• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan air adalah usaha mengurangi konsentrasi masing-masing polutan dalam air, sehingga aman untuk digunakan sesuai dengan keperluannya. Secara garis besar satuan operasi dalam proses pengolahan air yang biasa dipergunakan adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoir.

1. Intake.

Konstruksi yang dibangun disumber air baku untuk mengambil sejumlah air diperhatikan dalam perletakan intake adalah ketinggian tanah berhubungan dengan system pengaliran air baku, sedekat mungkin dengan daerah pelayanan, dibangun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah sungai yang landai dan lurus, tanah disekitar intake harus stabil, mempertimbangkan peningkatan debit dimasa mendatang, posisi inlet harus benar-benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum jauh dari sumber kontaminan, dan dilengkapi dengan screening.

Rumus – rumus dan kriteria desain yang dignakan dalam perhitungan Intake :

(a) Kecepatan aliran pada saringan kasar (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

v = Kecepatan (m/s) Q = Debit aliran (m³/s) A = Luas bukaan (m²)

(b) Kecepatan aliran pada saringan halus (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

v = Kecepatan aliran (m/s) Q = Debit (m³/s)

A = Luas saringan (m²) eff = Efisiensi (0,5 – 0,6)

(c) Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

v = Kecepatan (m/s) Q = Debit aliran (m³/s) A = Luas bukaan (m²) 2. Koagulasi.

Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran dengan air, akan terjadi

destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mangalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Factor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembunuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia.

Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan cara pengadukan secara hidrolis (terjunan dan pengadukan dan pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik.

Partikel yang tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran sangat kecil yaitu mm - mm. karena dimensinya ini maka partikel tidak dapat diendapkan secara langsung (lihat Tabel 2.1). Di samping itu partikel dan koloid umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbuhkan antar partikel (terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspense yang sangat stabil.

Tabel 2.1 Pengendapan Partikel Dalam air.

Diameter (mm) Tipe Partikel Waktu pengendapan pada kedalaman 1 Meter

Sumber : Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)

Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas suspense koloid. Stabilitas koloid terjadi karena:

(a) Gaya tarik van der waal’s.

(b) Gaya tolak/repulsive elektrostatik.

Koagulasi bertujuan untuk mengurangi stabilitas koloid (proses destabilisasi) melalui penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan.

Pada koagulasi akan terjadi:

(a) Penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan dan adsorpsi.

(b) Presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid.

(c) Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel.

 Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)

Tipe alat yang biasa digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradient kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Pengadukan Mekanis.

Pengadukan mekanis adalah metode yang paling umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada pengoprasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbin impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbelensi (Reynolds, 1982). Pengadukan tipe inipun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki headloss yang sangat kecil.

Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogeny, koagulan harus dimasukkan ke tengah – tengah impeller atau pipi inlet.

2) Pengadukan Pneumatis

Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradient kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradient kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit yang memiliki headloss yang relative kecil.

3) Pengadukan Hidrolis.

Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis (hidrolic jumps). Hal ini dapat dilakukan dikareakan masing – masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbelen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba – tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di Negara berkembang tertutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energy dalam aliran yang menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah dioprasikan, dan pemeliharaan yang minimal

(Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik. Berikut persamaan – persamaan yang digunakan (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) :

Dimana :

G = Gradien Kecepatan (dt ) V = Volume Bak (m³)

g = Percepatan Gravitasi (m/dtk²)

hL = Headloss karena friksi, turbelensi (m²/dtk) td = Waktu Detensi (dtk)

Gambar 2.1. Prosese koagulasi secara mekanis dengan mesin putar.

3. Flokulasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku. tipe dari suspended solid, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan. Beberapa tipe flokulator adalah channel vertical (buffle channel horizontal, buffle channel vertical dan dengan pulsator), pengadukan secara mekanik, pengadukan melalui media, pengadukan secara pneumatic (dengan udara).

Perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada dasarnya sama dengan unit koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.

Perhitungan turbelensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak Horizontal Baffle Channel didasarkan pada persamaan :

a) Perhitungan Gradien Kecepatan (G)

Persamaan matematis yang digunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) yaitu :

Dimana :

G = Gradien Kecepatan (dt g = Percepatan Gravitasi (m/dtk²)

hL = Headloss karena friksi, trubulensi, dll (m) v = Viskositas kinematic (m²/dtk)

td = Waktu Detensi (dtk)

b) Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (Htot)

Kehilangan total sepanjang saluran horizontal baffle channel dapat diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat saluran lurus belokan (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

Htot = HL + Hb (7) Dimana :

Hb = Kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180ᵒ. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ini adalah sebagai berikut :

Dimana :

Hb = Kehilangan tekanan pada belokan (m) k = Koefisien gesek, diperoleh secara empiris Vb = Kecepatan aliran pada belokan (m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s²)

HL = Kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan manning :

VL = (9)

HL = ( ) (10)

Dimana :

HL = Kehilangan tekanan pada saat lurus (m)

n = Koefisien Manning, saluran terbuat dari beton = 0,013 VL = Kecepatan aliran pada saluran lurus (m/s)

L = Panjang saluran (m) R = Jari – jari basah (m) A/P A = Luas basah (m²)

P = Keliling basah (m)

Gambar 2.2. Proses flokulasi partikel koloid.

4. Sedimentasi.

Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi. Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan

diskrit (kelas 1). Pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan. Jenis bak pengendapan adalah bak pengendapan aliran batch dan bak pengendapan dengan aliran kontinu.

Uniformatis dan turbelensi aliran pada bidang pengendap sangat berpengaruh. Oleh sebab itu, bilangan Fraude yang menggambarkan tingkat uniformitas aliran dan turbelensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria yaitu: bilangan Fraude Fr>10 dan bilangan Reynold Re < 500.

Tujuan proses sedimentasi secara umum pada pengolahan air konvensional untuk mengurangi padatan yang terbawa setelah proses koagulasi dan flokulasi. Aplikasi berikutnya adalah menghilangkan padatan berat yang terendapkan dari air baku sehingga menghilangkan kekeruhan dan mengurangi beban dalam proses pengolahan selanjutnya. (AWWA, 1990).

Menurut Reynolds (1996), upflow clarifiers merupakan unit yang menggabungkan pengadukan,flokulasi, dan pengendapan kedalam satu unit.

Unit ini didesain untuk mengolah volume dengan kandungan padatan terflokulasi yang besar. Volume padatan pada contact zone bervariasi dari 5 hingga 50 % volume, tergantung dari kegunaanya pada jenis sludge blanket.

Filtration pengadukan dan flokulasi terjadi di center kompartemen. Air hasil proses flokasi meninggalkan komportemen dan dengan aliran naik melewati sludge blanket supaya flok teremoval karena terjadi kontak

dengan padatan terflokulasi diblanket. Air kemudian mengalir upward melewati tempat klarifikasi dan kemudian menuju effluent.

Untuk meningkatkan efisiensi pengendapan seringkali digunakan plate settler. Plate settler merupakan peralatan pengendapan multi setter, sebagai pengembangan dari bak sedimentasi konvesional yang telah dibangun sebelumnya. Bila plate settler ditambahkan pada bak sedimentasi, maka dapat menambah kapasitas dan memperbaiki kualitas effluent. Kapasitas produksi akan meningkat sebesar 50-150 %. Plate settler dapat direncanakan dengan bahan yang mudah didapatkan sendiri.

Tube settler di dapatkan dari suatu fabrikasi sebelum di sesuaikan denga perencanaan unit. Plate settler direncanakan dari bahan yang tahan karat akibat larutan alum dan susah ditumbuh alga, seperti bahan dari polyethylene atau bahan terlapisi plastic. Sudut kemiringan plate settler direncakan agar lumpur jatuh dengan sendirinya dan tidak menempel pada plate (45ᵒ - 60ᵒ), namun biasanya direncakan pada sudut 55ᵒ dari horizontal. (Schlutz, 1984).

(a) Rumus-rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan unit sedimentasi, yaitu:

Rasio panjang lebar bak (Qasim, Motley & Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

P = panjang bak L = lebar bak

(b) surface loading rate (Qasim, Motley & Zhu, 2000) Rumus:

Dimana:

vt = Surface loading rate Q = Debit bak

A = Luas permukaan bak

(c) Kecepatan aliran di tube settler (Montogomery, 1985) Rumus :

Dimana :

Vo = Kecepatan aliran pada settler (m/s) Q = Debit bak (m³/s)

A = Luas permukaan bak (m²)

⍺ = Kemiringan settler = 60ᵒ

(d) Weir loading rate (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

W = Weir loading rate (m³/m.hari) Q = Debit bak (m³/hari)

L = Panjang total weir (m)

(e) Bilangan Reynold dan bilangan freud (Montgomery, 1985) Rumus:

Vo = kecepatan aliran pada settler (m/s) V = viskositas kinematik (m²/s)

Re = Reynold number Fr = Froude number

(f) Waktu detensi bak (Qasim, Montley, & Zhu,2000) Rumus:

Dimana:

T = waktu detensi (s) Vb = volume bak (m³) Q = debit bak (m³/s)

Gambar 2.3. Proses sedimentasi.

5. Filtrasi.

Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku melalui media pasir. Proses yang terajdi selama penyaringan adalah pengayakan (straining) flokulasi antar butir, sedimentasi antara butir, dan proses biologis. Dilihat dari desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi saringan pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan saringan pasir lambat. Setelah filter digunakan beberapa saat, filter akan mengalami penyumbatan. Untuk itu perlu pembersihan, yang dapat dilakukan dengan pencucian dengan udara dan pencucian dengan air (pencucian permukaan filter dengan penyemprotan dan pencucian dengan

backwash). Sedangkan tenaga untuk pencucian dapat dilakukan dengan cara pompa (memompa air yang ada reservoir penampung ke dasar filter), mengalirkan air yang ada di reservoir atas (alevated tank) secara gravitasi ke dasar filter, dan mengalirkan air yang ada di filter yang sudah jenuh (interfilter). Hal yang dipertimbangkan dalam mendesain dalam mendesain proses filtrasi adalah media filter dan hidrolika filtrasi.

a) Media Penyaringan.

Berdassarkan jenis media penyaringan yang digunakan, saringan pasir cepat ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebgai berikut :

1) Filter media tunggal 2) Filter media ganda 3) Filter multi media

b) Media penyangga.

Media ini berfungsi sebagai penyangga media penyaring yang diletakkan pada bagian bawah media penyaringan tersebut. Sebagai media penyangga ini biasanya digunakan krikil yang diletakkan secara belapis – lapis, umumnya diguakan 5 lapisan dengan ukuran krikil yang digunakan berdehradasi mulai dari 1/18 inchi pada bagian atas sampai 1 – 2 inchi pada bagian bawah. Ukuran krikil ini sangat bergantung pada ukuran pasir pada media penyaringan dan tipe sistem underdrain yang digunakan.

c) Sistem underdrain.

Sistem ini berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah difiltrasi oleh media penyaringan pada saat saringan pasir cepat beroprasi, sedangkan ketika backwash sistem ini berfungsi untuk mendistribusi air pencucian.

Laju backwash menetukan desain hidrolik dari filter laju backwash beberapa kali lebih besar dari pada laju filtrasi. Pada dasarnya terdapat 2 jenis sistem underdrain, yaitu :

1) Sistem Manifold dengan pipa lateral.

2) Sistem False Bottom.

Persamaan – persamaan yang dipergunakan pada perencanaan unit saringan pasir cepat adalah :

 Kecepatan penyaringan filtrasi (Kawamura, 1991).

Rumus :

Dimana :

As = Luas permukaan Vf = Kecepatan fitrasi (m/s)

 Luas area permukaan bak filtrasi (Kawamura, 1991).

Rumus :

As = p x l (20) Dimana :

p = Panjang bak filtrasi (m) l = Lebar bak filtrasi (m)

Gambar 2.4. Unit fitrasi.

6. Desinfeksi.

Desinfeksi adalah proses untuk membunuh bakteri, protozoa, dan virus dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia.

Reaksi desinfeksi yang terjadi harus dilaksanakan di bawah kondisi normal, termasuk suhu, aliran, kualitas air, dan waktu kontak. Hal ini akan membuat air menjadi tidak beracun, tidak berasa, lebih mudah diolah, ekonomis, serta akan meninggalkan rasidu yang tetap untuk jangka waktu yang aman, sehingga kontaminan dapat dihilangkan. Desinfeksi yang sering digunakan adalah dengan klorimasi menggukan gas klor.

Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan menghilangkan bakteri pathogen untuk baku mutu air minum. Desinfeksi sering menggunakan khlor sehingga desinfeksi dalam membunuh dan menonaktifkan mikroorganisme berdasar pada tipe desinfeksi yang

digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontrak air dengan desinfektan, temperature air, dan karakter kimia air ( Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

Khlorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan, ukuran warna dari wadah khlorin biasanya bergantung pada kuantitas khlorin yang digunakan, teknologi yang dipakai, ketersediaan tempat, dan biaya transportasi dan penanganan. Salah satu khlorin yang umum digunakan adalah sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya bisa berada dalam fase liquid, biasanya mengandung konsentrasi klorin sebesar 12,2 – 17 % saat dibuat (Tchobanoglous, 2003). Sodium hipoklorit bersifat tidak stabil, mudah terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam pengangkutan, sehingga, penyimpanan, dan penggunaanya. Selain itu larutan sodium hipoklorit dapat dengan mudah terdekoposisi karena cahaya ataupun panas, sehingga harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan dalam keadaan lama. Metode yang dapat digunakan untuk mencampur khlorin dengan air adalah metode mekanis, dengan penggunaan baffle, hydraulic jump, pompa booster pada saluran.

7. Reservoir.

Reservoir digunakan pada system distribusi untuk meratakan aliran, untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakaan adalah jenis putar (pompa sentrifugal, pompa diffusr atau pompa turbin meliputi pompa turbin untuk

sumur dan pompa submersible untuk sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak, pompa tangan, pompa khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade, pompa gelembung undara atau air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah). Efisiensi pompa umumnya antara 60 sampai 85%.

Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu groud storage reservoir dan elevated storage reservoir. Ground storage reservoir biasanya digunakan untuk menampung air dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoprasiannya, sedangkan elevated ground reservoir menampung air dengan kapasitas relative lebih kecil dan dalam pengoprasian distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas reservoir untuk kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan pemakaian selama 24 jam (mass diagram). Selain untuk kebutuhan air bersih, kapasitas reservoir juga meliputi kebutuhan air untuk kebutuhan air pekerja dan operasi instalasi.

Rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan reservoir yaitu :

(a) Kebutuhan efektif reservoir Untuk kebutuhann oprasional

Kebutuhan bahan kimia dan pencucian = 60 % dari air produksi (b) Volume air

V = P x L x T (21) Vops = 60 % x V (22) (c) Presentase kebutuhan instalasi dari air produksi

(d) Waktu detensi

Dimana :

Kebutuhan bahan kimia dan pencucian = 60 %

V = Volume (m³)

Vops = Kebutuhan oprasional td = Waktu detensi

Gambar 2.5. Reservoir air bersih.

BAB III

Dokumen terkait