BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
5. Sistem Pengendalian Intern
Dalam rangka pengawasan fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada Debitur, maka setiap bank melakukan suatu control yang dapat
meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi. Sistem pengendalian intern merupakan suatu sistem pengawasan di bank yang terintegrasi pada setiap unit kerja serta saling melengkapi antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya, sehingga keseluruhan unit kerja dapat berjalan sesuai dengan sistem yang berlaku.
Sistem Pengendalian Intern (Internal Control) merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personel lainnya. Dalam suatu perusahaan, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam:
• Keandalan pelaporan keuangan
• Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku • Efektivitas dan efisiensi operasi
Di dalam Sistem Pengendalian Intern terdapat 5 komponen/unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
a. Lingkungan Pengendalian yang menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian disini merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.
b. Penaksiran Resiko yaitu pengidentifikasian entitas dan analisis terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana resiko harus dikelola.
c. Aktivitas Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang
d. Informasi dan Komunikasi yaitu pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka
e. Pemantauan merupakan proses yang menentukan kualitas kinerja
pengendalian intern sepanjang waktu.
Kelima komponen yang terdapat pada sistem pengendalian intern sangat berkaitan terhadap jalannnya prosedur pemberian Kredit Pemilikan Rumah yang terdapat pada PT Bank Tabungan Negara (Persero). Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengendalian pada saat Perencanaan
Pada saat nasabah mengajukan permohonan kredit, segenap data dan informasi yang diterima dari calon debitur dibandingkan satu dengan yang lainnya. Relationship Officer harus meneliti dan membandingkan semua aspek dari data tersebut, baik kebenaran, keabsahan, kewajaran dan lainnya. Satu hal yang penting yaitu bank memperhatikan apakah sektor industri calon debitur termasuk dalam target market bank atau tidak. Bila dari evaluasi awal terjadi keraguan atas banyak hal, maka bank sudah dapat memutuskan bahwa kredit tidak bisa diproses lebih lanjut.
Apabila semuanya ternyata memadai, bank bisa melakukan proses lebih lanjut. Dalam hal ini, bank harus sudah memiliki perangkat dan metode yang ditetapkan untuk pelaksanaan hal-hal tersebut. Proses selanjutnya adalah analisis atas data nasabah. Dalam proses ini bank perlu memperhatikan aspek-aspek legalitas usaha, yuridis, teknis, sumber daya
manusia, ekonomi, pemasaran, keuangan dan sebagainya. Akhirnya bank akan melakukan perhitungan kemungkinan pembiayaan dalam bentuk kredit atau cara pembiayaan lainnya.
Dalam keputusan kredit, disamping ditetapkan jumlah kredit, jangka waktu, tingkat bunga, tujuan penggunaan kredit atau fasilitas bank lainnya, disertai juga dengan syarat-syarat (term of condition) yang harus dipenuhi oleh nasabah. Syarat ini meliputi syarat yang harus dipenuhi sebelum kredit ini dicairkan dan syarat-syarat pada saat kredit itu berjalan. b. Pengendalian pada saat Pelaksanaan
Keputusan kredit yang ditetapkan oleh komite kredit yang tertuang dalam memo usulan kredit dan disertai dengan syarat yang harus dipenuhi. Biasanya syarat tersebut menyangkut jaminan, agunan dan pengikatan serta penguasaannya oleh bank, kewajiban-kewajiban nasabah untuk menyampaikan laporan realisasi kerja usahanya, penutupan asuransi jaminan dengan syarat ”banker clause”, asuransi kredit bila diperlukan, atau syarat-syarat spesifik lain tergantung kondisi nasabahnya. Ada syarat mutlak yang harus dilaksanakan sebelum kredit diberikan.
Dengan demikian, proses pengendalian disini adalah membandingkan dan mengevaluasi apakah syarat itu telah dan dapat dipenuhi nasabah. Apabila ada hal-hal yang belum atau mungkin tidak dapat dipenuhi, langkah-langkah antisipasi perlu dilakukan. Langkah- langkah antisipasi bisa sangat bervariasi. Apabila sangat mendasar, perlu dilakukan review ulang dengan melaporkannnya kepada komite kredit
untuk dicarikan jalan keluarnya atau yang paling ekstrim, penarikan kredit tidak jadi dilaksanakan dan kredit dibatalkan.
Oleh sebab itu, perlu adanya surat pemberitahuan kredit (offering letter) kepada nasabah terlebih dahulu agar nasabah mempelajari syarat- syarat tersebut. Apabila syarat-syarat kredit bisa dilaksanakan dan nasabah menyanggupinya, proses pelaksanaan kredit dapat berjalan. Kegiatan pengendalian selalu berulang-ulang membandingkan dan mengevaluasi penarikan kredit nasabah dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. c. Pengendalian pada saat Pengawasan
Pengendalian kredit pada hakikatnya menginginkan agar sasaran kredit tercapai baik bagi pihak bank maupun nasabahnya. Oleh sebab itu, permasalahan seharusnya bisa diatasi secara dini agar tidak semakin luas dan kompleks. Pada saat kredit berjalan, aktivitas usaha nasabah disampaikan ke bank, sesuai syarat yang ditetapkan oleh komite kredit. Setiap saat bank memperhatikan laporan-laporan nasabah untuk melihat apakah target-target usaha nasabah yang ditetapkan tercapai atau tidak. Untuk itu, bank perlu selalu membnadingkan dan mengevaluasi secara terus-menerus.
Apabila terjadi deviasi dari rencana, bank perlu melakukan langkah-langkah koreksi secara dini, apalagi bila ternyata deviasi itu sangat signifikan dan material. Bentuk konkritnya bisa saja berupa revisi dari target usaha nasabah, tambahan kredit, atau mungkin saja bank meminta pelunasan kredit. Semua itu tergantung dari hasil evaluasi pada
saat pengendalian kredit. Secara terus-menerus proses ini berjalan sampai kredit itu lunas dan selesai.
Bila proses pengendalian ini berjalan dengan baik, kesulitan nasabah tidak terdeteksi secara dini sehingga bank terlambat mengambil langkah-langkah antisipasi dan koreksi. Akibat lebih jauh adalah kesulitan bank untuk meminta pelunasan kredit. Dengan demikian, bank harus secara rutin melakukan kunjungan ke lokasi usaha (on the spot) untuk meyakinkan secara fisik segala informasi yang diperoleh dan mencari informasi dari sumber yang tepat dan akurat secara objektif.
a. Prosedur Pemberian KPR
Secara luas telah diketahui bahwa bank memiliki peranan yang sangat penting dalam pembiayaan pertumbuhan ekonomi. Salah satu kegiatan bank adalah perkreditan, dimana perkreditan ini merupakan kegiatan terbesar yang memberikan kontribusi pendapatan paling banyak bagi perbankan. Pendapatan dari pemberian kredit dapat berupa bunga, provisi komisi, commitment fee, appraisal fee, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis teliti, dan data-data yang penulis peroleh di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) telah melaksanakan prosedur pemberian kredit yang memenuhi standar yang telah ditetapkan dan telah melakukan analisis 5C yaitu:
1. Karakter (Character)
Karakter (character) mencakup keinginan calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai jadwal, dalam kondisi
baik dan buruk. Dengan demikian dalam unsur karakter tercakup kemampuan membayar dan keinginan membayar.
2. Kapasitas (Capasity)
Kapasitas (Capacity) berkaitan dengan kemampuan calon debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan jadwal. Penilaian kemampuan pelunasan berdasarkan analisis financial.
3. Modal (Capital)
Penilain atas modal (Capital) yang dimiliki oleh calon debitur ingin melihat kekuatan permodalan, juga komitmen dal;am usaha. Makin besar modal yang dimiliki dapat makin besar pula kemammpuan dan komitmen dalam menjalankan usaha. Modal yang dinuilai adalah netto, yaitu total aset atau modal yang dimiliki dikurangi engan total kewajiban.
4. Jaminan (Collateral)
Jaminan (Collateral) amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian, bila terjadi hal-hal yang buruk dari usaha yang dikelola nasabah. Penilaian jaminan bukan hanya dari nilai financialnya saja, tetapi juga kualitas asset yang dimiliki oleh calon debitur.
5. Kondisi (Condition)
Kondisi konomi adalah lingkungan eksternal perusahaan yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan usaha. Dalam praktik kondisi ekonomi yang paling banyak dipertimbangkan
adalah kondisi ekonomi makro, baik perekonomian domestic maupun dunia.
Selain itu lebih meyakinkan konsep 7P juga dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan pemberian kredit. 7 unsur yang ada dalam konsep 7P yaitu:
1. Kepribadian (Personality)
Adalah tingkah laku, sejarah hidupnya yang mencakup sikap, emosi, dan tindakan dalam menghadapi masalah.
2. Tujuan (Purpose)
Menilai tujuan calon debitur dalam mengajukan permohonan kredit dan berapa besar kredit yang diajukan.
3. Prospek (Prospect)
Menilai prospek usaha yang direncanakan debitur, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Pembayaran (Payment)
Menilai bagaimana cara calon debitur melunasi kredit, dari mana saja sumber dana tersebut, bagaimana tingkat kepastian.
5. Tingkat keuntungan (Profitability)
Menilai berapa tingkat keuntungan yang diperkirakan akan diraih calon debitur, bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.
Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam jaminan brang, orang atau asuransi. 7. Parti (Party)
Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya. Pengklasifikasian ini akan menentukan perlakuan bank dalam hal pemberian fasilitas.
Tujuan unsur dalam konsep 7P sebenarnya memiliki kesamaan dengan lima unsur dalam konsep 5C, misalnya unsur kepribadian memiliki kesamaan dengan unsur karakter, sedangkan unsur tujuan, prospek, dan pembayaran dapat memperjelas unsur kapasitas dalam konsep 5C. Unsur perlindungan dalam 7P mungkin dapat disamakan dengan collateral dalam konsep 5C.
Konsep 7P ini tidak diterapkan pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) karena konsep 7P ini mempunyai kesamaan dalam konsep 5C. Berdasarkan teori bahwa konsep 7P ini adalah konsep yang dapat diterapkan untuk pemberian krdit. Sedangkan konsep 3R memberi penekanan kepada aspek financial dari analisis kredit. Tiga unsur yang terdapat dalam 3R adalah:
1. Tingkat Pengembalian Usaha (Return)
2. Kemampuan Membayar Kembali (Repayment)
3. Kemampuan Menanggung Resiko (Risk bearing ability)
Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pemberian kredit adalah: 1. terdapat dua belah pihak, yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit
2. Terdapat kepercayaan pemberi kredit dan penerima kredit yang didasarkan atas credit rating penerima kredit.
3. Terdapat persetujuan (agreement)
4. Terdapat penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada penerima kredit.
5. Terdapat unsur waktu (time element). Unsur waktu merupakan essential kredit. Memerlukan kredit karena adanya jarak waktu antara produksi dan konsumsi.
6. Terdapat unsur resiko (degree of risk) baik dipihak pemberi kredit maupun pihak penerima kredit.
7. Terdapat bunga sebagai kompensasi (prestasi) kepada pemberi kredit.
PT. Bank Tabungan Negara Tbk. (Persero) Cabang Medan mempunyai prosedur yang telah memenuhi standar ketentuan umum pemberian kredit. Prosedur yang telah diterapkan oleh PT. Bank Tabungan Negara Tbk. (Persero) Cabang Medan mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:
Tidak Layak diteruskan Tidak Layak diteruskan Disetujui
Tidak dapat diselesaikan Ada Masalah Hukum (membahayakan bank)
Gambar 4.1 Prosedur Pemberian Kredit PENGAJUAN KREDIT
PERMOHONAN KREDIT
PEMBERKASAN
WAWANCARA
OTS (On The Spot)
DUP (daftar Usulan Pemohon )
Rapat Komite Kredit
Pembuatan SP3K
Akad Kredit dan Penandatanganan
Pencairan Dana Kredit
T O L A K P E R M O H O N A N K R E D I T
1. Permohonan kredit dari permohonan KPR BTN
Permohonan kredit terlebih dahulu dibuat oleh calon debitur untuk mendapatkan kredit, pemohon mengisi formulir permohonan kredit perorangan.
2. Pemberkasan
Bank akan meminta debitur untuk melengkapi berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam rangka realisasi permohonan kredit yang telah disetujui, seperti data pekerjaan kelengkapan data calon debitur dan sebagainya. Apabila permohonan kredit dinilai layak untuk dibiayai, bank sudah tentu akan menyetujui kredit.
3. Wawancara
Setelah permohonan diajukan dan pemberkasan telah dipenuhi oleh calon debitur, maka pihak bank akan mewawancarai calon debitur yang mencakup analisis 5C.
4. OTS (On The Spot)
Tahap selanjutnya adalah OTS (on the spot), dimana dalam tahap ini pihak bank akan mensurvey penghasilan calon debitur dan tempat pekerjaan, apakah penghasilan debitur memang memenuhi syarat atas kredit. Pengeceka penghasilan ini mencakup penghasilan tetap dan penghasilan tidak tetap, jangan sampai hasil OTS tidak sesuai dengan kenyataan karena hal ini akan mengakibatkan kredit macet yang akan berdampak negatif pada bank.
Setelah calon debitur memenuhi semua syarat yang telah ditetapkan dan melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan, maka pihak bank akan membuat daftar usulan pemohonan untuk mengajukan masalah penghasilan. 6. Rakomdit (Rapat Komite Kredit)
Rapat Komite Kredit dilaksanakan setelah kredit disetujui oleh pihak bank, dengan terlebih dahulu menganalisis semua persyaratan seperti penghasilan dan jumlah kredit yang diberikan.
7. SP3K (Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Kredit)
Setelah wawancara dilaksanakan dan mendapati kesepakatan, maka pihak kreditur akan mengeluarkan surat pemberitahuan persetujuan kredit (SP3K) kepada debitur untuk memberitahukan bahwa permohonan kreditnya diterima atau permohonan kreditnya ditolak.
8. Proses Akad Kredit dan Penandatanganan Kredit
Proses akad kredit dan penandatanganan kredit, bank dan calon debitur menyepakati berbagai hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kredit yang akan diberikan. Perjanjian kredit yang berisi berbagai aspek yang berkaitan dengan kredit misalnya jumlah, suku bunga, jangka waktu, pembayaran bunga, dan sebagainya.
9. Pencairan kredit
Setelah semua selesai maka dana kredit dapat dicairkan sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam perjanjian kredit, pencairan dana kredit akan diserahkan melalui penjual atau developer.
Untuk menghindari segala sesuatu yang menyebabkan kredit macet, tentunya bank sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Dampak kredit macet terhadap bank sangatlah negatif, seperti terjadinya likwiditas, pada bank yang mengakibatkan bank tersebut likwiditas (dibekukan) oleh Bank Indonesia. Maka dalam penyaluran kredit bank akan sebisa mungkin untuk menghindarkan segala yang menyebabkan kredit macet dengan melaksanakan prosedur pemberian kredit dengan baik dan benar. Dalam tahap-tahap prosedur kredit sebaiknya menghindari kemungkinan terjadinya kecurangan, tetapi kredit macet sering terjadi karena nasabah tidak membayar cicilan kredit macet, semua sering terjadi karena nasabah tidak membayar cicilan kredit tepat pada waktunya.
b. Pengawasan Atas KPR
Pengawasan atas penyaluran kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN dilakukan dalam dua tahapan yaitu:
1. Pra Realisasi Kredit (Proses Hingga Persetujuan Kredit)
Dalam proses dilakukan internal chek atas persetujuan kredit, agar kredit yang disalurkan sesuai dengan analisa dan aturan yang ditetapkan yaitu:
• Analisa kredit melakukan proses atas permohonan kredit, melakukan verifikasi kredit hinggga memutuskan besar kredit yang disetujui.
• Petugas On The Spot, melakukan pemeriksaan atas kelayakan usaha/pekerjaan yang dilakukan pemohon sebagai data tambahan bagi analis kredit dalam melakukan analisa kredit.
• Penilai/Apraisal, melakukan penilaian atas nilai agunan sebagai dasar bagi analis kredit dalam menentukan rasio kecukupan agunan dalam mengcover kredit.
• Kepala seksi kredit, melakukan resume/persetujuan atas usulan persetujuan kredit yang diajukan oleh analis kredit, dengan memverifikasi data pemohondan analisa analis kredit.
• Tim rapat Komite Kredit (Rakomdit), melakukan rapat kredit untuk memverifikasi dan memutuskan disetujui/ditolak atas usulan rekomendasi kredit yang disampaikan.
Dengan pross dilakukannya pra realisasi, telah dilakukan internal checkatas pemberian kredit, sehingga kredit yang akan dikucurkan dapat dihindaari dari kepentingan-kepentingan tertentu.
2. Post Realisasi Kredit (Proses Setelah Akad Kredit)
Sementara itu untuk pengawasan KPR/KPRS yang penyelenggaranya PT.Bank Tabungan Negara (Persero) dilakukan oleh seksi Pengelolaan Kredit atas Seksi Pengawasan Seksi Pembinaan Kredit (SPSK). Setelah para nasabah menyelesaikan akad kredit, selanjutnya berkas nasabah tersebut dikirim Seksi Pengelolaan Kredit ke Seksi Pengawasan Seksi Pembinaan Kredit (SPSK), dan sejak itulah sebenarnya tindakan pengawasan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dimulai. Kemudian dilakukan pemantauan terus menerus terhadap ketepatan waktu nasabah dalam membayar angsurannya, dalam hal ini PT. Bank Tabungan Negara (Persero) menggunakan Bukti Setoran Nasabah sebagai alat pengawasannya. Dalam buku Setoran Nasabah tersebut tercantum tanggal berapa
setiap bulannnya nasabah wajib membayar angsuran KPR-nya, disamping denda/sanksi yang harus ditanggung nasabah bila ternyata terlambat dalam memenuhi kewajibannya (paling lambat tanggal 10 setiap bulannya). Seandainya timbul permasalahan seperti nasabah menunggak membayar, maka tindakan pembinaan dan penyelamatan akan dilakukan. Pelaksanaan tugas SPSK ini pada dasarnya adalah untuk merumuskan kembali sasaran pembinaan dan penyelamatan dengan menetapkan kriteria tindakan berdasarkan tunggakan dan sumber penyebabnya dengan kategori tindakan:
I. Tindakan Pembinaan II. Tindakan Penyelamatan III. Tindakan Pencegahan I. Tindakan Pembinaan
A. Kriteria: - Debitur masih dapat dijumpai - Rumah dihuni debitur sendiri
- Proses kredit didukung dokumen yang lengkap - Harapan membayar masih ada
B. Jenis Tindakan: Penerbitan Surat Peringatan I sampai dengan Surat Peringatan II
C. Golongan Kolektibilitas: Tunggakan di bawah 30 bulan D. Jadwal Kegiatan: Rutin setiap bulan dengan urutan:
Minggu I: Sasaran debitur dengan kolektibilitas: Kritis I = 5,01 – 6 bulan Prioritas I= 6,01 – 7 bulan
Minggu II: Sasaran debitur dengan kolektibilitas: Kritis 2 = 8,01 – 9,00 bulan
Prioritas 2 = 9,01 – 10,00 bulan Kritis 3 = 10,01 – 18,00 bulan Prioritas 3 = 18,01 – 19,00 bulan
Minggu III: Sasaran seluruh debitur diluar kategori kritis dan prioritas. Minggu IV: Kunjungan ulang bagi debitur yang belum dapat dijumpai
dan debitur yang membuat janji. E. Organisasi Pembinaan
Untuk efektifnya pelaksanaan pembinaan dan agar hasil kerjanya dapat diukur, maka tanggung jawab pelaksanaan didistribusikan dengan cara pembagian wilayah pembinaan dengan susunan sebagai berikut:
Team Wilayah Jumlah Proper Jumlah Debitur
A Luar kota Medan xxx xxx
B Kota Medan skitarnya xxx xxx
C Paket Unggulan xxx xxx
D Kantor Kas xxx xxx
II. Tindakan Penyelamatan
A. Kriteria: - Debitur sulit dijumpai
- Telah mendapat Surat Peringatan III - Rumah dihuni orang lain
- Proses kredit tidak didukung oleh dokumen yang lengkap - Harapan untuk membayar relatif tidak ada
B. Jenis Tindakan: - Penerbitan Surat Pemberitahuan Pemasangan Hipotik dan atau atas hunian yang tidak sah
- Diusahakan memperoleh Surat Keterangan Debitur Raib
- Melengkapi dokumen untuk pemberkasan dan diserahkan ke BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara)
C. Golongan Kolektibilitas: Tunggakan > 30 bulan dan telah terpenuhi kriteria
di atas. D. Jadwal Kegiatan: Kasus per kasus
III. Tindakan Pencegahan
Merupakan langkah antisipasi sebagai upaya untuk mencegah timbulnya tunggakan angsuran dan melakukan persiapan yang dilakukan tindakan hukum untuk penyelesaiannya. Hal ini dilakukan dengan cara membentuk satu unit/pelaksana kolektor pada unit kerja SPSK yang diserahi tugas khusus antara lain:
• Mengusahakan adanya kolektor angsuran untuk setiap realisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang baru
• Membina kolektor angsuran yang ada
• Memonitor aktivitas kolektor sebagai langkah pencegahan kemungkinan timbulnya penyimpangan dalam penyetoran angsuran kolektif
Di samping unit kolektor, dibentuk pula unit/pelaksana dokumen/barang jaminan dengan tugas:
Meneliti kelengkapan dokumen-dokumen akad kredit dan melakukan tindakan pengamanan yang diperlukan secara lebih dini jika didapati adanya dokumen- dokumen yang kurang lengkap.
• Memonitor proses penyelesaian dokumen kredit, misalnya melalui kerjasama dengan Notaris
• Melakukan pemberkasan untuk debitur yang akan diproses melalui BUPLN/Pengadilan.
Dalam hal ini jika berkas dari debitur yang menunggak sudah diserahkan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) ke BUPLN/Pengadilan, ini menyatakan bahwa hubungan antara PT. Bank Tabungan Negara (Persero) dengan debitur KPR-BTN sudah berakhir, sekaligus menyatakan bahwa BUPLN/Pengadilan telah diberi kuasa oleh PT.Bank Tabungan Negara (Persero) untuk menjual/melelang rumah debitur yang menunggak tersebut. Kemudian hasil penjualannya akan diserahkan ke PT. Bank Tabungan Negara (Persero) setelah dikurangi biaya administrasi yang dibebankan BUPLN/Pengadilan selama proses penjualan/pelelangan rumah tersebut.