• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR PEMILIKAN TANAH DI KELURAHAN PAJANG

B. Struktur Penguasaan Tanah di Pajang

3. Sistem Penguasaan Tanah di Pajang Setelah

Hampir selama dua setengah abad, Indonesia berada dalam masa feodalisme dan kolonialisme yang membuat bangsa Indonesia berada di bawah ketertindasan dan kemiskinan yang pada akhirnya menimbulkan gerakan nasionalisme kemerdekaan di Indonesia. Ketika Proklamasi dibacakan oleh Soekarno pada tangal 17 Agustus 1945, maka berdirilah suatu pemerintahan baru yang bernama Indonesia yang berbentuk kesatuan Republik. Pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945 yang menjadi dasar negara ini, menunjukkan adanya perubahan untuk membebaskan rakyat dari penindasan dan penjajahan.

commit to user

Keadaan seperti ini membuat pemerintah Indonesia belum membuat Undang-undang tentang agraria dan belum ada hukum tentang peraturan tanah/agraria, sehingga pemerintah mengeluarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.21 Namun demikian, peraturan tersebut tetap berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945 di mana untuk mensejahterakan rakyat. Sementara waktu pemerintah menggunakan aturan dari pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan atas UUD 1945. Peraturan tersebut memperjelas status hak milik rakyat yang telah diakui atau telah disahkan oleh pemerintah, sehingga rakyat dapat menikmati tanah-tanah mereka sendiri yang selama ini telah diambil oleh para penjajah dan rakyat hanya diperbolehkan menyewa kepada pemerintah kolonial Belanda atau tuan tanah.

Proklamasi kemerdekaan juga disambut dengan baik oleh penduduk di Surakarta dan Kasunanan, sehingga pemerintah juga memikirkan kondisi kerajaan karena di Indonsia terdapat banyak kerajaan dan salah satunya Kasunanan Surakarta. Setelah Indonesia merdeka, para petani berkemungkinan menduduki kembali tanah-tanah perkebunan Belanda yang telah ditinggal. Tanah-tanah perkebunan yang terlantar diduduki oleh petani, karena selama ini mereka tidak bisa merasakan tanah mereka sendiri yang dikuasai oleh Belanda. Sebagai gambaran, tanah-tanah yang diduduki rakyat meliputi:

21

Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarani, Petani dan Konflik Agraria, (Bandung: Yayasan Akatiga, 1997), hlm.77.

commit to user

Table 1. Pendudukan Tanah Perkebunan Oleh Rakyat. Daerah /wilayah Luas yang diduduki rakyat Jumlah penduduk Malang Kediri Surakarta 20.000 ha 23.000 ha 14.000 ha 8.000 orang 13.000 orang 7 orang

Sumber: Noer Fauzi, Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 56.

Data di atas menunjukkan adanya pendudukan tanah milik asing atau tanah-tanah perkebunan milik pemerintah kolonial Belanda di Jawa oleh rakyat setelah kemerdekaan, tak terkecuali juga apa yang terjadi di Surakarta walaupun jumlahnya tidak sebanyak seperti yang terjadi di tempat-tempat lain.

Setelah rencana Undang-Undang Dasar 1945 disahkan oleh PPKI, maka secara resmi Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan daerah Kerajaan Surakarta sebagai daerah Istimewa. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan kedudukan raja Paku Buwono XII dan Mangkunegara VIII sebagai kepala Daerah Istimewa Surakarta. Sehubungan dengan pengangkatan tersebut, maka pada tanggal 1 September 1945 kedua raja di Surakarta mengeluarkan satu statement yang menyatakan bahwa:

commit to user

a. Daerah kekuasaan kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran dinyatakan sebagai pemerintah daerah yang berstatus “istimewa” dan mempunyai hak otonom dalam melaksanakan aturan-aturan pemerintah daerahnya.

b. Dengan demikian, semua urusan pemerintah dalam wilayah Surakarta pada saat itu di tetapkan dan dipimpin oleh kepala karajaan masing-masing.

c. Dinyatakan bahwa hubungan antara pemerintah daerah Istimewa Surakarta dengan pemerintah pusat bersifat langsung.22

Dengan adanya statement seperti itu, banyak kalangan masyarakat di Surakarta yang pro dan kontra terhadap statement tersebut, sehingga kondisi seperti itu menimbulkan gerakan-gerakan masyarakat yang mendukung dengan status “daerah istimewa” dan masyarakat yang tetap menginginkan daerah kerajaan seperti dulu. Sejak permulaan tahun 1946, di Surakarta timbul gerakan yang sering didengungkan sebagai

“revolusi sosial”.

Gerakan ini ada tiga macam, yaitu:

a. meminta dihapusnya Daerah Istimewa /Swapraja Surakarta. b. meminta digantinya Raja/Susuhunan.

c. meminta perubahan-perubahan dalam peraturan Daerah Istimewa/Swapraja yang tidak sesuai lagi dengan zamannya.23

22

Pri Eny. RA,Op.cit.,Hlm. 98.

23

Terjemahan ringkas Disertasi Soejatano Kartodirjo pada the Australia University di Canbera oleh Muhammad Husodo Pringokusumo, Revolusi di Surakarta tahun 1945-1950 “yang antara lain mengakibatkan lenyapnya Swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran”, (Rekso Pustoko Mangkunegaran, 1982), hlm. 2.

commit to user

Tiga jenis tuntutan tersebut mengakibatkan kondisi di Surakarta pada saat itu tidak kondusif, timbul keresahan pada masyarakat di Surakarta. Menyikapi situasi seperti itu, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Surat Penetapan Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 yang secara tidak langsung menghapus kekuasan keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Sejalan dengan perubahan status Praja Mangkunegaran dan Kasunanan yang tidak lagi berstatus daerah-daerah swapraja/Istimewa, maka wilayah bekas kekuasaan dua kerajaan tradisonal itu diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Kekuasan dua kerajaan itu tinggal di dalam keraton.

Penghapusan status Swapraja/Istimewa oleh pemerintah Republik Indonesia mengakibatkan lahan yang kosong bekas kekuasaan kedua kerajaan dan di daerah Surakarta termasuk Pajang, menjadi milik Negara. Status tersebut oleh Negara diubah menjadi tanah kas Negara. Tanah kas Negara diperuntukkan bagi masyarakat setempat untuk ditanami atau dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang berdekatan untuk ditanami, namun semua itu tetap berada dalam pengawasan pemerintah. Mengenai pemanfaatan tanah di daerah Pajang, tanah kas Negara digarap oleh masyarakat setempat dan hasilnya dibagi secara sistem maro. Pemerintah mendapatkan ½ dari hasil panen. Penggarap tanah kas Negara juga mendapatkan ½ bagian dari hasil panen.24 Tanah kas Negara di Pajang yang dimanfaatkan oleh rakyat kebanyakan ditanami umbi-umbian seperti ketela dan singkong. Selaian itu juga terdapat tanah Bengkok merupakan

24

commit to user

tanah yang dimiliki oleh kepala persekutuan atau pejabat pembesar desa baik semasa masih aktif menjabat taupun setalah pensiun darai jabatanya.

Penguasaan tanah di Pajang oleh masyarakat pada masa kemerdekaan hingga tahun 1950 dimanfaatkan dengan ditanami beragam jenis tanaman yang hasilnya dibagi dengan pemerintah dengan perbandingan 50:50. Tanah kas Negara inilah yang nantinya akan dibagikan atau dikonversikan menjadi tanah milik rakyat. Sebenarnya setelah perubahan status dari daerah Surakarta yang awalnya sebagai daerah Swapraja atau Daerah Istimewa, pemerintah mengkonversikan tanah-tanah menjadi tanah kas Negara atau menjadi hak milik rakyat.

commit to user

Dokumen terkait