembagaan agribisnis dalam upaya meningkatkan posisi tawar pelaku agribisnis, menunjang pengembangan dan keberlanjutan usaha, dan meningkatkan daya saing produk dalam kaitanya dalam pengembangan kawasan agrowisata. Kelembagaan yang perlu ditingkatkan keberadaannya diantaranya kelembagaan petani seperti kelompok tani, kelembagaan kemitraan antara petani dengan pengusaha penyedia sarana produksi, pemasaran dan pengolahan, kelembagaan pendanaan perdesaaan seperti lembaga keuangan perdesaan seperti bank, lembaga perkreditan desa, dan bahkan kemitraan dengan lembaga pemodalan yang lebih besar. 4) Meningkatkan kemampuan analisis pasar dan pemasaran sumberdaya

manusia di kawasan agrowisata dengan mengembangkan sarana dan prasarana pemasaran terutama :

 Penataan struktur pasar dalam negeri untuk meningkatkan efisiensi pasar, menjamin perdagangan yang transparan dan distribusi nilai tambah yang lebih proporsional.

 Prasarana angkutan dan jalan perdesaan untuk menjamin akses produk pertanian ke pusat konsumen dan perdagangan.

 Fasilitas pergudangan (storage) yang memadai terutama bagi komoditas yang mudah rusak seperti produk hortikultura dan peternakan.

Dalam aplikasinya arahan rencana pengembangan SDM pertanian hortikultura andalan Kawasan Agrowisata Kecamatan Tutur dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Peningkatan pengetahuan para petani mengenai pemilihan bibit unggul, proses produksi (ramah lingkungan), serta pemasaran hasil pertanian hortikultura.

 Pengenalan varietas unggul dari produk hortikultura (buah dan sayur).  Peningkatan wawasan agribisnis berupa pengenalan metode pengolahan

lanjutan dari produk hortikultur unggulan (apel, kentang, tomat, paprika, dan kubis) sehingga memiliki daya jual yang tinggi sekaligus merangsang tumbuhnya agro-industri berbasis hortikultur.

 Pengembangan teknologi tepat guna (TTG) yang sesuai dengan ciri teknologi yang berwawasan lingkungan.

c) Aktivitas yang Diperlukan

Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 aktivitas utama yang dibutuhkan dalam pengembangan agrowisata. Hubungan dan keterkaitan antar aktivitas yang dibutuhkan dalam pengembangan agrowisata dapat digambarkan dalam bentuk model struktural disajikan pada Gambar 28 dan Gambar 29.

Peningkatan

Gambar 28. Model struktural dari aktivitas yang dibutuhkan dalam pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

Gambar 28 menunjukkan bahwa aktivitas kunci yang dibutuhkan dalam pengembangan agrowisata adalah pengembangan SDM dan peningkatan kebijakan yang mendukung iklim usaha yang kondusif. Peningkatan kualitas SDM menjadi syarat mutlak dalam upaya pengembangan agrowisata. Hal ini disebabkan SDM merupakan modal utama untuk melakukan berbagai kebijakan lain terkait dengan pengembangan agrowisata.

Selain aktivitas pengembangan SDM, yang juga perlu dilakukan adalah adanya kebijakan pemerintah dalam mendorong dan membangun suatu iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan agrowisata. Pemerintah Daerah sebagai fasilitator dapat berkontribusi positif dalam hal berbagai kebijakan iklim usaha, penyediaan infrastruktur, promosi daerah wisata, dan sebagainya.

7

Gambar 29. Matriks dependence–power driver aktivitas yang dibutuhkan

dalam pengembangan agrowisata Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

Gambar 29 menunjukkan bahwa aktivitas pengembangan teknologi budidaya, pengembangan teknologi pengolahan, peningkatan jumlah dan kualitas obyek wisata dan peningkatan kualitas produk primer maupun olahan sebagai salah satu andalan kawasan agrowisata sebagai elemen yang bersifat linkage. Aktivitas–aktivitas sehingga perlu diperhatikan secara seksama karena akan berpengaruh terhadap kinerja sistem pengembangan agrowisata secara keseluruhan.

Pengembangan dan penerapan teknologi budidaya sangat dibutuhkan dalam mendukung tersedianya bahan baku dari aspek harga, kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Santoso (2006) menyatakan, untuk

mengembangkan suatu produk agroindustri yang berkelanjutan dibutuhkan dukungan produksi bahan baku yang juga berkualitas. Salah satu faktor penting dalam produksi bahan baku adalah tersedianya teknologi budidaya yang efektif dan efisien dalam mendukung pengelolaan produksi.

Pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan produksi sangat diperlukan untuk mendukung pencapaian mutu dan keamanan produk. Teknologi pengemasan sebagai bagian dari teknologi proses produksi akan sangat berpengaruh terhadap penampilan produk, keamanan dan daya simpannya.

Peningkatan jenis dan kualitas obyek wisata sangat penting dalam mengembangan agrowisata. Menurut Puslitbangtan (2002) selain memberikan nilai kenyamanan, keindahan ataupun pengetahuan, atraksi yang disajikan dalam agrowisata juga dapat mendatangkan pendapatan bagi petani serta masyarakat di sekitarnya. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien. Selain itu, dengan adanya kesadaran petani akan arti petingnya kelestarian sumber daya, maka kelanggengan produksi menjadi lebih terjaga yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani. Bagi masyarakat sekitar, dengan banyaknya kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.

Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budi daya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Peningkatan efektifitas program dapat dilakukan dengan pengembangan promosi dan kerjasama yang mendukung pengembangan agrowisata.

Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata akan memberikan dampak positif dan memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia di masa depan. Hal ini karena pengembangan industri ini memberikan

manfaat sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi daerah dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah.

Namun demikian, pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi usaha secara terus menerus, melakukan kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran dengan berbagai pihak yang terkait. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif.

Dalam dokumen 5. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 63-77)

Dokumen terkait