• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGOLAHAN AIR BERSIH KELURAHAN BULOA, KECAMATAN TALLO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENGOLAHAN AIR BERSIH KELURAHAN BULOA, KECAMATAN TALLO SKRIPSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Serjana Teknik Pada Program Studi Sipil Pengairan

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

KHIKMAWAN FARDINAN BAHRIANI

105 81 01295 10 105 81 01386 10

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Serjana Teknik Pada Program Studi Sipil Pengairan

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

KHIKMAWAN FARDINAN BAHRIANI

105 81 01295 10 105 81 01386 10

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

KHIKMAWAN FARDINAN (105 81 01295 10) dan BAHRIANI (105 81 01386 10). Studi Pengolahan Air Bersih Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Hj. Ratna Musa., MT dan Hj. Arsyuni AM, ST., MT.

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan industri. Bardasarkan peraturan Mentri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang “syarat – syarat dan pengawasan kualitas air”. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak, dan hal yang perlu diperhatikan untuk memenuhi syarat – syarat kesehatan air bersih adalah persyaratan biologis, persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan radioaktif. Sumber air dapat diklasifikasikan menjadi air hujan, air tanah dan air permukaan. Air permukaan tidak dapat langung dikomsumsi secara langsung karena rentan terhadap penyakit, oleh karena itu air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikomsumsi manusi. Pengolahan air adalah usaha mengurangi konsentrasi masing – masing polutan dalam air, sehingga aman untuk digunakan sesuai dengan keprluannya. Secara garis besar satuan operasi dalam proses pengolahan air yang biasa dipergunakan adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoir. Untuk itu kami mencoba membuat suatu jenis bangunan instalasi pengolahan air bersih dengan harapan kelangkaan air bersih dapat teratasi. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2014. Data yang kami ambil yaitu data primer dan sekunder, data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan data wawancara langsung dengan pihak – pihak terkait sedangkan data sekunder adalah merupakan data yang diperoleh dari instasi terkait.

Kata kunci : Air, Air bersih, Instalasi Pengolahan Air Bersih

(6)

ABSTRAK

KHIKMAWAN FARDINAN (105 81 01295 10) and BAHRIANI (105 81 01386 10). Study of water treatment Buloa Village, Districts Tallo. Under the guidance of Dr. Ir. Hj. Ratna Musa., MT and Hj.

Arsyuni AM, ST., MT.

Water is a natural resource that is essential for human life, both to meet the needs of daily life the day as well as for other purposes such as agriculture and industry. Based Health Minister regulation No. 416 of 1990 on "terms the terms and water quality control". Clean water is the water that is used for day - day whose quality meets health requirements and can be drunk when cooked, and the things that need to be considered to qualify - health requirements of clean water is the biological requirements, physical requirements, chemical requirements, requirements radioactive. Water sources can be classified into rainwater, groundwater and surface water. Langung surface water can not be consumed directly as susceptible to the disease, therefore the surface water needs to be treated before it is consumed being. Water treatment is an attempt to reduce the concentration of each - each pollutant in water, making it safe for use in accordance with necessity. Broadly speaking, the operating unit in the water treatment process which is used is the intake, coagulation, flocculation, sedimentation, filtration, disinfection, and reservoir. For that we try to make a kind of building water treatment plant in the hope of water scarcity can be solved. This research was conducted in the village Buloa, District Tallo, Makassar. The study period lasted for 3 (three) months starting from October to December 2014. The data that we collect primary data and secondary, primary data is the data obtained by direct observation with the interview data related parties while secondary data is the data obtained from the relevant agencies.

Keywords: Water, Clean Water, Water Treatment Plant

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya serta doa restu ayahanda dan ibunda tercinta, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan persyaratan dan kewajiban akademik yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar sarjana teknik pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan Perencanaan Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan-perhitungan. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati segala koreksi serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat.

Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kiranya dikesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulus- tulusnya kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Ratna Musa, MT. dan Ibu Hj. Arsyuni Ali Mustari, ST., MT.

selaku pembimbing kami, yang telah banyak membantu dan memberikan

bimbingan serta pengarahan kepada kami.

(8)

Atas selesainya tugas akhir ini, maka kami sampaikan banyak terima kasih dan rasa hormat kami kepada :

1. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd, sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT, sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Kakanda Syafaat Syafruddin Kuba, ST. sebagai Ketua Jurusan Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pegawai pada Fakultas Teknik, atas segala waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ibu dan Bapak serta keluarga besar yang selalu mendoakan penulis untuk menggapai cita-cita.

6. Sahabat-sahabatku, kanda dewan senior, adik-adik junior yang telah mensuport dan memotivasi kami.

7. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu semoga

Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik dan amal saleh mereka

dengan balasan yang setimpal. Amin.

(9)

Penulis menyadari, bahwa dengan terbatasnya waktu, pustaka, pengetahuan dan pengalaman yang ada pada penulis, maka Skripsi/Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya saran maupun koreksi sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.

Semoga Skripsi ini disamping memenuhi syarat kurikulum juga bermanfaat bagi penulis, rekan- rekan, masyarakat, serta bangsa dan Negara. Amin..

Makassar, Januari 2016

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

ABSTRAK ………....………...…………..…... iii

KATA PENGANTAR ···. v

DAFTAR ISI ………...………... viii

DAFTAR GAMBAR………..…... x

DAFTAR TABEL………..…... xi

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN………... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ………... 2

C. Tujuan Penelitian ………... 2

D. Manfaat Penelitian ………. 3

E. Batasan Masalah ………. 3

F. Sistematika Penulisan ………. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Kualitas Air Baku ... 5

(11)

B. Klasifikasi Sumber Air Baku... 8

C. Definisi Air Baku ... 8

D. Metode Pengolahan Air Bersih ... 11

E. Sistem Pengolahan Air Bersih ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokai dan Waktu Penelitian ... 33

B. Jenis Data dan Sumber Data ………...………... 34

C. Kriteria Pengolahan Air Bersih ... 35

D. Sketsa Instalasi Pengolahan Air Bersih ... 44

E. Diagram Proses Penelitian ... 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemilihan Unit Pengolahan Air Bersih ……... 46

B. Kinerja Unit Proses Instalasi Pengolahan Air ... 57

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

Daftar Pustaka

Lampiran

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Proses koagulasi secara mekanis dengan mesin putar ... 18

2. Proses flokulasi partikel koloid ... 21

3. Proses sedimentasi ... 26

4. Unit filtrasi ………... 29

5. Reservoir air bersih ... 32

6. Peta Kecamatan Tallo ………... 33

7. Peta Keluahan Buloa ... 34

8. Sketsa instalasi pengolahan air bersih ...44

9. Bagan Alir (flow chart) ... 45

10. Grafik perhitungan unit koagulasi ...48

11. Grafik perhitungan unit flokulasi ... 50

12. Grafik perhitungan unit sedimentasi ... 52

13. Grafik perhitungan unit filtrasi ... 54

14. Grafik perhitungan unit reservoir ... 56

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Pengendapan partikel dalam air …………... 15

2. Kriteria Desain Baffel Channel ... 37

3. Karakteristik Media Filter ... 39

4. Kriteria Desain Unit Saringan Pasir Cepat ...40

5. Hasil laboratorium ... 46

6. Hasil perhitungan kinerrja unit koagulasi ... 48

7. Hasil perhitungan kinerja unit flokulasi ... 49

8. Hasil perhitungan kineja unit sedimentasi... 51

9. Hasil perhitungan kinerja unit filtrasi... 54

10. Hasil perhitungan kinerja unit reservoir ...56

11. Desai teknis instalasi pengolahan air bersih ...58

(14)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

v = Kecepatan

Q = Debit air

A = Luas

eff = Efisiensi

G = Gradien kecepatan

V = Volume

g = Percepatan gravitasi

h L = Headloss karena friksi

t d = Waktu detensi

ʋ = Viskositas kinematik

H b = Kehilangan tekanan pada belokan

k = Koefisien gesek

V b = Kecepatan aliran pada belokan H L = Kehilanga tekanan pada aliran lurus

n = Koefisien manning

V L = Kecepatan aliran pada saluran lurus

L = Panjang

R = Jari – jari

P = Keliling

vt = Survace loading rate

(15)

Vo = Kecepatan aliran pada settler

α = Kemiringan

W = Weir loading rate

Re = Reynold number

Fr = Froude number

T = Waktu

As = Luas permukaan

Vf = Kecepatan filtrasi

Vops = Kebutuhan oprasional

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan industri. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Semua orang tahu betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Namun, tidak semua orang berpikir dan bertindak secara bijak dalam menggunakan air bersih dengan segala permasalahan yang mengitarinya.

Masyarakat di provinsi Sulawesi Selatan masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat. Khususnya di Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo.

Secara administratif, Kelurahan Buloa termasuk dalam wilayah Kecamatan Tallo. Kota Makassar yang terletak di dekat muara sungai Tallo.

Berdasarkan Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Kecamatan Tallo terdiri dari 15 kelurahan dengan luas wilayah 8,75 km2.

(17)

Salah satu Kelurahan yang akan kami teliti yaitu Kelurahan Buloa dengan luas wilayah 0,61 km2. Dimana pada kelurahan buloa sebagian besar masyarakat kurang peduli tentang bagaimana mengelola lingkungan hidup.

Hal ini disebabkan karena belum terpenuhnya sanitasi dasar, salah satunya adalah ketersedian air bersih yang sepenuhnya belum bisa di kelolah oleh masyarakat setempat untuk itu kami tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Studi Pengolahan Air Bersih Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah :

1) Bagaimana kajian unit pengolahan air bersih untuk masyarakat Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo ?

2) Faktor – faktor yang mempengaruhi unit pengolahan air bersih di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1) Menentukan pengolahan air bersih untuk Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo.

2) Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi unit

penolahan air bersih di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo.

(18)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari Studi Pengolahan Air Bersih di Kelurahan Buloa :

1) Melatih penulis untuk berfikir secara ilmiah guna meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.

2) Dapat dijadikan dasar / rujukan bagi PDAM terkait dalam Studi Pengolahan Air Bersih di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo sehingga di harapkan kedepannya kelangkaan air bersih bisa teratasi.

E. Batasan Masalah

1) Wilayah pengolahan air bersih dilakukan di Kelurahan Buloa.

2) Unit pengolahan air bersih. Intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoir.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran umum isi tulisan, penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : pendahuluan mencakup pembahasan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Standart kualitas air baku, klasifikasi sumber air baku, definisi air

baku, metode pengolahan air bersih, dan sistem pengolahan air bersih.

(19)

Bab III : Lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, kriteria pengolahan air bersih, sketsa instalasi pengolahan air bersih dan diagram proses penelitian.

Bab IV : Hasil Ananalisis Dan Pembahasan mencakup mengenai isi yang akan dibahas pada studi pengolahan air bersih.

Bab V : Penutup (Kesimpulan Dan Saran) mencakup kesimpulan yang

diperoleh dari hasil penelitian, serta harapan yang ditunjukan oleh pembaca

atau si penulis.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Kualitas Air Baku.

Berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang

“Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air”. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Adapun syarat-syarat kesehatan air bersih adalah :

1. Persyaratan Biologis.

Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran pada tubuh manusia.

Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat group, yakni parasite, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air bakteri seperti Escherica coli.

2. Persyaratan Fisik.

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya,

yakni derajat keaasman, suhu, kejernuhan, warna, bau. Aspek fisik ini

sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait

(21)

dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga penting untuk indicator tidak langsung pada persyaratan biologis, kimiawi air dan bau.

3. Persyaratan Kimia.

Persyaratan kimia menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimiawi seperti nitrat, arsenic, dan berbagai macam logam berat khususnya air raksa, timah hitam dan cadmium dapat menjadi gangguan pada tubuh dan berubah menjadi racun.

4. Persyaratan Radioaktif.

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reactor nuklir.

Standarisasi kualitas air minum diperuntukkan bagi kehidupan manusia, tidak mengganggu kesehatan dan secara estetika diterima saerta tidak merusak fasilitas penyediaan air bersih itu sendiri. Sumber air permukaan ini dapat berupa sungai, danau, waduk, mata air, dan air saluran irigasi. Kebanyakan senyawa pencemaran pada air permukaan ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah industri, dan lain-lain.

Sesuai dengan peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tanggal

14 Desember tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian

(22)

pencemaran air, maka klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 golongan, yaitu :

1) Golongan 1 (satu)

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2) Golongan II (dua)

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, dan atau peruntukan lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Golongan III (tiga)

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4) Golongan IV (empat)

Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lainn yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Berdasarkan peraturan dan pemerintah maka mutu air dengan

klasifikasi golongan satu yag dapat digunakan sebagai air baku untuk air

minum, dengan parameter yang harus diperhatian seperti parameter fisika,

kimia, dan mikribiologi.

(23)

B. Klasifikasi Sumber Air Baku.

Sumber air baku dapat diklasifikasikan menjadi air hujan, air tanah dan air permukaan. Air permukaan tidak dapat dikomsumsi secara langsung karena rentan terhadap penyebaran penyakit yang dapat disebarkan melalui air ( water borne desease ) dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, misalnya sakit perut. Oleh karena itu, air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikomsumsi manusia.

Air permukaan dibagi menjadi air danau, waduk, sungai, dan kanal irigasi. Kualitas air sungai tergantung dari karakter dan daerah tangkapan, topografi, kondisi musim, dan cuaca. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh musim, dimana debit sungai pada musim hujan relative besar dari pada musim kemarau, dan sifat serta luas catchment area. Dari segi kontinuitas, air permukaan dianggap tidak menimbulkan masalah yang besar untuk system penyediaan air bersih dengan bahan baku air permukaan, karena air ini tersedia terus dalam jumlah besar.

C. Definisi Air Baku.

Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air yang bisa juga dibuat cara membendung air buangan atau air laut.

Evaluasi dan pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan

berikut :

(24)

1) Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan.

2) Kondisi iklim.

3) Tingkat kesulitan pada pembangunan intake.

4) Tingkat keselamatan operator.

5) Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang.

6) Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang.

Dalam jumlah yang kecil, air bawa tanah, termasuk air yang dikumpulkan dengan cara rembesan, bisa juga dipertimbangkan sebagai sumber air.

Kualitas air bawa tanah secara umum sangat baik bagi air permukaan dan

dibeberapa tempat yang memiliki musim dingin bisa dimanfaatkan salju

sebagai sumber air. Hal ini bisa menghemat biaya operasional dan

pemeliharaan karena secara umum karena kualitas air bawa tanah sangat

baik sebagai air baku. Khusus untuk air bawah tanah yang diambil dengan

cara pengeboran tentunya melalui perijinan. Hal ini untuk mencegah

terjadinya eksploitasi secara besar-besaran. Akibat dari eksploitasi secara

besar-besaran bisa mengakibatkan kekosongan air bawah tanah karena tidak

seimbangnya antara air yang masuk dengai air yang diambil, sehingga

menyebabkan pondasi bangunan yang berada diatasnya bisa turun atau

setlement seperti yang terjadi dibeberapa gedung di Jakarta, juga bisa

mengakibatkan intrusi air laut yang masuk merembes menggantikan air

tanah tersebut, akibatnya air menjadi asin dan tidak layak untuk digunakan.

(25)

1) Kekeruhan, maximum 600 NTU ( nephelometric turbidity unit ) atau 400 mg/l SiO2.

2) Kandungan warna asli ( appearent colour ) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku.

3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku sesuai PP No. 82 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

4) Dalam hal ini sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan atau bahan organic melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah ( <50 NTU ) maka digunakan system DAF (Dissolved Air Flotation) atau system lainnya yang dapat dipertanggung jawabkan.

Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya harus memenuhi

standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan praktek

umum bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik dikaitkan

dengan suatu baku mutu air tertentu ( standar kualitas air ). Untuk

memperoleh gambaran yang nyata tentang karakteristik air baku, seringkali

diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut parameter kualitas

air, yang beraneka ragam. Formulasi-formulasi yang dikemukakan dalam

angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang kritis dalam

menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air.

(26)

D. Metode Pengolahan Air Bersih.

1. Penentuan Sumber Air.

Sumber air yang dipilih untuk air baku harus bebas dari pencemaran baik pada saat ini maupun masa yang akan datang, kemudian kondisinya memungkinkan bagi fasilitas pengambilan air (intake) untuk tetap berfungsi dalam waktu yang cukup lama. Selain itu harus terdapat daerah untuk perluasan fasilitas.

Kualitas dan kuantitas sumber air merupakan elemen yang utama dalam pengerjaan penyediaan air, karena hal ini dapat menjamin kelasungan fasilitas pengambilan air dengan kualitas yang baik. Dalam penentuan sumber air diperlukan penelitian yang cermat karena kualitas dan kuantitas sumber air akan menentukan metode dan skala penjernihan air. Disamping itu lokasi sumber air akan menentukan tata ruang fasilitas penyediaan air.

Hal-hal yang perlu diteliti pada penentuan sumber air adalah : (a) Kondisi hidrogeologi.

(b) Kondisi topografi dan geologi.

(c) Kondisi penggunaan air.

(d) Kondisi kualitas air dan unsur-unsur terkait.

(e) Kondisi timbunan pasir dan tanah.

(f) Material untuk konstruksi.

2. Pemilihan Fasilitas Intake / Pengambilan Air.

Pada prinsipnya intake harus memenuhi syarat sebagai berikut :

(27)

(a) Konstruksi fasilitas intake harus sesuai dengan jumlah air yang telah direncanakan sehingga tidak terjadi kegagalan pada saat banjir maksimum ataupun pada saat kekeringan maksimum.

(b) Fasilitas intake harus dibangun pada titik lokasi yang dapat menjamin tersedianya kualitas air yang baik dan aman dari polusi, selain itu lokasi harus memadai untuk mengadakan pemeliharaan fasilitas serta kemungkinan pengembangan fasilitas dimasa yang akan datang.

Sumber air dibagi dalam 2 ( dua ) kategori, air permukaan dan air tanah. Termasuk dalam air permukaan adalah air sungai, danau, dan reservoir. Jenis fasilitas intake dapat dipilih sesuai dengan fungsi dan kapasitas.

3. Pemilihan Sistem Pengolahan / Penjernihan Air.

Pada hakekatnya pengolahan air bersih adalah upaya untuk mendapatkan air bersih dengan kualitas sesuai dengan standar yang berlaku dengan cara fisika, kimia ataupun secara biologis. Fasilitas pengolahan air bersih harus mempunyai syarat untuk air minum menjadi air olahan dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan.

Fasilitas pengolahan air yang dipilih harus mampu selalu berfungsi

dengan baik walaupun saat kondisi air baku paling buruk. Air olahan yang

dihasilkan harus selalu memenuhi kriteria kualitas air bersih.

(28)

E. Sistem Pengolahan Air Bersih.

Pengolahan air adalah usaha mengurangi konsentrasi masing-masing polutan dalam air, sehingga aman untuk digunakan sesuai dengan keperluannya. Secara garis besar satuan operasi dalam proses pengolahan air yang biasa dipergunakan adalah intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, dan reservoir.

1. Intake.

Konstruksi yang dibangun disumber air baku untuk mengambil sejumlah air diperhatikan dalam perletakan intake adalah ketinggian tanah berhubungan dengan system pengaliran air baku, sedekat mungkin dengan daerah pelayanan, dibangun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah sungai yang landai dan lurus, tanah disekitar intake harus stabil, mempertimbangkan peningkatan debit dimasa mendatang, posisi inlet harus benar-benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum jauh dari sumber kontaminan, dan dilengkapi dengan screening.

Rumus – rumus dan kriteria desain yang dignakan dalam perhitungan Intake :

(a) Kecepatan aliran pada saringan kasar (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

(29)

Dimana :

v = Kecepatan (m/s) Q = Debit aliran (m³/s) A = Luas bukaan (m²)

(b) Kecepatan aliran pada saringan halus (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

v = Kecepatan aliran (m/s) Q = Debit (m³/s)

A = Luas saringan (m²) eff = Efisiensi (0,5 – 0,6)

(c) Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

v = Kecepatan (m/s) Q = Debit aliran (m³/s) A = Luas bukaan (m²) 2. Koagulasi.

Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama

beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran dengan air, akan terjadi

(30)

destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mangalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Factor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembunuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia.

Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan cara pengadukan secara hidrolis (terjunan dan pengadukan dan pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik.

Partikel yang tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran sangat kecil yaitu mm - mm. karena dimensinya ini maka partikel tidak dapat diendapkan secara langsung (lihat Tabel 2.1). Di samping itu partikel dan koloid umumnya bermuatan listrik sama yang menyebabkan terjadinya tumbuhkan antar partikel (terjadi gerak Brown). Hal ini berakibat terjadinya suatu suspense yang sangat stabil.

Tabel 2.1 Pengendapan Partikel Dalam air.

Diameter (mm) Tipe Partikel Waktu pengendapan pada kedalaman 1 Meter

10 Kerikil 1 detik

1 Pasir 10 detik

Pasir Halus 2 menit

Lempung 2 jam

Bakteri 8 hari

Koloid 2 tahun

Koloid 20 tahun

Koloid 200 tahun

Sumber : Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)

(31)

Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas suspense koloid. Stabilitas koloid terjadi karena:

(a) Gaya tarik van der waal’s.

(b) Gaya tolak/repulsive elektrostatik.

Koagulasi bertujuan untuk mengurangi stabilitas koloid (proses destabilisasi) melalui penambahan bahan kimia dengan muatan berlawanan.

Pada koagulasi akan terjadi:

(a) Penurunan tegangan permukaan (zeta potensial) melalui proses netralisasi muatan dan adsorpsi.

(b) Presipitasi dari koagulan akan menyapu koloid.

(c) Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel.

 Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)

Tipe alat yang biasa digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradient kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Pengadukan Mekanis.

Pengadukan mekanis adalah metode yang paling umum digunakan

karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif, dan fleksibel pada

pengoprasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbin

impeller, paddle impeller, atau propeller untuk menghasilkan turbelensi

(Reynolds, 1982). Pengadukan tipe inipun tidak terpengaruh oleh variasi

debit dan memiliki headloss yang sangat kecil.

(32)

Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan pencampuran yang homogeny, koagulan harus dimasukkan ke tengah – tengah impeller atau pipi inlet.

2) Pengadukan Pneumatis

Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradient kecepatan yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi gradient kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit yang memiliki headloss yang relative kecil.

3) Pengadukan Hidrolis.

Pengadukan hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu

dengan menggunakan baffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis

(hidrolic jumps). Hal ini dapat dilakukan dikareakan masing – masing alat

tersebut menghasilkan aliran yang turbelen karena terjadinya perubahan

arah aliran secara tiba – tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di

Negara berkembang tertutama di daerah yang jauh dari kota besar, sebab

pengadukan jenis ini memanfaatkan energy dalam aliran yang

menghasilkan nilai gradient kecepatan (G) yang tinggi, serta tidak perlu

mengimpor peralatan, mudah dioprasikan, dan pemeliharaan yang minimal

(33)

(Schulz/Okun, 1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas pada debit yang spesifik. Berikut persamaan – persamaan yang digunakan (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) :

Dimana :

G = Gradien Kecepatan (dt ) V = Volume Bak (m³)

g = Percepatan Gravitasi (m/dtk²)

h L = Headloss karena friksi, turbelensi (m²/dtk) t d = Waktu Detensi (dtk)

Gambar 2.1. Prosese koagulasi secara mekanis dengan mesin putar.

(34)

3. Flokulasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku. tipe dari suspended solid, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan. Beberapa tipe flokulator adalah channel vertical (buffle channel horizontal, buffle channel vertical dan dengan pulsator), pengadukan secara mekanik, pengadukan melalui media, pengadukan secara pneumatic (dengan udara).

Perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada dasarnya sama dengan unit koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.

Perhitungan turbelensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan tekanan dalam bak Horizontal Baffle Channel didasarkan pada persamaan :

a) Perhitungan Gradien Kecepatan (G)

Persamaan matematis yang digunakan untuk menghitung gradient kecepatan ini sama dengan perhitungan yang telah diberikan pada unit koagulasi (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) yaitu :

Dimana :

G = Gradien Kecepatan (dt g = Percepatan Gravitasi (m/dtk²)

h L = Headloss karena friksi, trubulensi, dll (m)

v = Viskositas kinematic (m²/dtk)

(35)

t d = Waktu Detensi (dtk)

b) Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (H tot )

Kehilangan total sepanjang saluran horizontal baffle channel dapat diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat saluran lurus belokan (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

H tot = H L + H b (7) Dimana :

H b = Kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan oleh belokan sebesar 180ᵒ. Persamaan untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ini adalah sebagai berikut :

Dimana :

H b = Kehilangan tekanan pada belokan (m) k = Koefisien gesek, diperoleh secara empiris V b = Kecepatan aliran pada belokan (m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s²)

H L = Kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya didasarkan pada persamaan manning :

V L = (9)

(36)

H L = ( ) (10)

Dimana :

H L = Kehilangan tekanan pada saat lurus (m)

n = Koefisien Manning, saluran terbuat dari beton = 0,013 V L = Kecepatan aliran pada saluran lurus (m/s)

L = Panjang saluran (m) R = Jari – jari basah (m) A/P A = Luas basah (m²)

P = Keliling basah (m)

Gambar 2.2. Proses flokulasi partikel koloid.

4. Sedimentasi.

Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi. Pengendapan

kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan

(37)

diskrit (kelas 1). Pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan. Jenis bak pengendapan adalah bak pengendapan aliran batch dan bak pengendapan dengan aliran kontinu.

Uniformatis dan turbelensi aliran pada bidang pengendap sangat berpengaruh. Oleh sebab itu, bilangan Fraude yang menggambarkan tingkat uniformitas aliran dan turbelensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria yaitu: bilangan Fraude Fr>10 dan bilangan Reynold Re < 500.

Tujuan proses sedimentasi secara umum pada pengolahan air konvensional untuk mengurangi padatan yang terbawa setelah proses koagulasi dan flokulasi. Aplikasi berikutnya adalah menghilangkan padatan berat yang terendapkan dari air baku sehingga menghilangkan kekeruhan dan mengurangi beban dalam proses pengolahan selanjutnya. (AWWA, 1990).

Menurut Reynolds (1996), upflow clarifiers merupakan unit yang menggabungkan pengadukan,flokulasi, dan pengendapan kedalam satu unit.

Unit ini didesain untuk mengolah volume dengan kandungan padatan terflokulasi yang besar. Volume padatan pada contact zone bervariasi dari 5 hingga 50 % volume, tergantung dari kegunaanya pada jenis sludge blanket.

Filtration pengadukan dan flokulasi terjadi di center kompartemen. Air

hasil proses flokasi meninggalkan komportemen dan dengan aliran naik

melewati sludge blanket supaya flok teremoval karena terjadi kontak

(38)

dengan padatan terflokulasi diblanket. Air kemudian mengalir upward melewati tempat klarifikasi dan kemudian menuju effluent.

Untuk meningkatkan efisiensi pengendapan seringkali digunakan plate settler. Plate settler merupakan peralatan pengendapan multi setter, sebagai pengembangan dari bak sedimentasi konvesional yang telah dibangun sebelumnya. Bila plate settler ditambahkan pada bak sedimentasi, maka dapat menambah kapasitas dan memperbaiki kualitas effluent. Kapasitas produksi akan meningkat sebesar 50-150 %. Plate settler dapat direncanakan dengan bahan yang mudah didapatkan sendiri.

Tube settler di dapatkan dari suatu fabrikasi sebelum di sesuaikan denga perencanaan unit. Plate settler direncanakan dari bahan yang tahan karat akibat larutan alum dan susah ditumbuh alga, seperti bahan dari polyethylene atau bahan terlapisi plastic. Sudut kemiringan plate settler direncakan agar lumpur jatuh dengan sendirinya dan tidak menempel pada plate (45ᵒ - 60ᵒ), namun biasanya direncakan pada sudut 55ᵒ dari horizontal. (Schlutz, 1984).

(a) Rumus-rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan unit sedimentasi, yaitu:

Rasio panjang lebar bak (Qasim, Motley & Zhu, 2000) Rumus :

Dimana :

(39)

P = panjang bak L = lebar bak

(b) surface loading rate (Qasim, Motley & Zhu, 2000) Rumus:

Dimana:

vt = Surface loading rate Q = Debit bak

A = Luas permukaan bak

(c) Kecepatan aliran di tube settler (Montogomery, 1985) Rumus :

Dimana :

Vo = Kecepatan aliran pada settler (m/s) Q = Debit bak (m³/s)

A = Luas permukaan bak (m²)

⍺ = Kemiringan settler = 60ᵒ

(d) Weir loading rate (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Rumus :

(40)

Dimana :

W = Weir loading rate (m³/m.hari) Q = Debit bak (m³/hari)

L = Panjang total weir (m)

(e) Bilangan Reynold dan bilangan freud (Montgomery, 1985) Rumus:

Dimana:

R = jari-jari hidrolis (m)

A = luas permukaan settler (m²) P = keliling settler (m)

Vo = kecepatan aliran pada settler (m/s) V = viskositas kinematik (m²/s)

Re = Reynold number Fr = Froude number

(f) Waktu detensi bak (Qasim, Montley, & Zhu,2000) Rumus:

Dimana:

(41)

T = waktu detensi (s) Vb = volume bak (m³) Q = debit bak (m³/s)

Gambar 2.3. Proses sedimentasi.

5. Filtrasi.

Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku

melalui media pasir. Proses yang terajdi selama penyaringan adalah

pengayakan (straining) flokulasi antar butir, sedimentasi antara butir, dan

proses biologis. Dilihat dari desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan

menjadi saringan pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan

saringan pasir lambat. Setelah filter digunakan beberapa saat, filter akan

mengalami penyumbatan. Untuk itu perlu pembersihan, yang dapat

dilakukan dengan pencucian dengan udara dan pencucian dengan air

(pencucian permukaan filter dengan penyemprotan dan pencucian dengan

(42)

backwash). Sedangkan tenaga untuk pencucian dapat dilakukan dengan cara pompa (memompa air yang ada reservoir penampung ke dasar filter), mengalirkan air yang ada di reservoir atas (alevated tank) secara gravitasi ke dasar filter, dan mengalirkan air yang ada di filter yang sudah jenuh (interfilter). Hal yang dipertimbangkan dalam mendesain dalam mendesain proses filtrasi adalah media filter dan hidrolika filtrasi.

a) Media Penyaringan.

Berdassarkan jenis media penyaringan yang digunakan, saringan pasir cepat ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebgai berikut :

1) Filter media tunggal 2) Filter media ganda 3) Filter multi media

b) Media penyangga.

Media ini berfungsi sebagai penyangga media penyaring yang diletakkan pada bagian bawah media penyaringan tersebut. Sebagai media penyangga ini biasanya digunakan krikil yang diletakkan secara belapis – lapis, umumnya diguakan 5 lapisan dengan ukuran krikil yang digunakan berdehradasi mulai dari 1/18 inchi pada bagian atas sampai 1 – 2 inchi pada bagian bawah. Ukuran krikil ini sangat bergantung pada ukuran pasir pada media penyaringan dan tipe sistem underdrain yang digunakan.

c) Sistem underdrain.

(43)

Sistem ini berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah difiltrasi oleh media penyaringan pada saat saringan pasir cepat beroprasi, sedangkan ketika backwash sistem ini berfungsi untuk mendistribusi air pencucian.

Laju backwash menetukan desain hidrolik dari filter laju backwash beberapa kali lebih besar dari pada laju filtrasi. Pada dasarnya terdapat 2 jenis sistem underdrain, yaitu :

1) Sistem Manifold dengan pipa lateral.

2) Sistem False Bottom.

Persamaan – persamaan yang dipergunakan pada perencanaan unit saringan pasir cepat adalah :

 Kecepatan penyaringan filtrasi (Kawamura, 1991).

Rumus :

Dimana :

As = Luas permukaan Vf = Kecepatan fitrasi (m/s)

 Luas area permukaan bak filtrasi (Kawamura, 1991).

Rumus :

As = p x l (20) Dimana :

p = Panjang bak filtrasi (m)

l = Lebar bak filtrasi (m)

(44)

Gambar 2.4. Unit fitrasi.

6. Desinfeksi.

Desinfeksi adalah proses untuk membunuh bakteri, protozoa, dan virus dengan kuantitas desinfektan yang kecil dan tidak beracun bagi manusia.

Reaksi desinfeksi yang terjadi harus dilaksanakan di bawah kondisi normal, termasuk suhu, aliran, kualitas air, dan waktu kontak. Hal ini akan membuat air menjadi tidak beracun, tidak berasa, lebih mudah diolah, ekonomis, serta akan meninggalkan rasidu yang tetap untuk jangka waktu yang aman, sehingga kontaminan dapat dihilangkan. Desinfeksi yang sering digunakan adalah dengan klorimasi menggukan gas klor.

Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan

menghilangkan bakteri pathogen untuk baku mutu air minum. Desinfeksi

sering menggunakan khlor sehingga desinfeksi dalam membunuh dan

menonaktifkan mikroorganisme berdasar pada tipe desinfeksi yang

(45)

digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontrak air dengan desinfektan, temperature air, dan karakter kimia air ( Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

Khlorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan, ukuran warna dari wadah khlorin biasanya bergantung pada kuantitas khlorin yang digunakan, teknologi yang dipakai, ketersediaan tempat, dan biaya transportasi dan penanganan. Salah satu khlorin yang umum digunakan adalah sodium hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya bisa berada dalam fase liquid, biasanya mengandung konsentrasi klorin sebesar 12,2 – 17 % saat dibuat (Tchobanoglous, 2003). Sodium hipoklorit bersifat tidak stabil, mudah terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam pengangkutan, sehingga, penyimpanan, dan penggunaanya. Selain itu larutan sodium hipoklorit dapat dengan mudah terdekoposisi karena cahaya ataupun panas, sehingga harus disimpan di tempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan dalam keadaan lama. Metode yang dapat digunakan untuk mencampur khlorin dengan air adalah metode mekanis, dengan penggunaan baffle, hydraulic jump, pompa booster pada saluran.

7. Reservoir.

Reservoir digunakan pada system distribusi untuk meratakan aliran,

untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Jenis pompa

penyediaan air yang banyak digunakaan adalah jenis putar (pompa

sentrifugal, pompa diffusr atau pompa turbin meliputi pompa turbin untuk

(46)

sumur dan pompa submersible untuk sumur dalam), pompa jenis langkah positif (pompa torak, pompa tangan, pompa khusus meliputi pompa vortex atau pompa kaskade, pompa gelembung undara atau air lift pump, pompa jet, dan pompa bilah). Efisiensi pompa umumnya antara 60 sampai 85%.

Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu groud storage reservoir dan elevated storage reservoir. Ground storage reservoir biasanya digunakan untuk menampung air dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoprasiannya, sedangkan elevated ground reservoir menampung air dengan kapasitas relative lebih kecil dan dalam pengoprasian distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas reservoir untuk kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan pemakaian selama 24 jam (mass diagram). Selain untuk kebutuhan air bersih, kapasitas reservoir juga meliputi kebutuhan air untuk kebutuhan air pekerja dan operasi instalasi.

Rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan reservoir yaitu :

(a) Kebutuhan efektif reservoir Untuk kebutuhann oprasional

Kebutuhan bahan kimia dan pencucian = 60 % dari air produksi (b) Volume air

V = P x L x T (21)

Vops = 60 % x V (22)

(c) Presentase kebutuhan instalasi dari air produksi

(47)

(d) Waktu detensi

Dimana :

Kebutuhan bahan kimia dan pencucian = 60 %

V = Volume (m³)

Vops = Kebutuhan oprasional td = Waktu detensi

Gambar 2.5. Reservoir air bersih.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2014.

Berdasarkan Data yang diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Kecamatan Tallo terdiri dari 15 kelurahan dengan luas wilayah 8,75 km².

Salah satu Kelurahan yang akan kami teliti yaitu Kelurahan Buloa dengan luas wilayah 0,61 km². Jumlah penduduk 7.622 jiwa (laki –laki 3.841 jiwa, perempuan 3.781 jiwa), kepadatan penduduk per km² adalah 12.568 jiwa, dan jumlah rumah tangga adalah 1,664 jiwa (pada tahun 2013).

Gambar 3.1. Peta Kecamatan Tallo.

(49)

Gambar 3.2. Peta Kelurahan Buloa.

B. Jenis Data dan Sumber Data.

Metode pencarian data dilaksanakan dengan cara : 1) Pengumpulan data dari instansi terkait.

2) Pelaksanaan studi literature.

3) Pengamatan atau survey lapangan.

Dari tiga metode pengumpulan data tersebut, maka data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

a. Data primer.

Data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan data wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait. Data tersebut meliputi :

(1) Sumber air.

(2) Lokasi penyediaan pengolahan air.

(3) Kondisi fisik sumber air bak.

(50)

b. Data sekunder.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait.

Data tersebut meliputi antara lain :

1. Balai Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar.

Diperoleh data Kecamatan Tallo dalam angka Tahun 2008 – 2013.

 Jumlah penduduk Tahun 2008 – 2014.

2. Kantor Kelurahan Buloa.

(a) Data senitasi.

(b) Peta wilayah Kelurahan Buloa.

C. Kriteria Pengolahan Air Bersih.

1. Intake.

Pada perencanaan instalasi pengolahan air bersih ini, akan digunakan intake gate yang akan dilengkapi dengaan :

a) Bar Screen.

Kriteria desain dari Bar Screen ini menurut (Al-Layla, 1980) adalah : (1) Jarak antar batang b = 1” – 2”

(2) Tebal batang w = 0,8’ – 1,0”

(3) Kecepatan aliran saat melalui batang v = 0,3 – 0,75 m/det (4) Panjang penampangg batang p = 1,0” – 1,5”

(5) Kemiringan batang horizontal ⍺ = 30ᵒ - 60ᵒ

(6) Headloss maksimum h L = 6”

(51)

b) Saluran Intake

Kriteria desain saluran intake menurut (Al-Layla,1980) adalah :

(1) V = 0,6 – 1,5 m/det, hal ini untuk mencegah sedientasi pasa saluran intake.

(2) Kecepatan aliran pada kedalaman minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det.

(3) Kecepatan aliran pada kedalaman maksimum harus lebih kecil dari 1,5 m/det.

c) Pintu Air.

Kriteria desain pintu air menurut (Al-Layla, 1980) adalah sebagai berikut

Lebar pintu air. Lp < 3 m Kecepatan aliran. Vp < 1 m/det

d) Bak Pengumpul

Menurut (Al-Layla, 1980), kriteria desain untuk bak pengumpul ini adalah :

(1) Untuk mempermudah pemeliharaan jumlah bak minimum adalah 2 buah.

(2) Waktu tinggal di dalam bak pengumpul maksimal 20 menit.

(3) Dasar bak pengumpul minimum 1 meter di bawah dasar sungai

atau 1,512 meter di bawah tinggi muka air minimum.

(52)

(4) Dinding saluran dibuat kedap air dan kontruksinya terbuat dari beton bertulang dengan ketebalan minimum 20 cm.

2) Koagulasi.

 Kriteria desain unit koagulasi menurut (Qasim, Motley, dan, Zhu 200) (a) Gradient Kecepatan (G) = 100 – 1000 (dt )

(b) Waktu Detensi (td) = 10 dtk – 5 menit

(c) G x td = (30,000 – 60,000)

3) Flokulasi.

Kriteria Desain Flokulasi dengan Baffled channel.

Tabel 3.1. Kriteria Desain Baffled Channel.

Parameter Satuan Nilai Sumber

G x td

Gradient kecepatan, G Waktu detensi, td Kecepatan aliran dalam bak, v

Jarak antar baffle, 1 Koefisien gesekan, k

Banyak saluran, n Kehilangan tekan, h L

de Menit m/det

m

m

1 -1 10-60 15-45 0,1-0,4

>0,45 2-3,5

>6 0,3-1

Droste, 1997 Droste, 1997 Droste, 1997 Huisman, 1981 Schulz & Okun, 1984

Bhargava, 1993 Kawamura, 1991 Kawamura, 1991

4) Sedimentasi.

 Kriteria Desain Bak Sedimentasi.

(a) Zona pengendap.

(53)

Kriteria desain dari zona pengendap pada bak sedimetasi berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan plate settler adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991)

(1) Jumlah bak minimum : J b = 2

(2) Kedalaman air : h = 3 – 5 m (3) Rasio panjang dan lebar bak : p : 1 = (4 – 6) : 1 (4) Rasio lebar bak dan kedalaman air : 1 : h = (3 – 6) : 1

(5) Freeboard : fb = 0,6 m

(6) Kecepatan aliran rata – rata : V h = 0,15 – 0,2 m/min (7) Waktu detensi : t d = 5 – 20 menit (8) Beban pelimpah : W1 < 12,5 m³/m – jam (9) Kemiringan plate settler : ⍺ = 45ᵒ - 60ᵒ (10) Jarak antar plate settler : w = 25 – 50 mm (11) Bilangan Reynolds : N Re < 2000

(12) Bilangan Froud : N Fr > 1

 Kriteria Desain (Montgomery, 1985)

(1) Surface loading rate = (60 - 150) m³/m². Day (2) Weir loading rate = (90 - 360) m³/m. Day (3) Waktu detensi bak = 2 jam

(4) Waktu detensi settler = 6 – 25 menit (5) Rasio panjang terhadap lebar = 3:1 – 5:1

(6) Kecepatan settler = (0,05 – 0,13) m/menit

(54)

(7) Reynold number = < 2.000 (8) Froude number = > 1

5) Filtrasi.

Karakteristik media filtrasi yang secara umum digunakan dapat di pilih pada tabel 3.3.

Tabel 3.2. Karakteristik Media Filter.

Material Bentuk Spheritas

Berat jenis relative

Porositas (%)

Ukuran efektif

(mm) Pasir silica

Pasir silica Pasir Ottawa Kerikil silica Garnet Anthrasit

Plastik

Rounded Angular Spherical Rounded Angular

0,82 0,73 0,95

0,72

2,65 2,65 2,65 2,65 3,1 – 4,3

1,5 – 1,75

42 53 40 40 55

0,4 – 1,0 0,4 – 1,0 0,4 – 1,0 1,0 – 50 0,2 – 0,4 0,4 – 1,4 Bisa dipilih sesuai kebutuhan

Sumber : Droste, 1997

(1) Sistem manifold dengan pipa lateral (2) Sistem false bottom.

Kriteria desain saringan pasir cepat

(55)

Tabel 3.3. Kriteria Desain Unit Saringan Pasir Cepat.

Karakteristik Satuan Nilai

Rentang Tipikal Antrasit :

1) Kedalman.

2) Ukuran Efektif

3) Koefisien Keseragaman Pasir :

1) Kedalaman.

2) Ukuran Efektif.

3) Koefisien Keseragaman Laju Filtrasi.

cm mm

cm mm

45,72 – 60,96 0,9 – 1,1 1,6 – 1,8 15,24 – 20,32

0,45 – 0,55 1,5 – 1,7 175 – 469,35

60,96 1,0 1,7 15,24

0,5 1,6 293,34 Sumber : Reynolds, 1982

(1) Ketinggian air diatas pasir : 90 – 120 cm (2) Kedalaman media penyangga : 15,24 – 60,96 cm (3) Ukuran efektif media penyangga : 0,16 – 5,08 cm (4) Perbandingan panjang dan lebar bak filtrasi : (1-2) : 1

(5) Kecepatan aliran saat backwash : 880–1173,4 m³/hari- m²

(6) Ekspansi media filter : 20 – 50 % (7) Waktu untuk backwash : 3 – 10 menit

(8) Jumlah bak minimum : 2 buah

(9) Jumlah air untuk backwash : 1 – 5 % air terfiltrasi.

Selain kriteria desain di atas dapat kita lihat pula kriteria desain untuk saringan cepat menuut (Fair, Geyer, dan Okun, 1968)

Dimensi Bak dan Media Filtrasi

(1) Kecepatan Filtrasi : 5 – 7,5 m/jam

(56)

(2) Kecepatan backwash : 15 -100 m/jam (3) Luas permukaan filter : 10 – 20 m² Ukuran media

 Ukuran efektif : 0,5 – 0,6 mm

 Koefisien keseragaman : 1,5

 Tebal media penyaring : 0,45 – 2 m

 Tebal media penunjang : 0,15 – 0,65 Sistem Underdrain

(1) Luas orifice : Luas media : (1,5 – 5 ) x 1 : 1 (2) Luas lateral : Luas orifice : 2 – 4 : 1

(3) Luas manifold : Luas lateral : (1,5 – 3) : 1 (4) Diameter orifice : 0,25 -0,75 inchi (5) Jarak antara orifice terdekat : 3 – 12 inchi (6) Jarak antara pusat laterl terdekat : 3 – 12 inchi Pengaturan Aliran

Kecepatan alirandalam salura inlet, Vin : 0,6 – 1,8 m/det Kecepatan alirandalam salura outlet, Vout : 0,9 – 1,8 m/det Kecepatan dalam saluran pencuci, Vp : 1,5 – 3,7 m/det Kecepatan dalam saluran pembuangan, Vb : 1,2 – 2,5 m/det

6) Desinfeksi.

 Kriteria Desain Unit Desinfeksi

(57)

(a) Desinfektan yang digunakan adalah Kalsium Hipoklorit dengan persentase Cl 2 yang terkandung didalamnya adalah 50 % dengan berat jenis 0,86 kg/L

(b) Jumlah sisa klor yang dibutuhkan pada saat distribusi berkisar antara 0,2 – 0,5 mg/L

(c) Bak penampung desinfektan dapat terbuat dari plastic atau tanah liat dengan jumlah bak minimum 2 buah. Volume bak penampung sangat tergantung pada periode pengisian bak pelarut dan konsentrasi larutan yang keduanya dapat diatur sedemikian rupa sehigga memudahkan kegiatan operasi dan perawatan.

(d) Klor yang terdapat dalam bak penampung dapat dialirkan secara gravitasi maupun dengan pemompaan melalui sistem perpipaan.

(e) Waktu kontak diatur berdasarkan pH larutan.

 Kriteria desain (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Waktu detens = 10 – 120 menit

Dosis khlor = 0,2 – 4 mg/L Sisia khlor = 0,5 – 1 mg/L

7) Reservoir

 Berikut ini beberapa kriteria desain untuk membangun suatu ground

level reservoir :

(58)

(a) Ambang bebas dan dasar bak :

(1) Dibutuhkan ambang bebas minimum sebasar 30 cm di atas permukaan tertinggi.

(2) Dasar bak sebaiknya 15 cm dari muka air terendah.

(3) Kemiringan dasar bak reservoir antara 1/100 – 1/500 ke arah pipa penguras.

(b) Inlet dan Outlet

(1) Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan struktur reservoir sehingga tidak ada daerah yang tidak terliri.

(2) Pipa outlet minimal terletak 10 cm dari dasar atau dari permukaan air minimum dan sebaiknya dilengkapi dengan screen.

(3) Perlu diperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding reservoir, dinding tersebut harus harus kedap air dan dilengkapi dengan flexible joint.

(4) Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve.

(5) Pipa overflow dan penguras memiliki diameter yang mampu mengaliri air secara gravitasi, dan outlet harus terjaga dari kemungkinan kontaminasi.

(c) Ventilasi dan manhole.

(1) Reservoir dilengkapi dengan ventilasi, manhole untuk operasi perawatan dan perbaikan, juga alat ukur ketinggian muka air.

(2) Ventilasi yang dibuat harus menunjang aliran udara yang cukup.

(59)

(3) Tinggi lubang ventilasi kira-kira 50 cm dari atap, terbuat dari besi berdiameter 50 mm. dan dipasang didekat lubag pemeriksaan.

(4) Ukuran manhole memudahkan akses kedalam reservoir, dan mampu menahan rembesan air dari luar.

 Kriteria desain (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000) Jumlah unit atau kompartemen = > 2

Kedalaman (H) = (3 – 6) m

Tinggi jagaan (H j ) = > 30 cm Tinggi air miimum (H min ) = 15 cm Waktu tinggal (td) = > 1 jam

D. Sketsa Instalasi Pengolahan Air Bersih.

Gambar 3.3. Sketsa Instalasi Pengolahan Air Bersih.

Koagulasi

Sedimentasi

Ground Reservoir desinfeksi pompa

Backwash Intake

Flokulasi

ke Tower Reservoir Filtrasi

hidrolis

hidrolis

(60)

E. Diagram Proses Penelitian.

Tahap penelitian yang dilakukan sesuai dengan bagan alir pada gambar berikut ini :

Gambar 3.4. Bagan alur (Flow Chart)

MULAI

STUDY LITERATUR

SURVEY LOKASI

PENGUMPULAN DATA

1) Kondisi air 2) Sumber air

3) Lokasi penyediaan pengolahan air.

1) Jumlah penduduk 2) Hasil laboratoium.

PERHITUNGAN UNIT PROSES IPA KELURAHA BULOA

HASIL STUDI UNIT PROSES IPA KELURAHAN BULOA

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI

DATA PRIMER DATA

SEKUNDER

(61)

BAB IV

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

A. Pemilihan Unit Pengolahan Air Bersih.

Untuk menentukan unit instalasi pengolahan air bersih salah satunya adalah melakukan pemilihan unit pengolahan dengan menggunakan metode dari (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

1) Kualitas Air Bersih Kelurahan Buloa.

Berikut ini adalah hasil pemeriksaan kualitas air produksi Kelurahan Buloa pada tahun 2014 berdasarkan Kepmenkes RI No.

492/Menkes/Per/IV/2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1. Hasil laboratorium.

Parameter

Sampe Air Rata - Rata

Sumur galian Sumur Bor 1 Sumur Bor 2 S.G S.B1 S.B 2

1 2 3 4 5 6 1 2 3

Fisika

Kekeruhan 6 5 10 8 9 9 5.5 9 9

Salinitasi 47.5 46 14.5 15 50 50 46.75 14.75 50

Warna - - - - - - - - -

Kimia

Ph 8 8.5 6 6.5 7 7 8.25 6.25 7

Fe 0.192 0.14 0.033 0.028 0.282 0.249 0.17 0.03 0.27 Mangan 2.403 0.504 5.426 3.605 11.318 11.202 1.45 4.52 11.26 NO

3

0.056 0.264 2.517 2.781 1.173 1.975 0.16 2.65 1.57 NO

2

0.289 0.21 0.101 0.079 0.408 0.479 0.25 0.09 0.44 SO

4

47.6 57.8 51.7 44.08 71.67 70.07 52.70 47.89 70.87 Ca 160.16 172.17 176.18 110.11 82.082 58.058 166.17 143.14 70.07 Cl 198.8 191.7 63.9 67.5 234.3 230.8 195.3 65.7 232.5

DO 3.52 1.92 5.44 2.56 7.36 6.4 2.72 4.00 6.88

BOD 0.96 0.32 2.24 1.52 4.48 3.84 0.64 1.88 4.16

COD 51.6 35.09 24.77 20.64 24.77 20.64 43.34 22.70 22.70 Zat

organic 44.87 39.09 18.33 20.22 36.02 37.92 42.03 19.28 36.97

Sumber : Data Hasil Laboratorium kualitas air Universitas Hasanudin 2014.

Hasil yang ditunjukan sebelum diolah melalui proses penyaringan IPA

sangat jauh dari kata layak untuk digunakan sebagai air minum disebabkan

(62)

memiliki salinitas yang sangat tinggi yaitu antara (47,5 – 46 ,-) sehingga perlu pengolahan lebih lanjut, dan hasil pengujian diketahui nilai pH air dari masing – masing sumber air yang ada masih sesuai baku mutu yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pH air dari masing – masing sumber air yang ada yaitu pada kisaran 7,16 dan bearada pada kondisi normal. Parameter derajat keasaman tersebut masih berada dalam ambang batas baku mutu air kelas I sampai kelas IV menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yang mensyaratkan pH air berkisar antara 6 – 9 untuk kelas I sampai dengan kelas III dan 5 – 9 untuk air kelas IV.

2) Pemilihan Unit Proses Instalasi Pengolahan Air (IPA) a) Unit Koagulasi.

Perhitungan parameter unit koagulasi dengan menggunakan kriteria desain yang berlaku, menggunakan rumus persamaan (Qasim, Motley, dan Zhu, 2000).

td = = = 108 dtk (4)

G = = = 285,26 dt (5)

Gtd = G x td = 285,26 x 108 = 30.808,15 dtk

(63)

Tabel. 4.2. Hasil perhitungan unit koagulasi.

No Parameter

Kriteria Desain (Qasim, Motley,

dan Zhu, 2000)

Nilai Keterangan 1 Waktu detensi bak

koagulan (td)

10 dtk – 5 menit 108 dtk Sesuai 2 Gradient

kecepatan (G)

100 – 1000 dt 285,3 dt

Sesuai 3 G x td 30.000 – 60.000 30.808,15 Sesuai

Sumber : data hasil perhitungan.

Gambar. 4.1. Grafik perhitungan unit koagulasi.

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, koagulasi tipe hidrolis

yang menggunakan sistem terjunan ini menghasilkan nilai td, G, dan

Gtd yang sesuai dengan kriteria desain, hal ini dapat menghasilkan

pencampuran yang homogen, sehingga hal ini cukup efektif untuk

Referensi

Dokumen terkait

Aspek teknis akan dijelaskan tentang kriteria perencanaan bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik, pertimbangan tata letak dan perencanaan desain unit pengolahan

e) untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan paket unit instalasi pengolahan air harus dilengkapi dengan lantai pemeriksaan... . e) jalan masuk dari jalan besar menuju ke

1).Sistem penyediaan air bersih individual (Individual Water Supply System)... Sistem penyediaan air bersih individual adalah sistem penyediaan air bersih

Seiring dengan pertumbuhan penduduk serta aktifitas masyarakat yang kian meningkat dari tahu ke tahun di Kota Makassar kebutuhan akan air bersih bagi penduduk juga

Berdasarkan pada kondisi eksisting yang ada, maka dilakukan perencanaan instalasi pengolahan limbah domestik greywater dan blackwater dengan menggunakan unit

Berikut ini merupakan grafik parameter yang menunjukkan perbandingan antara hasil uji parameter inlet dan outlet Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal ditiap

Faktor penghambat dalam pengelolaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik di Kelurahan Guntung Kecamatan Bontang Utara adalah ada beberapa penolakan dari

PDAM Surya Sembada memiliki 2 unit produksi yaitu di Instalasi Pengolahan Air Minum IPAM Karangpilang dan Ngagel, dengan masing-masing 3 instalasi IPAM Ngagel I-III dan IPAM